Alisa menarik nafasnya dalam dalam sebelum kembali menghembuskannya perlahan. Hari ini dia benar-benar akan memulai hidupnya yang baru. Dia sudah memutuskan bahwa dia akan mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Dia akan bekerja, dan semoga saja dia bisa mendapatkan pekerjaan hari ini.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sebelum keluar dari rumah kontrakannya. Langkah kaki mungilnya membawa dia berjalan menyusuri kota kecil tempat di mana dia tinggal sekarang. Gamis syar'i berwarna hijau miliknya. Terlihat sangat indah saat dia tengah mengenakannya. Sepanjang jalan yang di lewatinya, banyak orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Bahkan mereka juga memperhatikan dirinya dengan begitu detail. Terkadang Alisa berpikir apakah salah jika seorang wanita menutup auratnya. Mereka baru saja mengatakan arahnya seolah-olah apa yang dipakainya itu salah. Tapi Alisa tidak peduli dengan semua itu Karena dia akan terus melakukan dan memakainya. Sudah tidak dulu dia mengalami hal seperti ini jadi dia sudah biasa menjalaninya. Ini adalah tempat barunya, jadi mungkin orang-orang belum terbiasa dengan dirinya yang seperti itu. Tapi tak jarang juga ada bisik-bisik yang terdengar olehnya, mereka juga memuji kecantikannya yang bahkan masih bisa terlihat walau dia sudah menutupnya. "Matanya indah sekali. Aku yakin di balik kain penutup itu tersimpan sesuatu yang indah," ucap seorang wanita yang memuji kecantikannya. Jika seperti ini apakah dia besar kepala? tidak, sejak dulu orang-orang sudah mengatakan hal seperti itu padanya. Jadi cuma sudah sangat terbiasa baginya. Alisa hanya tersenyum dibalik cadarnya ketika wanita itu mengatakan bahwa dia cantik. Tidak dipungkiri bahwa mereka semua mengetahui kecantikannya walau dia tidak memperlihatkan kecantikan itu sendiri. Langkahnya membawa Alisa ke sebuah sekolah, di mana tadi mendengar bahwa di sana ada sekolah yang membutuhkan tenaga guru tambahan. Mendengar hal itu membuat Alisa langsung bersemangat. Dia berharap bahwa dia bisa diterima untuk mengajar di sana. Alisa langsung bertemu dengan kepala sekolahnya. Dia membawa berkas-berkas, miliknya yang sekiranya nanti bisa diterima sebagai salah satu syaratnya untuk bekerja di sana. Kepala sekolah tadi mulai membaca surat-surat Alisa dan di sana menerangkan, bahwa dia salah satu lulusan terbaik di universitas ternama. Dia sudah berharap bahwa dia bisa diterima di sekolah ini. Sayangnya, salah satu syarat untuk menjadi pengajar di sini tidak boleh memakai cadar. Dia baru mengingat jika ini sekolah umum yang mayoritasnya kebanyakan umat beragama lain. Bukan beragama Islam seperti dirinya. "Maaf, kami tidak bisa menerima anda, Karena-" "Baik pak, saya paham. Kalau begitu saya permisi." pamitnya pergi dari sana. Alisa kembali melangkahkan kakinya untuk mencari pekerjaan. Dia benar-benar berharap bahwa dia bisa mendapatkan pekerjaan. Walau letih, Alisa masih terus berusaha. Dia tidak boleh menyerah begitu saja, sampai dia mengingat bahwa ada seorang anak di rahimnya saat ini. "Huek..." Alisa tiba-tiba saja merasa mual. Jantungnya berdebar kencang dan keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Dia baru mengingat, bahwa dia sudah terlalu jauh berjalan. Bahkan dia juga merasa kram di bagian perutnya. "Maafin, ibu nak. Ibu lupa," ucapnya sambil mengelus perutnya saat ini. Alisa duduk di bangku taman, dia beristirahat di sana untuk menghabiskan sepotong roti yang di belinya tadi dengan air mineralnya. Di saat dia sedang duduk di taman, tiba-tiba saja ada sebuah mobil melewatinya dan mobil itu membuat bajunya terkena cipratan air kotor yang tergenang. "Astaghfirullah," ucapnya kaget sambil melihat pakaiannya yang kotor. Sedangkan orang yang berada di dalam mobil tadi langsung berbalik arah saat ada sesuatu yang tiba-tiba saja membuatnya melihat ke arah belakang. "Berhenti!" titah Damian pada supirnya saat dia melihat seorang wanita memakai cadar duduk di kursi teman tadi. Mendengar hal itu membuat supirnya langsung menghentikan mobilnya saat itu juga. Sayangnya nasib baik tidak berpihak pada mereka, karena saat mobilnya berhenti polisi langsung menghampiri mereka. "Berhenti!" teriak Damian pada wanita yang duduk di bangku taman tadi. Mendengar ada seseorang yang memanggilnya membuat Alisa melihatnya. Deg! Jantungnya berdebar kencang saat melihat laki-laki itu. Alisa langsung berlari saat melihat laki-laki itu. Dia mengingat wajah itu hingga membuat Alisa langsung berlari menjauhinya. Bahkan dia tidak lagi mempedulikan keadaannya saat ini. Alisa berlari sekencang yang dia bisa agar menjauh dari laki-laki itu. Sedangkan Damian juga berlari mengejar wanita yang sengaja berlari ketika dia memanggilnya. Dia sangat yakin jika itu pasti dirinya. Itu adalah wanita yang di carinya. Damian sangat yakin itu. Tapi, baru saja dia hendak mengejarnya, polisi langsung menghalanginya karena mereka pikir Damian ingin kabur. "Lepaskan aku!" sentak Damian saat polisi itu menghentikan dirinya. "Anda di tilang pak. Mobil anda-" "Urus semua itu dengan supir ku!" umpat Damian hingga membuatnya langsung mendorong polisi tadi dan dia mengejar wanita itu. Alisa yang berlari sudah mulai menjauhi Damian. Dia terus saja berdoa agar dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. "Sial! kemana dia?" Damian mengumpat kesal saat dia kehilangan jejak wanita tadi. Kini dia berdiri tepat di depan sebuah tempat ibadah. Entah mengapa kedua kakinya membawa Damian untuk semakin memasuki tempat tersebut karena dia yakin bahwa wanita itu berada di tempat ini karena hanya ini saja tempat yang mungkin di menjadi tempat persembunyiannya. Sedangkan Alisa, dia bersembunyi di balik mimbar yang berada di dalam masjid tadi. Saat dia mendengar suara pintu yang terbuka membuat jantung Alisa semakin berdebar kencang. "Ya Allah, tolong hamba ya Allah. Tolong hamba mu ini ya Rabb..." Alisa berdoa dalam hati agar dua tidak di temukan oleh laki-laki itu. Dia berusaha menahan rasa sakit di bagian perutnya saat berlari cukup jauh tadi. Dia harap anaknya akan baik-baik saja. Dia tidak ingin terjadi apa pun pada anak yang ada di kandungannya saat ini. Damian semakin memasuki tempat tersebut. Tapi, baru saja dia melangkah memasukinya ada seseorang yang menahan dirinya agar tidak masuk ke dalam. "Permisi pak, kalau masuk sepatunya tolong di buka," ucap salah seorang yang menjaga masjid ini. "Aku mencari seroang wanita yang masuk ke sini." kata Damian karena dia yakin bahwa wanita itu berada di dalam sini. "Tidak ada siapa pun di sini pak." "Apa kau yakin? aku yakin dia masuk ke dalam sini tadi. Aku sangat yakin untuk itu!" Damian masih dengan keyakinannya bahwa wanita tadi memang masuk ke dalam sini. "Saya yakin pak. Masjid ini baru saya bersihkan dan tidak ada siapa pun di sini. Saya sangat yakin." jawabnya karena memang dia yakin tidak ada orang yang datang ke masjid ini setelah ia membersihkannya. "Apa kau yakin? aku yakin dia ada di sini!" kekeuh Damian karena memang dia yakin bahwa wanita yang di carinya ada di sini. "Tidak ada, pak. Tidak ada siapa pun yang datang ke sini." ***Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak karena harus menahan dirinya yang benar-benar ketakutan. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin. Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam
Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki. Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah. Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra.Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya. Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin. Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasanya dia s
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian.Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira"."Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa.Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya."Apa alamatnya jauh dari sini?"
"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!" sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut. Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja.Dengan gemetar Alisa meraih benda itu dan menyimpannya di pangkuan. “A-abi..”PLAK!!"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi. Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut.Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak. Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata. Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif.Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab. Dengan se
"Bagaimana, apa kalian sudah menemukan wanita itu?" tanya Damian ketika melihat anak buahnya yang baru saja datang. "Belum, Pak. Kami belum menemukannya, karena-" BRAK!! Damian menggebrak meja kerjanya karena terlalu kesal. Dia sangat kesal "Apa tanya yang kalian kerjakan, hah? Hanya mencari seorang wanita seperti itu saja kalian tidak bisa! Dasar bodoh!" umpat Damian. Dia merasa kesal karena anak buahnya tidak bisa menemukan keberadaan wanita itu. Padahal dia telah menerangkan dengan jelas lokasi ia merudapaksa wanita itu dan menunjukkan fotonya. Tepat sebelum dia pergi meninggalkan wanita itu pada malam terjadinya pemerkosaan, Damian sempat mengambil foto wanita itu yang tampaknya baru saja dicetak. Setiap harinya dia dihantui dengan rasa bersalah. Dia juga sering dimimpikan oleh seorang wanita yang menangis di bawah guyuran hujan sambil memegangi perutnya. Entah mengapa Damian berpikir bahwa wanita itu mengandung anaknya. Bagaimana kalau wanita itu sedang mengand