'Tanpa disangka-sangka olehnya, sosok yang sedari tadi ia cari menampakan diri di hadapannya. Gadis bersurai hitam sebahu dengan gaun sleeveless warna merah maroon selutut, dengan tas jinjing berwarna senada di tangan kanannya.'
***
Adam Wylie, nama yang tak asing bagi sebagian wanita yang pernah 'bermain' dengannya. Ia merupakan seorang pemuda tampan bertubuh atletis keturunan mix-raced. Ia juga merupakan putra tunggal dari salah satu pengusaha ternama di kota New York, Thomas Wylie. Selain seorang pengusaha, ayahnya juga merupakan salah satu donatur tetap di kampusnya, The City College of New York. Sedangkan, sang Ibu, Diana Wylie berasal dari Indonesia, seorang ibu sosialita.
Namun, sayang, kedua orang tuanya bercerai di saat umurnya baru menginjak tujuh tahun. Perceraian terjadi karena ayahnya memergoki ibunya sedang tidur dengan banyak lelaki. Sejak saat itu, ia hanya diasuh oleh ayahnya seorang diri sampai sekarang. Alhasil, ia tumbuh tanpa kasih sayang dari seorang Ibu. Itu membuatnya jadi pribadi yang dingin dan suka 'bermain' dengan wanita demi memuaskan nafsunya semata.
Seperti yang sedang ia lakukan saat ini di Sabtu siang yang cerah di kota New York. Cahaya sang fajar yang masuk dari sela-sela jendela tampak menemani pemuda tampan keturunan Amerika-Indonesia yang sedang sibuk melampiaskan nafsu birahinya pada seorang wanita bayaran.
Saat ini dirinya sedang sibuk 'bermain' dengan wanita tersebut di sebuah kamar hotel berbintang lima. Mereka bercinta seperti tidak ada lagi hari esok. Suara desahan menggelora memenuhi tiap sudut kamar hotel. Entah sudah kesekian kalinya mereka mencapai klimaks.
"Aaahh, eemmmhh, oohh God! You're so sexy! I think I'm going crazy ...," desah pemuda itu sembari merasakan cairan menyembur dari kejantanannya.
"Aahh, oh my God! Adam, you're so hot," desah wanita itu dengan suara menggoda sembari membelai dada bidangnya yang sudah dipenuhi dengan keringat.
"Okay, we're finnished. Thanks for today. I’m very satisfied," ucap pemuda itu lagi, usai mengeluarkan kejantanannya.
Setelah itu, ia langsung mengenakan kembali pakaiannya. Begitupun dengan wanita itu yang juga ikut bangun dari ranjang dan kembali mengenakan pakaiannya dalam hening.
Usai mengenakan seluruh pakaiannya, pemuda itu langsung mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikannya ke wanita tersebut sebagai bayaran atas pelayanannya tadi.
Usai itu, ia langsung check out dari kamar hotel tersebut dan mengendarai motor ninjanya menuju kediaman ayahnya.
.
.
.
Setibanya di sana, pemuda itu langsung menghampiri sang Ayah yang saat ini sedang berada di ruang kerjanya.
Tok tok tok—
"Masuklah."
"Ada apa Ayah? Tumben memintaku kemari?" tanya Adam usai menutup pintu.
"Kemarilah, lihat ini. Bagaimana menurutmu?" ujar ayahnya kemudian.
Pemuda itu melangkahkan kakinya, mendekati meja kerja ayahnya.
Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat dengan jelas tumpukan kartu undangan berwarna putih gading dengan tulisan script bertinta emas yang tersusun rapi di atas meja berbahan kayu milik ayahnya.
Ia hanya memandangi tumpukan kartu itu dengan tatapan kosong. Tak lama setelah itu, ia mengambil satu kartu dan membacanya dengan seksama.
"Undangan pernikahan? Ayah benar-benar ingin menikah dengannya?" ujarnya kemudian.
"Ya, begitulah. Kamu tidak keberatan 'kan, Adam?" ujar pria paruh baya itu lagi sembari menatapnya dengan intens.
"Kalau itu sudah keputusan Ayah, aku tidak bisa melakukan apa-apa, bukan?" sahut pemuda itu sedikit acuh, tanpa menatapnya sedikitpun. Kedua maniknya masih fokus ke kartu undangan yang ada di genggamannya.
Pria paruh baya itu langsung menghela napas lega. "Oh iya, kamu juga akan punya seorang adik perempuan," sambungnya.
Pernyataan akan kedatangan seorang adik perempuan sukses membuat Adam melempar manik hitamnya ke arah ayahnya.
"Adik perempuan?" tanyanya kemudian sembari menaikan satu alisnya.
"Iya. Namanya Pricillia. Tahun ini dia genap berusia delapan belas tahun. Jadi, Ayah harap kamu bisa akur dengannya," jelas pria paruh baya itu.
"Hmmm ... baiklah," sahut pemuda itu dengan senyum tipis.
Sepertinya, ia tak sabar menantikan hari pernikahan sang Ayah. Bukan karena ingin cepat-cepat memiliki seorang ibu sambung melainkan, lebih ke tidak sabar ingin segera menemui adik tirinya.
Tanpa ia sadari, sudut bibirnya naik menyunggingkan senyum sinis.
Sebuah senyum yang menandakan kalau otaknya saat ini sedang bekerja keras dalam menyusun rencana untuk mendekati serta meluluhkan calon adik tirinya nanti.
.
.
.
.
Sebulan kemudian, hari pernikahan tiba.
Suara lonceng gereja berbunyi. Menandakan suatu pemberkatan nikah telah usai. Selang beberapa saat kemudian, sepasangan suami istri tersebut berjalan keluar gedung gereja lalu menaiki mobil Cadillac CTS-V menuju tempat resepsi yang diadakan di salah satu hotel bintang lima.
Setibanya di gedung resepsi, para keluarga dan tamu undangan langsung disuguhi dengan berbagai hidangan penggugah selera.
Begitupun dengan Adam yang saat ini sedang menikmati minuman anggur merah. Ia mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin tampan dan mempesona.
Beberapa wanita yang merupakan putri dari kolega ayahnya datang menghampirinya untuk berkenalan.
"Hei, kamu Adam 'kan?" sapa salah satu wanita dengan nada menggoda.
"Wah ... ternyata aslinya terlihat lebih tampan dan tinggi," ujar wanita yang lainnya sembari mendekatinya dengan agresif. "Apa kamu juga ahli dalam urusan ranjang?" sambungnya sembari menyentuh dada bidangnya dengan sedikit agresif.
Bukannya menjawab, pemuda itu malah mengabaikannya dan memilih untuk pergi meninggalkan mereka begitu saja.
Alhasil, wanita itu langsung berdecak kesal karena merasa diabaikan olehnya.
"Sialan! Angkuh sekali lagaknya! Kalau saja ia tidak tampan, sudah kupukul sedari tadi! Cih," umpat wanita itu setengah berteriak. Sementara wanita lainnya hanya menatap pemuda itu dengan geram lalu memutuskan untuk kembali ke tempat semula.
.
.
'Di mana dia?' batin pemuda itu.
Saat ini dirinya sedang sibuk berkeliling ballroom untuk mencari sosok adik tirinya itu. Layar ponsel yang ada di genggaman tangannya menampilkan foto wajah seorang gadis yang sedang tersenyum bahagia. Yang tak lain, adalah foto Pricilla—adik tirinya itu.
Kalau kalian bertanya ia dapat foto itu dari mana? Tentu saja ia mendapatinya dari media sosial milik ibu sambungnya. Pemuda itu memang gemar men-stalking foto-foto gadis yang ia sukai. Kali ini, ia menjadikan adik tirinya sebagai target selanjutnya. Sepertinya ia tertarik pada kecantikan serta kesederhanaan adik tirinya dalam berpenampilan.
Baginya merupakan suatu kebanggaan bila berhasil membawa banyak wanita ke atas ranjang dan menidurinya. Ia bisa dengan leluasa mengambil sesuatu yang berharga dari para wanita tersebut. Itu menjadikannya sebagai pria yang perkasa. Egonya yang besar sudah benar-benar menguasai dirinya. Dia sudah tidak menganggap itu sebagai suatu dosa melainkan suatu kenikmatan surgawi.
.
.
'Damn! Where is she??' umpatnya dalam hati.
Setelah mengelilingi ballroom beberapa kali, ia tak kunjung melihat batang hidung adik tirinya itu. Menghembuskan napas dengan kasar, pemuda itu akhirnya menyerah untuk sementara waktu.
Apa mungkin gadis itu tidak hadir dalam pesta pernikahan ibunya sendiri? Entahlah.
Mungkin ia akan mencoba untuk bertanya pada ayah dan ibu sambungnya nanti usai pesta.
.
.
Pada malam harinya, para tamu undangan satu per satu mulai pergi meninggalkan gedung pesta. Begitupun dengan Adam yang berjalan keluar dari ballroom tersebut menuju tempat parkir. Meninggalkan ayah dan ibu sambungnya yang saat itu sedang turun dari atas panggung sambil bergandengan tangan dengan mesra.
Sementara itu, setibanya di tempat parkir, pemuda mix-raced itu langsung menaiki motor ninjanya dan keluar dari tempat parkir tersebut. Namun, tanpa disangka-sangka olehnya. Sosok yang sedari tadi ia cari menampakan diri di hadapannya. Gadis bersurai hitam sebahu dengan gaun sleeveless warna merah maroon selutut, dengan tas jinjing berwarna senada di tangan kanannya.
Alhasil, ia mematikan mesin motornya lalu turun dan berjalan menghampirinya.
"Hei, kamu Pricilla 'kan?" sapanya dengan suara berat serta senyum yang dapat membuat para kaum hawa melayang di angkasa.
Bukannya menjawab, gadis yang ada di hadapannya malah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia mengerti. Tatapan serta kebisuan gadis itu membuat Adam langsung mengernyitkan alisnya.
'Kenapa dia hanya diam saja?' batin pemuda itu bingung sekaligus kesal.
Usai menghela napas panjang nan berat, gadis bersurai hitam itu akhirnya mengeluarkan secarik kertas dari dalam tas jinjingnya.
Kertas yang bertuliskan, [Apa kamu yang bernama Adam?]
To be Continued ...
'Trust me, it will end soon.' *** [Apa kamu yang bernama Adam?] Usai membaca tulisan tersebut, si pemilik nama hanya mengangguk pelan. Tanpa ia sadari, kini sudut bibirnya naik membentuk senyuman. Senyum mematikan bagi para kaum hawa. Gadis itu lalu mengambil buku sketsa berukuran kecil di dalam tas jinjingnya, membukanya halaman demi halaman. [Halo, namaku Pricillia. Senang bertemu denganmu, Adam.] Entah kenapa, pemuda itu jadi ingin menggodanya sedikit dengan melontarkan sebuah pertanyaan, "Kenapa tidak berbicara? Berbicaralah. Aku ingin mendengar suaramu." Permintaannya membuat gadis yang diketahui bernama Pricillia itu sedikit tersentak. Seketika raut wajah serta sorot matanya berubah menjadi bingung sekaligus khawatir. 'Bagaimana ini?' batinnya cemas. "Kenapa? Ayo bicaralah." Sekali lagi, Adam mendesaknya untuk berbicara. Menghela napas pasrah, gadis itu pun akhirnya menuruti permintaannya. Sebelum berbicara, ia memasukan buku sketsanya ke dalam tas jinjingnya terlebih d
Peringatan: Bab ini mengandung adegan dewasa (21+). Harap pembaca bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. 'Permainan baru saja akan dimulai. Aku tidak akan membiarkanmu mencapai puncak kenikmatan, Sayang.' *** "Well... I can't hold it anymore. I desire you so intensely," desah Adam. Kini tangannya telah berpindah ke tubuh Pricillia, memeluknya dengan erat hingga bukit kembarnya bersentuhan dengan dada bidangnya. Pemuda itu kemudian membelai lembut tiap lekuk tubuhnya. Sentuhannya yang mengagumkan berhasil memberikan sensasi baru pada gadis itu. Matanya terpejam seolah menikmati setiap sentuhan yang diberikan kakak tirinya. Kini dirinya merasa seperti melayang ke langit ketujuh. Sebenarnya, ia ingin sekali memberontak dan berteriak meminta pertolongan. Namun, tubuhnya malah berbicara sebaliknya. Mulut bisa berbohong, tapi tubuhnya tidak bisa. Gadis itu ingin mengutuk tubuhnya sendiri karena tidak bisa berpura-pura. Air yang jatuh dari shower dan mengalir mengikuti lekukan tubuhn
'Ya, anggap saja dia tidak pernah ada di kehidupanku. Dengan begitu hidupku akan berjalan seperti semula.' *** Tik tok tik tok Suara dentang jarum jam terdengar teratur menemani sang pemilik rumah dalam kesedihannya. "Hiksss ... hikkkss hikksss, huuuhuu ...." Suara isak tangis pecah memenuhi ruang tengah yang awalnya sunyi. Tangisan Pricillia, gadis bersurai hitam sebahu yang baru saja mengalami sesuatu yang mengubah kehidupannya selama-lamanya. Ia benar-benar tak menyangka kalau malam itu adalah malam di mana ia melepas kesuciannya. Terlebih yang mengambilnya adalah pria yang kini sudah resmi menjadi kakak tirinya. Kenapa harus pemuda itu yang mengambilnya? Kenapa harus di malam yang seharusnya menjadi hari ia merayakan kebahagiaan pernikahan sang Ibu tercinta? Apakah ia tidak berhak atas kebahagiaan itu? Kenapa kakak tirinya tega melakukan itu semua padanya? Mengambil kesuciannya denga
'Kamu membuat kesalahan besar, Sayang—hmmmmpphh.' *** Pricillia berusaha melarikan diri dari kejaran kakak tirinya yang penuh nafsu. Emosinya memuncak, tangannya mengepal erat, ingin sekali meninju Adam sampai menghilang dari hidupnya. "Astaga! Dia masih mengejarku juga?? Apa masih belum puas dia melakukan kebejatannya semalam penuh denganku?" batin Pricillia dengan penuh emosi. Namun, tanpa disadari, tangan Pricillia sudah mengepal kuat, ingin sekali meninju Adam sampai ke segitiga bermuda, agar lenyap selamanya. "Hei, kenapa kabur? Aku 'kan hanya mau mengobrol saja denganmu," ujar Adam dengan wajah sok polos. Pricillia membuang muka ke arah lain, semakin merasa jijik dengan sikap kakak tirinya yang tidak tahu malu. Ia bahkan tidak sudi menatapnya meski hanya sekilas. 'Dia itu kenapa, sih?? Apa urat malunya sudah putus?!' umpatnya dalam hati. Gadis itu benar-benar tak habis pikir akan kepercayaan diri kakak tirinya yang setinggi gedung pencakar langit dan mukanya yang setebal
'You're mine now. No one can take you away from me.' *** Kreekk— Pintu kamar mandi terbuka, tampak seorang pemuda tampan bertubuh six-pack keluar dari sana dengan hanya berbalut handuk putih di sekitar area privasinya. Pemuda itu tidak lain adalah Adam. Saat ini ia baru saja selesai membersihkan dirinya usai menuntaskan 'pekerjaan'nya. Kini ia melangkah masuk ke kamar tidur yang mana di pintunya terpasang tulisan 'Pricillia's Room'. Mengamati sejenak desain interior ruangan tersebut yang tampak sedikit berbeda dari sebelumnya. Beberapa waktu berselang, ia melangkahkan kakinya ke ranjang bersprei putih yang sudah terlepas dari kasurnya. Di atas ranjang itu terdapat sosok gadis bersurai hitam yang sedang tidur meringkuk tanpa sehelai benang pun. Wajahnya sudah basah dengan air mata. Pemuda itu lalu duduk di tepi kasurnya untuk menyingkirkan helaian rambut yang meng
'Satu hal yang perlu kamu ingat. Jangan pernah macam-macam dengannya, atau kamu akan mengalami yang lebih parah dari ini. Mengerti?' *** Usai turun di halte dekat kampus. Pricillia kemudian melanjutkannya dengan berjalan kaki. Tanpa ia ketahui, salah satu mahasiswi dari kelompok penggemar Adam mengintipinya dari balik tembok pagar. Ketika ia sudah menapakkan kakinya di gerbang kampus. Mahasiswi tersebut langsung menarik lengannya dengan kasar dan membawanya ke belakang bangunan kampus. Pricillia kaget bukan main ketika mahasiswi tersebut menarik lengannya secara kasar. Beberapa kali ia mencoba melepas cengkraman tangan mahasiswi tersebut. Namun, cengkraman di lengannya semakin kuat sampai membuatnya merintih kesakitan. BRUKK! Mahasiswi tadi mendorong tubuh Pricillia hingga tersungkur ke jalanan beraspal. "Aaw ...," rintihnya ketika merasakan jeansnya robek dan membuat lututnya terluka akibat bergesekan dengan aspal. "Heh! Bangun!" bentak mahasiswi lainnya. Pricillia tidak men
'Dari kabar yang beredar selama ini di kalangan mahasiswa, Adam memang dijuluki sebagai seorang womanizer. Sudah banyak wanita yang telah tidur dengannya.' *** "Jadi, bagaimana? Mau atau tidak?" tanya Adam sembari menatapnya sinis. Pricillia hanya menatapnya dalam hening. Tidak menolak, tapi juga tidak menyetujuinya. Sepertinya ia sedang mempertimbangkan dampak baik dan buruknya bila menerima tawaran pemuda itu, terlebih setelah mendapat perlakuan kasar dari para fans fanatiknya. Setelah hening cukup lama, gadis bersurai hitam itu melangkahkan kakinya kembali ke arah halte. Sikapnya membuat kakak tirinya itu bertanya-tanya. 'Apa itu artinya dia menolak tawaranku?' batin Adam penuh tanda tanya. Menghela napas kasar, kini pemuda itu memutuskan untuk turun dari motornya kemudian ikut duduk di kursi sebelahnya. "Apa kamu yakin menolak tawaranku?" tanyanya lagi. Pricillia masih tidak menunjukan reaksi apapun. Hal itu membuatnya sedikit frustasi dan menghela napas kasar lagi untuk ya
'Kamu akan semakin merasakan sakit bila berani menggoda Adamku tersayang. Mengerti?'***Deg deg—'Kok perasaanku tiba-tiba jadi tidak enak ya? Apa jangan-jangan si brengsek itu masuk ke unit apartemenku??' batin Pricillia dengan gelisah ketika mengingat kalau kartu aksesnya masih ada pada kakak tirinya.Saat ini dirinya sedang makan malam bersama tantenya dan semua anak panti.Melihatnya melamun seperti itu, tante Helena menegurnya dengan bertanya, "Pricillia, ada apa? Kamu belum menyentuh makananmu sama sekali, lho."Suara tantenya sukses membuat Pricillia tersadar dari pikirannya dan mulai menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.'Aku harus secepatnya merebut kembali kartu aksesku dari pria itu. Semoga saja besok aku tidak bertemu dengan Linda dan gengnya itu,' batinnya sembari mengunyah makanan di mulutnya....Keesokannya, Pricillia memutuskan u
'Mereka tahu bahwa masa depan hubungan keluarga ini bergantung pada seberapa baik mereka bisa menyembunyikan kebenaran yang ada' *** Dalam suasana malam yang tenang, Adam dan Pricillia melangkah masuk ke ruang tamu rumah mereka setelah menghabiskan waktu berkencan di tepi danau. Kesan manis perjalanan mereka masih menggelayut di udara, namun atmosfer hangat itu terhenti ketika mereka berhadapan dengan Thomas, ayah mereka, yang duduk di sofa sambil sibuk dengan iPad di tangannya. Cahaya dari layar elektronik itu menyoroti ekspresi waspada di wajah Thomas, menciptakan ketegangan yang dapat dirasakan di ruangan itu. Thomas menyapa mereka dengan nada ramah, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan ketertarikan yang lebih dalam. Dengan pertanyaan yang seakan-akan mencari jawaban, ia bertanya, "Habis dari mana kalian berdua? Dan kenapa baru pulang sekarang?" Adam dengan sigap menjawab, "Kami baru saja menonton film di bioskop, Ayah." Sementara Pricillia hanya mengangguk setuju, berusaha men
'Apakah ini benar-benar baik untuk kita? Ataukah kita semakin terjebak dalam labirin yang kelam?' *** Percikan cahaya bulan membingkai malam mereka saat Adam dan Pricillia memasuki wilayah terlarang untuk menjalani kencan mereka. Mereka berdua berdiri di tepi danau yang sepi, dikelilingi oleh pepohonan yang gelap dan menyiratkan keadaan misterius. Adam memandang Pricillia dengan senyum licik yang sulit diartikan. Malam itu, bulan bersinar cerah, menerangi langkah mereka yang melangkah ke wilayah terlarang. Adam memimpin Pricillia melintasi pinggir danau yang sunyi, diapit oleh pepohonan rimbun yang memancarkan aura misterius. Dalam sorotan cahaya bulan, wajah Adam terangkat, senyumnya menciptakan ketegangan yang sulit dipahami di antara mereka. Pricillia, berdiri di sampingnya, merasakan getaran emosional yang mengalir dalam kegelapan malam. "Selamat datang di tempat paling eksklusif untuk berkencan, Pricillia," ujar Adam samb
'Kita sudah menjalani petualangan ini cukup lama, dan sekarang, kita akan menjelajah wilayah yang lebih gelap dan rumit.' *** "Oke, kalau memang itu yang kamu mau, jangan salahkan aku kalau besok berita tentang hubungan kita yang tak seharusnya menyebar ke seluruh kampus." Deg deg! Ucapan itu dari mulut Adam berhasil menghidupkan kembali kenangan akan perlakuan buruk dan cemoohan yang pernah dialami Pricillia di kampus. Tubuhnya tiba-tiba lemas, terutama saat membayangkan betapa hancurnya hati ibunya nanti ketika mengetahui tentang hubungan mereka yang tak seharusnya. Dunianya kembali terasa gelap, sunyi, dan sepi. Tak ada siapa pun di sana, kecuali dirinya dan Adam. Perasaan bersalah kembali menyergap Pricillia. Pikirannya menjadi kacau. Terlebih lagi, tatapan pemuda berkulit hitam itu bagaikan rantai yang mengikat tubuhnya kuat, membuatnya sulit untuk bernapas. Lidahnya terasa kelu, tak bisa mengeluarkan suara atau sepatah kata pun. Entah mengapa semuanya terasa begitu sulit
'Tapi tekadnya kembali digoyahkan ketika suara berat Adam yang penuh intimidasi itu masuk ke telinganya.' *** "BA*INGAN! KEPA*AT!!!" Sudah di ambang batas kesabaran, Thomas langsung bergegas ke arah wanita yang pernah menjadi pendamping hidupnya. Tanpa aba-aba, pria paruh baya itu langsung melayangkan pukulan sekaligus tamparan keras. Serangannya yang tanpa ampun menyebabkan kepala Diana terbentur lantai dengan cukup keras. Hingga darah segar mengalir dari pelipisnya. Melihat ayahnya murka seperti itu, Adam bersorak penuh kemenangan di dalam hatinya.Tanpa membuang waktu lagi, ia berpura-pura memasang ekspresi ketakutan seraya buru-buru memakai kembali boxer juga celana panjangnya. Sementara, Elle yang terkejut dengan apa yang baru saja terjadi di depan matanya, hanya bisa bergeming. Otaknya seakan memerlukan lebih banyak waktu untuk mencerna maksud dari perilaku tak lazim yang dilakukan oleh seorang ibu kandung pada putra semata wayangnya sendiri. Sementara Pricillia hanya bisa
Peringatan: Bab ini mengandung adegan dewasa (21+). Harap pembaca bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. 'Nalar dan adab sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Ia hanya ingin kembali merasakan sesuatu yang disebut surga duniawi.' *** "Se-sekarang Adam berada di rumah ... Diana." Seketika iris mata Thomas membulat dengan sempurna. Rahangnya tampak mengeras. Bahkan, gemuruh emosi terpancar jelas dari sorot matanya. Elle bahkan sempat bergidik ngeri ketika merasakan aura membunuh terpancar dari suaminya. Bagaimana Adam bisa tahu di mana sosok wanita itu berada? Apa selama ini mereka masih saling berhubungan satu sama lain? Apa wanita itu yang memaksa Adam untuk terus berhubungan dengannya? Pria paruh baya itu semakin dibuat frustasi oleh pikirannya sendiri. Perasaannya juga semakin was-was ketika ingatan akan perbuatan bejat mantan istrinya terhadap Adam kembali berputar di kepalanya. "Adam sudah mengirim lokasinya saat ini ke ponsel Pricillia. Jaraknya cukup jauh dari sini. Ja
'Suaranya seperti tercekat.Terlebih ketika dirinya harus menyebutkan nama dari sosok yang paling dibenci oleh suaminya.' *** "Umm ... Nick. Sepertinya Tante dan Pricillia harus pulang. Jadi, maaf karena malam ini kami tidak bisa menemanimu lebih lama lagi. Tapi, tenang saja. Besok kami akan kemari lagi. Selamat malam," ujar Elle usai menutup sambungan telepon dari Thomas. Pricillia langsung mengerutkan dahinya, menatap khawatir sang Ibu. Gadis bermanik biru langit itu kemudian menyentuh lengan Elle. Sentuhannya membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arahnya. Ketika iris mata mereka saling bertemu, Elle memberinya sebuah senyum yang tak sampai ke mata. Senyum yang terkesan dipaksakan. Menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Pricillia. Jangan khawatir," ucap Elle kemudian mengajak Pricillia untuk bergegas ke kediaman Thomas. Gadis bernetra biru langit itu hanya diam dan mengikuti ibunya dari belakang. Meski Elle berkata tidak apa-apa, Pricillia tahu pasti ada yang tidak beres. Terliha
'Kalau kamu tetap tidak minta maaf hari ini juga. Maka uang beserta fasilitas yang telah Ayah sediakan untukmu akan Ayah sita selamanya!' *** Drap drap drap-- "Nick! Pricillia ... haahh ... ba-bagaimana ... keadaan Nick??" seru Elle dengan nada panik. Napasnya terengah-engah karena telah berlari dari depan gedung rumah sakit. {Tenang, Bu. Dokter sedang menanganinya,} sahut Pricillia lewat gerakan tangannya. Sementara itu, Adam yang juga ada di sana memilih duduk diam sambil menyilangkan kakinya. Tanpa berinisiatif untuk meminta maaf atau sekadar menjelaskan perbuatannya pada Elle. Ketika iris mata mereka bertemu, Elle langsung menegurnya dengan keras, "Adam, kenapa kamu melakukan itu? Meski dia bukan sepupu kandungmu. Tapi, kamu sadar 'kan kalau perbuatanmu itu sudah kelewat batas?" Matanya menilik tajam, seolah menuntut permintaan maaf. Adam membuang muka ke sembarang arah. Pemuda mix-raced itu hanya menghela napas panjang, malas menanggapi sikap ibu sambungnya yang menurutnya
Peringatan: Bab ini mengandung percakapan yang mungkin tak layak untuk pembaca di bawah umur. Harap bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. 'Terpancar dari sorot matanya perasaan tak suka saat tahu wanitanya lebih memperhatikan pria lain ketimbang dirinya.' *** "Baiklah, kita sudah sampai," ujar Nick setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan kafe. Pria itu kemudian mematikan mesin mobilnya dan beranjak keluar. Begitu pun dengan Pricillia. Mereka memasuki kafe tersebut dan memilih untuk duduk di kursi pojok belakang ruangan yang kebetulan masih kosong. Tak lama waktu berselang, tanpa sepengetahuan mereka, Adam pun tiba di depan kafe tersebut. "Hmm, mau menguji kesabaranku rupanya? Baiklah, tidak ada kata ampun lagi untukmu, Pricillia." Api cemburu yang membara dalam dadanya membuat Adam tak bisa lagi berpikir dengan jernih. Tanpa pikir panjang, ia langsung memarkirkan motornya tepat di sebelah mobil Nick lalu bergegas menyusul mereka berdua ke dalam kafe tersebut. . . "H
Peringatan: Bab ini mengandung adegan dewasa (21+). Harap pembaca bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. 'Satu hal yang Pricillia ketahui dengan jelas adalah Adam memang berniat untuk balas dendam padanya. Namun, apakah harus dengan cara sebejat itu?' *** "Uhhmm, aaah, aaahhh—hmmmhhh, ohh God! Lebih cepat—Adaam, aaahhh!" Hentakan demi hentakan yang Adam lakukan membuat salah satu mahasiswi yang menjadi tempatnya melampiaskan nafsu birahi kini mendesah cukup keras. Desahan yang keluar dari mulutnya mampu membuat para mahasiswi lainnya mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam toilet, lantaran merasa tidak nyaman sekaligus jijik. "Apa-apaan sih mereka!? Tidak bisakah mereka menyewa sebuah kamar hotel?" gerutu salah satu mahasiswi yang tak sengaja melihat adegan panas mereka dari sela-sela pintu. Ada pula mahasiswi yang diam-diam merutuki perilaku tak bermoral Adam, karena sengaja melakukannya di tempat umum. Terlebih, sang womanizer tersebut tidak menutup rapat pintu toiletnya, s