Menjelang sore Sonya mencari-cari keberadaan Sasa yang tidak terlihat batang hidungnya. Dari ruang tengah hingga dapur pengantin baru itu tak juga menemukan dimana bocah itu berada.
Saat berjalan menuju halaman belakang perempuan itu di kejutkan dengan tawa keras Sasa.
Mengintip hati-hati Sonya menemukan Sasa dan David yang sedang bercanda di dekat kolam. Bocah itu tertawa keras saat tangan David dengan usil mengelitik pinggang kecil Sasa dengan gemas.
Setelah puas mengintip Sonya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Dia tidak akan menganggu ayah dan anak itu bermain.
Walaupun mereka belum menyadari ikatan yang terjalin diantara keduanya. Namun Sonya menyadari bahwa darah memang lebih kental dari pada air.
Meluruskan kaki Sonya menyenderkan punggung pada sandaran sofa.
Menjadi istri ternyata tidak mudah. Dia memang tidak di tugaskan untuk melakukan pekerjaan rumah, namun Sonya tak ingin hanya ongkang-ongkang kaki.
Terbiasa d
Seperti janjinya kemarin. Pagi ini David sudah duduk manis di kursi teras rumah sahabatnya.Tatapannya mengarah pada halaman rumah Sena yang ditumbuhi banyak bunga. Ada berbagai jenis tanaman yang tidak ia ketahui namanya."Om Vid,"Sasa memekik antusias dan langsung turun dari gendongan Sena saat melihat David yang tidak menyadari kehadiran bocah itu."Pagi princess. Cantik banget hari ini." puji David.Sasa tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya yang putih. Bocah itu kemudian menghambur dalam pelukan David.Hangat.David mengambil nafas dalam. Matanya memejam seiring desir halus yang mengetarkan jiwanya.Laki-laki itu baru melepaskan pelukan saat mendengar deheman istri sahabatnya."Inget jangan pulang malem. Gue udah berbaik hati izinin Sasa pergi sama lo."David hanya mengangguk mengiyakan. Bagaimanapun ia sudah bersyukur diizinkan membawa Sasa pergi bersamanya.Bagaimana tidak, istri Sena terseb
Laras tiba di kediaman Sonya saat waktu menjelang magrib. Perempuan itu segera menuju rumah sahabatnya dan mengetuk pintu pelan.Tak berselang lama pintu berderit dan menampilkan Sonya dengan apron yang masih menempel pada tubuh perempuan itu."Laras. Kenapa gak kabarin dulu?"Sonya melontarkan pertanyaan dan mengiring sang sahabat menuju sofa ruang tamu."Gak mau ganggu pengantin baru sih."Mendapat jawaban yang tidak memuaskan Sonya mendengkus keras. Perempuan itu bangkit berdiri dan kembali duduk di samping sahabatnya dengan segelas teh hangat."Anakku mana nte kok gak ada suaranya?"Laras yang sejak tadi celingak-celinguk mencari keberadaan Sasa akhirnya baru menanyakan keberadaan sang putri."Udah tidur tuh. Kecapekan jalan-jalan.""Jalan-jalan?"Sonya mengaruk rambut yang tidak gatal, kebiasaan perem
Sasa tengah bermain tablet saat Laras menyusul sang putri yang tiduran di atas ranjang. Perempuan itu meraih ponsel untuk mengabari karyawan di kedai bahwa besok dia belum bisa pulang."Mama."Suara kecil Sasa berhasil mengalihkan perhatian Laras dari gawai. Perempuan itu meletakkan ponsel di nakas dan memiringkan tubuh menatap putrinya yang juga tengah menatap Laras dengan mimik lucu."Apa sayang?""Sasa punya papa?" bocah itu berujar polos.Kontan saja mendengar pertanyaan sang putri Laras tidak bisa bergerak. Otak perempuan itu tiba-tiba terhenti. Kosong. Dia tidak tau harus menjawab apa."Mama. Apa Sasa punya papa?"Laras mengerjabkan kedua matanya pelan. Pandangannya mengarah pada sang putri yang menanti jawaban.Perempuan itu lalu menyunggingkan senyum manis. Tangan Laras mengelus kepala Sasa naik turun. Berusaha menenangkan dirinya dan berusaha mencari jawaban."Sasa gak ngantuk. Ini udah malem loh."Tidak
"om Vidd, ayoo."David mengerjakan kedua matanya cepat, laki-laki itu seakan baru tersadar dan menatap Sasa dengan binggung."Ayo main om."Sasa kembali mengoyangkan tubuhnya dalam gendongan David. Bocah itu memberengut sebal saat David masih diam dan tak menunjukkan reaksi apapun."Mama jangan berdiri di depan pintu!"Sasa berbalik menatap mamanya dan berseru kesal saat sang mama tak juga berpindah tempat. Bocah itu menyipit tak suka saat matanya bersirobok dengan tatapan Zia yang saat ini berada dalam gendongan mamanya.Laras menyingkir memberikan jalan pada David yang menatap perempuan itu masih dengan sorot terkejut.Ibu muda itu segera menutup pintu dan mengikuti langkah kaki David yang berhenti di ruang tv."Om main sama Sasa aja. Zia gak usah diajak."David menoleh dan mengangguk kikuk. Laki-laki itu masih diam dan tak bersuara sejak tadi. Mungkin masih shock dengan pertemuan yang tiba-tiba dengan mantan kek
David termenung di balkon kamar. Pandangan laki-laki itu lurus kedepan, menatap halaman belakang yang luas ditanami berbagai jenis bunga dan tanaman lain.Kejadian pagi tadi sungguh diluar perkiraannya.Laras yang tiba-tiba muncul, gadis empat tahun yang akhir-akhir lengket padanya. Kenapa semua serba mendadak dan mengejutkannya.David belum bisa berfikir jernih untuk saat ini. Otaknya buntu dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan bagaimana langkah kedepannya. Ia takut jika gegabah akan berakibat fatal.Laras.Ia mengumamkan lirih nama itu berkali-kali. Sejak hampir lima tahun berpisah akhirnya mereka dipertemukan kembali dengan diri yang berbeda.Laras terlihat lebih dewasa sekarang. Sifat keibuan perempuan itu muncul secara alami, wajah ayu Laras semakin terlihat mempesona. Daya tarik perempuan itu juga tidak pernah luntur seiring berjalannya waktu. Malah semakin kuat."Apakah ini takdir?"Kalimat itu terus
Laras sedang memasak sarapan di dapur saat deru mobil memasuki pekarangan rumah. Ibu satu anak itu segera mengecilkan kompor dan menuju ruang depan untuk membukakan pintu, dia juga sedikit heran dengan tamu yang datang di pagi buta begini."Waalaikumsalam."Laras mengerjabkan kedua mata cepat saat tadi sempat tertegun dengan seseorang yang saat ini berdiri di depan rumahnya."Boleh masuk?"Suara bas David kembali mengejutkan Laras. Lelaki matang itu sedikit geli dengan tingkah Laras yang tidak berubah.Perempuan itu akan diam dan baru bergerak saat sebuah tangan digoyang-goyangkan didepan kedua matanya. Dan David baru saja melakukannya.Laras yang tersadar berusaha menguasai diri. Perempuan itu berdehem pelan sebelum menjawab."Mau apa kesini?""Mau bertamu, boleh aku masuk."David yang tahu penolakan Laras berusaha berbicara selembut mungkin. Dia tahu bagaimana Laras saat membenci seseorang, dan saat ini dialah orang di
Laras memejamkan kedua mata rapat. Perempuan berambut panjang itu berusaha mengatur emosi yang sudah membumbung tinggi.Perlakuan David yang semena-mena membuatnya merasa dilecehkan.Ia tahu bagaimana tadi David yang menatapnya tanpa berkedip, mencuri kesempatan setiap mereka bertemu pandang dan sekarang dengan seenak jidat lelaki itu memeluknya."Lepass."Laras mendesis jengkel. Perempuan itu berusaha melepaskan diri dari belitan tangan David yang semakin kuat memeluk perutnya. Nafas hangat David yang mengenai tengkuk Laras berhasil membuat perempuan itu meremang. Sensai ini sudah lama tidak ia rasakan."Kubilang lepasss," ulang perempuan itu lagi."Tidak akan sebelum kita bicara."David berucap dengan air muka menyebalkan. Lelaki itu tersenyum saat melihat anggukan Laras dengan tubuh perempuan itu yang mulai pasrah."Jangan berbohong. Atau aku bisa bertindak semauku."Laras mengumpat pelan. Perempuan itu duduk ke
"Kamu kenapa mas? aku lihat-lihat beberapa hari ini kayak gak fokus gitu."Riana menatap David dengan penasaran. Sejak beberapa hari yang lalu kekasihnya itu menunjukkan gelagat yang berbeda. David lebih banyak diam terlihat sedang banyak masalah. Tidak seperti biasa dan itu cukup menganggunya."Aku gapapa. Cuma lagi capek.""Kalau capek mending istirahat. Kamu gak perlu repot antar jemput aku begini."David tersenyum. Laki-laki itu menoleh menatap kekasihnya yang menampilkan wajah cemberut.Tangannya ia ulurkan untuk memegang tangan Riana yang sejak tadi saling bertaut."Iya. Nanti mas istirahat.""Aku kayak lagi ngomong sama bocah mas. Dari kemaren iya iya mulu tapi gak dilakuin.""Kamu makin cerewet ya," David menjawil puncak hidung kekasihnya gemas."Aku cerewet buat kebaikan mas kok. Besok gak usah jemput aja ya, biar aku dianterin sopir aja."Ia hanya mengangguk dan kembali fokus pada jalanan didepan.
"Kenapa senyum-senyum sendiri pa."Suara Laras yang menginterupsi membuat David panik, buru-buru laki-laki itu menyembunyikan buku diary yang sedang dipegangnya."O--ohh, itu ma ..," jawab David terbata, binggung hendak menjawab apa."Itu apa?."Laras yang curiga mengernyitkan kening samar, mata perempuan itu awas melihat tangan suaminya yang disembunyikan dibelakang tubuh. Cepat Laras mengintip. Perempuan itu memanyunkan bibir saat tahu apa yang sedang suaminya pegang saat ini."Ihh, kok dipegang sih? Pasti mas senyum-senyum karena baca diary ku ya. Kenapa gak izin dulu, itu namanya mencuri," omel Laras kesal.David yang ketahuan dan merasa bersalah hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Jujur saja ia merasa tak enak pada sang istri."Mas penasaran sayang. Tadi nemu di bawah tumpukan baju pas tadi mau cari baju," Jawab David tak berbohong."Tapi kenapa dibaca, mas tau kan aku malu," ujar Laras dengan menunduk."Kenap
Flash BackSejenak Laras terdiam kaku tanpa sanggup melakukan apapun. Perempuan itu mendudukkan diri di kursi kerja dengan tubuh yang tiba-tiba melemas dan kedua tangan menutup wajah sepenuhnya.Laras tak mampu berfikir, otaknya tiba-tiba kosong bahkan hanya air mata yang mengalir tanpa suara."Ras, ada apa?"Sonya yang baru tiba mendekati sabahabatnya dengan gusar, melihat Laras yang tadi baik-baik saja dan sekarang menangis membuat Sonya khawatir. Sonya kembali karena menyadari ponselnya yang tertinggal. Namun perempuan hamil itu dibuat shock melihat keadaan Laras. Bahu Laras bergetar dengan tangan yang bertumpu pada meja."Ayo," ujar Sonya sembari menuntun sahabatnya untuk duduk di sofa ruang kerja mereka.Perempuan yang tengah hamil itu memeluk tubuh Laras disertai usapan lembut, Sonya tak akan bertanya lagi sebelum Laras benar-benar bisa menguasai diri. Setelah tenang Laras menceritakan semuanya pada Sonya, bahkan perempuan itu juga berte
Hari ini Avin menginjak usia Empat bulan. Balita itu semakin aktif dengan pipi yang semakin montok. Kulitnya yang putih bersih menurun dari papanya, hanya bibir yang menjiplak sempurna milik Laras. Avin tertawa girang saat sang papa menciumi pipi balita itu bergantian. Laras yang memperhatikan turut tertawa melihat putranya segirang ini. Bahagia tampak menghiasi raut perempuan itu. "Teh, Minum dulu sini." Laras melambaikan tangan memanggil Yaya yang berlarian kesana kemari. Bocah itu tampak bahagia berada di taman luas seperti ini. Tentu saja karena Yaya menyukai alam bebas. "Mama, capek. Mau teh aja, yang kemalin Yaya beli sama kakak," pinta bocah itu sembari mengusap keringat yang menuruni pelipis. Laras yang gemas menarik putrinya mendekat dan mengelap keringat itu dengan tissue yang tadi sengaja dibawa dari rumah. "Gimana? Seger?" tanya Laras menatap putrinya geli. Pasalnya bocah itu minum dengan tergesa membuat Laras yang mengamati sejak tadi merasakan takut putrinya akan t
Setelah berziarah ke makan Deon, David beserta anak-anaknya mampir di salah satu restoran seafood yang cukup terkenal di kota mereka yang juga menjadi langganan mereka.Yaya sudah duduk dengan anteng. Tangan bocah itu sibuk menggeser-geser layar handphone sang papa dengan tekun. "Yaya makan dulu nak, hp nya ditaruh dulu." David mengangsurkan sepiring udang goreng crispy kesukaan putrinya. "Halum pa, kayak masakan mama," ujar bocah itu girang. David mengacak surai putrinya gemas. Kedua anaknya memang pecinta seafood, walaupun sebenarnya tak terlalu baik untuk dikonsumsi sering-sering. Namun Laras sendiri membatasi, hanya sebulan 2-3 kali memasakkan makanan kesukaan putrinya itu. "Nanti langsung pulang ya pa? Tanya Sasa yang sudah menyelesaikan makannya lebih dulu. Remaja itu menatap papanya penasaran, menanti jawaban. "Iya, pesenan mama kan udah dibeli tadi. Kenapa emang kak?" "Emm, kakak boleh nggak nanti diturunin di rumah Zia aja," tanya Sasa dengan tersenyum tipis. Takut p
Minggu pagi ini kediaman David ramai karena berkumpulnya banyak keluarga yang menjenguk bayi mereka. Ada Sonya beserta anak dan suaminya, Ryan juga turut hadir namun tunangannya tidak ikut karena ada jadwal praktek pagi di rumah sakit, orang tua David juga menginap disini beserta adiknya, Bima. Suasana rumah tampak lebih berisik karena suara anak-anak yang memenuhi ruang tengah. Tak lupa bapak-bapak juga sibuk bermain catur di taman belakang. "Yaampun Ras, hidungnya kayak tower tinggi banget." Celetukan Sonya tak urung membuat semua wanita yang berada di kamar Laras tertawa. Sonya memang selalu memiliki cara untuk menghidupkan suasana. Sonya yang sekarang tentu saja berbeda dengan Sonya yang dulu. Berkat menikah dengan Sena, sahabat Laras itu lebih asyik untuk diajak bercerita. Apalagi semenjak memiliki anak, aura keibuan perempuan itu terpancar semakin kuat. "Iya mbak, kayak bapaknya. Ganteng pula." Lisa, mama Leo yang turut memperhatikan juga ikut memberikan komentar. Tetangga
David berlari menyusuri lorong rumah sakit. Tadi laki-laki itu mendapat telfon dari sang mama bahwa istrinya akan segera melahirkan dan sudah berada di rumah sakit. Setelah memberitahukan pada sekretarisnya, David segera meluncur ke rumah sakit yang tadi mamanya beritahukan.Tiba di ruang bersalin lali-laki itu mengatur nafas yang memburu. Disana sudah ada Bima yang tengah duduk santai bermain ponsel. Segera saja David menghampiri adiknya."Mbak Laras di dalem sama mama, sana masuk, udah bukaan banyak tadi gue denger."Belum sempat David bertanya, Bima lebih dulu menjawab pertanyaan yang ada dalam fikiran abangnya. Segera saja laki-laki itu memasuki ruangan dan menemukan istrinya yang sudah terbaring diatas brankar dan meringis menahan sakit."Sayang, maaf mas telat," ucap David setelah tiba di samping istrinya, tangan laki-laki itu mengelus pinggang Laras mengantikan sang mama yang tadi melakukannya.Laras tak mengatakan apapun, perempuan itu meme
David tengah duduk sendirian di kursi ruang kerja laki-laki itu. Jendela ruangan dibiarkan terbuka lebar, menghadirkan udara sejuk karena malam hingga subuh tadi hujan cukup deras menguyur kota Bogor.Pandangan laki-laki itu menerawang jauh, mengingat beberapa tahun silam saat mengalami kecelakaan. Ia mengalami koma selama beberapa Minggu dan harus dirawat di rumah sakit. David tidak mengingat apapun, setelah bangun laki-laki itu juga linglung dan menatap sekitar dengan pandangan kosong.Setiap hari tidak ada yang dilakukannya selain berdiam diri diatas brankar dan tidur.Setelah dua bulan lebih dirawat, akhirnya ia diizinkan pulang.Semuanya berjalan baik, ingatan laki-laki itu juga berangsur pulih. Salah satu yang David ingat setelah bangun dari koma adalah laki-laki itu selalu melihat perempuan cantik yang setia merawat dirinya selama dirumah sakit."Mas?"Lamunan laki-laki itu buyar saat tangan Laras melambai di depan matanya.Dav
Pagi ini rumah David ramai dengan keluarga yang berkumpul. Laki-laki itu tersenyum melihat Yaya yang lengket pada neneknya, tak ketinggalan juga Zia dan Sasa yang juga membututi kemanapun Bima pergi."Kamu kenapa mas?"Wira bertanya pada putranya yang berdiri tanpa ikut bergabung dengan yang lainnya. Laki-laki tua itu sedikit heran, pasalnya sang putra hanya senyum-senyum sendiri dengan pandangan ke depan, mengamati yang lain tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing."Gak apa-apa pa. Cuma lagi bahagia aja," jawab David tanpa menoleh pada sang ayah."Kamu selalu jawab begitu setiap kali papa tanya."Wira mencibir yang dibalas kekehan ringan sang putra. Jangan heran bagaimana David dan sang papa, Wira bisa seakrab sekarang. Waktu telah mengubah semuanya. Mereka sama-sama intropeksi diri dan saling menerima, dan beginilah hubungan mereka sekarang."Papa gak ikut gabung?" tanya David."Nanti malam saja. Papa mau istirahat dulu. Capek ju
"papa!"Yaya memekik antusias. Bocah tiga tahun itu berlari dan memeluk kedua kaki sang ayah erat yang belum sempat menjaga keseimbangan. Mereka hampir jatuh jika saja tangan laki-laki itu tak memang kusen pintu untuk menahan bobot tubuh mereka."Uhhh, papa kaget nak. Kalau jatuh bagaimana?"Ucap sang papa dengan tangan mengelus dada. Walaupun putrinya sering begini, tapi tetap saja membuat kaget."Kangen pa. Kenapa pelginya lama?"Yaya memberikan protes. Bibir bocah itu mengerucut ke depan membuat sang papa gemas dan berkahir mencium pipi sang putri berkali-kali."Mas, kapan sampe?"Laras yang baru keluar dari kamar segera menghampiri sepasang ayah dan anak itu, perempuan hamil besar itu mengambil tangan suaminya untuk dicium."Baru aja. Sasa kemana ma?" tanya laki-laki itu."Kok mama gak denger suara mobil papa ya."Bukannya menjawab Laras malah balik bertanya. Perempuan itu sepertinya baru bangun ti