Setelah seminggu berada di Bali Sonya dan Sena pulang ke rumah baru mereka. Rumah yang akan mereka tempati setelah mereka resmi menjadi suami istri.
Rencana awal Sena tidak terlaksana karena Sonya menolak keras usulan tersebut. Perempuan itu mengaku tidak mau tinggal jauh dari orangtuanya dan tidak ingin meninggalkan bisnis yang sudah lama di bangun dengan Laras.
"Sasa mau sarapan roti apa nasi?"
Sonya bertanya lembut saat melihat keponakannya tengah sibuk bermain ponsel di meja makan.
"Roti. Pakai selai coklat," jawab bocah itu.
"Kakak belum makan nasi lho. Emang kenyang makan roti aja?"
"Kenyang nte. Tadi minum susu di buatin mama."
Sonya hanya mengangguk mengerti dan meletakkan setangkup roti di piring keponakannya yang segera di ambil bocah itu dan di kunyah dengan lahap.
"Selamat pagi istri."
Sena muncul dengan kaos putih dan celana training santai menandakan jika laki-laki itu belum masuk kerja.
Sudah
Menjelang sore Sonya mencari-cari keberadaan Sasa yang tidak terlihat batang hidungnya. Dari ruang tengah hingga dapur pengantin baru itu tak juga menemukan dimana bocah itu berada.Saat berjalan menuju halaman belakang perempuan itu di kejutkan dengan tawa keras Sasa.Mengintip hati-hati Sonya menemukan Sasa dan David yang sedang bercanda di dekat kolam. Bocah itu tertawa keras saat tangan David dengan usil mengelitik pinggang kecil Sasa dengan gemas.Setelah puas mengintip Sonya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Dia tidak akan menganggu ayah dan anak itu bermain.Walaupun mereka belum menyadari ikatan yang terjalin diantara keduanya. Namun Sonya menyadari bahwa darah memang lebih kental dari pada air.Meluruskan kaki Sonya menyenderkan punggung pada sandaran sofa.Menjadi istri ternyata tidak mudah. Dia memang tidak di tugaskan untuk melakukan pekerjaan rumah, namun Sonya tak ingin hanya ongkang-ongkang kaki.Terbiasa d
Seperti janjinya kemarin. Pagi ini David sudah duduk manis di kursi teras rumah sahabatnya.Tatapannya mengarah pada halaman rumah Sena yang ditumbuhi banyak bunga. Ada berbagai jenis tanaman yang tidak ia ketahui namanya."Om Vid,"Sasa memekik antusias dan langsung turun dari gendongan Sena saat melihat David yang tidak menyadari kehadiran bocah itu."Pagi princess. Cantik banget hari ini." puji David.Sasa tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya yang putih. Bocah itu kemudian menghambur dalam pelukan David.Hangat.David mengambil nafas dalam. Matanya memejam seiring desir halus yang mengetarkan jiwanya.Laki-laki itu baru melepaskan pelukan saat mendengar deheman istri sahabatnya."Inget jangan pulang malem. Gue udah berbaik hati izinin Sasa pergi sama lo."David hanya mengangguk mengiyakan. Bagaimanapun ia sudah bersyukur diizinkan membawa Sasa pergi bersamanya.Bagaimana tidak, istri Sena terseb
Laras tiba di kediaman Sonya saat waktu menjelang magrib. Perempuan itu segera menuju rumah sahabatnya dan mengetuk pintu pelan.Tak berselang lama pintu berderit dan menampilkan Sonya dengan apron yang masih menempel pada tubuh perempuan itu."Laras. Kenapa gak kabarin dulu?"Sonya melontarkan pertanyaan dan mengiring sang sahabat menuju sofa ruang tamu."Gak mau ganggu pengantin baru sih."Mendapat jawaban yang tidak memuaskan Sonya mendengkus keras. Perempuan itu bangkit berdiri dan kembali duduk di samping sahabatnya dengan segelas teh hangat."Anakku mana nte kok gak ada suaranya?"Laras yang sejak tadi celingak-celinguk mencari keberadaan Sasa akhirnya baru menanyakan keberadaan sang putri."Udah tidur tuh. Kecapekan jalan-jalan.""Jalan-jalan?"Sonya mengaruk rambut yang tidak gatal, kebiasaan perem
Sasa tengah bermain tablet saat Laras menyusul sang putri yang tiduran di atas ranjang. Perempuan itu meraih ponsel untuk mengabari karyawan di kedai bahwa besok dia belum bisa pulang."Mama."Suara kecil Sasa berhasil mengalihkan perhatian Laras dari gawai. Perempuan itu meletakkan ponsel di nakas dan memiringkan tubuh menatap putrinya yang juga tengah menatap Laras dengan mimik lucu."Apa sayang?""Sasa punya papa?" bocah itu berujar polos.Kontan saja mendengar pertanyaan sang putri Laras tidak bisa bergerak. Otak perempuan itu tiba-tiba terhenti. Kosong. Dia tidak tau harus menjawab apa."Mama. Apa Sasa punya papa?"Laras mengerjabkan kedua matanya pelan. Pandangannya mengarah pada sang putri yang menanti jawaban.Perempuan itu lalu menyunggingkan senyum manis. Tangan Laras mengelus kepala Sasa naik turun. Berusaha menenangkan dirinya dan berusaha mencari jawaban."Sasa gak ngantuk. Ini udah malem loh."Tidak
"om Vidd, ayoo."David mengerjakan kedua matanya cepat, laki-laki itu seakan baru tersadar dan menatap Sasa dengan binggung."Ayo main om."Sasa kembali mengoyangkan tubuhnya dalam gendongan David. Bocah itu memberengut sebal saat David masih diam dan tak menunjukkan reaksi apapun."Mama jangan berdiri di depan pintu!"Sasa berbalik menatap mamanya dan berseru kesal saat sang mama tak juga berpindah tempat. Bocah itu menyipit tak suka saat matanya bersirobok dengan tatapan Zia yang saat ini berada dalam gendongan mamanya.Laras menyingkir memberikan jalan pada David yang menatap perempuan itu masih dengan sorot terkejut.Ibu muda itu segera menutup pintu dan mengikuti langkah kaki David yang berhenti di ruang tv."Om main sama Sasa aja. Zia gak usah diajak."David menoleh dan mengangguk kikuk. Laki-laki itu masih diam dan tak bersuara sejak tadi. Mungkin masih shock dengan pertemuan yang tiba-tiba dengan mantan kek
David termenung di balkon kamar. Pandangan laki-laki itu lurus kedepan, menatap halaman belakang yang luas ditanami berbagai jenis bunga dan tanaman lain.Kejadian pagi tadi sungguh diluar perkiraannya.Laras yang tiba-tiba muncul, gadis empat tahun yang akhir-akhir lengket padanya. Kenapa semua serba mendadak dan mengejutkannya.David belum bisa berfikir jernih untuk saat ini. Otaknya buntu dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan bagaimana langkah kedepannya. Ia takut jika gegabah akan berakibat fatal.Laras.Ia mengumamkan lirih nama itu berkali-kali. Sejak hampir lima tahun berpisah akhirnya mereka dipertemukan kembali dengan diri yang berbeda.Laras terlihat lebih dewasa sekarang. Sifat keibuan perempuan itu muncul secara alami, wajah ayu Laras semakin terlihat mempesona. Daya tarik perempuan itu juga tidak pernah luntur seiring berjalannya waktu. Malah semakin kuat."Apakah ini takdir?"Kalimat itu terus
Laras sedang memasak sarapan di dapur saat deru mobil memasuki pekarangan rumah. Ibu satu anak itu segera mengecilkan kompor dan menuju ruang depan untuk membukakan pintu, dia juga sedikit heran dengan tamu yang datang di pagi buta begini."Waalaikumsalam."Laras mengerjabkan kedua mata cepat saat tadi sempat tertegun dengan seseorang yang saat ini berdiri di depan rumahnya."Boleh masuk?"Suara bas David kembali mengejutkan Laras. Lelaki matang itu sedikit geli dengan tingkah Laras yang tidak berubah.Perempuan itu akan diam dan baru bergerak saat sebuah tangan digoyang-goyangkan didepan kedua matanya. Dan David baru saja melakukannya.Laras yang tersadar berusaha menguasai diri. Perempuan itu berdehem pelan sebelum menjawab."Mau apa kesini?""Mau bertamu, boleh aku masuk."David yang tahu penolakan Laras berusaha berbicara selembut mungkin. Dia tahu bagaimana Laras saat membenci seseorang, dan saat ini dialah orang di
Laras memejamkan kedua mata rapat. Perempuan berambut panjang itu berusaha mengatur emosi yang sudah membumbung tinggi.Perlakuan David yang semena-mena membuatnya merasa dilecehkan.Ia tahu bagaimana tadi David yang menatapnya tanpa berkedip, mencuri kesempatan setiap mereka bertemu pandang dan sekarang dengan seenak jidat lelaki itu memeluknya."Lepass."Laras mendesis jengkel. Perempuan itu berusaha melepaskan diri dari belitan tangan David yang semakin kuat memeluk perutnya. Nafas hangat David yang mengenai tengkuk Laras berhasil membuat perempuan itu meremang. Sensai ini sudah lama tidak ia rasakan."Kubilang lepasss," ulang perempuan itu lagi."Tidak akan sebelum kita bicara."David berucap dengan air muka menyebalkan. Lelaki itu tersenyum saat melihat anggukan Laras dengan tubuh perempuan itu yang mulai pasrah."Jangan berbohong. Atau aku bisa bertindak semauku."Laras mengumpat pelan. Perempuan itu duduk ke