Rumi mengerutkan keningnya melihat ke luar jendela. Seorang perempuan berambut merah muda sedang dikelilingi oleh tiga orang perempuan yang sebaya dengannya. Namun, ekspresi wajahnya tidak terlihat senang sama sekali.
“Kurang ajar,” umpat Rumi sambil menghentakkan kepalan tangannya ke meja. Retakan kecil pun muncul di sekitar meja.
“Jangan berfikir untuk pergi ke sana. Perempuan itu harus bisa membela dirinya sendiri,” ujar Leonardo yang menatap Rumi dengan tatapan tajamnya. Dirinya yang duduk di samping Rumi bisa menebak dengan jelas apa yang ada di pikiran Rumi.
“Tidak bisa, aku tidak bisa diem aja ngeliat Luna diganggu,” protes Rumi sambil balas menatap Leonardo.
Orang yang ditatap menghela napas dan mengacak-acak rambutnya sendiri dengan cepat. “Rumi, kamu itu pangeran dari kerajaan Matahari. Kekuatanmu itu lebih besar dari mereka. Kamu ingin menghancurkan akademi ini? Apa kamu tidak ingat sama kejadian waktu
“Enak sekali ini, tapi kenapa kios ini sepi?” tanya Rumi setelah memakan sepotong lasagna yang tersaji di piring.“Wajar sebenarnya, polar night akan segera datang. Kalian juga sebaiknya jangan terlalu sering keluar,” ujar sang pemilik kedai sembari menaruh sebungkus lasagna yang telah dibungkus rapih di atas meja.“Bukannya sekarang masih cerah ya?” tanya Rumi. Dia hampir lupa dengan polar night yang selama ini diwanti-wanti oleh semua orang.“Nak, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dengan alam,” jawab sang pemilik kedai. Seorang pembeli lain pun datang dan membuatnya kembali sibuk.“Setelah ini kau harus segera kembali ke asrama. Jangan lupa pakai baju tebal. Apalagi untuk seorang pengguna element api sepertimu,” ujar Luna dengan nada suara lembutnya.Rumi mengangguk. “Ya, aku akan melakukannya, tapi bantu aku habiskan ini,” kata Rumi sambil menyodorkan sendok b
“Kurang ajar. Beraninya dia membuatku hampir membeku semalam sedangkan dirinya asik berhangat dengan seorang perempuan,” gerutu Leonardo sambil memakai baju hangat yang telah dibawakan secara khusus oleh pelayan untuknya.Seusai sarapan, Leonardo pergi ke kelasnya sambil menggerutu di sepanjang jalan. Suasana yang cukup gelap membuatnya harus membawa lentera khusus karena lampu ruang saja tidak cukup untuk memberi penerangan.Leonardo mempertanyakan kenapa tidak diliburkan saja jam pembelajaran bila terjadi polar night. Dia mulanya menduga kalau tidak ada murid yang akan datang, tapi fakta berkata lain. Para penduduk di wilayah Kerajaan Pluto sudah terbiasa dengan polar night. Mereka tetap beraktifitas meski terbatasi.“Bagus, kelas ini sangat terang sekali,” ujar Leonardo ketika dirinya telah masuk ke kelas. Cahaya ruangan dua kali lipat lebih terang ketimbang hari biasanya. Membuatnya merasa berada di siang hari.
Alam semesta ini pada dasarnya mengembang dan tidak memiliki ujung maupun tepi. Kita sama sekali tidak tahu seperti apa kehidupan nan jauh di luar sana. Apakah memang ada kehidupan selain di bumi?Apa pun bisa menjadi mungkin bila Yang Maha Kuasa berkehendak. Hanya saja perlu untuk diingat bahwa ini hanyalah sebuah kisah fiksi belaka.Sebuah kisah fiksi yang bisa membawamu untuk menjelajah alam semesta yang luas tanpa ujung. Jadi, mari kita mulai saja dari kisah Rumi, seorang pangeran dari Kerajaan Matahari.Matahari adalah tempat yang sangat panas dan penuh dengan api. Itu adalah pemikiran kita selama ini. Namun, tidak di tempat kelahiran Rumi.Kerajaan Matahari yang menjadi tempat Rumi tinggal adalah sebuah kerajaan yang memiliki hamparan keindahan yang tidak terkira. Ada banyak bunga dan pepohonan. Tentu saja, ciri khas dari Kerajaan Matahari ini memiliki banyak sekali pohon sakura berwarna kuning hampir di setiap tempat.
“Luar biasa sekali,” ucap Rumi dengan sorot mata berbinar melihat track sungai yang sangat panjang dan bercabang. Dia pun dapat melihat wilayah Kerajaan Pluto yang memang sebagian besar diisi oleh air sungai yang bermuara ke lautan luas.Meski sudah berada di tengah hari, tapi suasana di wilayah Kerajaan Pluto tidaklah terik nan panas, tapi justru cenderung berawan karena hanya mendapatkan sedikit paparan energi solar dari Kerajaan Matahari yang menjadi pusat Negeri Tata Surya Bima Sakti. Membuat mata siapa pun tidak akan silau saat melihat ke langit.“Sudah kubilang apa,” kata Leonardo sambil memberikan sebuah pelampung pada Rumi.“Ya, kau benar. Suhu udara di tempat ini juga sangat dingin. Tidak sehangat di Kerajaan Matahari,” ucap Rumi sambil memakai pelampungnya.“Jangankan di tempatmu, di Kerajaan Saturnus saja tidak sedingin ini,” ujar Leonardo.Kerajaan Satur
Rumi mengernyit sambil membuka kelopak matanya. Rasa pening yang teramat sangat menyelimuti kepala Rumi.“Dimana ini?” tanya Rumi saat melihat langit yang seharusnya diisi oleh awan malah terlihat seperti pantulan cahaya lautan. Di sekitar gelombang diisi oleh berbagai jenis ikan. Dari yang berukuran kecil seperti ikan transparan, hingga yang lebar seperti ikan paus biru.“Aku bisa bernapas?!” Rumi terperanjat. Dirinya sama sekali tidak menyangka kalau di dasar lautan ada oksigen yang teramat sangat banyak. Membuatnya tidak kesulitan bernapas sama sekali. Hanya saja, mengapa bisa begini? Batin Rumi bertanya-tanya.Rumi mengambil segenggam pasir yang ada di sampingnya dengan tangan kirinya. Butiran-butiran pasir itu pun berjatuhan di antara sela-sela jemari tangan Rumi. Tekstur pasir di sekitarnya teramat sangat halus. Jauh lebih halus ketimbang pasir pantai biasanya.“Tempat apa ini sebenarnya?&r
“Siapa kamu? Jangan macam-macam denganku!” seru Luna si perempuan berambut merah muda. Dia menatap Rumi dengan tatapan penuh ketakutan dan kekhawatiran.“Aku Rumi, aku hanya ingin menolongmu. Kamu sedang terluka, jadi jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Rumi berusaha untuk menenangkan Luna.Luna terdiam menggigit bibir bawahnya yang mungil. Dirinya menatap Rumi dengan tatapan mengidentifikasi. Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan laki-laki berambut merah dengan dua bola mata hijau setampan Rumi di kota Charon atau pun wilayah Kerajaan Pluto lainnya.Apakah dia orang baik? Apakah dia benar-benar ingin menolongku? Batin Luna bertanya-tanya.“Aku liat kau tenggelam, jadi aku hanya ingin menolongmu. Aku tidak menyangka kalau kita pada akhirnya terdampar di sini,” ujar Rumi sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jemari telunjuk kanannya.Luna terdiam mendengar
Rumi merasakan telinganya berdentum dan seluruh tubuhnya terasa ditekan. Setelah meninggalkan pulau manusia ikan, warna lautan pun berubah menjadi sangat gelap. Perbedaan tekanan air pun sudah bisa dirasakan oleh Rumi.“Luna?” tanya Rumi sambil melihat ke bawah, pada Luna yang tangannya dia genggam dengan erat.“Huh?” Luna menyahut dengan sedikit lemas. Rumi sudah dapat menebak kalau Luna juga merasakan tekanan air yang cukup kuat.“Bertahanlah,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk dengan lemah. Mereka berdua tidak punya pilihan lain selain mengundi nasib mereka lewat arus samudra yang membawa mereka.SRINGSatu demi satu muncul ikan yang memiliki antena bohlam. Taringnya yang sangat runcing sempat membuat Luna terkejut. Para ikan itu bersinar sendiri di tengah gelap pekatnya lautan dalam.Para ikan transparan yang bisa bercahaya dalam gelap juga mulai terlihat di lua
Beberapa jam setelah istana yang dibuat oleh Leonardo, cuaca kembali menjadi tenang. Membuat Leonardo sedikit dongkol karena terburu-buru menggunakan kekuatannya.Leonardo masih berusaha untuk menunggu sekaligus mencari tempat yang berkemungkinan Rumi muncul. Netra matanya pun berhasil menangkap Luna yang baru saja sampai ke permukaan air.Luna terbatuk begitu dirinya keluar dari permukaan air. Segera saja Leonardo meloncat dari istananya dan menghampiri Luna menggunakan kemampuan berjalan di atas air miliknya. Sebuah kemampuan yang hanya bisa dilakukan selama 15 detik.“Hey, di mana Rumi?” tanya Leonardo sambil mengangkat Luna dari air.“Uhuk, uhuk.” Luna terbatuk. Leonardo pun membawa Luna ke istana di atas air buatannya sendiri.“Katakan padaku, di mana Rumi? Apa kau tidak melihatnya? Apa yang terjadi?” tanya Leonardo dengan membabi buta.“Ma-maafkan aku.&
“Kurang ajar. Beraninya dia membuatku hampir membeku semalam sedangkan dirinya asik berhangat dengan seorang perempuan,” gerutu Leonardo sambil memakai baju hangat yang telah dibawakan secara khusus oleh pelayan untuknya.Seusai sarapan, Leonardo pergi ke kelasnya sambil menggerutu di sepanjang jalan. Suasana yang cukup gelap membuatnya harus membawa lentera khusus karena lampu ruang saja tidak cukup untuk memberi penerangan.Leonardo mempertanyakan kenapa tidak diliburkan saja jam pembelajaran bila terjadi polar night. Dia mulanya menduga kalau tidak ada murid yang akan datang, tapi fakta berkata lain. Para penduduk di wilayah Kerajaan Pluto sudah terbiasa dengan polar night. Mereka tetap beraktifitas meski terbatasi.“Bagus, kelas ini sangat terang sekali,” ujar Leonardo ketika dirinya telah masuk ke kelas. Cahaya ruangan dua kali lipat lebih terang ketimbang hari biasanya. Membuatnya merasa berada di siang hari.
“Enak sekali ini, tapi kenapa kios ini sepi?” tanya Rumi setelah memakan sepotong lasagna yang tersaji di piring.“Wajar sebenarnya, polar night akan segera datang. Kalian juga sebaiknya jangan terlalu sering keluar,” ujar sang pemilik kedai sembari menaruh sebungkus lasagna yang telah dibungkus rapih di atas meja.“Bukannya sekarang masih cerah ya?” tanya Rumi. Dia hampir lupa dengan polar night yang selama ini diwanti-wanti oleh semua orang.“Nak, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dengan alam,” jawab sang pemilik kedai. Seorang pembeli lain pun datang dan membuatnya kembali sibuk.“Setelah ini kau harus segera kembali ke asrama. Jangan lupa pakai baju tebal. Apalagi untuk seorang pengguna element api sepertimu,” ujar Luna dengan nada suara lembutnya.Rumi mengangguk. “Ya, aku akan melakukannya, tapi bantu aku habiskan ini,” kata Rumi sambil menyodorkan sendok b
Rumi mengerutkan keningnya melihat ke luar jendela. Seorang perempuan berambut merah muda sedang dikelilingi oleh tiga orang perempuan yang sebaya dengannya. Namun, ekspresi wajahnya tidak terlihat senang sama sekali.“Kurang ajar,” umpat Rumi sambil menghentakkan kepalan tangannya ke meja. Retakan kecil pun muncul di sekitar meja.“Jangan berfikir untuk pergi ke sana. Perempuan itu harus bisa membela dirinya sendiri,” ujar Leonardo yang menatap Rumi dengan tatapan tajamnya. Dirinya yang duduk di samping Rumi bisa menebak dengan jelas apa yang ada di pikiran Rumi.“Tidak bisa, aku tidak bisa diem aja ngeliat Luna diganggu,” protes Rumi sambil balas menatap Leonardo.Orang yang ditatap menghela napas dan mengacak-acak rambutnya sendiri dengan cepat. “Rumi, kamu itu pangeran dari kerajaan Matahari. Kekuatanmu itu lebih besar dari mereka. Kamu ingin menghancurkan akademi ini? Apa kamu tidak ingat sama kejadian waktu
“Apa yang ingin Rumi katakan?” tanya Luna sembari membuka pesawat kertas yang ada di mejanya.Rumi: Apa kau baik-baik saja? Bagaimana makanmu tadi?Luna tersenyum. Perhatian dari Rumi membuatnya merasa lebih baikkan setelah mejanya digebrak oleh anak perempuan di kelasnya.Setelah menulis pesan balasan untuk Rumi, Luna pun kembali melipat kertas menjadi pesawat kertas. Namun, bukannya dilempar pada Rumi, Luna malah memasukkannya ke dalam tasnya sendiri.Luna terkekeh lalu kembali memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh sang guru di depan kelas. Membuat Rumi bertanya-tanya kenapa pesan darinya tidak kunjung juga dijawab.Setelah sekian lama pelajaran berlangsung. Bel tanda pelajaran telah usai pun terdengar. Semua murid terlihat sangat bersemangat. Beberapa perempuan bahkan mendatangi Leonardo hanya untuk mengajaknya bermain keluar.“Pangeran Leo, apa kau pun
“Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Luna sembari berbisik pada Rumi. Seketika saja Rumi terkekeh.“Nggak, senang aja bisa liat kamu lagi,” jawab Rumi dengan nada suara yang cukup lembut. Membuat Luna tersipu malu.“Rumi, aku sempat khawatir kalau kamu tidak akan kembali,” ucap Luna. Dirinya masih teringat dengan kejadian saat di arus samudra. Ketika seekor ikan hiu goblin menggigit kaki Rumi dan menyeretnya ke luar arus samudra.“Kamu lihat kan, aku baik-baik saja saat ini,” sahut Rumi tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. Luna pun membalas senyuman Rumi dengan lebih manis lagi.Tanpa Rumi sadari, Brian memperhatikan interaksi Rumi dengan Luna. Tangannya mengepal karena kesal.Selain karena tidak bisa berinteraksi dengan Leonardo, Brian juga kesal karena Luna merespon Rumi dengan sangat ramah. Padahal selama ini Brian selalu mendapat respon yang tidak ramah da
Rumi menarik napas panjang sebelum dirinya menikmati semangkuk sup hangat dan beberapa potong roti yang disajikan di kantin asrama. Pikirannya kembali teringat pada kemarin malam setelah ayahnya pergi.Rumi sangat ingin sekali bertemu dengan Luna, tapi dirinya tidak bisa karena pelayan ayahnya telah membawa Rumi untuk diobati. Beruntung saja badan Rumi sangat kuat, proses penyembuhan bisa berlangsung lebih cepat dari manusia pada umumnya.“Apa kita memang harus masuk sekolah hari ini?” tanya Leonardo setelah meminum segelas air hangat.“Mau bagaimana lagi, pelayan kemarin sudah memberitahukannya kan?” ujar Rumi sambil mengaduk sendok yang ada di mangkuk sup miliknya.Leonardo menghela napasnya. Biasanya dirinya hanya mengikuti home schooling tanpa perlu memakai seragam dan pergi ke mana pun. Terkecuali untuk pelatihan para pangeran.“Rumi, pengen itu,” ujar Leonardo sambil menu
Beberapa jam setelah istana yang dibuat oleh Leonardo, cuaca kembali menjadi tenang. Membuat Leonardo sedikit dongkol karena terburu-buru menggunakan kekuatannya.Leonardo masih berusaha untuk menunggu sekaligus mencari tempat yang berkemungkinan Rumi muncul. Netra matanya pun berhasil menangkap Luna yang baru saja sampai ke permukaan air.Luna terbatuk begitu dirinya keluar dari permukaan air. Segera saja Leonardo meloncat dari istananya dan menghampiri Luna menggunakan kemampuan berjalan di atas air miliknya. Sebuah kemampuan yang hanya bisa dilakukan selama 15 detik.“Hey, di mana Rumi?” tanya Leonardo sambil mengangkat Luna dari air.“Uhuk, uhuk.” Luna terbatuk. Leonardo pun membawa Luna ke istana di atas air buatannya sendiri.“Katakan padaku, di mana Rumi? Apa kau tidak melihatnya? Apa yang terjadi?” tanya Leonardo dengan membabi buta.“Ma-maafkan aku.&
Rumi merasakan telinganya berdentum dan seluruh tubuhnya terasa ditekan. Setelah meninggalkan pulau manusia ikan, warna lautan pun berubah menjadi sangat gelap. Perbedaan tekanan air pun sudah bisa dirasakan oleh Rumi.“Luna?” tanya Rumi sambil melihat ke bawah, pada Luna yang tangannya dia genggam dengan erat.“Huh?” Luna menyahut dengan sedikit lemas. Rumi sudah dapat menebak kalau Luna juga merasakan tekanan air yang cukup kuat.“Bertahanlah,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk dengan lemah. Mereka berdua tidak punya pilihan lain selain mengundi nasib mereka lewat arus samudra yang membawa mereka.SRINGSatu demi satu muncul ikan yang memiliki antena bohlam. Taringnya yang sangat runcing sempat membuat Luna terkejut. Para ikan itu bersinar sendiri di tengah gelap pekatnya lautan dalam.Para ikan transparan yang bisa bercahaya dalam gelap juga mulai terlihat di lua
“Siapa kamu? Jangan macam-macam denganku!” seru Luna si perempuan berambut merah muda. Dia menatap Rumi dengan tatapan penuh ketakutan dan kekhawatiran.“Aku Rumi, aku hanya ingin menolongmu. Kamu sedang terluka, jadi jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Rumi berusaha untuk menenangkan Luna.Luna terdiam menggigit bibir bawahnya yang mungil. Dirinya menatap Rumi dengan tatapan mengidentifikasi. Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan laki-laki berambut merah dengan dua bola mata hijau setampan Rumi di kota Charon atau pun wilayah Kerajaan Pluto lainnya.Apakah dia orang baik? Apakah dia benar-benar ingin menolongku? Batin Luna bertanya-tanya.“Aku liat kau tenggelam, jadi aku hanya ingin menolongmu. Aku tidak menyangka kalau kita pada akhirnya terdampar di sini,” ujar Rumi sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jemari telunjuk kanannya.Luna terdiam mendengar