‘Pada malam ini, mereka bukan lagi dua, melainkan satu.’***Apa yang akan Adam dan Pricillia lakukan untuk mencegah Thomas dan Elle mengetahui hubungan terlarang mereka?...Di malam sebelum kencan sepasang saudara tiri itu berlangsung, ayah dan ibu mereka—Thomas dan Elle sedang sibuk melampiaskan hasrat satu sama lain di sebuah kamar hotel bintang lima yang berada di Hawaii.Di hari ketujuh mereka berbulan madu, terdengar deru napas memburu dari sepasang suami istri yang sedang sibuk melampiaskan hasrat yang bergelora dalam dada.Detak jantung saling berpacu seiring seirama mengisi keheningan malam yang panjang.Di malam yang sunyi itu, di atas ranjang berukuran king size bersprei putih, Thomas dan Elle bercinta. Menyalurkan hasrat yang sudah membuncah, sekaligus merasakan keberadaan satu sama lain sedekat mungkin.Entah sudah kesekian kalinya mereka berd
‘Tubuh mereka seolah terhubung satu sama lain, layaknya magnet yang secara alamiah akan terhubung bila didekatkan.’ *** Cahaya matahari yang masuk dari sela-sela jendela, menari-nari dengan indahnya menerangi sepasang saudara tiri yang masih terlelap dalam mimpi indahnya usai melewati malam yang panjang. Di saat cahaya keemasan yang memancarkan panas itu mulai berada di puncak tertinggi, Adam membuka kedua matanya secara perlahan hingga menampilkan manik hitam legamnya dengan sempurna. Dari posisinya saat ini, ia dapat melihat dengan jelas wajah cantik nan polos Pricillia yang terhalang beberapa helai rambutnya. Meski begitu, baginya hal itu tidak mengurangi sedikit pun kecantikan alami dari sang gadis yang saat ini sudah resmi menjadi kekasihnya. Namun, di satu sisi, hal itu mengganggu pemandangannya karena tak leluasa memandangi kecantikan alami adik tirinya. Merasa terhalangi, Adam pun menyingkirkan helaian rambut Pricillia, kemudian ia selipkan di belakang daun telinganya.
Peringatan: Bab ini mengandung adegan dewasa (21+). Harap pembaca bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. ‘Maafkan aku ... Ayah dan Ibu akan pulang nanti sore. Jadi, akan sulit bagi kita berdua untuk bertemu dan melakukannya lagi dengan leluasa seperti ini.’ *** “Selamat malam, sampai jumpa di kampus besok.” Usai Adam berkata demikian, Pricillia langsung membuka pintu mobil dan keluar dari sana. . . . Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa kalau sudah hampir satu minggu berlalu sejak saat itu. Di mana hari ini merupakan hari terakhir ayah dan ibu mereka—Thomas dan Elle berbulan madu. Semalam sebelum Adam dan Pricillia menjemput kedua orang tua mereka di bandara, seperti biasanya sepasang saudara tiri itu menuntaskan hasrat terpendam mereka di atas ranjang. Di mana jam digital di atas nakas sudah menunjukan pukul sebelas malam. Waktu bagi hampir sebagian besar o
‘Seketika itu juga, timbul secercah rasa bersalah dalam diri Pricillia. Ia merasa begitu berdosa karena telah menikam mereka dari belakang dengan menjalin hubungan terlarang dengan Adam.’ *** Sebelum pulang, Thomas dan Elle mengajak sepasang saudara tiri itu untuk makan malam bersama di restoran yang ada di bandara tersebut. Sembari menunggu pesanan tiba, Thomas berinisiatif membuka topik pembicaraan guna mencairkan suasana di antara mereka. “Bagaimana kabar kalian berdua?” tanya Thomas dengan senyum merekah di wajahnya. Pricillia hanya menjawabnya dengan senyuman lalu kembali menundukan kepalanya. Sedangkan, Adam hanya menghela napas pelan lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tanggapan yang diberikan oleh kedua anaknya benar-benar membuatnya khawatir. Hal yang sama juga dirasakan oleh Elle ketika melihat raut wajah putri semata wayangnya tidak seceria biasanya. Saling bertukar pandang sej
‘Bukankah kita sudah membicarakan hal ini sejak awal, Pricillia? Tidak akan menjadi masalah selama tidak ada yang tahu hubungan yang terjalin di antara kita.’ *** “Ayo keluar, Ayah dan Ibu pasti khawatir karena menunggu kita terlalu lama,” usul Adam usai mengenakan kembali pakaiannya seperti semula. Saat mereka berdua keluar dari pintu restroom, seketika orang-orang yang berlalu lalang langsung memandangi mereka dengan tatapan aneh. Bukan tanpa alasan, itu karena yang mereka masuki adalah restroom khusus perempuan. Meski begitu, Adam tetap berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi tidak bagi Pricillia, gadis itu langsung menundukan kepalanya sembari menahan malu serta rasa nyeri yang semakin menjadi-jadi di bagian intinya karena Adam menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat. . . “Kalian tidak tersesat ‘kan?” tanya Thomas dengan raut wajah khawatir, setelah menunggu lebih dari setengah jam di dalam mobil. Begitu pula Elle yang juga menanyakan hal yang sama pada Pricillia
‘Ya, semuanya terlalu berharga. Tidak pantas bagi dirinya yang hina dan kotor ini.’ *** Sesuai kesepakatan kemarin, pagi ini usai sarapan, Pricillia ditemani oleh ibunya ke sebuah butik untuk mencari gaun yang akan ia kenakan di pesta ulang tahunnya nanti malam. Sementara itu, Adam beserta ayahnya pergi ke hotel untuk memastikan bahwa semua keperluan pesta sudah siap. . . . “Coba gaun yang ini, Ibu rasa cocok untukmu, Sayang,” ucap Elle sembari memberikan sebuah gaun sleeveless selutut berwarna biru laut pada Pricillia di ruang ganti. Padahal sudah banyak gaun yang ia coba kenakan sedari tadi. Tidak peduli seberapa mahal serta cantiknya desain dari gaun-gaun tersebut. Namun, tidak ada satu pun yang mampu menumbuhkan rasa antusiasnya sedikit pun. Ia jadi bertanya-tanya dalam hatinya; ada apa dengannya hari ini? Kenapa ia tidak merasa antusias sama sekali untuk merayakan ulang tahunnya ber
'Meski begitu, tak bisa dimungkiri bila rasa takut juga cemas tetap meliputi dirinya. Ia takut bila aksi tak bermoralnya dengan Adam diketahui oleh ayah atau pun ibu mereka.' *** "Pricillia, kita sudah sampai. Ayo turun," ujar Elle, lalu membuka pintu mobil. Diikuti oleh Pricillia yang juga membuka pintu sebelahnya. Tepat di hadapannya, berdiri sebuah salon khusus para elit. Dari desain bangunannya saja, Pricillia sudah bisa menebak tarif yang akan dikenakan untuk satu kali perawatan. Saat membayangkan besarnya jumlah uang yang dikeluarkan oleh ayah sambungnya, seketika membuat air liurnya terasa begitu sulit untuk ia telan. Tak mau memikirkannya lagi, gadis itu berjalan masuk ke dalam salon tersebut, mengikuti sang Ibu yang sudah masuk terlebih dahulu ke sana. Saat sudah berada di dalam, ia melihat sang Ibu sedang sibuk berbicara dengan beberapa staf di salon tersebut. Sembari menunggu ibunya selesai memesan, Pricillia memilih untuk melihat-lihat sekitar. Mengamati desain interio
'Sekilas, Elle mengamati gaun maroon yang dikenakan oleh putrinya itu. Seketika itu pula timbul sebuah pertanyaan dalam hatinya. Namun, ia enggan menyuarakannya.'***"Cepat ganti gaunmu dengan ini!" perintah Adam dengan penuh intimidasi. Tanpa menunggu jawaban dari Pricillia, pemuda itu menarik paksa tangan sang gadis untuk menerima gaun pemberiannya tersebut.Sementara itu, Pricillia hanya mengernyitkan dahinya, karena sama sekali tak mengerti maksud dari kakak tirinya.Memang apa yang salah dengan gaun yang ia kenakan saat ini? Apakah terlalu mencolok? Atau terlalu terbuka? Atau terlalu norak? Gadis itu tidak merasa ada yang salah dengan gaunnya. Tapi, tak ia mungkiri bila modelnya sedikit 'berani'. Meskipun begitu, tetap saja tidak terkesan menggoda sama sekali. Lagi pula. tidak ada salahnya bukan bila dirinya ingin tampil dewasa di pesta ulang tahunnya sendiri? Mengingat saat ini ia sudah berusia delapan belas tahun.Beberapa menit berlalu, gadis itu hanya menatap gaun yang ada d