Share

4

Penulis: reynaagustin895
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Riana melambaikan tangannya saat menemukan David yang berjalan penuh wibawa memasuki restoran tempat mereka mengadakan janji makan siang.

"Aku kira kamu gak dateng mas? Aku telfon tapi hp kamu gak aktif?"

"Tadi masih di proyek, hp aku juga mati."

Riana mengangguk tersenyum, memaklumi kebiasaan David yang memang sudah biasa terjadi saat laki-laki itu tengah sibuk dengan pekerjaan. 

Menjadi pewaris utama perusahaan sang ayah tak membuat David menjadi pemimpin yang manja dan semaunya sendiri, laki-laki itu selalu melakukan yang terbaik dan bekerja maksimal dalam pengerjaan proyek yang di emban.

Tak heran di usianya yang masih muda David berhasil mengaet banyak investor dan menjadikan ia salah satu pengusaha muda yang sukses dan terkenal cerdas.

"Aku udah pesen makanan kesukaan kamu."

David hanya mengangguk dengan senyum tipis.

"Emm.. mas, Senin depan kamu ada jadwal?" 

Riana bertanya dengan harap-harap cemas, takut jika jawaban yang di keluarkan David tidak sesuai dengan ekspektasinya.

"Ada perlu apa?"

"Aku mau ngajak kamu dateng ke nikahan temen aku, itu pun kalau kamu gak sedang sibuk."

"Akan aku usahakan ya."

Riana mengangguk semangat, binar kedua matanya memancarkan kebahagiaan membuat David mengacak rambut sang kekasih gemas. Hal sesederhana ini sudah cukup membuat perempuan itu bahagia.

Inilah yang David suka dari Riana, kekasihnya itu bisa bersikap dewasa dan tidak pernah memaksa kehendaknya sendiri, Riana mampu memahami dirinya juga pekerjaan yang terkadang tidak menentu jadwalnya.

*****

"Mam."

"Kan tadi udah tante kasih 2 roti," jawab Sonya.

Sasa menyipitkan kedua matanya kesal, bibirnya mencebik hendak menangis membuat Sonya bertambah gemas dan mengangkat keponakannya ke dalam gendongannya yang di balas dengan pekikan terkejut dari bocah cantik itu. 

Laras yang sedari tadi mengamati di depan pintu dengan menyilangkan kedua tangannya hanya menggelengkan kepala pasrah. Pasangan keponakan dan aunty ini jika sudah bersatu tidak akan pernah akur. 

Tentu saja Sonya tidak akan membiarkan keponakannya ini anteng-anteng saja. Terkadang kelakuan mereka berdua membuat Laras harus memijit pelipis dan menyetok sabar yang banyak.

"Nte cari makan siang yuk."

Sonya menolehkan kepalanya ke belakang, mengerutkan kening binggung.

"Ini jam berapa?" Ucapnya karena ia merasa ini belum masuk jam istirahat.

"Jam setengah satu, emang Lo gak denger adzan?"

"Engga, cepet amat dah. Perasaan tadi masih jam sebelas." 

Sonya menggerutu pelan yang masih bisa di dengar oleh Laras, membuat ibu muda itu tersenyum geli.

"Sholat dulu sana, gue tunggu disini."

Laras memberikan titah dan segera di patuhi Sonya dengan bangkit berdiri dan menjalankan kewajibannya terlebih dahulu.

Terik matahari yang menyengat di tambah jalanan yang cukup padat membuat Sonya mengomel yang terdengar seperti dengungan tawon di telinga Laras. Untung saja saat ini anaknya tidak rewel dan sibuk mengoceh sendiri, jika tidak sudah di pastikan kalau Laras akan semakin pusing melihat keruwetan siang hari ini.

Setiba di restoran mereka bergegas turun dari mobil, Laras memilih tempat duduk paling sudut mencari tempat yang paling aman karena anaknya pasti tidak bisa diam. Laras memberikan mainan yang tadi di bawanya agar bocah itu tidak banyak bergerak dulu sembari menunggu Sonya yang memesan makanan mereka.

Restoran ini cukup nyaman dan tidak terlalu ramai karena memang sudah lewat jam makan siang. Menu yang di sajikan pun beragam, tak heran jika selalu ada pembeli.

"Panas banget gila ..."

Belum selesai Sonya menyelesaikan ucapannya delikan Laras membuat wanita itu mengatupkan bibir. Mulutnya ini memang susah sekali dikontrol, tak tau tempat dan selalu berbicara seenaknya. 

Dia tau Laras tak ingin anaknya mendengar lebih jauh lagi umpatan yang belum selesai ia ucapkan karena emak bocah itu lebih dulu memberikan kode padanya untuk diam.

"Heh bocil, lagi main apa?"

Sasa menatap Sonya sekilas kemudian melengoskan kepalanya tanda tak peduli membuat Laras terkekeh pelan. Anaknya itu sepertinya tidak pernah suka di ganggu saat sedang sibuk bermain.

"Anak lo ya, kecil-kecil jual mahal."

"Siapa yang suka ganggu ya kak."

Sonya mendengkus samar, jangan salahkan dia yang suka gemas dan berakhir menganggu bocah itu. Karena memang Sasa selucu dan semengemaskan itu. Tangan dan mulutnya akan gatal jika tidak merecoki Sasa barang sehari saja.

"Lo kapan pulang? Gak kasian sama orang tua?"

Laras bertanya dengan nada santai, tak ada niat menggoda dan merusak mood Sonya yang akhir-akhir ini sering uring-uringan karena desakan untuk segera menikah dari keluarga besar perempuan itu terutama sang bunda.

Tak heran sebenarnya mengingat umur Sonya yang sudah bisa di bilang pantas untuk menikah, namun alih-alih memiliki calon, sahabat Laras itu malah membuat banyak laki laki kabur karena sifatnya yang super judes dan bermulut pedas saat berusaha di dekati. 

"Gue males pulang dan Lo tau itu. Jadi berhenti mengulang pertanyaan yang sama."

"Tenangin diri Lo dulu, gue tau lu butuh waktu."

Laras menepuk tangan sahabatnya setelah menghembuskan nafas pelan, memilih tak mau menambah beban pada Sonya yang bisa saja membuat perempuan itu lebih nekat dari ini. 

*****

"Oh tuhan badan gue."

Sonya memejamkan mata dengan tubuh yang sepenuhnya memenuhi sofa ruang televisi, siang hingga malam tadi pengunjung ramai sekali di tambah ia harus ikut melayani karena ada partai besar yang tidak akan bisa jika hanya karyawan saja yang turun tangan.

"Aduh."

Perempuan itu mengaduh, mengusap-usap hidungnya yang terasa panas akibat pukulan bocah cilik yang saat ini memandang Sonya dengan kikikan kecil. 

"Apa sih cil? Tante baru mau tidur loh," ucap Sonya dengan nada agak keras, badannya begitu lelah di tambah fikirannya yang semrawut membuat beban perempuan itu kian bertambah.

"Mam nte." 

Sasa berucap kesal, bibirnya melengkung ke bawah mendengar Sonya yang barusan berbicara dengan nada yang lumayan tinggi. Sasa tidak terbiasa. Dan saat ini Sonya merutuki mulutnya yang sudah berhasil membuat keponakannya itu takut sekaligus kesal.

"Maafin Tante ya, tante cuma lagi capek aja," sesal perempuan itu. 

Sonya berbicara dengan nada pelan, mengelus rambut Sasa yang hitam lebat dan seakan tahu bocah itu merapatkan pelukannya dengan tangan mungil yang menepuk-nepuk punggung Sonya pelan.

"Nyari mama yuk, ini udah malem loh. Sasa harus tidur," ucap Sonya lembut, bibirnya mengecup puncak kepala Sasa berkali-kali.

Saat tiba di kamar Laras, Sonya mengernyit binggung. Tak biasanya sahabatnya ini sudah tidur di jam segini dan membiarkan anaknya bebas bermain sendirian tanpa pengawasan.

Sonya menggoyangkan lengan Laras pelan, tidak ingin mengagetkan sang sahabat yang terlihat pulas. Namun saat tidak ada pergerakan ,Sonya beralih menepuk pipi Laras sedikit keras, agak kaget setelah kulitnya bergesekan dengan kulit Laras yang terasa panas.

"Ras, lu demam ya?"

"Emmm," Laras hanya mengumam pelan namun tidak bergerak dari posisi tidurnya.

"Lu udah minum obat? Gue buatin teh ya?" Ucap Sonya dengan nada khawatir, walaupun terkenal dengan sifat judesnya namun perempuan itu akan mudah berempati pada orang lain apalagi saat ini sahabatnya yang sedang sakit.

"Sasa mana?" Laras bertanya dengan masih memejamkan mata, karena sedari tadi ia tidak mendengar suara Sasa yang biasanya ribut dan tidak bisa diam.

Sonya menunduk menatap keponakannya yang tertidur pulas di gendongannya, bahkan ia juga baru sadar jika sejak tadi Sasa tidak berbicara apapun setiba mereka di kamar Laras.

"Ini udah merem, gue tidurin di kamar gue aja gimana biar lo bisa istirahat. Kasihan Sasa juga kalau lo sakit begini."

"Maaf ya nte gue jadi ngerepotin, kayaknya gue beneran sakit deh. Tadi udah sempet minum obat sakit kepala jadi gue cuma perlu istirahat sebentar," ucap Laras dengan suara sangau.

"Gue titip anak gue ya," lanjutnya lagi.

"Santai aja, yaudah sekarang lo istirahat biar cepet pulih. Muka Lo pucet banget"

"Tapi yakin gak perlu di panggilin dokter?" Ucap Sonya kembali bertanya, melihat wajah pucat sahabatnya ia tidak tega.

"Gak perlu gue cuma butuh tidur," tolak Laras. 

Ibu dua anak itu meyakinkan dan kembali merebahkan tubuhnya di ranjang. Kepalanya berat dan badannya tak bertenaga.

Sonya membuka pintu kamar pelan dan berjalan menuju ranjangnya, merebahkan Sasa di sana yang sudah pulas tertidur. 

Wajah bocah itu begitu damai, membuat Sonya terkadang tak tega membayangkan bagaimana anak itu kedepannya. Sebenarnya ia tak perlu khawatir karena sahabatnya sudah pasti akan mendidik dan menuangkan seluruh kasih sayangnya pada Sasa, tapi sebesar apapun itu tidak akan pernah bisa menutupi peran Laras sebagi ayah untuk anaknya dan semakin besar Sasa pasti suatu saat nanti menanyakan keberadaan sang ayah.

Sonya ikut merebahkan tubuh di samping Sasa, ia juga butuh istirahat. Tubuhnya lelah dan obatnya hanya tidur. Karena besok ia harus bekerja lagi.

Bab terkait

  • Hidden Baby Girl   5

    Laras memasuki ruang tamu saat Sonya sibuk mendandani Sasa hingga tak menyadari keberadaannya. Sahabatnya itu terlihat cekatan dan sabar menghadapi polah anaknya yang seperti biasa, selalu banyak tingkah dan tidak bisa diam. Laras berdehem pelan, membuat Sonya menoleh kearahnya. "Lo udah enakan? Kenapa turun?" Tanya Sonya, tangannya sibuk memoleskan bedak di sekitaran leher Sasa. "Udah mendingan, bosen di kamar terus," ucap Laras masih dengan suara sangau, pusingnya memang sudah berkurang tapi badannya masih sangat lemas seperti tak bertenaga. "Istirahat sana, gue sama Sasa berangkat dulu. Makan siang udah gue siapin di meja makan. Jangan lupa minum obat, oh ya buahnya juga udah gue siapin di meja kamar lo jangan lupa di makan." Bak ibu yang memberikan petuah pada anaknya, Sonya benar-benar sudah cocok untuk memiliki anak sendiri melihat bagaimana jiwa emak-emak sudah melekat dalam diri perempuan itu. Laras mengangguk pelan, matanya me

  • Hidden Baby Girl   6

    Pagi ini Laras dan Sasa sudah berada di kedai, pengunjung tidak sebanyak biasanya karena rintik hujan yang turun sejak subuh tadi.Mendudukkan anaknya di karpet yang di penuhi mainan Laras langsung berkutat dengan beberapa lembar kertas di meja kerjanya. Pembukaan cabang baru masih dalam proses penyelesaian membuat pekerjaannya cukup padat di tambah hari ini adalah akhir bulan membuat ia di sibukkan dengan pembukuan."Gila, gue beneran bisa gila" Sonya mendudukan pantatnya di sofa setelah masuk ruangan tanpa mengetuk pintu dulu membuat Laras keheranan. Pasalnya sahabatnya itu sudah bilang tidak bisa masuk kerja hari ini. Tapi pagi ini Sonya sudah sampai di toko dengan wajah nelangsa."Lo kenapa dateng-dateng meracau gak jelas?" tanya Laras."Gue pusing ras, bunda berulah lagi."Sonya menjawab dengan kedua bahu merosot, dia benar-benar pusing. Kepulangannya kemarin adalah kesalahan."Ada apa lagi?"Laras memilih bangkit dar

  • Hidden Baby Girl   7

    Mall adalah tempat yang mereka pilih untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Laras mengandeng Sasa memasuki salah satu toko mainan bus tayo yang sejak masuk tadi ditunjuk-tunjuk sang anak. Sasa memang berbeda dengan bocah perempuan sebayanya lainnya. Jika anak perempuan lain bermain dengan boneka maka berbeda dengan Sasa yang lebih suka dengan mainan anak laki-laki. Seperti mainan yang baru saja mereka beli.Laras sendiri terkadang binggung, apakah dulu ia salah saat mengidam. Ataukah memang selera anaknya yang aneh."Ituu ma, yang biru," minta Sasa.Bocah kecil itu menunjuk tayo berwarna biru yang bertengger manis di etalase. Kakinya menghentak-hentak dengan bibir yang tidak berhenti merengek."Mbak tolong yang biru ini ya."Setelah membayar Laras mengendong anaknya yang tengah memeluk boneka tayo besar keluar dari toko tersebut.Dia akan ke restoran Jepang setelah tadi pagi Sonya menghubunginya dan membuat janji di sana."Udah lama?

  • Hidden Baby Girl   8

    David tiba saat rumah dalam keadaan Sepi, hanya ada adiknya Bima yang sedang duduk anteng menyantap sepiring nasi goreng tanpa menyadari kehadirannya."Mama papa kemana?"Tanyanya setelah berhasil meneguk sebotol air dingin dari kulkas. Pandangannya mengarah pada sang adik yang tengah mengunyah sarapannya."Ke Bogor, kondangan," jawab Bima cuek dan kembali menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya."Bang?"David yang sudah berdiri, mengurungkan niatnya dan kembali duduk menghadap Bima yang saat ini menatapnya dengan tatapan yang sulit ia mengerti."Kenapa?" tanyanya setelah beberapa menit adiknya hanya menatap David tanpa mengatakan sepatah katapun."Gak jadi. Sana kalau mau pergi."Usir Bima dan kembali memakan nasi gorengnya yang tinggal setengah.Memilih abai David segera bangkit menuju lantai atas. Ia akan mandi dan bersiap pergi menemui seseorang.Weekend seperti ini biasanya David hanya m

  • Hidden Baby Girl   9

    David menghempaskan tubuhnya di ranjang king size miliknya. Pembicaraan dengan Yuda tadi benar-benar menguras emosinya.Dia tidak pernah menyangka Yuda masih mengingat semuanya sejak bertahun-tahun mereka selalu menghindari topik pembahasan ini.Bagaimanapun sahabatnya itu tau bahwa di awal-awal kepergian Laras, David sempat di rawat di rumah sakit karena stress dan kurang istirahat.Pada masa itu memang adalah masa terpuruk bagi David, dia tidak mengelak bahwa Laras adalah sumber kekuatannya. Wanita itu mampu membuat dirinya menjadi lebih percaya diri dan tetap optimis.Laras jugalah wanita yang mengetahui segala kurangnya namun memilih untuk tetap bertahan di sisinya. Sering kali dia berfikir, kenapa dulu dia bisa bertindak bodoh hingga berakibat seperti sekarang ini.Mengutuk diri sendiripun tidak akan mengubah apapun. David kehilangan jejak wanita itu, dan ia belum cukup keberanian untuk mencari keberadaan Laras."Bang."Ketukan p

  • Hidden Baby Girl   10

    Pagi ini rumah tampak ribut saat Sasa sulit sekali untuk di bangunkan. Memang anak kecil itu terkadang susah untuk membuka mata tapi tidak separah pagi ini.Laras sudah melakukan segala cara agar anaknya itu tidak rewel dan menangis saat di mandikan. Namun bukannya berhenti Sasa malah menjerit membuat Laras harus mengusap dada pelan melihat tingkah sang anak yang semakin manja."Kakak udah besar lho, masak mandi harus nangis dulu sih.""Mau mama tinggal di rumah aja sendiri? Iya?"Bukan, dia tidak berniat mengancam namun Laras sudah benar-benar kehabisan cara untuk menenangkan putrinya. Dia sendiri juga tidak tau sebab anaknya rewel begini sejak bangun tidur tadi."Sini mama pakein baju."Laras menarik lembut tangan mungil anaknya, wajah Sasa masih saja cemberut dengan lelehan air mata yang membuat ibu muda itu merasa iba."Nanti jajan ice cream kalau Sasa anteng. Nurut sama mama. Oke?"Sasa masih

  • Hidden Baby Girl   11

    "Diminum om." "Makasih Ras, harusnya gak usah repot-repot." Ryan meneguk teh hangat yang baru saja di hidangkan Laras. Udara yang dingin memang paling cocok dengan minuman hangat selepas hujan sore tadi. "Gimana kerjaannya?" Laras memulai pembicaraan setelah beberapa menit mereka terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. "Lancar. Tapi capek juga," Jawab Ryan dengan kekehan ringan di akhir kalimat. "Yang penting perusahaan laba banyak kan om?" goda Laras. "Tapi gak kuat kalau harus pisah lama sama kalian." "Lebay ih." "Fakta lho Ras. Kalau kamu mau, pengen banget ajak kalian buat ikut kemanapun aku pergi." "Buat di jadiin asisten pribadi." tebak Laras namun di balas tawa oleh Ryan. Kenapa perempuan di sampingnya ini selalu berfikir negatif. "Yakin mau?" Goda Rian lagi. "Sana pulang. Malem-malem begini gak enak diliatin tetangga." Bukannya menjawab Laras malah me

  • Hidden Baby Girl   12

    Siang ini cuaca cukup terik, Ryan mengemudi dengan kecepatan sedang mengingat jalanan juga lengang selepas jam makan siang.Di dalam mobil hanya celotehan Sasa yang menemani perjalanan mereka, bocah dengan rambut di kuncir dua itu tak berhenti mengomentari apapun yang di lihatnya.Setelah tadi tidur cukup lama Sasa tidak akan rewel karena jam tidur siangnya terganggu."Ma, nanti mam es kim lagi."Menghembuskan nafas pelan Laras melirik anaknya yang kini sibuk dengan ponsel di tangan tengah menonton mukbang.Pantas saja bocah kecil itu teringat ice cream."Boleh. Tapi satu ya. Gigi Sasa bolong semua kalau banyak-banyak."Mengangguk-angguk Sasa kembali fokus pada tontonannya, mungkin capek karena selama perjalanan berangkat bocah itu tak berhenti mengoceh."Sampai. Sini, Sasa ayah yang gendong."Ryan mengulurkan tangan dan mengendong Sasa keluar dari mobil. Dengan Laras mereka beriringan memasuki rumah megah ya

Bab terbaru

  • Hidden Baby Girl   Epilog

    "Kenapa senyum-senyum sendiri pa."Suara Laras yang menginterupsi membuat David panik, buru-buru laki-laki itu menyembunyikan buku diary yang sedang dipegangnya."O--ohh, itu ma ..," jawab David terbata, binggung hendak menjawab apa."Itu apa?."Laras yang curiga mengernyitkan kening samar, mata perempuan itu awas melihat tangan suaminya yang disembunyikan dibelakang tubuh. Cepat Laras mengintip. Perempuan itu memanyunkan bibir saat tahu apa yang sedang suaminya pegang saat ini."Ihh, kok dipegang sih? Pasti mas senyum-senyum karena baca diary ku ya. Kenapa gak izin dulu, itu namanya mencuri," omel Laras kesal.David yang ketahuan dan merasa bersalah hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Jujur saja ia merasa tak enak pada sang istri."Mas penasaran sayang. Tadi nemu di bawah tumpukan baju pas tadi mau cari baju," Jawab David tak berbohong."Tapi kenapa dibaca, mas tau kan aku malu," ujar Laras dengan menunduk."Kenap

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 9

    Flash BackSejenak Laras terdiam kaku tanpa sanggup melakukan apapun. Perempuan itu mendudukkan diri di kursi kerja dengan tubuh yang tiba-tiba melemas dan kedua tangan menutup wajah sepenuhnya.Laras tak mampu berfikir, otaknya tiba-tiba kosong bahkan hanya air mata yang mengalir tanpa suara."Ras, ada apa?"Sonya yang baru tiba mendekati sabahabatnya dengan gusar, melihat Laras yang tadi baik-baik saja dan sekarang menangis membuat Sonya khawatir. Sonya kembali karena menyadari ponselnya yang tertinggal. Namun perempuan hamil itu dibuat shock melihat keadaan Laras. Bahu Laras bergetar dengan tangan yang bertumpu pada meja."Ayo," ujar Sonya sembari menuntun sahabatnya untuk duduk di sofa ruang kerja mereka.Perempuan yang tengah hamil itu memeluk tubuh Laras disertai usapan lembut, Sonya tak akan bertanya lagi sebelum Laras benar-benar bisa menguasai diri. Setelah tenang Laras menceritakan semuanya pada Sonya, bahkan perempuan itu juga berte

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 8

    Hari ini Avin menginjak usia Empat bulan. Balita itu semakin aktif dengan pipi yang semakin montok. Kulitnya yang putih bersih menurun dari papanya, hanya bibir yang menjiplak sempurna milik Laras. Avin tertawa girang saat sang papa menciumi pipi balita itu bergantian. Laras yang memperhatikan turut tertawa melihat putranya segirang ini. Bahagia tampak menghiasi raut perempuan itu. "Teh, Minum dulu sini." Laras melambaikan tangan memanggil Yaya yang berlarian kesana kemari. Bocah itu tampak bahagia berada di taman luas seperti ini. Tentu saja karena Yaya menyukai alam bebas. "Mama, capek. Mau teh aja, yang kemalin Yaya beli sama kakak," pinta bocah itu sembari mengusap keringat yang menuruni pelipis. Laras yang gemas menarik putrinya mendekat dan mengelap keringat itu dengan tissue yang tadi sengaja dibawa dari rumah. "Gimana? Seger?" tanya Laras menatap putrinya geli. Pasalnya bocah itu minum dengan tergesa membuat Laras yang mengamati sejak tadi merasakan takut putrinya akan t

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 7

    Setelah berziarah ke makan Deon, David beserta anak-anaknya mampir di salah satu restoran seafood yang cukup terkenal di kota mereka yang juga menjadi langganan mereka.Yaya sudah duduk dengan anteng. Tangan bocah itu sibuk menggeser-geser layar handphone sang papa dengan tekun. "Yaya makan dulu nak, hp nya ditaruh dulu." David mengangsurkan sepiring udang goreng crispy kesukaan putrinya. "Halum pa, kayak masakan mama," ujar bocah itu girang. David mengacak surai putrinya gemas. Kedua anaknya memang pecinta seafood, walaupun sebenarnya tak terlalu baik untuk dikonsumsi sering-sering. Namun Laras sendiri membatasi, hanya sebulan 2-3 kali memasakkan makanan kesukaan putrinya itu. "Nanti langsung pulang ya pa? Tanya Sasa yang sudah menyelesaikan makannya lebih dulu. Remaja itu menatap papanya penasaran, menanti jawaban. "Iya, pesenan mama kan udah dibeli tadi. Kenapa emang kak?" "Emm, kakak boleh nggak nanti diturunin di rumah Zia aja," tanya Sasa dengan tersenyum tipis. Takut p

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 6

    Minggu pagi ini kediaman David ramai karena berkumpulnya banyak keluarga yang menjenguk bayi mereka. Ada Sonya beserta anak dan suaminya, Ryan juga turut hadir namun tunangannya tidak ikut karena ada jadwal praktek pagi di rumah sakit, orang tua David juga menginap disini beserta adiknya, Bima. Suasana rumah tampak lebih berisik karena suara anak-anak yang memenuhi ruang tengah. Tak lupa bapak-bapak juga sibuk bermain catur di taman belakang. "Yaampun Ras, hidungnya kayak tower tinggi banget." Celetukan Sonya tak urung membuat semua wanita yang berada di kamar Laras tertawa. Sonya memang selalu memiliki cara untuk menghidupkan suasana. Sonya yang sekarang tentu saja berbeda dengan Sonya yang dulu. Berkat menikah dengan Sena, sahabat Laras itu lebih asyik untuk diajak bercerita. Apalagi semenjak memiliki anak, aura keibuan perempuan itu terpancar semakin kuat. "Iya mbak, kayak bapaknya. Ganteng pula." Lisa, mama Leo yang turut memperhatikan juga ikut memberikan komentar. Tetangga

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 5

    David berlari menyusuri lorong rumah sakit. Tadi laki-laki itu mendapat telfon dari sang mama bahwa istrinya akan segera melahirkan dan sudah berada di rumah sakit. Setelah memberitahukan pada sekretarisnya, David segera meluncur ke rumah sakit yang tadi mamanya beritahukan.Tiba di ruang bersalin lali-laki itu mengatur nafas yang memburu. Disana sudah ada Bima yang tengah duduk santai bermain ponsel. Segera saja David menghampiri adiknya."Mbak Laras di dalem sama mama, sana masuk, udah bukaan banyak tadi gue denger."Belum sempat David bertanya, Bima lebih dulu menjawab pertanyaan yang ada dalam fikiran abangnya. Segera saja laki-laki itu memasuki ruangan dan menemukan istrinya yang sudah terbaring diatas brankar dan meringis menahan sakit."Sayang, maaf mas telat," ucap David setelah tiba di samping istrinya, tangan laki-laki itu mengelus pinggang Laras mengantikan sang mama yang tadi melakukannya.Laras tak mengatakan apapun, perempuan itu meme

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 4

    David tengah duduk sendirian di kursi ruang kerja laki-laki itu. Jendela ruangan dibiarkan terbuka lebar, menghadirkan udara sejuk karena malam hingga subuh tadi hujan cukup deras menguyur kota Bogor.Pandangan laki-laki itu menerawang jauh, mengingat beberapa tahun silam saat mengalami kecelakaan. Ia mengalami koma selama beberapa Minggu dan harus dirawat di rumah sakit. David tidak mengingat apapun, setelah bangun laki-laki itu juga linglung dan menatap sekitar dengan pandangan kosong.Setiap hari tidak ada yang dilakukannya selain berdiam diri diatas brankar dan tidur.Setelah dua bulan lebih dirawat, akhirnya ia diizinkan pulang.Semuanya berjalan baik, ingatan laki-laki itu juga berangsur pulih. Salah satu yang David ingat setelah bangun dari koma adalah laki-laki itu selalu melihat perempuan cantik yang setia merawat dirinya selama dirumah sakit."Mas?"Lamunan laki-laki itu buyar saat tangan Laras melambai di depan matanya.Dav

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 3

    Pagi ini rumah David ramai dengan keluarga yang berkumpul. Laki-laki itu tersenyum melihat Yaya yang lengket pada neneknya, tak ketinggalan juga Zia dan Sasa yang juga membututi kemanapun Bima pergi."Kamu kenapa mas?"Wira bertanya pada putranya yang berdiri tanpa ikut bergabung dengan yang lainnya. Laki-laki tua itu sedikit heran, pasalnya sang putra hanya senyum-senyum sendiri dengan pandangan ke depan, mengamati yang lain tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing."Gak apa-apa pa. Cuma lagi bahagia aja," jawab David tanpa menoleh pada sang ayah."Kamu selalu jawab begitu setiap kali papa tanya."Wira mencibir yang dibalas kekehan ringan sang putra. Jangan heran bagaimana David dan sang papa, Wira bisa seakrab sekarang. Waktu telah mengubah semuanya. Mereka sama-sama intropeksi diri dan saling menerima, dan beginilah hubungan mereka sekarang."Papa gak ikut gabung?" tanya David."Nanti malam saja. Papa mau istirahat dulu. Capek ju

  • Hidden Baby Girl   Extra Part 2

    "papa!"Yaya memekik antusias. Bocah tiga tahun itu berlari dan memeluk kedua kaki sang ayah erat yang belum sempat menjaga keseimbangan. Mereka hampir jatuh jika saja tangan laki-laki itu tak memang kusen pintu untuk menahan bobot tubuh mereka."Uhhh, papa kaget nak. Kalau jatuh bagaimana?"Ucap sang papa dengan tangan mengelus dada. Walaupun putrinya sering begini, tapi tetap saja membuat kaget."Kangen pa. Kenapa pelginya lama?"Yaya memberikan protes. Bibir bocah itu mengerucut ke depan membuat sang papa gemas dan berkahir mencium pipi sang putri berkali-kali."Mas, kapan sampe?"Laras yang baru keluar dari kamar segera menghampiri sepasang ayah dan anak itu, perempuan hamil besar itu mengambil tangan suaminya untuk dicium."Baru aja. Sasa kemana ma?" tanya laki-laki itu."Kok mama gak denger suara mobil papa ya."Bukannya menjawab Laras malah balik bertanya. Perempuan itu sepertinya baru bangun ti

DMCA.com Protection Status