Jesslyn terus merutuki kesialannya pagi ini, ia terlambat bangun akibat memikirkan masalah yang Kean buat dan harus terjebak kemacetan kota yang membuatnya terlambat masuk ke kantor. Untunglah ia bisa terbebas dari absen pagi karena teman-temannya yang menolong dirinya.
"Makasih!" Jesslyn meletakan tas tangannya dan berterimakasih pada Rini yang sudah menolongnya. Gadis itu hanya mengedipkan mata sebagai jawaban "ingat kamu hutang penjelasan dengan teman-temanmu" Jesslyn hanya mengangguk mengerti.
"Jam makan siang nanti akan aku beritahu semuanya."
Rini mengacungkan jempolnya dan Jesslyn hanya menanggapinya dengan senyuman singkat. Baru ia akan menyalakan komputernya Panggilan Bu Rita, Kepala manajernya menggelora di dalam ruangan dan menyuruh ia untuk ke lantai 20 dan bertemu Pak Arion, direktur sekaligus CEO di perusahaan ini.
Tubuh Jesslyn menegang ingin menolak namun tatapan tajam yang diberikan Bu Rita membuatnya mengangguk dan memperhatikan teman-teman satu ruangannya yang menatap dia dengan heran karena bisa di panggil oleh Pak Arion si pemilik perusahaan dan orang yang begitu penting.
Melihat Rini yang berada di kubikel yang sama dengannya memberikan ia semangat membuatnya tersenyum dan dengan senyumnya ia mengikuti Bu Rita yang mengantarnya hingga ke ruang Pak Arion yang berada di lantai 20. sangat tinggi berbeda dengan ruang kerjanya yang berada di lantai 2.
"Masuklah, Pak Arion menunggu kamu di dalam" Wanita tambun dengan wajah juteknya itu menyuruh Jesslyn segera masuk ke dalam. Dengan jantungnya yang berdebar gila, Jesslyn mengetuk pintu kaca buram yang begitu besar di depannya dan terdiam saat seorang laki-laki tinggi keluar dari sana, dia bukan Arion.
"Silahkan masuk"
Jesslyn hanya mengangguk menatap pria tinggi berkacamata itu yang mempersilahkan dia masuk dan kemudian laki-laki itu pergi setelah menutup pintu di depannya meninggalkan Jesslyn di dalam ruangan yang begitu luas sendiri.
"Kita bertemu lagi?"
Tidak, Jesslyn tidak sendiri, karena ada sosok Arion yang keluar dari pintu di depan sana yang entah ruangan apa karena Jesslyn belum melihatnya.
Arion berjalan dan duduk di atas sofa yang berada di tengah ruang memanggil Jesslyn agar mengikutinya, dengan kakinya yang seolah tertancap paku, ia begitu berat saat berjalan mendekat pada sosok Arion yang duduk di atas sofa mahal dan memperhatikan tubuhnya yang mendekat.
"Duduklah, bersikaplah biasa, atau keluarkan lagi jurus menggodamu itu"
Arion begitu puas melihat wajah Jesslyn yang memerah malu, gadis itu dengan perlahan duduk di hadapan Arion dan mencoba tak menghiraukan pria di hadapannya.
"Ada apa Bapak panggil saya kemari?"
Jesslyn menatap mata Arion yang memberikan sorot tajam padanya. Entah mengapa wajahnya memerah karena kini di otaknya kembali memutar peristiwa malam itu. Dan hal tersebut tak luput dari pandangan Arion yang jelas tau apa yang tengah Jesslyn pikirkan.
"Aku mau menawarkan sebuah jabatan baru untukmu, tentu lebih tinggi dari posisimu saat ini, kamu mau menerimanya?"
Jesslyn yang masih mencoba menormalkan raut wajahnya dan sesekali melirik wajah Arion yang menatapnya dengan wajah datar.
Dia terkejut dengan tawaran yang Arion beri padanya. "Jabatan apa ya Pak?"
Arion mengusap dagunya pelan dan menatap tubuh Jesslyn dengan pandangan penuh minatnya membuat yang ditatap memberikan tatapan tajam serta kesal namun tentu tak mampu Jesslyn katakan secara gamblang.
"Jadi sekertaris pribadiku"
Jesslyn menggeleng ta mengerti, dia hanya lulusan SMK, dan tentu dia juga tak punya pengalaman menjadi sekertaris juga dia tau bahwa laki-laki di depannya sudah memiliki sekertarisnya sendiri lalu mengapa menawarkan pekerjaan ini padanya?
"Bukannya Bapak sudah ada sekertaris? Lalu kenapa meminta saya menjadi sekertaris Bapak?"
"Bukan sekertaris yang itu Jesslyn, namun sekertaris pribadiku, selalu berada di sisiku saat aku membutuhkanmu dan selalu sedia saat aku membutuhkanmu"
Kening Jesslyn berkerut bingung dan dia menggeleng tak mengerti "maksud Bapak apa?!" Jesslyn memikirkan kemungkinan buruk yang akan menimpanya melalui jabatan yang ditawarkan bossnya ini.
"Dengar Jesslyn, semenjak malam itu aku selalu memikirkanmu, aku pikir, aku yang selama ini sudah tak bisa kembali bergairah dengan seorang perempuan bisa menjadi begitu liar saat bersamamu, aku menawarkan hal ini tentu tidak hanya menguntungkan untukku namun juga untukmu"
Kedua mata Jesslyn membulat lebar lalu ia bangkit dengan wajah memerah karena rasa panas dan marah di setiap pancaran sinar matanya. "Secara tidak lansung Bapak mau angkat saya menjadi pemuas nafsu Bapak bukan?! Saya tidak mau kalau begitu!"
Arion mengangguk pelan dan menyuruh Jesslyn kembali duduk menggunakan gerak tangannya, yang lansung dituruti oleh gadis itu. "Jangan terburu-buru mengambil keputusan Jesslyn, sebagai awal hubungan baru kita bagaimana jika aku memberikan uang, berapapun nominalnya akan aku berikan untukmu lalu perbulannya kamu hanya tinggal bilang padaku kamu ingin aku menggajimu berapa"
Jesslyn mendengus geli dan membuang tatapannya sekilas sebelum kedua mata dengan sorot tajamnya itu diberi pada Arion yang masih memasang raut tenangnya. "Saya bukan pelacur! lagipula saya juga tidak tertarik!"
Arion tertawa pelan dan memberikan sebuah kartu nama yang diambilnya dari dompet yang pria itu keluarkan dan diberikan benda tersebut di hadapan Jesslyn. "Aku tidak bilang kamu pelacur, ambil itu, dan hubungi aku jika kamu berubah pikiran. Lagipula semua ini berasal dari kamu Jesslyn andai malam itu kamu tak menggodaku tidak mungkin aku mau menawarkan hubungan ini padamu."
Jesslyn menatap kartu nama yang ada di atas meja dan dengan perasaan ragunya. "Hanya kamu, orang biasa yang aku beri kartu nama pribadiku" Jesslyn melirik Arion yang menatap dia dengan pandangan datar. Jesslyn sedikit kesal mendengar ucapan Arion atas dirinya.
Dia mengambil benda tersebut dan mengangkatnya di samping wajahnya dengan kedua mata yang masih menyorot kesal pada Arion. "Sudah selesai bukan Pak? Kalau begitu saya pergi" Jesslyn memberikan senyum yang Terlihat dipaksakan sebelum dia berlalu bahkan saat sang atasan belum menyuruh dia keluar.
Menutup pintu ruangan Arion, setelahnya Jesslyn berjalan menuju lift dengan kartu nama yang berada di genggamannya. Saat melintasi sebuah tempat sampah dia berhenti dan berniat membuang benda itu jika saja pikiran tentang masalah Kean tak menghampirinya.
Tangannya yang sudah berada di atas tempat sampah terbuka itu mendadak ragu, dan Jesslyn meremas kasar kartu nama di tangannya sebelum dia masukkan kedalam kantung roknya.
**
"Jadi bagaimana malam itu?"
"Apa kamu berhasil menggodanya?"
"Kamu tadi dimarahi sama Pak Arion? Kenapa kamu dipanggil ke kantornya?"
"Kamu dipanggil Pak Arion tadi? Dia bilang apa?"
"Ayo cerita Jess"
Jesslyn yang sudah kembali berkumpul bersama ketiga temannya di jam istirahat mulai diberikan pertanyaan berondong oleh teman-temannya.
Dia menyuruh ketiga temannya yang selalu bertanya tanpa memberinya celah untuk bicara itu nampak mulai kesal dan berdesis karena perbincangan mereka mulai dilirik oleh orang lain yang penasaran akan pembicaraan ini.
"Kalian diam dulu, aku akan bicara pelan-pelan"
Jesslyn menarik napasnya dalam sebelum ia hembuskan secara perlahan. "Kalian mau mendengar cerita bohong atau jujur?"
Mendengar tanya Jesslyn ketiga temannya nampak berdecak kesal dan Keisa, temanya yang sudah bersuami itu mengetuk kepala Jesslyn pelan. "Jangan bercanda! Tentu kami mau mendengar cerita jujurmu"
Jesslyn mengerucutkan bibirnya dan mengangguk "baiklah, asal kalian jangan membuat kehebohan dan menjaga rahasia ini!
"Pasti Jess, cepatlah katakan apa yang terjadi malam itu, benarkah Pak Arion tergoda olehmu?"
Rini begitu penasaran akan malam ulangtahun perusahaannya, dan melihat anggukan pelan Jesslyn membuat ketiga temannya memekik pelan dan bersorak kaget.
"Berarti Pak Arion memang bukan gay, tapi kenapa bisa dia tak pernah tertarik dengan setiap wanita cantik yang mendekatinya, dan apa yang kamu lakukan sehingga Pak Arion tergoda olehmu? Kamu pasti mengeluarkan jurus rayuan mautmu kan Jess?"
Sea bertopang dagu menatap Jesslyn yang menggeleng pelan "Bukan, aku tak menggodanya karena sebelum aku memulainya Pak Arion menolak dan mengusirku menjauh"
Kening ketiga temannya itu berkerut. "Aku mengejeknya dan menghinanya, Pak Arion marah dan menyeretku semalam, dia menunjukan padaku dan membuktikan bahwa dia memang bukan seorang gay" Jesslyn melanjutkan kalimatnya dengan wajah memerah malu jika mengingat kejadian malam itu.
Dan ketiga temannya yang mendengar menahan napas karena begitu kaget teman mereka mampu membuat seorang Arion yang menolak kehadiran wanita kini menarik Jesslyn yang bahkan tak menggodanya melainkan menghinanya untuk berada di satu ruang yang sama dan melakukan hubungan jauh.
Mungkin jika setiap wanita tau jika cara yang Jesslyn lakukan berhasil menarik Arion, semua wanita penggila Arion akan memilih menghina Arion dibanding menggodanya dengan susah payah.
"Jadi kamu memang sudah melakukan hubungan intim dengan Pak Arion Jess?"
Keisa bertanya dan Jesslyn memberi anggukan pelan, untunglah mereka duduk di meja paling sudut dan tersembunyi dari orang-orang yang takutnya mencuri dengar pembicaraan mereka.
"Jadi kamu dipanggil Pak Arion tadi apa karena masalah ini Jess? Apa yang Pak Arion katakan padamu?"
Rini bertanya yang sedari tadi pertanyaan itu selalu berputar di otaknya. Jesslyn mendadak ragu haruskah dia memberitahu kejadian di ruangan Arion tadi dengan ketiga temannya ini atau dia harus menyembunyikannya.
"Apa Jess? Kenapa kamu diam? Pak Arion memang bilang apa padamu?"
"Dia... Dia memintaku menjadi sekertaris pribadinya" akhirnya Jesslyn berkata tanpa menutupi apapun dari teman-temannya.
Ketiganya kembali kaget dengan raut wajah yang tak percaya, hening melanda dan Jesslyn berkerut dahi menatap wajah ketiga temannya itu.
"Astaga! Jess kamu tau ini tandanya apa?!" Sea menjentikkan kedua jarinya di hadapan wajah dan menatap ketiga temannya dengan raut senang.
"Apa?"
"Artinya Pak Arion jatuh cinta semenjak malam itu terjadi diantara kalian berdua!! Buktinya dia memintamu menjadi sekertaris pribadinya, pasti malam itu sungguh berkesan untuk Pak Arion hingga memintamu untuk selalu dekat dengan dia, iyakan?!" Sea meminta persetujuan dari kedua temannya yang mengangguk setuju.
"Sepertinya iya, kita kan tau, Pak Arion tak pernah membawa wanita ke kantor atau mendekati setiap wanita yang terbilang cantik, dan kini setelah tidur dengan Jesslyn Pak Arion lansung meminta Jesslyn menjadi sekertaris pribadinya, sudah tentu dia menaruh hati sejak percintaan satu malam kalian"
Wajah Jesskln merona, sejujurnya bukan itu Arion meminta dia menjadi sekertaris pribadinya, hanya untuk memuaskan nafsu lelakinya sajalah Arion meminta dia yang sudah tidur dengan laki-laki itu.
"Kamu menerimanya Jess?" Keisa bertanya dan pandangan Jesslyn menatap temannya yang sudah memiliki suami itu. Gelengan pelan ia beri dengan desah napas yang keluar dari bibirnya.
"Entahlah, aku bingung"
"Jess kamu harus menerimanya!!"
Rini nampak menggebu menyuruh ia menerima tawaran tersebut dari Arion, di lain sisi ia ingin menerimanya hanya agar mendapatkan uang dari Arion untuk melunasi hutang Kean, adiknya itu. Walau dia membenci Kean namun dia tak sampai hati melihat adik beda ibunya itu mati sia-sia.
Namun jika dia menerimanya dia juga harus terus melayani Arion kapanpun pria itu ingin, tak masalah memang tapi Jesslyn malu karena tadi saat di kantor Arion dia sudah meninggikan egonya.
Jesslyn tersenyum tipis memandang ketiga temannya "nanti aku pikirkan"
**
Jam pulang kantor adalah hal paling membahagiakan di hari kerja, karena Jesslyn bisa berpelukan dengan ranjangnya selama mungkin sesampainya ia di rumah kostnya.
"Jes bareng ke bawahnya?" Rini menghampiri mejanya dan bertanya, namun Jesslyn menggeleng menolak, dia masih harus membereskan peralatannya untuk masuk ke dalam tas.
"Kamu duluan aja Rin"
Rini tersenyum dan mengangguk "Kalau begitu aku pulang ya?" Jesslyn melambaikan tangannya pada Rini yang sudah keluar dari ruangan meninggalkannya sendiri di dalam kantornya.
Jesslyn memasukkan setiap barangnya ke dalam tas tangan, dan tangannya meraih ponselnya yang bergetar dan memunculkan nomor asing yang tak dikenalnya, dia tau itu nomor siapa, karena sejak siang tadi nomor itu terus menghubunginya.
Jesslyn memilih abai dan memasukkan benda tersebut ke dalam tasnya sebelum dia menggantungkan tas di pundak dan melangkah keluar kantor.
Saat kakinya melangkah meninggalkan gedung, betapa terkejutnya dia yang mendapat tarikan di tangan. Ingin Jesslyn memaki orang tersebut sebelum kedua tangannya menutup bibir karena melihat penampilan orang di depannya ini.
"Kean?! Astaga kamu mau apa di sini?! Dan wajahmu kenapa bisa penuh memar seperi itu!!"
Kean menggenggam kedua tangan Jesslyn dan isak tangis pria itu terdengar membuat hati Jesslyn yang berusaha dibuat mati rasa itu tak tahan karena rasa pilu yang menggores.
"Kak Jess, Kean harus apa? Mereka terus menghajar Kean karena tak bisa mengembalikan uang itu! Perlahan Kean akan mati Kak"
Jesslyn mengusap kasar wajahnya dan menarik tangannya yang digenggam Kean. "Lagipula kenapa kamu harus mengambil uang itu?! Kamu kan sering memerasku! Kenapa kini berlagak untuk mencuri uang orang lain yang nilainya tak mampu kamu kumpulkan sendiri!!"
"Kean terpaksa!"
"Tapi buat apa?! Jika sudah seperti ini kamu ikut membuatku susah!!"
Kean menunduk dan menangis terisak membuat Jesslyn berdecak tak suka dan membuang pandang karena hatinya yang tak tega.
"Kean mencuri uang itu karena sebagiannya mau Kean berikan untuk Kak Jess, untuk mengganti uang Kakak yang sering Kean ambil. Setelah itu Kean mau pergi jauh dan memulai hidup baru bermodalkan uang itu, tapi sayang Kean ditipu oleh mereka yang ikut andil dalam pencurian uang tersebut dan orang-orang itu justru mengejar Kean yang tak memegang uangnya dan harus menggantinya"
Kean mengusap kedua matanya yang berlinang air mata itu sebelum menatap Jesslyn dengan pandangan menyesal. "Kean juga tau Kak Jess gak akan bisa bantu Kean untuk mengembalikan uang itu jadi, Kean minta sama Kakak buat bunuh Kean sekarang, Kean lebih baik mati dibunuh Kak Jess dibanding harus terus dipukuli oleh mereka" Kean mengeluarkan sebuah pisau kecil di dalam sakunya dan memberikannya pada Jesslyn yang terpaku.
"Iris nadiku sedalamnya Kak, setelah itu tinggalkan Kean, maaf jika aku selalu merepotkan hidup-"
Ucapan Kean terpotong saat Jesslyn menampar keras pipi Kean dan mengambil pisau itu untuk ia buang di tempat sampah yang ada di dekatnya.
"Aku tau kamu itu bodoh! Tapi kenapa otakmu yang sudah bodoh itu tak kamu paksakan untuk sedikit berpikir?! Kamu pikir mati itu jalan keluarnya?!"
"Lalu selain itu memang ada?! Tidak ada orang yang mau meminjamkan kita uang satu miliar dalam waktu satu malam kak! Atau Kakak mau merampok bank?!"
"Diamlah!! Kamu itu sudah menyeretku ke masalahmu yang tak ada habisnya ini! Aku akan pikirkan jalan keluarnya tugasmu hanya diam! Kamu ikut aku pulang supaya bisa mengobati luka-luka itu setelahnya kita cari jalan keluar lainnya! Jangan berdebat terus kepalaku ingin pecah karena masalahmu ini!!"
Jesslyn menarik sang adik itu berjala mencari sebuah taksi yang akan membawanya ke rumah kostnya. Di sepanjang jalan dia diam dan memikirkan cara untuk mencari pinjaman uang sebanyak 1 miliar.
Setibanya di rumah kost, terlebih dahulu Jesslyn izin pada ibu kost bahwa dia membawa sang adik untuk menginap, kedua orangtua baya itu sedikit kaget karena melihat wajah Kean yang dipenuhi lebam namun karena Jesslyn bisa mengatasinya jadilah mereka tak diwawancarai lebih lama.
Padahal niat hati Jesslyn ingin lansung tertidur saat dia tiba tadi, mendadak kini dia harus mengompres semua memar yang ada di tubuh adiknya dan memberinya salep.
"Kak, bagaimana jika kita menjual rumah?"
Jesslyn menatap marah pada Kean dan menekan luka memar yang tengah diusapnya di punggung Kean yang begitu banyak bercak biru yang diyakini Jesslyn bekas tendangan.
"Rumah siapa yang mau kamu jual?! Kayak yang banyak tanah aja?"
"Maksud Kean, rumah Ayah sama Ibu di kampung, kekurangannya kita pinjam di bank kalo bisa, Kean akan bantu Kakak, setelah utang-utang ini lunas Kean janji gak akan buat masalah lagi Kean mau jadi anak baik aja, mau cari kerja yang benar"
Jesslyn berdecak sebal dan menepuk punggung adiknya menggunakan kain yang ia pakai untuk mengompres tubuh adiknya itu.
"Udah deh Ken! Stop bicara!! Kamu buat aku marah!"
Kean menjerit sakit saat dengan kejam Jesslyn menekan kasar luka memar yang paling besar di bagian pinggangnya. Setelahnya Jesslyn bangkit dan mengambil jaketnya.
"Kamu bersihkan sendiri tubuhmu, aku akan keluar"
Jesslyn mengambil jaketnya dan memilih berjalan keluar demi menormalkan pikirannya juga mencari cara agar mendapatkan pinjaman uang yang begitu banyak namun siapa yang bisa meminjamkan dia uang?
Jesslyn berhenti di pedagang nasi goreng dan meminta dibungkuskan dua nasi untuknya dan Kean. Jesslyn mengambil ponselnya dan menimbang apakah dia harus menghubungi Keisa, karena Jesslyn tau suami wanita itu yang bekerja sebagai kepala manajer pasti memiliki banyak uang namun apakah temannya itu mau membantu ia menyelesaikan masalahnya.
Akhirnya setelah menimbang sebentar, Jesslyn bangkit untuk menjauh sedikit dari kerumunan dan menghubungi Keisa. di deringan ketiga barulah panggilannya dijawab dan Jesslyn memulai mengalami kegugupannya itu.
"Hai Mbak, lagi sibuk?"
"Enggak Jess, ada apa?"
Jesslyn diam, dan dia mulai meragu dengan keputusannya menghubungi Keisa, dia tau penghasilan suami Keisa memang banyak tapi tak menjamin wanita itu mau membantunya karena mereka juga pasti memiliki rencana yang ingin digunakan uang yang mereka punya.
"Ini Mbak, Eh... aku kangen aja sama Mbak Keisa" Jesslyn tersenyum tipis karena dia tak bisa meminta pinjaman oleh Keisa juga pada Rini dan Sea, dua gadis itu Jesslyn tau betul berapa penghasilannya, jangankan untuk meminjamkan ia satu miliar gaji mereka untuk diawetkan sampai akhir bulan kadang suka habis dan mereka harus beririt. Jadi lebih tidak mungkin lagi.
"Ih kirain apa Jess, tumben bilang kangen pasti ada sesuatu kan? ada apa? bilang aja"
Jesslyn menggeleng "Enggak Mbak, emang kangen kok kalo gitu aku tutup ya teleponnya, maaf ganggu" Jesslyn mematikan sambungannya dan mendesah lelah. Jika saja Jesslyn tak merogoh saku rok kerja yang masih ia kenakan mungkin ia tidak akan menemukan kartu nama Arion yang ada digenggamannya.
Jesslyn mengeluarkan kartu nama yang sudah begitu kusut karena tadi ia remas kasar dan memasukkan benda itu ke dalam saku roknya dengan asal.
Haruskah Jesslyn menelepon Arion?
TBC...
Jesslyn memasuki rumah kostnya dengan desah lelah, memeriksa Kean yang tertidur di atas ranjangnya, Jesslyn beralih membawa bungkusan nasi goreng yang dibawanya ke atas meja dan dia mengambil pakaian gantinya. Karena tubuhnya yang mulai lelah dan lengket Jesslyn memilih membasuh tubuhnya itu.Kembali di dalam kamar mandi pikirannya mulai pening memikirkan uang satu miliar yang harus kemana ia cari. Tadinya ia memang mau menghubungi Arion, menelepon sang Bos dan menerima tawaran pekerjaan baru untuknya, namun egonya tersentil dan akhinya ia mengurungkan niatnya.Selesai membersihkan tubuhnya Jesslyn bergerak mengambil dua piring dan menatanya di atas karpet di depan televisi yang menyala di dalam kostnya. Setelah menyiapkan makanan yang tadi dibelinya untuk dia dan Kean, Jesslyn bergerak menuju ranjang dimana tubuh Kean yang masih terbaring lemah itu, membangunkan sang adik dengan perlahan hingga kedua mata itu terbuka dan menatapnya sejenak sebelum Kean ban
Arion yang tengah mengadakan rapat mendadak menghentikan kegiatannya tersebut karena menerima telepon dari nomor asing yang ia yakini sebagai wanita itu, Jesslyn. Semua yang ada di ruangan itu sontak saja terheran terlebih Joshua yang duduk di sebelah atasannya tersebut.Arion hanya berkata bahwa rapat kali ini akan dilanjutkan esok, dan tiba-tiba saja Arion pergi meninggalkan ruangan rapat. Dengan mempertahankan wajah datarnya Arion membuat seseorang yang tengah presentasi dilanda gundah karena berpikir itu adalah salahnya.Arion berdehem sejenak sebelum mengangkat panggilan dari nomor asing yang ia yakini sebagai milik Jesslyn tersebut."Ya?"Arion merasakan jantungnya berdebar, seharusnya dia tak merasakan ini, tidak pernah ada yang membuatnya merasakan hal ini sebelumnya."Pak, ini Jesslyn..."Senyum Arion terbit perlahan, ya dia sudah mengetahuinya. Mendengar suara yang begitu ia ingat membua
Jesslyn memejamkan kedua matanya saat Arion yang berada di bawah sana tak berhenti memberinya nikmat dari lidah pria itu yang terus menjelajahi inti dirinya."Buka matamu saat aku menyatukan diri denganmu!"Jesslyn membuka kedua matanya melihat wajah Arion yang sudah sejajar dengan wajahnya, sebelum pria itu melebarkan kedua kakinya dan mengusap miliknya dengan kejantanannya yang sudah tegak sempurna."Ah.. Bapak!"Jesslyn mengerang kecil saat Arion menggodanya degan mengeluar masukkan miliknya di bawah sana."Stop panggil Bapak ketika aku menyentuhmu, aku bukan Bapakmu!"Jesslyn hanya mengangguk dan memejamkan kedua matanya saat dengan perlahan Arion memasukkan miliknya."Ahh Arion! Pelan ..." Jesslyn tersentak kaget saat Arion kembali melepasnya dan pria itu bangkit membawa tubuhnya duduk dengan tubuh yang saling berhadapan. Pria itu tersenyum miring melihat wajah Jesslyn yang kecewa namun juga diliputi gairah."Bergera
Jesslyn merapatkan kakinya, dia sungguh tak nyaman saat di bawah sana, miliknya itu tak tertutupi apapun lagi. Wanita itu melirik Arion yang masih sibuk dengan laptopnya dan tak menghiraukannya yang tadi sudah membuatnya frustasi karena perbuatan Arion yang menghentikan permainan saat dia ingin meraih puncak.Berdiam diri di ruangan Arion dan tak melakukan apapun juga membuat kantuknya datang sehingga tak jarang Jesslyn menutup mulutnya karena sering menguap. Matanya sudah berat dan dia membutuhkan waktu untuk merebahkan kepalannya.Saat kantuknya kembali datang, Jesslyn tak tahan untuk tak berbicara pada Arion yang masih seperti robot di kursi sana, "Pak, apa tidak ada sesuatu yang bisa saya kerjakan?"Arion melirikkan kedua matanya pada Jesslyn sebelum pria itu beri gelengan. Jesslyn mendesah lelah, "tapi saya ngantuk jika tak ada kerjaan" Arion hanya diam dan tak menghiraukan Jesslyn.Wanita itu berdecak sebal dan meletakkan kepalanny
"Ini kamarmu, mulai hari ini sampai hari jum'at besok kamu resmi tinggal di apartemenku"Jesslyn hanya menganggukkan kepalanya mengerti, kamar yang ditunjuk Arion tentu Jesslyn ingat, tempat mereka bercinta setelah dia menandatangani kertas perjanjiannya dengan Arion."di depannya adalah kamarku, ingat! Jangan pernah masuk ke dalam kamarku tanpa aku suruh, dan jangan mengacau di apartemenku. Selalu siap saat aku memanggilmu"Jesslyn kembali mengangguk dan Arion menyuruh Jesslyn untuk masuk ke dalam kamarnya melalui kode dari wajahnya."Masuklah, istirahat di dalam sana"Arion kemudian berlalu meninggalkan Jesslyn dengan menutup pintu kamarnya, pria itu mendesah pasrah dan melihat bingkai foto Karen yang terpajang besar di kepala ranjangnya.Senyumnya tersungging lebar, meski dia menikmati percintaan panasnya dengan Jesslyn, terkadang rasa bersalah dan sedih ia rasa jika ia mengingat Karen. Kekasih hatinya yang telah lama pergi.Jessly
Arion mendesahkan napasnya gusar, ia melirik Jesslyn yang sedang meneliti laporan sebelum akan diberikan padanya, kedua telinga wanita itu tersumpal olehearphoneyang memutar musik. Sejak semalam, Arion gagal menyentuh Jesslyn dan mengingat malam tadi membuatnya berdecak sebal. Semalam saat ia dengan langkah lebar untuk melanjutkan permainan mereka, ia justru menemukan Jesslyn yang tertidur. berusaha keras untuk Arion membangunkannya namun wanita itu tak mau bangun dan memilih melanjutkan tidurnya. Pikirannya ia akan tetap menggagahi Jesslyn ketika wanita itu tertidur, tapi tentu itu sama sekali bukan dirinya, ia menginginkan melihat wajah memerah Jesslyn saat wanita itu mencapai puncak surga dunia. Dan paginya saat ia akan meminta Jesslyn memainkan miliknya, Joshua sudah tiba di apartemennya untuk menjemput dia ke kantor. Kini Arion justru melihat Jesslyn yang nampak santai bekerja di meja sana tanpa memikirkan dia yang be
"Benar, tidak mau aku antar pulang?"Jesslyn mengangguk yakin, sudah 4 kali Arion bertanya dan meyakinkan dia untuk diantar pulang namun Jesslyn tetap menolaknya.Ia tidak ingin lansung pulang ke rumah kostnya. Melainkan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi sang adik."Yaudah Pak, saya pulang duluan ya"Jesslyn yang selesai membereskan barang-barangnya pamit pada Arion yang masih duduk di kursinya. Arion mengangguk dan memperhatikan punggung Jesslyn yang sudah pergi meninggalkan dia sendiri di dalam ruangannya.Dan sebelum ia tiba di rumah sakit terlebih dahulu Jesslyn membelikan buah untuk Kean.Memasuki rumah sakit, Jesslyn menemui dokter Abi yang menjelaskan kondisi Kean setelah ia menanyakannya. "Kondisinya sudah lumayan baik, sepertinya dua hari lagi dia juga sudah bisa pulang"Jesslyn tersenyum lega dan mengucapkan terimakasih sebelum ia melanjutkan jalannya ke kamar rawat Kean.Membuka pintu di hadapannya dan ia
"Kamu gak pulang Kak?"Jesslyn yang baru saja keluar dari kamar mandi, menatap Kean yang duduk di atas ranjang sembari menanyakan pertanyaan itu padanya.Wanita itu menggeleng menjawab tanya Kean "Udah malam, malas juga mau cari kendaraan. Aku nginep aja ya?"Kean tersenyum dan mengangguk "Iya boleh, aku jadi ada temennya juga"Jesslyn meletakkan tasnya di atas sofa yang tersedia di ruang rawat Kean yang tidak besar itu."Bukannya kemarin-kemarin juga ada temannya?"Kean menggeleng dan mengalihkan pandangannya dari Jesslyn karena wajah pria itu sedikit merona. Nampak Jesslyn masih tak mau berhenti menggoda adiknya itu."Masa sih? Lalu sama perawat tadi itu apa? Sampe disuapin loh""Ck! Kakak apasih, dia yang suka sama aku, dia maksa mau suapin Kean padahal mah Kean nya gak mau!"Kedua mata Jesslyn memicing tajam dengan senyum menggoda yang terpatri di bibirnya membuat wajah Kean makin memerah malu. "Udah ah Kak, jadi Kak
Pernikahan akan terlaksana dalam waktu dekat ini, dan persiapannya pun sudah hampir sempurna.Bahkan Jesslyn tidak melakukan apapun, semua persiapan dilakukan oleh Arion serta kedua orangtua pria itu, dia hanya tinggal memilih apa yang paling disukanya dan akan dilaksanakan oleh Arion.Jesslyn sangat dimanjakan oleh keluarga Arion ini dan membuatnya nyaman akan kedekatan yang terjalin di keluarga tersebut.Jesslyn juga sudah kembali dekat dengan para temannya, mereka yang setiap hari minggu datang ke rumah keluarga Arion hanya demi melihat sang putra dan menemani Jesslyn main itu tak membuat Arion atau kedua orangtua itu risih.Ketiganya justru nampak bahagia karena bisa melihat Jesslyn tertawa dan bercanda gurau bersama teman-temannya yang jika datang akan berkumpul di halaman belakang rumah mereka yang luas.Terkadang Nyonya Narendra ikut bergabung dan memeriahkan acara kumpul mereka, Arion yang hanya melihat dari jauh bagaimana bahag
Jesslyn sudah duduk menunggu di kantin kantornya. Dia tau ketiga temannya akan datang kemari.Jesslyn menahan dan tak mau mempedulikan beberapa pasang mata yang menatap padanya. Karena kehebohan yang Arion lakukan pagi tadi, dan ketika dia keluar dari ruangan Haris tentu menjadi pusat perhatian namun Jesslyn menahannya karena dia hanya fokus untuk memikirkan apa yang akan dia katakan pada ketiga sahabatnya itu.Tiba di kantin pun masih belum ada karyawan yang datang karena memang belum masuk jam makan siang.Namun Jesslyn sudah duduk di mejanya yang dulu, meja dimana dia dan teman-temannya berkumpul yang letaknya berada di pojok ruangan dan sedikit tersembunyi.Sengaja mereka memilih meja itu karena kegiatan Jesslyn bersama teman-temannya itu suka bergosip.Memikirkan bagaimana dulu mereka membicarakan sesorang atau siapapun di meja ini memberinya kenangan yang lucu sekaligus merindukan masa-masa tersebut.&
Sesungguhnya jika bisa memilih, Jesslyn tidak mau ikut dengan Arion ke kantor.Sungguh dia masih takut, dan sakit hati jika mengingat bagaimana Arion yang merendahkannya saat itu.Meski Arion meyakinkan dia tidak akan ada ucapan jahat untuknya, namun di belakang pasti banyak yang akan membicarakannya."Hei ... Semuanya akan baik-baik saja, aku juga mau memberitahukan semuanya bahwa kamulah pemilik hatiku"Arion menggenggam satu tangan Jesslyn yang diletakan di atas pahanya dengan kepalan kuat.Arion mengurai kepalan tersebut dan menggandengnya dengan hangat. Arion mau menghilangkan kegugupan dan rasa takut yang kini memenuhi diri Jesslyn.Sampai dirinya tiba di parkiran kantornya pun, Jesslyn masih terlihat sangat gelisah dan wajahnya pucat. Jujur saja, Arion tidak mau menyiksa Jesslyn seperti ini, namun dia juga butuh Jesslyn untuk menunjukan pada orang-orang kantor betapa berharganya wanita itu untuknya."Ayo kita masuk"
Arion dengan segera menyelesaikan pekerjaannya, tepat ketika jam pulang kantor, dia yang biasanya keluar terakhir dari para pegawainya kini bahkan pulang lebih awal, karena perasaan rindunya yang membuncah mengingat Jesslyn berada di rumah kedua orangtuanya.Dia juga tidak sabar untuk menunjukan pada Jesslyn, tiga undangan yang sudah Joshua pilihkan.Setibanya Arion di rumah kedua orangtuanya, jantungnya berdebar cukup kuat karena dia tak sabar mengatakan pada Jesslyn, dia mau mulai mengurus semua persiapan pernikahan mereka, tentunya dibantu oleh keluarganya juga.Arion tak mau gegabah seperti dulu yang tidak pernah menanyakan pendapat orang lain, karena saat dia sedang berdiskusi pada Karen persoalan rencana pernikahan Karen yang saat itu menyerahkan segala padanya tanpa mau ikut membicarakan tak membuat semangat Arion surut.Semua dia lakukan sendiri dan setiap ia bertanya pada Karen wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk.&nb
Pagi ini sarapan di meja makan yang sama dengan keluarga Arion membuat Jesslyn kembali merasakan kehangatan sebuah keluarga.Terlebih bagaimana Nyonya dan Tuan Narendra yang tak berhenti tertawa bahagia karena bermain dengan Gabriel di depannya.Tersenyum penuh raut bahagia memandang itu, Jesslyn menoleh ke sampingnya saat merasakan seseorang menggenggam tangannya dengan erat.Arion yang menjadi pelakunya nampak merasakan kebahagiaan yang sama sepertinya. "Aku tidak pernah melihat mereka tertawa bahagia seperti itu ..." Arion berbisik pelan yang bisa Jesslyn dengar, dan mendengar apa yang Arion katakan itu membuat Jesslyn kembali menatapkan kedua matanya pada kedua orangtuanya yang sangat senang bermain dengan Gabriel yang merespon dengan tawa dan kedipan matanya."Mereka senang dengan Gabriel"Arion yang juga memfokuskan pandangannya pada Kedua orangtuanya itu mengangguk setuju, "kehadiran Gabriel dan kamu ... Menguba
Bibir Arion dan Jesslyn kembali terpaut dan saling memberi lumatan.Tubuh Jesslyn juga telah rebah sepenuhnya di atas sofa panjang dengan di atas tubuhnya ada Arion yang masih menyerbu bibirnya tanpa menekan tubuhnya.Arion menunduk di atas Jesslyn, memperdalam ciumannya. Hingga dia dan Jesslyn membutuhkan napas barulah Arion melepas ciuman bibirnya.Meski hanya sebentar sebelum ia tempelkan bibirnya pada ceruk leher Jesslyn.Memberi hisapan pelan dan jilatan di sana, tersenyum senang saat mendengar rintihan pelan Jesslyn dan desah tertahan di bibirnya."Arhhion ..." Jesslyn memanggil lirih nama Arion saat ciuman pria itu perlahan turun ke dadanya yang masih terbalut dress nya.Arion memberi tanda di sana hingga kemudian dirinya bersiap merobek gaun mahal yang dibelinya di butik tadi, andai kata jika Jesslyn tidak mencegahnya."Jangan merusak gaunnya!"Jesslyn yang sudah mengetahui gerak tangan Arion yang ingin merobek kain dib
Setelah Jesslyn berhasil menghentikan tangis harunya, dia mulai melepas pelukan Arion yang hanya tersenyum geli padanya.Mulailah kedua orangtua Arion yang bertanya khawatir padanya. Namun Jesslyn berujar jika dia hanya terharu karena kehadirannya diterima dan mendapat perlakuan baik dari kedua orangtua Arion.Hal itu membuat Tuan dan Nyonya Narendra makin melihat betapa tulusnya Jesslyn, mereka makin menyukai wanita yang Arion bawa ini."Sayang sekali tidak ada Rafael, mungkin jika ada anak itu, dia akan meledek Kakaknya" Tubuh Jesslyn perlahan menegang mendengar saat Nyonya Narendra menyinggung persoalan Rafael.Meski Jesslyn berusaha melupakannya dan memaafkan, namun masih sangat berat jika mendengar nama pria itu, atau bahkan untuk bertemu."Kamu tau Jesslyn, Rafael pernah koma di rumah sakit karena Arion pukuli, kami berdua bahkan tidak tau alasan mereka bertengkar saat itu."Jesslyn tersenyum kaku dan meli
Jesslyn berdebar saat mobil Arion mulai memasuki pekarangan rumah kedua orangtuanya yang sangat megah.Arion juga menyadari bagaimana tegangnya wajah Jessyn, namun dia memilih mengusap tangan Jesslyn dan menenangkan wanita itu."Ayo masuk"Jesslyn mengangguk dan turun dari mobil, Arion membantu Jesslyn membawakan tasnya. Dan dengan tangan Arion yang merangkul pinggangnya, keduanya berjalan menuju pintu utama yang kini dibukakan oleh dua orang pelayan wanita muda.Jesslyn tersenyum pada kedua wanita yang tatapannya hanya tertuju pada Arion membuatnya sedikit kesal, bagaimana Arion yang juga tersenyum, meski senyuman pria itu ditujukan untuknya, karena Arion terus memandangnya."Tuan dan Nyonya menunggu di ruang tamu Tuan muda" Arion mengangguk mengerti dan terus merangkul pinggang Jesslyn melewati beberapa bagian rumahnya sebelum tiba di ruang tamu besar rumahnya.Sepanjang jalan Jesslyn juga meliarkan matanya untuk memuaskan kedua matanya ka
Jesslyn berkerut kening karena melihat Arion yang membawa mobilnya memasuki apartemen pria itu."Bukankah kita akan ke rumah kedua orangtuamu?"Arion menoleh sejenak pada Jesslyn sebelum pria itu beri anggukan. "Ya, kita akan ke rumah kedua orangtuaku, tapi malam nanti ... Karena pagi sampai sore ini aku mau menghabiskan waktu bersamamu dan Gabriel"Jesslyn yang mendengar itu sedikit melongo tak percaya. "Lalu mengapa kamu tidak bilang?! Aku sudah berdandan sangat rapih Arion!"Arion melirik Jesslyn dan mengusap lembut kepala wanita itu "karena jika aku bilang malam, kamu pasti tidak mau pergi pagi ini bersamaku"Jesslyn menghela napasnya pelan "kenapa kamu bisa berasumsi sendiri seperti itu? Jika kamu mengatakannya aku tidak mungkin berdandan secara berlebihan seperti ini"Arion terkekeh pelan dan menggeleng "tidak berlebihan menurutku, kamu cantik"Tak bisa dipungkiri wajah Jesslyn memerah malu akibatucapan Arion y