“Say, kamu pakai ini aja buat sekarang. Biar makeup-nya cocok.”
Sayna menurut saat bosnya—Violeva, memberikan sepotong gaun rancangan Vera Wang berpotongan slip charmeuse dengan gaya plugging back, hand-dropped sleeve dan crisscrossing straps yang pasti akan membungkus tubuhnya dengan sempurna.
Butuh waktu hingga beberapa bulan sampai dia bisa memenuhi panggilan kerja berikutnya untuk kembali melakukan pemotretan katalog butik ini. Dan baru hari ini—hari Minggu, Sayna beserta Violeva dan timnya setuju untuk meneruskan proyek mereka yang belum tuntas sejak berbulan lalu.
Sayna melihat pantulan dirinya sendiri di cermin, dia masih ingat dengan jelas bagaimana Danish memujinya waktu itu, waktu pertama kali melakukan pekerjaan ini. Dan Sayna akui bahwa dirinya saat ini begitu cantik, seperti kata Violeva tadi. Tema yang diambilnya adalah seorang Ratu. Dandanan Sayna begitu tajam dan membuatnya tamp
Danish memandang langit-langit kamar, dia tidak bisa tidur sejak semalam, sementara semburat kebiruan dari kaki langit sudah muncul saat ini. Artinya, ini sudah pagi dan Danish harus sekolah. Hari pertamanya sekolah setelah membolos lama sekali, hampir dua minggu atau malah lebih. Dia lupa menghitungnya.Insomnia seperti inikah yang dirasakan Hamam waktu itu? Tapi jika Hamam susah tidur karena pusing memikirkan dari mana datangnya air kelapa, maka Danish tidak begitu. Dia jadi susah tidur karena bertemu Sayna kemarin siang di butik Violeva. Dan gadis itu berdandan sangat cantik, dia juga mengejar Danish ke parkiran dan diam selama bermenit-menit di hadapannya. Tidak tahu bahwa ada orang yang sedang berusaha menahan diri untuk tidak jadi gila karenanya.Mungkin kalau jantung Danish bisa berteriak, dia sudah melolong seperti auman manusia serigala di malam bulan purnama. Untungnya jantung hanya berdebar-debar saat pemiliknya sedang tidak dalam kestabilan jiwa.&ld
“Sayna....”Lelah mengeraskan rahang sepanjang jalan, gadis itu langsung melemaskan otot wajahnya dengan melengkungkan bibir dan menerima sambutan serta pelukan hangat dari seorang wanita yang meneriakkan namanya heboh di depan pintu. Sayna menyalami wanita itu, dan membiarkan dirinya dipeluk serta dicubit gemas berhubung pipinya makin gendut.“Apa kabar, Tante?” tanyanya memulai basa-basi. Sudah jelas wanita di hadapannya ini tampak lebih kurus dari terakhir kali Sayna mengingatnya, wajah Melia juga agak kuyu. Maklum saja masalah yang menimpa anak-anaknya belakangan pasti membuat beliau kepikiran.“Tante sehat, kamu gimana? Tante kangen banget! Tante nunggu kamu datang lagi ke sini tapi nggak pernah terjadi. Kamu tahu gimana gencarnya tante minta ibu biar kamu ikut pas ada kunjungan ke sini? Coba cek deh surelnya, tante nyepam banget di sana.”Sayna tertawa sungkan, tidak enak harus memutus hubungan dengan wanita canti
“Nish...”Sayna memanggilnya dan dengan begitu Danish langsung melepas pegangan tangan mereka berdua. Dia benar-benar gugup setengah mati, walau sudah puluhan kali latihan di kamar mandi demi menyambut kedatangan Sayna hari ini, Danish tetap susah mengontrol diri. Dia bahkan bilang pada ibunya untuk menyiapkan buah nangka sebab Twisko dan Teh Kotak terlalu biasa. Danish sudah sering membelikannya, hanya nangka yang belum pernah.Mereka sampai di halaman belakang rumah, Danish sendiri lupa kapan terakhir kali dia berkunjung ke sini. Rasanya sudah lama sekali. Tahu-tahu tanaman dan bunga-bunga milik ibunya sudah bermekaran dan tumbuh tinggi. Di antaranya ada bunga lily yang mekar dan mencolok karena ukurannya yang besar-besar. Cantik, seperti seseorang di sebelahnya saat ini.“Maaf ya, Nish... kedatangan gue hari in—”“Gu...gue dulu,” potongnya buru-buru. Danish menghadap gadis itu. “Gue dulu yang ngomong.&rdq
Rencananya Danish akan tidur nyenyak malam ini setelah hari-hari yang berat kemarin boleh dikatakan akan segera berakhir. Tapi semua niat itu ia urungkan melihat seseorang datang tengah malam buta dengan menyeret kopernya yang berwarna merah menyala dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak akan melakukan apa-apa, tidak habis kabur dari ibu dan adiknya selama berhari-hari setelah memutuskan untuk menikahi orang asing bulan depan.Dinara tergolek di sofa ruang tengah dengan kaki terangkat satu ke sandarannya.“Mbak, aku mau ngomong.” Dia tidak menahan diri lagi. Danish berdiri di sebelah kakaknya yang terbaring, tepat di atas kepalanya.“Apa?”“Soal pernikahan Mbak Dinar bulan depan itu.”“Nish...” panggil ibu mereka. “Besok lagi, kasihan mbaknya capek.”Danish membuang napas kasar. “Kalau dia capek dan nggak mau diajak ngomong sama siapa-siapa, Mbak Dinar harusnya lan
Seperti ada kupu-kupu beterbangan di sekitar dadanya, Sayna merasakan efek melayang hingga dia tidak ingin makan dan susah sekali tidur. Matanya menolak untuk dipejamkan. Dia terus merasa segar meski tidak tidur semalaman dan perutnya kenyang terus menerus padahal dia belum makan. Itu sebabnya orang kadang tidak berpikir panjang, nyatanya seperti ini memang, makan cinta saja sudah cukup, Sayna kenyang.Mungkin di sekolah Danish masih bertingkah malu-malu, tapi sisi baiknya dia tidak menghindari Sayna lagi. Danish tersenyum saat mereka tak sengaja berkontak mata, meski dia belum berani dekat-dekat dengan mejanya. Pasti Danish masih pikir-pikir untuk itu, karena lambe-lambe di sekitar mereka akan membuat berita, opini, bahan gosip hingga ledekan yang menghebohkan. Jadi, ada baiknya memang sama-sama menahan diri dulu.Pada kenyataannya, mereka berbaikan saja sudah cukup.“Hai, Danish!” panggil Sayna begitu dia sampai ke parkiran dan melihat Danish bersa
“Lo udah nggak mau ngurus Bolu lagi?” tanya Danish mulai tak enak hati.“Bukan gitu.” Sayna bergumam pelan. “Gue... sori, Nish.” Gadis itu tidak meneruskan, dia jusru menggulingkan tubuhnya dan meringkuk di tempat tidur dengan wajah menghadap Danish.“Bilang,” desak Danish merasa gadis itu tidak selesai dengan kalimatnya.“Gue mau lo ke sini tanpa alasan apa-apa.” Sayna mengatakannya sambil memicingkan mata. “Ke sini aja, jangan karena mau antar makanan Bolu atau apa. Kita kan temenan. Emang gue nggak bisa jadi alasan lo buat main ke sini?”“Gue nggak pernah setuju kalau kita cuma teman, Sayna.” Danish berujar tidak senang.“Ya, apalah itu pokoknya.” Gadis itu merengek frustrasi. “Kalau mau ke sini, ya ke sini aja, jangan nunggu pakan Bolu habis. Itu sih bisa gue beli sendiri.”Danish terkekeh pelan melihat tingkahnya.“Ma
Setelah kejadian Danish yang terkurung dalam kamarnya itu terbongkar karena Ikrar pulang dengan gusar lalu menyelamatkan Danish yang sempat-sempatnya tidur di tempat persembunyian, hubungan keluarga Danish dan Sayna semakin dekat. Sore itu Danish dibawa turun oleh Ikrar dan seluruh kesalahan dilimpahkan pada Sayna. Mereka berdua benar-benar digrebek oleh pak RT seperti pasangan mesum di berita-berita yang banyak beredar.Untung saja, ketua RT di sana adalah ayahnya Sayna.“Nggak, Teh... kamu dapat ide dari mana nyembunyiin Danish di kamar kayak gitu?”“Ya, nggak tahu. Tiba-tiba kepikiran aja, Bu. Kan kalau aku turun bareng dia dari atas berdua buat ketemu sama Ibu, yang ada Ibu malah mikir macem-macem sama aku.”“Ih, nggak gitu. Kalau nggak ngapa-ngapain kenapa harus disembunyiin, kan? Justru nyembunyiin Danish di kamar itu ide paling buruk yang pernah ibu tahu. Pas ketahuan gini ibu sama ayah makin nggak bisa berpikir jernih
“Yuk, masuk dulu! Mama nyiapin gaun buat lo pakai di nikahan Mbak Dinar nanti, biar seragaman sama punya kita semua.”Sayna mengangguk dan mengikuti ajakan Danish untuk masuk ke rumahnya. Dan dia sangat terkejut mendapati rumah Danish yang biasanya rapi, bersih, sepi, saat ini justru berantakan sekali. Ruang tengahnya penuh dengan berbagai kotak, paper bag, dust bag serta gaun-gaun yang menggantung di rak beroda.Salah satu penghuni rumah ini memang akan benar-benar menikah, sehingga kehebohan jenis ini terjadi, sama seperti di keluarga lainnya. Sayna diam-diam mengulum senyum, merasa senang karena ada gelenyar hangat menjalar di dadanya.“Nih, mama suruh coba yang ini dulu.”Danish memberinya sebuah kebaya berwarna pastel lalu meminta Sayna mencobanya di kamar pas yang sudah mereka siapkan mendadak demi semua persiapan ini.“Nish, Mbak Dinar-nya mana? Gue kan belum ketemu.” Sayna celingukan men
Gue Hellen Vianda. Panggil aja Helen, nggak usah disingkat-singkat jadi Hell, atau Len gitu, oke? Hell itu artinya neraka, kan? Nggak habis pikir gue kenapa nyokap ngasih nama gue kayak gitu, nggak paham bahasa asing apa gimana dah? Anaknya pas gede dipanggil neraka ke mana-mana.Oh iya, kenapa jadi kepanjangan gini mukaddimahnya?Gue di sini cuma mau cerita keadaan sekolah sejak tadi pagi. Jadi, di SMA NYUSU kalo lo ngeliat Kak Aryan bawa mobil Lexus-nya ke sekolah, itu udah sirine alami banget deh. Pasti bakal ada perang besar ini mah! Tapi hari ini belum diketahui apa pemicunya, gila aja pagi-pagi liat Kak Aryan bawa mobil sementara kemarin kayaknya nggak ada masalah apa-apa yang tersebar. Mungkin pas jam istirahat pertama, atau kedua, gue bisa berburu berita ke temen-temen lain.Bahkan bukan cuma kita anak-anak NYUSU, guru-guru sampai Wakasek Kesiswaan pun waspada liat Kak Aryan bawa mobil. Bu Sri namanya, guru Kewarganegaraan yang ngerapel ngurusin
Sayna memandangi telapak tangannya sendiri sejak bermenit-menit belakangan ini. Dalam masa OSPEK untuk mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, berinteraksi dengan mayat atau cadaver tentu bukan cuma rumor belaka. Dia baru saja melakukannya, dan meski mayat itu tidak bangun lagi, Sayna tetap merasa ngeri. Kengerian itu masih menyisa di hatinya. “Salam dulu, Dek! Ajak kenalan. Coba cari ada tulisan apa di bawah kakinya? Jangan takut, mereka pernah hidup seperti kita, mereka yang akan bantu kalian menimba ilmu selama di sini. Anggap sebagai guru, hormati dan hargai keberadaannya.” Bukan mayat baru yang masih segar memang, kulit hingga tubuhnya sudah keras dan kaku seperti kayu, Sayna bisa menganggapnya boneka peraga kalau mau, tapi tetap saja, itu mengerikan. Dia sudah mencuci tangan berulang-ulang dan belum bisa menghilangkan kesan serta ingatan terhadap sentuhan cadaver di kulitnya barusan. “Hai, Sayna, ya? Dari Nusantara Satu?” Sayna men
Lubang Hidung Danish First of all, ini bener-bener catatan nggak penting. Gue cuma lagi gabut dan nggak tahu mesti ngapain. Tapi tiba-tiba gue keingetan hal krusial ini. Jadi kayaknya dua tahun yang lalu, pertama kali gue sadar kalau Danish bukan cuma ganteng dan baik, yang dua hal ini mostly jadi daya tarik terbesar dia dan jadi alasan kenapa dia diincar banyak cewek. Khususon gue, ada satu hal lagi, lubang hidungnya. Gila, ya? Cewek gila mana yang naksir cowok gara-gara lubang hidung? Ada kok, gue orangnya. Honestly, gue udah naksir Danish sejak lama sih. Kan dia ganteng, banyak yang suka, jadi ya gue ikut seru-seruan aja buat mengagumi dia diam-diam tanpa kasih tahu ke orangnya atau ke siapa-siapa. Gue nggak nunjukin itu, gue takut Danish ilfeel sama gue dan mikir kalau gue sama kayak hama lain yang suka nempelin dia. No! Pokoknya jangan sampai derajat gue rendah di mata Danish. Gue harus jadi bucin yang berkelas.
Gadis itu menyengir, terlihat senang mengerjai pemuda yang masih bau amis dengan hormon dan imajinasi membumbung tinggi. Lalu dia sibuk dengan anak bulunya lagi, sementara Danish membuang muka dan menyapu tiap sudut kamar itu. Dia tidak akan ke sini untuk waktu yang tidak bisa ditentukan setelah penghuninya pergi.Kamar Sayna yang mengombinasikan warna pink, pastel, dan putih mengusung konsep kamar gadis-gadis ala Instagram. Danish berkeliling dan terpaku pada buku bersampul kuning di atas meja rias. Dia mendekat setelah berpura-pura memeriksa sesuatu di wajahnya karena tepat di atas meja itu adalah cermin berukuran besar, Danish melirik Sayna yang sibuk mengobrol dengan suara mencicit dengan Bolu mereka.Lubang Hidung Danish...Matanya otomatis melebar kala menemukan tulisan itu dan deretan huruf yang terangkai di bawahnya. Memo Sayna yang pernah Hamam kisahkan padanya waktu itu. Danish tidak menyangka jika ini benar-benar ada, benar-benar ditulis oleh gadisnya
Danish: Say, dessert yang kapan hari dibeliin si ibu namanya apa sih, lupa gue.Sayna: Yang mana?Danish: Yang ada kopinya.Danish: Duh, apaan itu namanya, ya?Danish: Tira... apa sih?Sayna: Misu?Danish: Miss you too :*Sayna: Dih!Danish: Hahaha, lo mau nggak? Gue serius nih, ntar gue bawain.Sayna: Apaan? Tiramissu?Danish: Iya.Sayna: Nggak ah, gue lagi kepengen donat kentang sih kalau ada. Yang pake gula dingin itu. Duh, jadi kebayang kan...Danish: Oh, ntar gue beli, gampang.Sayna: Oke, makasih.Danish: Mamanya Bolu lagi ngidam kayaknya nih, Michi sama Bolu otw punya dedek, anak ketiga kita :*Sayna: Ngga
Ekstra – EpilogHamam invited you to join Bujang NyusuHamam: Hai, temen-temen sepeliharaan gue! Kangen nggak nih?Danish: Njir, apaan ini?Arvin: Bujang Nyusu? Yang bener aja lo ngasih nama!Herdian: Ada baiknya kita berunding dulu masalah nama baru untuk grup ini.Hamam: Heh, lo udah official pensiun jadi ketua kelas, ya. Gosah ngatur-ngatur!Arvin: Ini kita berempat doang nih?Hamam: Gue masukin Rafid, Reno sih kaga, empet gue sama dia.Danish: Panggil si Rafid.Arvin: Fid!Herdian: Rafid!Rafid typing...Hamam: Oh, ada noh masih mengetik. Gue kangen sama lo pada btw. Aneh banget bolos sekolah selama ini, gue kan nggak pernah bolos.Danish: Lo nyindir
Danish: You deleted this messageSayna: Nish, ada apa? Kok dihapus? Sayna: Kirim ulang dong, gue kepo nih.Danish: Lo mau nggak jadi pacar gue? Sayna: Wkwk kirain apa. Sayna: Udah, hapus lagi aja. Danish mendengkus tidak senang, Sayna selalu begitu dari dulu dan ini sudah berbulan-bulan. Memang sih mereka sudah melakukan banyak hal bersama-sama dan tidak ada satu pun yang mengira keduanya tidak pacaran, hanya orang-orang terdekat yang tahu status mereka sebenarnya. Dan selama ini Danish juga tidak masalah, hanya karena mendengar Angga dan Aryan tidak jomblo lagi, dia iri parah. Danish juga ingin mengakui blak-blakan kalau Sayna adalah pacarnya.“Nish!” Gadis itu menepuk bahu Danish dari belakang. Mereka baru saja selesai merayakan kelulusan, Sayna bersama teman-tema
Hari kelulusan. Setelah melakukan ujian akhir beberapa waktu yang lalu, melewatkan malam prom yang menyenangkan dengan teman-teman seangkatannya, belajar yang rajin, dan lebih rajin lagi membantu ibunya di laundry, Danish melangkah ke luar kelas dengan senyum mengembang. Rasanya seperti sudah bebas.Dia dan seluruh kelas 12 yang tersisa di SMA Nyusu akan pergi, melepas seragam putih abu-abu yang mereka kenakan dan memulai petualangan baru di bangku universitas. Lembar kelulusan yang menyatakan dirinya boleh meninggalkan dunia remaja penuh warna itu Danish pegang erat. Mereka membagikannya di aula, tapi kemudian membuka lembar itu di kelas masing-masing. Dan tak lupa, papan media sekolah turut membagikan peringkat dari seluruh angkatan per-jurusan yang mereka ambil.Danish menepuk dadanya bangga, dia berpapasan dengan Angga dan Aryan yang sedang berangkulan dan berjalan ke arahnya. Mereka saling melempar senyum, tampak sama-sama lega dan bahagia.“
Selain menikah secara dadakan dengan orang yang baru ditemuinya beberapa waktu lalu, kakak kandung Danish melakukan hal lain yang lebih gila lagi. Dia menyelinap pergi ke kamar pengantin dengan sang suami lalu mengunci pintunya dan tidak muncul lagi hingga acara selesai.Tebak saja siapa yang menggantikan mereka berdua di pelaminan, Danish dan Sayna. Keduanya berpakaian ala pengantin gadungan dan cekikikan menyalami para tamu undangan. Mereka menjelaskan sedikit tentang keadaan pengantin sungguhan yang sedang berganti pakaian meski itu bohong belaka.Anehnya, Sayna terlihat senang. Danish kira gadis itu akan mengumpat kakaknya seperti yang sudah dia lakukan. Ternyata tidak, Sayna baik-baik saja, mereka bahkan berfoto berdua ala-ala pengantin aslinya. Kalau sudah begitu ya, lama-lama Danish juga senang.“Nish!” Sayna menepuk punggungnya dari arah belakang. Acara sudah selesai, tamu-tamu sudah pergi, mereka pun bersiap untuk kembali ke ka