Seorang gadis yang bernama Eliora baru saja keluar dari gerbang sekolahnya. Di tangannya, ada beberapa lembar kertas ujian yang sudah digabungkan menjadi satu map. Eliora meringis kecil sembari menatap nilai yang tertera di ujung pojok kanan kertas tersebut.
Kaki Eliora melangkah menuju sebuah mobil sedan berwarna hitam yang terparkir di parkiran sekolahnya lalu masuk ke dalamnya.
“Langsung pulang, Non?” tanya supir pribadi Eliora yang bernama Pak Santo. Pria paruh baya itu melirik anak majikannya yang duduk di kursi belakang dari kaca spion.
Eliora menganggukkan kepalanya sembari berdeham sebagai jawaban. Namun, mata gadis itu tetap fokus dan nggak beralih dari kertas-kertas yang berada di tangannya. Alamat diomelin Mama lagi, deh, kalau begini ceritanya, batin Eliora yang dilanda rasa kalut.
Eliora sedikit menyesal karena bermalas-malasan dan malah menonton drama Cina sepanjang minggu ujiannya. Ya, gadis itu hanya sedikit menyesal sebenarnya karena ia benar-benar nggak menyukai pelajaran akademik seperti itu.
Namun, orang tuanya nggak ingin mengerti dan malah selalu mendorong Eliora dengan cara mendatangkan guru les ke rumahnya. Sejak bersekolah, sepertinya Eliora sudah pernah diajarkan oleh lebih dari 10 guru privat. Mereka cenderung akan bersabar pada tiga bulan pertama dan angkat tangan di bulan berikutnya karena kemalasan dan kecuekan Eliora yang sudah nggak bisa tertolong lagi kadarnya.
Sudah ribuan kali Eliora bilang pada ayah dan ibunya bahwa ia nggak menyukai pelajaran sekolah. Namun, mereka seakan tuli dan menghiraukan ucapan Eliora dan tetap memaksanya untuk belajar, belajar, dan belajar.
Begitu mobil yang ditumpangi oleh Eliora berhenti di depan rumah, gadis itu segera keluar dan menutup pintu mobilnya. Baru dua langkah kaki Eliora melangkah masuk ke dalam rumah, ponsel gadis itu sudah berdering. Seketika rasa panik langsung datang menghampiri Eliora sampai-sampai kertas yang berada di tangannya jatuh berhamburan di atas lantai.
Kepanikan gadis itu semakin bertambah ketika mengetahui bahwa panggilan tersebut bukanlah panggilan telepon biasa, melainkan panggilan video. Bahkan, mata Eliora sampai terbelalak saking takutnya. Gadis itu mengabaikan hamburan kertas ujiannya di lantai dan memilih untuk segera mengangkat panggilan dari sang ibu.
Namun, baru saja Eliora hendak mengusap layar ponselnya, panggilan itu sudah lebih dulu terputus. Nggak sampai satu menit kemudian, pesan singkat dari sang ibu sudah memberondong aplikasi WhatsApp Eliora.
Mama:
PPPElElioraElioraaaEliora dengan sigap memungut kertas ujiannya lalu berlari menaiki tangga dengan cepat menuju kamarnya di lantai atas. Sembari menetralkan napasnya, Eliora duduk di pinggiran tempat tidur dan menelepon ibunya.
“Halo ... kamu dari mana aja, El? Kenapa telepon Mama nggak diangkat? Gimana hasil ujian kamu?”
Eliora bahkan belum sempat mengatakan sepatah kata pun, tetapi ibunya sudah memberondong gadis itu dengan pertanyaannya yang panjang.
“Aduh, satu-satu tanyanya, Ma,” gumam Eliora dengan napas yang masih sedikit memburu. “Ini El baru pulang dari sekolah,” lanjut gadis itu menjelaskan.
“Oke, oke. Jadi ... gimana hasil ujian kamu?”
“An—anu ... it—itu El juga nggak tahu gimana bilangnya,” ujar Eliora terbata-bata.
“Tolong jangan bilang kalau nilai kamu masih jelek lagi ...,” balas ibu Eliora setelah mendengar ucapan putrinya.
“Ta-tapi masalahnya ... memang jelek, Ma.” Suara Eliora mendadak berubah menjadi gumaman di akhir kalimatnya. “Naiknya cuma dikit aja, tapi nilainya tetap merah,” lanjut gadis itu dengan volume suara yang masih sama kecilnya.
“Ya, ampun, El! Kamu ini gimana, sih? Masa nggak ada perubahan sama sekali? Masa harus ganti guru les privat lagi?” desah sang ibu di seberang sana.
“Ma, El ‘kan udah bilang kalau El nggak suka se—” Belum sempat Eliora menyelesaikan ucapannya, kalimat gadis itu sudah dipotong lebih dulu.
“Mama nggak mau tahu. Suka nggak suka pun, kamu tetap harus perbaiki nilai kamu! Memangnya kamu mau nggak lulus SMA, Eliora Estella?”
Eliora tahu, kalau ibunya sudah menyebutkan namanya secara lengkap seperti itu, artinya ucapannya sudah nggak bisa dinego apalagi dibantah. Pada akhirnya, Eliora hanya bisa menghembuskan napasnya sembari menambah stok kesabaran pada dirinya.
“Mulai besok, guru les privat kamu akan diganti lagi. Mama nggak mau mendengar protes apalagi penolakan dari kamu ... dan hasil ujian kamu setelah ini sudah harus bagus, setidaknya nilai lulus!”
“Ya, ampun, Ma. Harus banget tukar guru privat lagi?” tanya Eliora dengan nada nggak percayanya. “Lagi pula, memangnya Mama bisa ketemu sama guru barunya secepat ini?” lanjut gadis itu bertanya.
“Bisalah. Kenapa nggak?” balas sang ibu ringin. “Lah wong orangnya cuma tinggal di depan rumah kita kok.”
“HAH?!” Eliora nggak dapat menahan pekikan yang keluar dari mulutnya. “Maksud Mama, gurunya Ra—Raven si om-om itu?” lanjut gadis itu dengan matanya tiba-tiba membesar.
“Iya, mulai besok, guru privat kamu adalah Raven, anaknya Tante Utami.” Setelah berkata demikian, panggilan itu langsung diputuskan secara sepihak oleh ibu Eliora.
Perasaan campur aduk datang menghampiri Eliora setelah gadis itu melemparkan ponselnya di atas tempat tidur.
“Tampan, matang, dan pinter, sih, udah nggak mungkin diragukan,” gumam Eliora pada dirinya sendiri sembari berjalan mondar-mandir di ujung tempat tidurnya seperti setrikaan. “Tapi ... mana bisa aku tahan sama sikapnya yang kayak es batu dan mulutnya yang sepedas cabai Carolina Reaper itu.”
Seorang gadis bertubuh proposional cenderung kurus tampak sedang berolahraga di ruang kebugaran yang ada di rumahnya. Gadis itu menahan perutnya saat melakukan gerakan plank sampai peluh membasahi dahinya.“Hah ...,” desah gadis bernama Eliora itu kemudian jatuh menelungkup di atas matras yoga yang berada di bawah tubuhnya.“Gila, baru plank satu menit aja udah mau pingsan rasanya,” gumam Eliora pada dirinya sendiri.Eliora bangkit dari posisinya ketika mendengar suara ponsel yang berdering. Gadis itu mengerutkan keningnya, heran dengan penelepon yang menghubunginya di hari Minggu pagi seperti ini. Saat mendapati layar ponselnya tertera nama ‘Papa’, Eliora langsung menekan ikon tombol hijau yang menandakan untuk menerima panggilan tersebut.“Halo, El. Kamu lagi ngapain, Sayang?” tanya ayah Eliora dari seberang sana.“Baru siap olahraga, Pa. Kenapa?”“Rajin ba
“Permisi, Mbak.” Suara itu menarik Eliora kembali ke dunia nyata. Tubuh gadis itu tersentak kecil.“Majikan Mbak ada di rumah?” lanjut pria yang berada di hadapan Eliora itu bertanya.Eliora mengernyitkan kening dan hidungnya dengan ekspresi wajah yang tampak bingung. Gadis itu sudah hendak menyemburkan omelan pada pria berkemeja itu Namun, kalimat Eliora tertahan di ujung lidah ketika pria itu menyodorkan sebuah kotak kue dari bakery ternama di kota ini pada gadis itu.“Apa ini?” tanya Eliora sebelum menerima sodoran kotak kue tersebut.“Ini ada kue dari saya sebagai salam perkenalan, Mbak. By the way, perkenalkan nama saya Raven, tetangga baru di seberang sana,” tunjuk pria yang kini Eliora ketahui bernama Raven. Pria itu kemudian menunjuk rumah barunya yang berada di seberang sana dengan jari telunjuknya.“Semoga majikan Mbak suka, ya. Kalau begitu, saya balik dulu, Mbak. Pe
Eliora menyeruput isi cup di hadapannya yang hanya tersisa sedikit. Hampir satu jam yang lalu, gadis itu sudah menandaskan New York Cheesecake yang ia pesan tadi ke dalam perutnya.Selama tiga jam duduk di kedai kopi ini, Eliora hanya duduk seorang diri sambil menonton drama Cina yang belum sempat ia selesaikan beberapa hari yang lalu. Bukan hanya makanan dan minuman enak yang menarik Eliora ke tempat itu, melainkan juga jaringan nirkabelnya yang gratis dan cepat.“Bosan juga duduk sendirian di sini,” gumam Eliora pada dirinya sendiri sembari mematikan layar ponselnya. Pasalnya, di lantai atas kedai kopi berlogo putri duyung ini benar-benar sepi. Hanya ada Eliora seorang diri di sini.Setelah menimbang-nimbang, Eliora memutuskan untuk meninggalkan kedai kopi ini dan melanjutkan acara cabut sekolahnya ke destinasi berikutnya. Kaki Eliora baru menuruni setengah anak tangga yang menuju ke lantai bawah, tetapi kesialan kembali menimpany
Eliora menutup mulut dengan sebelah tangannya setelah troli miliknya menabrak tubuh seorang pria yang sedang berdiri di depannya. Mampus aku, batin Eliora pada dirinya sendiri. Kalau orang itu kenapa-kenapa gimana? lanjut gadis itu bertanya di dalam hati.“Hei.”Mata Eliora yang awalnya masih tampak biasa, kini tiba-tiba terbelalak ketika mendapati sosok yang baru saja ia tabrak dengan troli tadi.Ini ... ini ‘kan Mas Tetangga yang kemarin? batin Eliora dengan ekspresi kaget yang kentara di wajahnya.“Ma—maaf, aku ... aku nggak sengaja,” gumam Eliora dengan nada bersalahnya.“Lain kali lebih hati-hati dan fokus pada pandangan di depanmu!” balas pria yang Eliora ingat bernama Raven itu dengan nada sekaligus ekspresi yang nggak bersahabat. Meskipun suara pria itu hanya datar, tetapi raut ketidaksukaan jelas tergambar di wajahnya dan itu sukses membuat Eliora merasa kikuk.
“Loh? Uangnya kok belum dikasih, Non?” berondong Mbok Marni bertanya ketika menemukan anak majikannya itu kembali masuk ke dalam rumah dengan wajah lesu.Pasalnya saat pulang tadi, Eliora langsung meletakkan dua kantungan plastik di meja ruang tamu dan segera berlari ke kamarnya. Gerakan gadis itu bahkan terlihat seperti dikejar oleh setan saking tergesa-gesanya. Tentu saja Mbok Marni penasaran dengan apa yang terjadi pada anak yang sudah diasuhnya sejak kecil itu.Beberapa saat kemudian, Eliora pun turun dengan membawa beberapa lembar uang di tangannya. Mbok Marni menanyakan kenapa Eliora terburu-buru dan untuk apa uang tersebut. Eliora hanya menjawab untuk membayar utangnya pada si Om Tetangga Baru mereka di seberang sana.Mbok Marni yang mendengar jawaban itu pun kebingungan. Namun, belum sempat ia bertanya lebih banyak, Eliora sudah lebih dulu berlalu dari hadapannya dan keluar dari rumah. Maka dari itu, Mbok Marni pun memutuskan untuk bertanya l
“Loh? Uangnya kok belum dikasih, Non?” berondong Mbok Marni bertanya ketika menemukan anak majikannya itu kembali masuk ke dalam rumah dengan wajah lesu.Pasalnya saat pulang tadi, Eliora langsung meletakkan dua kantungan plastik di meja ruang tamu dan segera berlari ke kamarnya. Gerakan gadis itu bahkan terlihat seperti dikejar oleh setan saking tergesa-gesanya. Tentu saja Mbok Marni penasaran dengan apa yang terjadi pada anak yang sudah diasuhnya sejak kecil itu.Beberapa saat kemudian, Eliora pun turun dengan membawa beberapa lembar uang di tangannya. Mbok Marni menanyakan kenapa Eliora terburu-buru dan untuk apa uang tersebut. Eliora hanya menjawab untuk membayar utangnya pada si Om Tetangga Baru mereka di seberang sana.Mbok Marni yang mendengar jawaban itu pun kebingungan. Namun, belum sempat ia bertanya lebih banyak, Eliora sudah lebih dulu berlalu dari hadapannya dan keluar dari rumah. Maka dari itu, Mbok Marni pun memutuskan untuk bertanya l
Eliora menutup mulut dengan sebelah tangannya setelah troli miliknya menabrak tubuh seorang pria yang sedang berdiri di depannya. Mampus aku, batin Eliora pada dirinya sendiri. Kalau orang itu kenapa-kenapa gimana? lanjut gadis itu bertanya di dalam hati.“Hei.”Mata Eliora yang awalnya masih tampak biasa, kini tiba-tiba terbelalak ketika mendapati sosok yang baru saja ia tabrak dengan troli tadi.Ini ... ini ‘kan Mas Tetangga yang kemarin? batin Eliora dengan ekspresi kaget yang kentara di wajahnya.“Ma—maaf, aku ... aku nggak sengaja,” gumam Eliora dengan nada bersalahnya.“Lain kali lebih hati-hati dan fokus pada pandangan di depanmu!” balas pria yang Eliora ingat bernama Raven itu dengan nada sekaligus ekspresi yang nggak bersahabat. Meskipun suara pria itu hanya datar, tetapi raut ketidaksukaan jelas tergambar di wajahnya dan itu sukses membuat Eliora merasa kikuk.
Eliora menyeruput isi cup di hadapannya yang hanya tersisa sedikit. Hampir satu jam yang lalu, gadis itu sudah menandaskan New York Cheesecake yang ia pesan tadi ke dalam perutnya.Selama tiga jam duduk di kedai kopi ini, Eliora hanya duduk seorang diri sambil menonton drama Cina yang belum sempat ia selesaikan beberapa hari yang lalu. Bukan hanya makanan dan minuman enak yang menarik Eliora ke tempat itu, melainkan juga jaringan nirkabelnya yang gratis dan cepat.“Bosan juga duduk sendirian di sini,” gumam Eliora pada dirinya sendiri sembari mematikan layar ponselnya. Pasalnya, di lantai atas kedai kopi berlogo putri duyung ini benar-benar sepi. Hanya ada Eliora seorang diri di sini.Setelah menimbang-nimbang, Eliora memutuskan untuk meninggalkan kedai kopi ini dan melanjutkan acara cabut sekolahnya ke destinasi berikutnya. Kaki Eliora baru menuruni setengah anak tangga yang menuju ke lantai bawah, tetapi kesialan kembali menimpany
“Permisi, Mbak.” Suara itu menarik Eliora kembali ke dunia nyata. Tubuh gadis itu tersentak kecil.“Majikan Mbak ada di rumah?” lanjut pria yang berada di hadapan Eliora itu bertanya.Eliora mengernyitkan kening dan hidungnya dengan ekspresi wajah yang tampak bingung. Gadis itu sudah hendak menyemburkan omelan pada pria berkemeja itu Namun, kalimat Eliora tertahan di ujung lidah ketika pria itu menyodorkan sebuah kotak kue dari bakery ternama di kota ini pada gadis itu.“Apa ini?” tanya Eliora sebelum menerima sodoran kotak kue tersebut.“Ini ada kue dari saya sebagai salam perkenalan, Mbak. By the way, perkenalkan nama saya Raven, tetangga baru di seberang sana,” tunjuk pria yang kini Eliora ketahui bernama Raven. Pria itu kemudian menunjuk rumah barunya yang berada di seberang sana dengan jari telunjuknya.“Semoga majikan Mbak suka, ya. Kalau begitu, saya balik dulu, Mbak. Pe
Seorang gadis bertubuh proposional cenderung kurus tampak sedang berolahraga di ruang kebugaran yang ada di rumahnya. Gadis itu menahan perutnya saat melakukan gerakan plank sampai peluh membasahi dahinya.“Hah ...,” desah gadis bernama Eliora itu kemudian jatuh menelungkup di atas matras yoga yang berada di bawah tubuhnya.“Gila, baru plank satu menit aja udah mau pingsan rasanya,” gumam Eliora pada dirinya sendiri.Eliora bangkit dari posisinya ketika mendengar suara ponsel yang berdering. Gadis itu mengerutkan keningnya, heran dengan penelepon yang menghubunginya di hari Minggu pagi seperti ini. Saat mendapati layar ponselnya tertera nama ‘Papa’, Eliora langsung menekan ikon tombol hijau yang menandakan untuk menerima panggilan tersebut.“Halo, El. Kamu lagi ngapain, Sayang?” tanya ayah Eliora dari seberang sana.“Baru siap olahraga, Pa. Kenapa?”“Rajin ba
Seorang gadis yang bernama Eliora baru saja keluar dari gerbang sekolahnya. Di tangannya, ada beberapa lembar kertas ujian yang sudah digabungkan menjadi satu map. Eliora meringis kecil sembari menatap nilai yang tertera di ujung pojok kanan kertas tersebut.Kaki Eliora melangkah menuju sebuah mobil sedan berwarna hitam yang terparkir di parkiran sekolahnya lalu masuk ke dalamnya.“Langsung pulang, Non?” tanya supir pribadi Eliora yang bernama Pak Santo. Pria paruh baya itu melirik anak majikannya yang duduk di kursi belakang dari kaca spion.Eliora menganggukkan kepalanya sembari berdeham sebagai jawaban. Namun, mata gadis itu tetap fokus dan nggak beralih dari kertas-kertas yang berada di tangannya. Alamat diomelin Mama lagi, deh, kalau begini ceritanya, batin Eliora yang dilanda rasa kalut.Eliora sedikit menyesal karena bermalas-malasan dan malah menonton drama Cina sepanjang minggu ujiannya. Ya, gadis itu hanya sedikit menyesal s