Sudah hampir empat hari Stefan tidak menghubunginya, Priscilla sudah tidak bisa bersabar lagi untuk menuntut penjelasan dari Stefan. Hari ini Priscilla berniat menemui Stefan di rumahnya, tapi entah mengapa tubuhnya hari ini terasa lemas. Suhu tubuhnya normal, tapi Priscilla merasa seperti orang sakit.
"Priscilla sarapan yuk? mami udah masak sup ikan kesukaan kamu nih." Panggil Julie dari luar kamar Priscilla.
Mendengar kata sup ikan membuat Priscilla sedikit bersemangat untuk beranjak dari ranjang, apalagi ia memang sudah merasa lapar sekali tidak seperti biasanya.
"Aku otw ke bawah mi!" Teriak Priscilla.
Ponsel Priscilla berdering, setting alarm pengingat haid Priscilla berbunyi. Priscilla baru ingat kalau hari ini jadwal menstruasi tiba, tapi Priscillia sama sekali belum merasakan tanda-tanda haid.
"Telat kali ya gara-gara kebanyakan minum alkohol." Ucapnya.
Di balik perasaan optimisnya Priscilla juga menyimpan sedikit kekhawatiran, Priscilla takut hal yang selama ini ia khawatirkan benar-benar terjadi. Priscilla berniat untuk menunggu siklus haid berikutnya, jika masih terlambat juga mau tidak mau Priscilla akan mengeceknya. Yang terpenting hari ini ia harus menemui Stefan terlebih dahulu.
Semangkuk sup ikan kesukaan Priscilla sudah tersaji di hadapannya, namun Priscilla tidak langsung menyantapnya. Ia terus mengendus sup itu seakan merasakan bau yang aneh di dalamnya, hal itu membuat Julie heran karena ia merasa sudah membuat sup itu dengan bahan yang segar.
"Kenapa Sil? Supnya gak enak?" tanya Julie heran.
Priscilla meletakkan sendok dan garpunya, selera makannya hilang seketika tanpa alasan yang jelas. Ia merasa ada yang aneh dari sup ini, tapi enggan memberitahukannya pada Julie.
"Enak kok mi, cuma Sila lagi gak nafsu makan aja. Sila mau diet," jawabnya asal.
"Kamu itu udah cantik Sila, mau diet buat apa?" Sahut Leonard.
"Sila bulet kaya bola bekel juga pasti papi tetap bilang Sila cantik kan?"
Leonard tertawa, putrinya ini memang tidak pernah percaya gombalannya. Meskipun hanya gombalan tapi memang benar bahwa Priscilla itu cantik, mirip seperti Julie.
"Oh iya besok ada arisan keluarga di rumah tante Amelia, kamu kosongin jadwal ya pi. Kamu juga Sil, kita harus kumpul lengkap disana."
Priscilla terkejut saat mendengar nama Amelia, ia jadi teringat kejadian di depan hotel tempo hari yang lalu. Amelia pasti akan 'menyentil'nya disana, jika sampai orang tuanya tau habislah Priscilla.
"Mi kayaknya gak bisa deh, aku ada tugas kuliah penting." Sahut Priscilla.
"Tugas kuliah? Bukannya kemarin kamu bilang seminggu ini kamu bebas tugas?"
Priscilla skak mat, "ada tugas mendadak mi baru dikirim pagi ini."
Julie menangkap kebohongan di mata Priscilla, ia merasa Priscilla menyembunyikan sesuatu darinya.
"Mami gak mau tau Sil, usahakan datang karena acaranya dilaksanakan seharian penuh." Tegas Julie.
Priscilla hanya bisa mengangguk, tamatlah riwayatnya besok.
****
"Permisi tante cantik."
Sapa Priscilla, wanita paruh baya itu menoleh dan langsung menyambut kedatangan Priscilla dengan hangat.
"Calon mantu tante apa kabar?"
"Baik tante, Stefan ada di rumah gak tan?" Tanya Priscilla sambil melirik ke arah jendela kamar Stefan.
"Ada tuh di kamar masih tidur, baru kemarin pulang liburan bareng emang udah kangen lagi nih sama Stefan? Anak tante emang ngangenin ya?" Tawa Lilyana.
'liburan bareng?' batin Priscilla.
Memang ada yang tidak beres dengan Stefan belakangan ini, Priscilla harus mencari tau sekarang juga.
"Maaf tante aku udah kangen banget sama Stefan, izin ke atas dulu ya?"
Dengan langkah cepat Priscilla menuju ke kamar Stefan, ternyata Stefan masih tertidur pulas di atas ranjang empuknya. Priscilla mengambil ponsel Stefan dan mengecek semua isinya, ada histori email masuk dari maskapai penerbangan dan juga foto-foto liburan Stefan bersama teman klubnya. Hati Priscilla memanas saat mendapati foto Stefan tengah berciuman dengan seorang perempuan asing, air matanya turun dan isak tangis kecil keluar dari mulutnya.
"Ngapain kamu disini?!" Bentak Stefan.
Priscilla segera menunjukkan foto yang barusan ia lihat dan meminta penjelasan dari Stefan, Priscilla sudah cukup sabar menahan semuanya dari kemarin dan kini tangisnya meledak.
"Iya gue jadiin lo bahan tukeran di klub, terus kalo gue selingkuh emangnya kenapa?!"
"Brengsek kamu!" Bentak Priscilla.
"Emang gue brengsek, kalo lo keberatan silahkan tinggalin gue tapi emang masih ada yang mau sama lo? Lo kan udah gak perawan." Tawa Stefan sinis.
Priscilla mematung, Stefan benar-benar iblis berwujud manusia. Priscilla tidak bisa berkata apapun lagi, hanya air mata dan teriakan tertahan yang bisa ia keluarkan.
"Makanya jadi cewek jangan tolol, selama ini gue cuma pura-pura baik buat bikin lo percaya sama gue."
Stefan menepuk bahu Priscilla, dan menghembuskan asap rokok elektriknya ke arah Priscilla. Stefan yang Priscilla kenal selama ini palsu, selama lima tahun ini Priscilla bukanlah pacar Stefan satu-satunya.
Priscilla bangkit dan pergi dari hadapan Stefan, air matanya masih terus mengalir bahkan saat berpapasan dengan Lilyana. Saking sedihnya, Priscilla bahkan mengabaikan Lilyana yang memanggilnya.
"Stefan! Kamu apain Priscilla sampai nangis begitu?!"
"Apa sih mi biarin aja udah, emang dasar drama queen dia tuh!"
Jawab Stefan tengil, membuat Lilyana kesal. Daripada mendengarkan ocehan Lilyana Stefan lebih memilih masuk ke kamarnya, dan menyetel musik sekencang mungkin.
****
Sejak kembali dari rumah Stefan Priscilla tidak kunjung keluar kamar, Julie mencoba memanggilnya namun Priscilla enggan menyahuti. Sampai acara arisan di rumah Amelia pun tiba, mau tidak mau Priscilla ikut karena paksaan dari Julie dengan dalih untuk melupakan sejenak masalahnya.
Semua keluarga saling menyapa satu sama lain, termasuk Amelia yang tiba-tiba amat ramah padanya. Priscilla yakin ia sudah menjadi target Amelia, ingin rasanya ia kabur dari sini.
"Semuanya sudah kumpul kan?" Tanya Amelia, tatapan matanya melirik ke arah Priscilla.
Priscilla menarik nafas panjang, tangannya berkeringat dingin. Gelagatnya nampak gelisah, itu membuat Amelia semakin bersemangat untuk menjadikannya bahan obrolan.
"Sila kamu apa kabar?" Tanya Amelia.
"Eh? Aku baik kok tan,"
"Oh iya kamu aman kan pulang tempo hari?" Tanya Amelia, membuat Priscilla membelalakkan kedua matanya.
Amelia tidak main-main menjadikan Priscilla targetnya, padahal Priscilla tidak memiliki salah apapun padanya tapi Amelia menatapnya seakan ia adalah musuh bebuyutannya.
"Maksudnya apa Mel?" Tanya Leonard.
Nampaknya Amelia berhasil memancing rasa penasaran kedua orang tua Priscilla, senyum penuh kemenangan tersungging di bibirnya.
"Loh Leo kamu gak tau apapun ya? Duh aku jadi gak enak, maafin tante ya Sila." Ucap Amelia memelas.
Priscilla menatap tajam Amelia, namun tatapan Leonard tidak kalah tajam dari Priscilla saat menatap putri kesayangannya itu.
"Sila?" Tanya Leonard.
Priscilla masih tetap mengunci mulutnya, ia tidak berani menatap Leonard.
"Sila tatap mata papi! Apa maksud omongan tante Amelia?!"
"Sayang tolong jawab," bujuk Julie namun Priscilla tetap bungkam.
"Sila!" Bentak Leonard membuat Priscilla terkejut.
"Maaf pi." Jawab Priscilla lirih.
Amelia nampak tidak sabar menunggu Priscilla berbicara, dengan lancang ia menyela pembicaraan antara Priscilla dan Leonard.
"Maaf ya Leo, tapi tempo hari aku mergokin Sila keluar dari hotel Griya. Kamu tau kan gimana reputasi hotel itu? Aku pikir kamu udah tau Leo, Sila tolong maafin tante yang udah lancang buka rahasia kamu karena menurut tante pergaulan kamu udah melewati batas." Ucap Amelia dengan wajah penuh penyesalan, namun hatinya tertawa puas.
Di depan semua anggota keluarga Leonard menampar Priscilla, tangannya gemetar. Leonard sangat kecewa pada Priscilla begitu pula Julie, namun ia masih tetap berusaha merangkul Priscilla dan memeluknya.
Tatapan seluruh anggota keluarga kini berbeda, yang tadinya sangat ramah berubah menjadi sinis dan jijik. Hancur sudah nama baik Priscilla, ia sudah tidak tau lagi harus bagaimana. Apakah harus berbohong lagi dan memunculkan kebohongan lainnya, atau jujur lalu kehilangan semuanya termasuk kasih sayang kedua orang tuanya. Priscilla yang dikenal sangat baik akhlak dan pergaulannya bahkan taat agama, kini berubah citranya 180°. Saat ini Priscilla hanya mampu mengucapkan kata maaf pada kedua orangtuanya.
Sudah satu bulan kejadian memalukan itu berlalu, namun Leonard masih enggan menyapa Priscilla. Hanya Julie yang selalu ada untuknya, walaupun Priscilla tau bahwa Julie juga kecewa berat padanya.Bahkan kekhawatiran Priscilla satu bulan yang lalu hampir terlupakan juga olehnya, hari ini siklus datang bulannya tiba tapi lagi-lagi darah haid itu tidak kunjung keluar juga. Priscilla menarik laci nakas yang ada di samping tempat tidurnya, mengambil benda yang selama ini ia sembunyikan. Priscilla tidak ingin menundanya lagi, jantungnya berdegup kencang saat alat itu mulai bekerja.'tolong aku tuhan.' batin Priscilla.Ia membuka matanya perlahan dan menatap hasil yang muncul di testpack tersebut, seketika bahunya melemas dan testpack itu jatuh dari genggaman tangannya."Aku hamil?"Ucap Priscilla seakan tidak percaya, tubuhnya bergetar. Masalah dengan kedua orangtuanya saja belum selesai, kini sudah muncul masal
"Priscilla, bangun sayang sudah siang."Ini sudah ke tiga kalinya Julie berusaha membangunkan Priscilla, namun tidak satupun jawaban terdengar dari dalam kamarnya. Ini tidak seperti biasanya, selelap apapun tidur Priscilla ia tidak akan pernah bangun lewat dari jam sembilan pagi. Julie yang sudah tidak sabar menunggu membuka paksa pintu kamar Priscilla dengan kunci cadangan."Sila?" Panggil Julie lagi.Kamar Priscilla kosong dan tempat tidurnya tertata rapih, Julie memeriksa ke dalam kamar mandi namun Priscilla juga tidak ada disana. Langkah Julie terhenti saat kakinya tanpa sengaja menyentuh sebuah benda yang tidak asing baginya, Julie mengambil benda kecil tersebut dan seketika tubuhnya jatuh tidak berdaya."Papi!" Teriak Julie, membuat Leonard terkejut."Ada apa mi?"Julie tidak sanggup berbicara, ia menyerahkan testpack tersebut pada Leonard. Rahang Leonard menge
Priscilla mulai merasa sangat bosan, seharian penuh yang ia lakukan hanya duduk dan membantu Yeyen berjualan di warung. Priscilla sudah tidak tahan lagi dan meminta izin pada Yeyen untuk berjalan-jalan sebentar, Yeyen awalnya tidak mengizinkan karena takut Priscilla akan tersasar tapi Priscilla terus membujuknya.Priscilla pergi keluar hanya dengan menggunakan daster usang milik Yeyen, cuma itu yang pas di badan Priscilla. Walaupun begitu ia masih tetap cantik.Terlalu menikmati perjalanannya, Priscilla sampai terlampau jauh berjalan dan tidak mengingat arah. Ia tersesat di sebuah jalur gang sempit, di ujung gang ada beberapa anak muda yang tengah berkumpul. Tatapan mereka membuat Priscilla tidak nyaman, Priscilla membalikkan badan berusaha menghindar dari mereka tapi sayang salah satu dari mereka mengejarnya."Hai cantik," sapa preman kampung itu.Priscilla tidak menyahutinya dan terus berjalan secepat mu
"Al?" Panggil Jay sambil mengetuk pintu kontrakan Alexa.Dua menit mereka menunggu akhirnya Alexa keluar dari rumahnya, ia menyambut Jay dengan senyum penuh di bibirnya. Tapi senyumnya hilang saat pandangannya teralihkan ke arah Priscilla, Alexa belum pernah melihatnya selama ini."Siapa dia Jay?" Jarinya menunjuk ke arah Priscilla."Dia temen gue, Al boleh gue minta tolong sama lo?""Tolong apa?" Perasaan Alexa mulai tidak enak, ia bisa menebak bahwa Jay akan menitipkannya disini."Gue titip dia di kontrakan lo boleh? Cuma beberapa hari aja sampe gue nemu tempat tinggal buat dia."Alexa tidak langsung menyahuti permintaan Jay, ia melirik dulu Priscilla dari atas hingga ke bawah. Pandangannya langsung berbinar saat melihat cincin dan gelang berharga fantastis tertaut di tangan Priscilla, ia bisa menebak Priscilla bukan anak dari kalangan sepertinya dan Jay.
Suara ribut dari luar membangunkan Priscilla dari tidurnya, terdengar suara dua lelaki tengah beradu mulut dengan Alexa. Priscilla enggan melihatnya tapi sepertinya Alexa benar-benar butuh bantuan."Ada apa ini?" Tanya Priscilla."Pergi gak lo atau mau gue panggil polisi?!" Bentak Alexa.Dua lelaki itu pergi saat mendengar ancaman dari Alexa, Alexa nampak frustasi dan terduduk di depan pintu sambil memijit kepala dengan kedua tangannya."Kak ada apa sih?""Gak apa-apa, sorry udah bikin istirahat lo keganggu." sahut Alexa.Melihat respon Alexa yang seperti itu Priscilla tidak mau bertanya lagi, ia merasa Alexa tidak ingin siapapun tau masalahnya.Priscilla melihat jam yang terpajang di dinding, ia baru ingat kalau satu jam lagi akan pergi ke dokter kandungan untuk memeriksa kandungannya. Priscilla bergegas mandi lalu berdandan secant
"Pagi bumil cantik." Sapa Jay dengan intonasi nada ceria.Priscilla tercengang melihat penampilan Jay pagi ini, ia nampak rapih dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam. Kaki yang biasanya selalu menggunakan sepatu bots kini menggunakan sepasang sepatu pantofel mengkilap, piercing yang menghiasi tubuhnya juga kini sudah tidak ada."Ini beneran kak Jay kan?" Tanya Priscilla.Jay tertawa, ia tau kalau Priscilla pasti syok dengan penampilannya sekarang. Hari ini Jay mendapat panggilan kerja di sebuah perusahaan arsitektur, ia berusaha mati-matian berdandan serapih mungkin agar penampilannya terlihat sopan."Doain gue lolos interview ya?" Jay mengelus kepala Priscilla pelan."Pasti kak! Aku doain biar kakak lolos terus jadi arsitek terkenal ya." Sahutnya."Hey kamu jangan nakal ya, papa Jay berangkat kerja dulu." Jay tanpa sadar mengelu
Priscilla membalut luka di jarinya yang terkena pisau saat memasak, ia memasak beberapa makanan untuk Jay walaupun rasanya mungkin sedikit meragukan. Sudah hampir sore Jay belum juga kembali, semua masakan yang Priscilla sajikan juga sudah mulai hampir dingin.Menjelang maghrib Jay baru menampakkan batang hidungnya, ia tampak kusut dan lelah. Penampilannya yang tadi sangat rapih kini terlihat berantakan, bibirnya tersenyum saat melihat Priscilla yang tengah menunggunya di depan rumah."Maaf ya gue pulang telat.""Gak apa-apa kak, ayo masuk aku udah masak buat kakak."Priscilla menarik tangan Jay untuk masuk ke dalam rumah, tapi Jay justru menghentikan langkahnya dan melihat jari Priscilla yang terbalut plester."Tangan lo kenapa?""Kena pisau, gak apa kok kak cuma kegores sedikit aja."Jay menghela nafas kasar, "lain kali hati-hati, dan kalo bi
Jay meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, ternyata pekerjaan sebagai office boy cukup melelahkan juga baginya. Bis terakhir juga sudah lewat dari kantornya, terpaksa Jay berjalan kaki beberapa ratus meter ke pangkalan angkot."Jay!" Sapa Kalina yang baru keluar dari parkiran gedung."Lo jalan kaki Jay?""Iya, gue ketinggalan bis terakhir.""Ayo gue anter pulang." tawar Kalina.Jay terus menolaknya karena arah rumah mereka berbed, tapi Kalina terus memaksanya bahkan mengancam akan marah jika Jay terus menolak. Mau tidak mau Jay menurutinya, sepanjang jalan Kalina terus mengoceh dan bertanya banyak tentang Jay. Jay hanya menjawab ocehan Kalina seadanya karena ia sedang fokus menyetir, lagipula ia tidak suka terlalu banyak bicara apalagi bukan untuk membicarakan hal yang penting.Seperti biasanya, Priscilla dengan setianya menunggu Jay di depan rumah sambi
Malam hari, Di bawah temaramnya lampu balkon kamar, Priscilla berdiri menatap ke arah bintang yang tengah bersinar dengan indahnya. Rambut panjangnya tergerai indah ke belakang tersapu angin malam, bulu matanya yang lentik menciptakan sebuah bayangan di bawah matanya. Priscilla berbalik dan tersenyum hangat ke arah Jay, salah satu tangannya mengulur untuk menyambut Jay ke dalam pelukannya. Gadis yang dulu ia tolong saat ingin bunuh diri, ternyata adalah jodohnya. Rasa kasihan di hati Jay yang dulu ada untuk Priscilla, kini sudah berganti menjadi rasa cinta yang begitu mendalam untuk perempuan yang ada di hadapannya. Jay tidak pernah menyangka bahwa ia akan mencintai seorang perempuan sampai seperti ini, Priscilla benar-benar membuat Jay tergila-gila padanya. Jay menyambut uluran tangan Priscilla dan menggenggamnya erat, netra mereka saling bertemu dan mengisyaratkan betapa mereka saling mencintai satu sama lain. Jay memeluk Priscilla erat, dan menjamah tiap inci
Sesampainya mereka di bandara, seketika suasana langsung berubah haru. Priscilla yang sedari kemarin berusaha untuk tetap tenang akhirnya menangis juga saat tinggal beberapa waktu lagi Jay akan pergi, begitu juga Niko yang nampak galau karena akan ditinggal Jay padahal mereka baru saja dekat belum lama ini. "Kamu baik-baik ya disana, makan dan tidur yang teratur. Rajin-rajin hubungin aku, terus jangan genit sama cewek-cewek bule. inget!" Priscilla menyentil hidung Jay, Jay hanya bisa tertawa pelan saat mendengar ucapan terakhir istrinya. "Iya istriku sayang, kamu juga jaga diri ya selama jauh dari aku." Jay mengecup ujung kepala Priscilla. "Nik, gue titip anak sama istri gue ya. Jangan sampe ada yang berani godain dia," "Tenang aja Jay, saya bakal jagain Priscilla dan Sera dengan baik." "Kamu tenang aja Jay, papi ada disini buat menantu dan cucu papi. Gak akan ada yang berani ganggu mereka selama ada papi," ujar Andrew. Jay memeluk Priscilla sejenak, dan
Tiga hari kemudian, Jay dan Priscilla akhirnya pulang dari masa honeymoonnya. Mereka nampak semakin lengket seakan sulit untuk dipisahkan satu sama lain, mereka baru tau tentang gagalnya pernikahan Stefan saat sedang mengunjungi Andrew dan dugaan Priscilla benar adanya kalau Shaelana memang tengah hamil. Priscilla tidak menyangka kalau ayah dari bayi yang Shaelana kandung adalah Hendrick, pantas saja kemarin Shaelana nampak gelagapan saat Hendrick meneleponnya. Semenjak batal menikah, Stefan hanya mengurung diri di dalam kamarnya. Ia tidak pergi ke kantor, bahkan tidak ingin makan apapun jika Lilyana tidak memaksanya sembari menangis. Andrew tidak melakukan apapun untuk membujuknya, ia ingin memberi pelajaran kepada Stefan agar otaknya bisa lebih cerdas dalam menghadapi perempuan. Untungnya pernikahan kemarin tidak mengundang banyak orang, jika sampai mengundang banyak orang maka Andrew akan merasa sangat malu di hadapan para tamu karena mempelai wanita di bawa pergi oleh le
Keesokan paginya, Stefan langsung menyiapkan semua kebutuhan untuk pernikahannya dengan Shaelana. Andrew sempat tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini, karena Andrew yakin ada yang tidak beres dengan Shaelana. Namun Stefan nampaknya tidak perduli dengan kekhawatiran Andrew, ia tetap mengurus pernikahannya dengan Shaelana tanpa persetujuan Andrew. Dengan menggunakan gaun pengantin dan tuxedo yang tersedia di butik, Stefan dan Shaelana menikah dengan hanya dihadiri oleh Andrew, Lilyana dan beberapa kerabat Shaelana yang ada di Indonesia. Shaelana berjalan menuju altar di dampingi oleh sepupu jauhnya, kedua orang tua Shaelana tentu tidak tau tentang pernikahan ini. Shaelana menutupi dari seluruh kerabatnya dengan berkata kalau kedua orangtuanya berhalangan hadir hari ini, jika kedua orangtuanya tau kalau Shaelana menikah dengan lelaki lain tentu mereka akan menentang keras pernikahan ini. Bisnis keluarga Shaelana bergantung pada Hendrick, jika ia sampai gagal m
Keesokan harinya, di pagi-pagi buta. Priscilla, Jay dan juga Desti sudah bersiap-siap untuk berangkat ke pulau Bali. Menempuh perjalanan selama hampir dua jam, mereka kini akhirnya sampai di bandar udara Gusti Ngurah Rai. Desti yang tidak pernah berlibur sejauh ini, nampak sangat senang sampai terus mengucapkan terimakasih berkali-kali kepada Priscilla dan juga Jay. Karena Priscilla suka dengan suasana pantai, jadi Stefani memesankan resort yang berada dekat dengan pantai. Begitu melihat hamparan air laut di depan matanya, Priscilla langsung lupa diri dan ingin cepat-cepat sampai ke resort agar bisa bermain di pantai. Benar saja, saat mereka sampai di resort Priscilla langsung mengganti pakaiannya dan keluar menuju pantai dengan menggunakan celana hotpants dan kaus oblong oversize. Jay padahal sudah berantisipasi dengan menyembunyikan semua bikini milik Priscilla, tapi ternyata istrinya itu pintar menjaga keindahan badannya tanpa perlu Jay nasihati. Priscilla nampak b
Setelah mengemasi barang untuk honeymoon besok, Priscilla merebahkan dirinya di atas ranjang Jay. Mulai hari ini ia akan tidur di kamar Jay, sedangkan kamar sebelah akan ditempati oleh Sera dan Desti. Heni, art yang mengurus rumah ini akan tinggal di paviliun. Paviliun itu tadinya hanya di gunakan sebagai gudang, namun sekarang sudah di renovasi senyaman mungkin agar Heni betah menempatinya. Tapi hingga menjelang sore Heni belum juga terlihat di rumah ini, ia juga tidak mengabari siapapun kemana ia pergi.Pada sore hari, Heni baru sampai di rumah entah darimana. Di tangannya menjinjing beberapa buku, dan wajahnya nampak sangat kelelahan. Heni sangat terkejut saat mendapati Priscilla sudah tiba di rumah dan tengah duduk di ruang keluarga, pasalnya yang Heni tau mereka baru akan pulang esok hari dan sekarang Heni tidak menyiapkan makan karena Niko biasanya sudah makan di luar."Heni, kamu darimana?" tanya Priscilla."Heni abis main ke rumah temen
Priscilla mengerjapkan kedua matanya saat mencium wangi aroma kopi menyeruak masuk ke dalam hidungnya, saat kedua matanya terbuka lebar ia melihat siluet Jay yang tengah berdiri di dekat jendela sembari memegang secangkir kopi. Handuk melilit bagian tubuh bawahnya, dan rambutnya yang masih setengah basah mengalirkan air ke bahunya yang bidang. "Sil, kamu udah bangun?" sapanya. "Baru bangun kok, aku ke kamar sebelah dulu ya liat Sera." Priscilla hendak bangkit dari tempat tidur, tapi Jay menjegal tengannya pelan. "Sera udah aku tengokin kok tadi, dia masih tidur. Stok ASI juga masih banyak, kamu gak perlu kesana." "Oh iya udah, aku mandi aja deh kalo gitu." Karena pertempuran semalam, badan Priscilla terasa tidak nyaman dan lengket sekali. Priscilla sudah mengambil kimono handuk miliknya, tapi tiba-tiba Jay mengambil kimono itu dan melemparkannya jauh. "Gak usah pake handuk," Jay menaikkan satu sudut bibirnya. Dal
Setelah menyusui dan menyetok ASI untuk Sera, Priscilla kembali ke kamarnya karena ia sudah meninggalkan Jay hampir dua jam lamanya. Priscilla mendadak gugup saat ingin masuk ke dalam kamar, karena mulai malam ini ia akan tidur satu ranjang dengan Jay dan mungkin malam ini juga ia akan menunaikan kewajibannya sebagai istri untuk Jay. Saat Priscilla masuk ke dalam kamar, ternyata Jay sudah tertidur lelap di atas ranjang karena kemarin malam ia tidak tidur dengan nyenyak. Priscilla yang belum mandi sejak acara resepsi selesai, kini memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum menyusul Jay tidur. Priscilla membuka koper miliknya untuk mencari piyama yang akan ia kenakan malam ini, namun entah kenapa semua piyamanya kini sudah tidak ada di tempatnya dan berganti dengan beberapa lingerie seksi. Karena tidak ada yang bisa dipakai dengan layak malam ini, mau tidak mau Priscilla akhirnya memakai salah satu lingerie tersebut yang modelnya masih lebih baik daripada yang
Empat jam lagi Jay akan resmi mempersunting Priscilla, rasa gugup di hatinya semakin menggebu-gebu. Sejak semalam Jay tidak bisa tidur dengan nyenyak, setiap akan memejamkan mata bayangan wajah Priscilla selalu melintas di depan wajahnya membuat Jay jadi salah tingkah. Suara tangisan Sera terdengar dari kamar sebelah, biasanya Jay akan langsung pergi kesana jika mendengar Sera menangis tapi kali ini rasanya ia tidak mampu untuk melangkah kesana. Untungnya bayi kecil itu tidak lama menangisnya, Jay kembali merebahkan dirinya di atas ranjang berharap bisa tidur sejenak agar tidak mengantuk nanti saat menjalankan prosesi pernikahan. Suara bel terdengar dari luar rumah, tidak lama kemudian suara langkah beberapa orang naik ke lantai atas. "Sebelah sini kamar pengantin wanitanya," ucap Niko, lalu mengetuk kamar Priscilla pelan. Setelah MUA dan beberapa asistennya masuk ke kamar Priscilla, gantian Niko yang masuk ke kamar Jay. Saat melihat raut wajah Jay Nik