“Siapa kamu? Jangan macam-macam denganku!” seru Luna si perempuan berambut merah muda. Dia menatap Rumi dengan tatapan penuh ketakutan dan kekhawatiran.
“Aku Rumi, aku hanya ingin menolongmu. Kamu sedang terluka, jadi jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Rumi berusaha untuk menenangkan Luna.
Luna terdiam menggigit bibir bawahnya yang mungil. Dirinya menatap Rumi dengan tatapan mengidentifikasi. Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan laki-laki berambut merah dengan dua bola mata hijau setampan Rumi di kota Charon atau pun wilayah Kerajaan Pluto lainnya.
Apakah dia orang baik? Apakah dia benar-benar ingin menolongku? Batin Luna bertanya-tanya.
“Aku liat kau tenggelam, jadi aku hanya ingin menolongmu. Aku tidak menyangka kalau kita pada akhirnya terdampar di sini,” ujar Rumi sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jemari telunjuk kanannya.
Luna terdiam mendengar perkataan Rumi. Dia kemudian melihat ke sekeliling dan menyadari kalau mereka kini memang benar-benar terdampar entah di mana.
Terdampar di dasar lautan? Suatu hal yang tidak pernah Luna bayangkan sama sekali. Bahkan terdampar bersama seorang laki-laki tampan dan menawan seperti Rumi.
“Aku Luna,” lirih Luna sambil menjulurkan tangannya. Segera saja Rumi menyambutnya dan tersenyum lebar. Rumi teramat senang bisa berkenalan dengan Luna meski dengan kondisi yang seperti ini.
“Senang berkenalan denganmu,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk.
Gemuruh air dan suara paus membuat Rumi dan Luna mengalihkan pandangannya ke sekitar. Seekor paus raksasa berkepala kotak melintas tepat beberapa meter di atas kepala mereka. Diikuti oleh penyu belimbing raksana dan ikan lainnya.
“Kita di mana? Apa ini benar-benar di dasar lautan?” tanya Luna tidak percaya.
“Entah, tapi yang jelas di belakang kita ada tempat manusia ikan hidup,” jawab Rumi sambil mengangkat bahunya.
“Manusia ikan?” tanya Luna setengah tidak percaya. Rumi mengangguk.
“Bagaimana mungkin? Apa kamu tidak salah, Rumi?” tanya Luna tidak percaya.
“Kita berada di sini saja sudah termasuk hal yang tidak biasa,” balas Rumi. Seketika saja Luna terdiam. Apa yang dikatakan oleh Rumi memang benar. Selama Luna hidup di wilayah Kerajaan Pluto, dirinya tidak pernah sekalipun mendengar mitos atau pun legenda tentang pulau manusia ikan yang ada di dasar lautan kota Charon.
SRAK
Rumi melemparkan segenggam pasir ke karang berwarna biru keunguan yang ada di belakangnya.
“Siapa di sana?” tanya Rumi yang membuat Luna kaget. Pendengaran Rumi jauh lebih tajam ketimbang manusia yang lainnya.
Tidak berapa lama kemudian muncul seekor putri duyung berambut keunguan yang keluar dari balik karang dengan sedikit takut. Di pinggangnya terdapat gelembung air yang membuatnya bisa melayang dan berenang di udara.
Kulitnya yang seputih salju dan bola mata hitam bulat berkilau membuatnya terlihat sangat cantik. Sebuah kecantikan yang dapat membuat siapa pun yang melihatnya terpana. Termasuk Rumi dan Luna.
“Apa kalian manusia?” tanyanya sambil memiringkan kepalanya. Penasaran.
“Aku Rumi, dan dia Luna. Kami terdampar di sini. Apa kau bisa memberitahu kami tempat apa ini?” tanya Rumi penasaran. Luna mengangguk.
“Haii, aku Keiko. Ini kali pertamaku melihat manusia. Apa kalian orang jahat?” tanya Keiko dengan polosnya. Manik matanya berbinar memperlihatkan rasa penasarannya pada Rumi dan Luna.
“Bu-bukan, kami bukan orang jahat. Aku juga baru pertama kalinya melihat seorang duyung,” ujar Luna.
Rumi hanya mengangguk. Dirinya sebenarnya sudah pernah melihat seorang duyung saat berlatih berenang di Kerajaan Neptunus. Namun, Rumi merasa tidak perlu untuk mengatakannya. Terlebih karena pelatihan itu bersifat ekslusif.
“Aku senang bisa bertemu dengan kalian, tapi kalian harus segera pergi dari sini. Sebentar lagi tekanan air akan semakin meninggi. Terlebih karena polar night akan datang. Kalian para manusia belum tentu bisa mengatasinya,” ujar Keiko.
“Kau benar. Sebentar lagi akan ada polar night.” Angguk Luna.
“Memangnya polar night itu apa?” tanya Rumi penasaran. Dia memang belum benar-benar mengerti tentang polar night yang berkali-kali disebut ketika dirinya sampai di kota Charon.
“Hah?!” Keiko dan Luna terlihat kaget melihat Rumi.
“Sudah kuduga, Rumi pasti bukan berasal dari wilayah Kerajaan Pluto,” ucap Luna. Seketika saja Rumi hanya bisa terkekeh sambil mengangguk.
“Polar night itu adalah masa di mana matahari berada pada titik lebih dari 12 derajat di bawah cakrawala. Akibatnya siang hari akan gelap seperti malam,” terang Luna.
“Bukan hanya itu, lapisan air paling atas akan membeku dan tempat ini akan menjadi sangat gelap dan dingin sekali. Kalian bisa mati kalau terjebak di sini,” tambah Keiko.
“Keiko, apa kamu benar-benar hidup di sini? Aku sama sekali tidak pernah mendengar kalau ada kehidupan putri duyung dan manusia ikan di dasar laut,” ujar Luna penasaran.
“Aku tidak selamanya tinggal di sini. Para duyung dan manusia ikan akan pergi ke wilayah Kerajaan Neptunus bila polar night datang. Kami di sini hanya sebatas berlibur dan bekerja menjaga kelestarian para ikan yang tinggal di sini,” terang Keiko.
“Jadi begitu.” Luna mengangguk.
“Seberapa dalam tempat ini?” tanya Rumi penasaran. Bila kabar tentang kehidupan para duyung tidak tersiar, tandanya tempat ini tidak terjangkau oleh manusia.
“Perlu kalian tahu, tempat ini berada di kedalaman 50.000 kilometer di dasar laut. Manusia biasa tidak akan bisa sampai ke sini. Mereka akan kehabisan napas dan hancur oleh tekanan air ketik sampai di kedalaman 10.000 kilometer,” terang Keiko yang membuat Rumi dan Luna terperangah tidak percaya.
“Mustahil,” ucap Luna tidak percaya.
“Kalau kalian berhasil sampai di sini, aku rasa itu karena kalian terbawa arus samudra. Kalian bisa kembali lewat sana,” ujar Keiko sambil menunjuk sebuah arus lautan yang berputar cukup panjang.
“Sepertinya kau benar, arus samudra membawa air hangat dengan jarak yang teramat sangat jauh. Mempunyai tekanan yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya,” ujar Rumi. Dirinya memang memiliki pengetahuan yang sangat banyak. Selain karena didikannya selama ini, Rumi juga sering membaca buku yang ada di istana.
“Terimakasih, Keiko. Tanpamu, mungkin kami tidak akan pernah tahu jalan pulang,” ujar Luna sambil tersenyum.
“Akan aku antar kalian ke sana,” ucap Keiko ramah. Rumi pun bangkit dari duduknya.
“Ack.” Luna meringis karena kakinya yang lebam.
“Oh tidak, kakimu terluka?!” Keiko yang khawatir langsung mengusap kaki Luna dengan tangan kanannya yang terlihat bersinar. Tidak berapa lama kemudian luka Luna pun sembuh.
“Terimakasih, Keiko,” ucap Luna senang setelah beberapa saat takjub. Rumi juga tersenyum lega.
“Kemarilah, akan aku antar sampai ke karang,” ujar Keiko yang kemudian berenang ke arah arus samudra. Rumi dan Luna pun berjalan mengikuti Keiko.
Setelah sampai di sebuah karang besar berwarna keabuan, Rumi dan Luna pun naik ke atasnya sesuai arahan Keiko.
“Ah, iya. Kalian membutuhkan gelembung udara,” ujar Keiko sambil menjentikkan jemari tangannya. Dua gelembung yang ukurannya lebih besar dari bola basket pun muncul di kepala Rumi dan Luna.
“Nah, sekarang kalian sudah siap untuk pergi. Jangan sampai keluar dari arus samudra, ya, nanti kalian bisa mati,” ucap Keiko sambil menggelitiki kerang yang sedang diinjak Rumi dan Luna.
Hanya dalam hitungan detik, kerang terbuka. Melemparkan Rumi dan Luna ke arah arus samudra.
“Selamat tinggal, semoga kalian selamat!” seru Keiko sambil melambaikan tangannya.
“Terimakasih banyak, Keiko!” teriak Rumi dan Luna berbarengan. Mereka berdua saling berpegangan tangan memasuki arus samudra. Sebuah arus yang memiliki aliran air yang cukup cepat dan berbeda dari air yang ada di sekitarnya.
“Apa kita bisa bertemu dengan Keiko lagi?” tanya Luna penasaran.
“Semoga saja,” jawab Rumi singkat. Dirinya sebenarnya ingin jauh lebih lama bersama Keiko dan melihat seperti apa pulau manusia ikan, tapi mereka tidak punya banyak waktu lagi sebelum polar night datang.
Rumi merasakan telinganya berdentum dan seluruh tubuhnya terasa ditekan. Setelah meninggalkan pulau manusia ikan, warna lautan pun berubah menjadi sangat gelap. Perbedaan tekanan air pun sudah bisa dirasakan oleh Rumi.“Luna?” tanya Rumi sambil melihat ke bawah, pada Luna yang tangannya dia genggam dengan erat.“Huh?” Luna menyahut dengan sedikit lemas. Rumi sudah dapat menebak kalau Luna juga merasakan tekanan air yang cukup kuat.“Bertahanlah,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk dengan lemah. Mereka berdua tidak punya pilihan lain selain mengundi nasib mereka lewat arus samudra yang membawa mereka.SRINGSatu demi satu muncul ikan yang memiliki antena bohlam. Taringnya yang sangat runcing sempat membuat Luna terkejut. Para ikan itu bersinar sendiri di tengah gelap pekatnya lautan dalam.Para ikan transparan yang bisa bercahaya dalam gelap juga mulai terlihat di lua
Beberapa jam setelah istana yang dibuat oleh Leonardo, cuaca kembali menjadi tenang. Membuat Leonardo sedikit dongkol karena terburu-buru menggunakan kekuatannya.Leonardo masih berusaha untuk menunggu sekaligus mencari tempat yang berkemungkinan Rumi muncul. Netra matanya pun berhasil menangkap Luna yang baru saja sampai ke permukaan air.Luna terbatuk begitu dirinya keluar dari permukaan air. Segera saja Leonardo meloncat dari istananya dan menghampiri Luna menggunakan kemampuan berjalan di atas air miliknya. Sebuah kemampuan yang hanya bisa dilakukan selama 15 detik.“Hey, di mana Rumi?” tanya Leonardo sambil mengangkat Luna dari air.“Uhuk, uhuk.” Luna terbatuk. Leonardo pun membawa Luna ke istana di atas air buatannya sendiri.“Katakan padaku, di mana Rumi? Apa kau tidak melihatnya? Apa yang terjadi?” tanya Leonardo dengan membabi buta.“Ma-maafkan aku.&
Rumi menarik napas panjang sebelum dirinya menikmati semangkuk sup hangat dan beberapa potong roti yang disajikan di kantin asrama. Pikirannya kembali teringat pada kemarin malam setelah ayahnya pergi.Rumi sangat ingin sekali bertemu dengan Luna, tapi dirinya tidak bisa karena pelayan ayahnya telah membawa Rumi untuk diobati. Beruntung saja badan Rumi sangat kuat, proses penyembuhan bisa berlangsung lebih cepat dari manusia pada umumnya.“Apa kita memang harus masuk sekolah hari ini?” tanya Leonardo setelah meminum segelas air hangat.“Mau bagaimana lagi, pelayan kemarin sudah memberitahukannya kan?” ujar Rumi sambil mengaduk sendok yang ada di mangkuk sup miliknya.Leonardo menghela napasnya. Biasanya dirinya hanya mengikuti home schooling tanpa perlu memakai seragam dan pergi ke mana pun. Terkecuali untuk pelatihan para pangeran.“Rumi, pengen itu,” ujar Leonardo sambil menu
“Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Luna sembari berbisik pada Rumi. Seketika saja Rumi terkekeh.“Nggak, senang aja bisa liat kamu lagi,” jawab Rumi dengan nada suara yang cukup lembut. Membuat Luna tersipu malu.“Rumi, aku sempat khawatir kalau kamu tidak akan kembali,” ucap Luna. Dirinya masih teringat dengan kejadian saat di arus samudra. Ketika seekor ikan hiu goblin menggigit kaki Rumi dan menyeretnya ke luar arus samudra.“Kamu lihat kan, aku baik-baik saja saat ini,” sahut Rumi tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. Luna pun membalas senyuman Rumi dengan lebih manis lagi.Tanpa Rumi sadari, Brian memperhatikan interaksi Rumi dengan Luna. Tangannya mengepal karena kesal.Selain karena tidak bisa berinteraksi dengan Leonardo, Brian juga kesal karena Luna merespon Rumi dengan sangat ramah. Padahal selama ini Brian selalu mendapat respon yang tidak ramah da
“Apa yang ingin Rumi katakan?” tanya Luna sembari membuka pesawat kertas yang ada di mejanya.Rumi: Apa kau baik-baik saja? Bagaimana makanmu tadi?Luna tersenyum. Perhatian dari Rumi membuatnya merasa lebih baikkan setelah mejanya digebrak oleh anak perempuan di kelasnya.Setelah menulis pesan balasan untuk Rumi, Luna pun kembali melipat kertas menjadi pesawat kertas. Namun, bukannya dilempar pada Rumi, Luna malah memasukkannya ke dalam tasnya sendiri.Luna terkekeh lalu kembali memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh sang guru di depan kelas. Membuat Rumi bertanya-tanya kenapa pesan darinya tidak kunjung juga dijawab.Setelah sekian lama pelajaran berlangsung. Bel tanda pelajaran telah usai pun terdengar. Semua murid terlihat sangat bersemangat. Beberapa perempuan bahkan mendatangi Leonardo hanya untuk mengajaknya bermain keluar.“Pangeran Leo, apa kau pun
Rumi mengerutkan keningnya melihat ke luar jendela. Seorang perempuan berambut merah muda sedang dikelilingi oleh tiga orang perempuan yang sebaya dengannya. Namun, ekspresi wajahnya tidak terlihat senang sama sekali.“Kurang ajar,” umpat Rumi sambil menghentakkan kepalan tangannya ke meja. Retakan kecil pun muncul di sekitar meja.“Jangan berfikir untuk pergi ke sana. Perempuan itu harus bisa membela dirinya sendiri,” ujar Leonardo yang menatap Rumi dengan tatapan tajamnya. Dirinya yang duduk di samping Rumi bisa menebak dengan jelas apa yang ada di pikiran Rumi.“Tidak bisa, aku tidak bisa diem aja ngeliat Luna diganggu,” protes Rumi sambil balas menatap Leonardo.Orang yang ditatap menghela napas dan mengacak-acak rambutnya sendiri dengan cepat. “Rumi, kamu itu pangeran dari kerajaan Matahari. Kekuatanmu itu lebih besar dari mereka. Kamu ingin menghancurkan akademi ini? Apa kamu tidak ingat sama kejadian waktu
“Enak sekali ini, tapi kenapa kios ini sepi?” tanya Rumi setelah memakan sepotong lasagna yang tersaji di piring.“Wajar sebenarnya, polar night akan segera datang. Kalian juga sebaiknya jangan terlalu sering keluar,” ujar sang pemilik kedai sembari menaruh sebungkus lasagna yang telah dibungkus rapih di atas meja.“Bukannya sekarang masih cerah ya?” tanya Rumi. Dia hampir lupa dengan polar night yang selama ini diwanti-wanti oleh semua orang.“Nak, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dengan alam,” jawab sang pemilik kedai. Seorang pembeli lain pun datang dan membuatnya kembali sibuk.“Setelah ini kau harus segera kembali ke asrama. Jangan lupa pakai baju tebal. Apalagi untuk seorang pengguna element api sepertimu,” ujar Luna dengan nada suara lembutnya.Rumi mengangguk. “Ya, aku akan melakukannya, tapi bantu aku habiskan ini,” kata Rumi sambil menyodorkan sendok b
“Kurang ajar. Beraninya dia membuatku hampir membeku semalam sedangkan dirinya asik berhangat dengan seorang perempuan,” gerutu Leonardo sambil memakai baju hangat yang telah dibawakan secara khusus oleh pelayan untuknya.Seusai sarapan, Leonardo pergi ke kelasnya sambil menggerutu di sepanjang jalan. Suasana yang cukup gelap membuatnya harus membawa lentera khusus karena lampu ruang saja tidak cukup untuk memberi penerangan.Leonardo mempertanyakan kenapa tidak diliburkan saja jam pembelajaran bila terjadi polar night. Dia mulanya menduga kalau tidak ada murid yang akan datang, tapi fakta berkata lain. Para penduduk di wilayah Kerajaan Pluto sudah terbiasa dengan polar night. Mereka tetap beraktifitas meski terbatasi.“Bagus, kelas ini sangat terang sekali,” ujar Leonardo ketika dirinya telah masuk ke kelas. Cahaya ruangan dua kali lipat lebih terang ketimbang hari biasanya. Membuatnya merasa berada di siang hari.
“Kurang ajar. Beraninya dia membuatku hampir membeku semalam sedangkan dirinya asik berhangat dengan seorang perempuan,” gerutu Leonardo sambil memakai baju hangat yang telah dibawakan secara khusus oleh pelayan untuknya.Seusai sarapan, Leonardo pergi ke kelasnya sambil menggerutu di sepanjang jalan. Suasana yang cukup gelap membuatnya harus membawa lentera khusus karena lampu ruang saja tidak cukup untuk memberi penerangan.Leonardo mempertanyakan kenapa tidak diliburkan saja jam pembelajaran bila terjadi polar night. Dia mulanya menduga kalau tidak ada murid yang akan datang, tapi fakta berkata lain. Para penduduk di wilayah Kerajaan Pluto sudah terbiasa dengan polar night. Mereka tetap beraktifitas meski terbatasi.“Bagus, kelas ini sangat terang sekali,” ujar Leonardo ketika dirinya telah masuk ke kelas. Cahaya ruangan dua kali lipat lebih terang ketimbang hari biasanya. Membuatnya merasa berada di siang hari.
“Enak sekali ini, tapi kenapa kios ini sepi?” tanya Rumi setelah memakan sepotong lasagna yang tersaji di piring.“Wajar sebenarnya, polar night akan segera datang. Kalian juga sebaiknya jangan terlalu sering keluar,” ujar sang pemilik kedai sembari menaruh sebungkus lasagna yang telah dibungkus rapih di atas meja.“Bukannya sekarang masih cerah ya?” tanya Rumi. Dia hampir lupa dengan polar night yang selama ini diwanti-wanti oleh semua orang.“Nak, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dengan alam,” jawab sang pemilik kedai. Seorang pembeli lain pun datang dan membuatnya kembali sibuk.“Setelah ini kau harus segera kembali ke asrama. Jangan lupa pakai baju tebal. Apalagi untuk seorang pengguna element api sepertimu,” ujar Luna dengan nada suara lembutnya.Rumi mengangguk. “Ya, aku akan melakukannya, tapi bantu aku habiskan ini,” kata Rumi sambil menyodorkan sendok b
Rumi mengerutkan keningnya melihat ke luar jendela. Seorang perempuan berambut merah muda sedang dikelilingi oleh tiga orang perempuan yang sebaya dengannya. Namun, ekspresi wajahnya tidak terlihat senang sama sekali.“Kurang ajar,” umpat Rumi sambil menghentakkan kepalan tangannya ke meja. Retakan kecil pun muncul di sekitar meja.“Jangan berfikir untuk pergi ke sana. Perempuan itu harus bisa membela dirinya sendiri,” ujar Leonardo yang menatap Rumi dengan tatapan tajamnya. Dirinya yang duduk di samping Rumi bisa menebak dengan jelas apa yang ada di pikiran Rumi.“Tidak bisa, aku tidak bisa diem aja ngeliat Luna diganggu,” protes Rumi sambil balas menatap Leonardo.Orang yang ditatap menghela napas dan mengacak-acak rambutnya sendiri dengan cepat. “Rumi, kamu itu pangeran dari kerajaan Matahari. Kekuatanmu itu lebih besar dari mereka. Kamu ingin menghancurkan akademi ini? Apa kamu tidak ingat sama kejadian waktu
“Apa yang ingin Rumi katakan?” tanya Luna sembari membuka pesawat kertas yang ada di mejanya.Rumi: Apa kau baik-baik saja? Bagaimana makanmu tadi?Luna tersenyum. Perhatian dari Rumi membuatnya merasa lebih baikkan setelah mejanya digebrak oleh anak perempuan di kelasnya.Setelah menulis pesan balasan untuk Rumi, Luna pun kembali melipat kertas menjadi pesawat kertas. Namun, bukannya dilempar pada Rumi, Luna malah memasukkannya ke dalam tasnya sendiri.Luna terkekeh lalu kembali memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh sang guru di depan kelas. Membuat Rumi bertanya-tanya kenapa pesan darinya tidak kunjung juga dijawab.Setelah sekian lama pelajaran berlangsung. Bel tanda pelajaran telah usai pun terdengar. Semua murid terlihat sangat bersemangat. Beberapa perempuan bahkan mendatangi Leonardo hanya untuk mengajaknya bermain keluar.“Pangeran Leo, apa kau pun
“Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Luna sembari berbisik pada Rumi. Seketika saja Rumi terkekeh.“Nggak, senang aja bisa liat kamu lagi,” jawab Rumi dengan nada suara yang cukup lembut. Membuat Luna tersipu malu.“Rumi, aku sempat khawatir kalau kamu tidak akan kembali,” ucap Luna. Dirinya masih teringat dengan kejadian saat di arus samudra. Ketika seekor ikan hiu goblin menggigit kaki Rumi dan menyeretnya ke luar arus samudra.“Kamu lihat kan, aku baik-baik saja saat ini,” sahut Rumi tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. Luna pun membalas senyuman Rumi dengan lebih manis lagi.Tanpa Rumi sadari, Brian memperhatikan interaksi Rumi dengan Luna. Tangannya mengepal karena kesal.Selain karena tidak bisa berinteraksi dengan Leonardo, Brian juga kesal karena Luna merespon Rumi dengan sangat ramah. Padahal selama ini Brian selalu mendapat respon yang tidak ramah da
Rumi menarik napas panjang sebelum dirinya menikmati semangkuk sup hangat dan beberapa potong roti yang disajikan di kantin asrama. Pikirannya kembali teringat pada kemarin malam setelah ayahnya pergi.Rumi sangat ingin sekali bertemu dengan Luna, tapi dirinya tidak bisa karena pelayan ayahnya telah membawa Rumi untuk diobati. Beruntung saja badan Rumi sangat kuat, proses penyembuhan bisa berlangsung lebih cepat dari manusia pada umumnya.“Apa kita memang harus masuk sekolah hari ini?” tanya Leonardo setelah meminum segelas air hangat.“Mau bagaimana lagi, pelayan kemarin sudah memberitahukannya kan?” ujar Rumi sambil mengaduk sendok yang ada di mangkuk sup miliknya.Leonardo menghela napasnya. Biasanya dirinya hanya mengikuti home schooling tanpa perlu memakai seragam dan pergi ke mana pun. Terkecuali untuk pelatihan para pangeran.“Rumi, pengen itu,” ujar Leonardo sambil menu
Beberapa jam setelah istana yang dibuat oleh Leonardo, cuaca kembali menjadi tenang. Membuat Leonardo sedikit dongkol karena terburu-buru menggunakan kekuatannya.Leonardo masih berusaha untuk menunggu sekaligus mencari tempat yang berkemungkinan Rumi muncul. Netra matanya pun berhasil menangkap Luna yang baru saja sampai ke permukaan air.Luna terbatuk begitu dirinya keluar dari permukaan air. Segera saja Leonardo meloncat dari istananya dan menghampiri Luna menggunakan kemampuan berjalan di atas air miliknya. Sebuah kemampuan yang hanya bisa dilakukan selama 15 detik.“Hey, di mana Rumi?” tanya Leonardo sambil mengangkat Luna dari air.“Uhuk, uhuk.” Luna terbatuk. Leonardo pun membawa Luna ke istana di atas air buatannya sendiri.“Katakan padaku, di mana Rumi? Apa kau tidak melihatnya? Apa yang terjadi?” tanya Leonardo dengan membabi buta.“Ma-maafkan aku.&
Rumi merasakan telinganya berdentum dan seluruh tubuhnya terasa ditekan. Setelah meninggalkan pulau manusia ikan, warna lautan pun berubah menjadi sangat gelap. Perbedaan tekanan air pun sudah bisa dirasakan oleh Rumi.“Luna?” tanya Rumi sambil melihat ke bawah, pada Luna yang tangannya dia genggam dengan erat.“Huh?” Luna menyahut dengan sedikit lemas. Rumi sudah dapat menebak kalau Luna juga merasakan tekanan air yang cukup kuat.“Bertahanlah,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk dengan lemah. Mereka berdua tidak punya pilihan lain selain mengundi nasib mereka lewat arus samudra yang membawa mereka.SRINGSatu demi satu muncul ikan yang memiliki antena bohlam. Taringnya yang sangat runcing sempat membuat Luna terkejut. Para ikan itu bersinar sendiri di tengah gelap pekatnya lautan dalam.Para ikan transparan yang bisa bercahaya dalam gelap juga mulai terlihat di lua
“Siapa kamu? Jangan macam-macam denganku!” seru Luna si perempuan berambut merah muda. Dia menatap Rumi dengan tatapan penuh ketakutan dan kekhawatiran.“Aku Rumi, aku hanya ingin menolongmu. Kamu sedang terluka, jadi jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Rumi berusaha untuk menenangkan Luna.Luna terdiam menggigit bibir bawahnya yang mungil. Dirinya menatap Rumi dengan tatapan mengidentifikasi. Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan laki-laki berambut merah dengan dua bola mata hijau setampan Rumi di kota Charon atau pun wilayah Kerajaan Pluto lainnya.Apakah dia orang baik? Apakah dia benar-benar ingin menolongku? Batin Luna bertanya-tanya.“Aku liat kau tenggelam, jadi aku hanya ingin menolongmu. Aku tidak menyangka kalau kita pada akhirnya terdampar di sini,” ujar Rumi sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jemari telunjuk kanannya.Luna terdiam mendengar