Semalaman Arsya merenungi kepergian istrinya. Menatapi ruang kamarnya yang begitu sunyi. Biasanya jam segini harum masakan Anjani sudah menusuk indra penciuman Arsya, ditambah dengan suara cempreng Anjani yang bersenandung menyanyikan lagu yang berasal dari negeri gingseng, yang Arsya yakin Anjani sendiri tidak tau artinya.
Arsya menyeruput minuman soda nya, mengambil putung rokok milik Kai yang tertinggal lalu memetik api menyalakan bara rokoknya, Arsya bukan perokok, tapi disaat - saat seperti ini dia butuh barang nikotin itu untuk sedikit melepas penatnya. Mata Arsya melirik kearah jam dinding, jarum pendek pada jam menunjukkan pukul sembilan. Dan Arsya sama sekali tidak ada gairah untuk berangkat kerja pagi ini.
Kepala Arsya mengepul, kebanyakan mikir tapi tidak ada tindakan. Calon Ayah itu bahkan memilih untuk berdiam diri di dalam kamar semalaman daripada menyusul istrinya ke Jakarta.
Arsya menggaruk rambutnya kesal, mematikan putung rokok y
"Aku mau minta maaf,"Mendengar penuturan Nisya barusan, Arsya berdecih. Bola mata Arsya menatap Nisya yang sedang duduk di hadapannya, cewek itu menunduk sambil meremas telapak tangannya gelisah."Saya maafin. Tapi kamu harus terima konsekuensi yang udah kamu perbuat." ujar Arsya tegas, tak ada lagi raut khawatir yang Arsya berikan pada Nisya.Meskipun Arsya bilang sudah memaafkan Nisya, tapi bagaimanapun Arsya ingin Nisya di berikan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang dia lakukan. Kemarin, Arsya sudah mengajukan berkas laporan yang sudah dia siapkan matang - matang.Nisya mendongak, kerlingan matanya seolah memohon pada Arsya, "Mas--""Kali ini kamu sudah keterlaluan, saya gak mungkin diam aja." potong Arsya cepat sebelum mendengar cewek itu mengiba.Wajah Nisya menunduk lagi, tak kuat menerima tatapan tajam yang Arsya berikan. Meskipun Nisya ta
Arsya menginjakkan di kafe tempat dia janjian dengan Nisya. Mata Arsya langsung menemukan keberadaan Nisya yang sedang duduk manis memandang dirinya dengan senyum tipis. Tanpa membalas senyum Nisya, Arsya melangkah menuju nya. Menarik kursi di hadapan Nisya lalu mendaratkan bokongnya.Arsya sudah memikirkan matang - matang keputusan nya. Dia juga sudah siap menanggung resiko dari keputusannya itu. Apapun resikonya, Arsya terima daripada melihat Istrinya masuk penjara.Nisya baru saja mengangkat tangannya ingin memanggil pelayan kafe untuk memesan minuman, tapi Arsya segera menahannya."Gak perlu, saya gak lama ngobrolnya." ujar Arsya menolak untuk memesan minuman."Okey" balas Nisya seadanya."Langsung ke intinya saja. Saya sudah menarik tuntutan kamu, jadi kita impas." kata Arsya to the point.Nisya tersenyum lebar mendengar penuturan Arsya, senyuman manis yang entah kenapa mem
Anjani meneguk saliva, pandangannya tak lepas pada Arsya yang tengah berjalan kearahnya. Jantung Anjani sudah maraton dari tadi, belum lagi kepalanya yang mendadak pening saat melihat Arsya yang tersenyum kearahnya. Ah, sejak kapan ketampanan Arsya melebihi Ardan begini?Tunggu sebentar, mata Anjani tidak salah lihat kan? Arsya tersenyum!"Assalamu'alaikum, istriku." ujar Arsya setibanya didepan Anjani, suaranya begitu manis hingga membuat Anjani meleleh. Belum lagi laki - laki itu tersenyum cerah dengan mata menyipit membentuk bulan sambit. Gemesin parah!"Kok suaminya datang gak disambut?" tanya Arsya dengan nada guyon nya.Anjani berdehem, menetralkan nafasnya. Anjani lantas berdiri lalu mencium telapak tangan Arsya. Arsya yang melihat itu semakin melebarkan senyumnya, tanpa izin, Arsya bawa Anjani kedalam pelukan.Tidak habis - habis Arsya kecupi puncak kepala Anjani, sesekali menghiru
Sudah hampir satu minggu Arsya di Jakarta, tapi sampai saat ini dia belum berhasil mendapatkan maaf dari Anjani. Anjani masih bersikap acuh, malah kadang mencuekin dirinya. Padahal Arsya sudah melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian Anjani. Bersikap romantis, membantu Anjani membersihkan rumah, bahkan Arsya sudah memberikan Anjani gombalan mautnya. Tapi semua tidak berhasil. Menjinakan Anjani kali ini tidak semudah biasanya."Kamu gak pulang?"Arsya menoleh kaget, sedikit tidak percaya namun lega saat tau kalau akhirnya Anjani mau bicara dengannya.Dengan cepat Arsya menggeleng, melempar senyum manisnya kearah Anjani yang baru saja masuk kedalam kamar."Mas pulang kalau kamu mau ikut pulang." ujar Arsya semanis mungkin. Arsya masih belum menyerah sebelum Anjani bersikap lembut seperti biasanya.Anjani berdecih, mendaratkan bokongnya disisi ranjang sembari mema
Air mata Arsya menetes ketika bibirnya berkumandang kan azan ditelinga sang anak yang baru saja menyuarakan tangisan pertamanya didunia. Arjeno Shakeel Cakrawala. Nama yang Arsya dan Anjani berikan untuk jagoan kecilnya. Anjani menghapus air matanya, ibu muda itu terharu biru melihat pemandangan indah di hadapannya. Usai mengazani anaknya, Arsya mengecup kening dan kedua pipi Jeno. Ditatap wajah mungil Jeno lamat - lamat, kemudian bibir Arsya menerbitkan senyum bersamaan dengan air matanya yang kembali menetes. Anjani yang melihat itu membuang muka, menyembunyikan air matanya yang semakin deras. Rasa sakit yang tadi ia rasakan ketika melahirkan Jeno tak sebanding dengan kebahagian yang kini ia dapatkan. "Bunda jangan nangis dong." ujar Arsya yang memergoki kesedihan Anjani, dengan lembut tangan Arsya mengelap air mata Anjani. Anjani tersenyum simpul, mengecup tangan Arsya yang bera
Hari ini Arsya berhasil membawa Anjani pulang ke Jogjakarta. Bukan cuma Anjani, tapi sama Jeno juga. Sih tampan itu sudah dibawa pulang dari rumah sakit sejak beberapa minggu lalu, tapi keluarga Anjani meminta untuk mengistirahatkan Anjani dan dulu di Jakarta untuk beberapa pekan. Hampir satu bulan Arsya meliburkan diri dari kegiatan perkantoran hingga perkuliahannya demi menemani Anjani dan sang anak di Jakarta. Tapi hari ini berakhir sudah, Arsya akan membawa istri dan anaknya ke tempat tinggal barunya. Omong - omong dengan tempat tinggal, Anjani sudah tau kalau Arsya sudah pindah tempat kost. Karena kalau Arsya tidak beritahu, Anjani tidak akan mau ikut pulang. Roda kemudi Arsya berhenti tepat dihalaman khusus parkir penghuni kost, membuat Anjani meluruskan pandangannya menatapi gedung kost tempat tinggal barunya yang tampak lebih besar dan luas dari kost sebelumnya. Arsya melepas seatbelt nya, d
"Pelakor!" "Dasar perusak rumah tangga orang!""Gak nyangka ya cantik - cantik ternyata hatinya busuk." "Oh dia yang pura - pura diperkosa supaya dinikahin suami orang itu sis?" "Padahal cantik ya, tapi kok kelakuannya kayak gitu."Sudah hampir seminggu Nisya mengurung diri didalam rumah. Tapi bisikan caci maki tentang dirinya itu terus terdengar di telinganya. Hidup Nisya menjadi tidak tenang setelah semua orang mengetahui kebohongan nya, Nisya bahkan sampai tidak berani keluar dari rumah karena selalu mendengar omongan orang lain yang mencacinya secara terang - terangan ketika dia lewat. Teman - teman Nisya pun menghilang sejak tahu bahwa Nisya melakukan perbuatan keji dan memfitnah Arsya telah memperkosa dirinya. Bukan cuma itu, akun sosial media nya pun tak luput dari serangan dan caci maki netiz
"Astaghfirullah, Anjani!"Arsya yang baru saja masuk kedalam kamar langsung berlari panik ke tempat tidur, tangannya langsung melempar bantal yang menindihi badan hingga wajah Jeno, membuat anaknya itu kelagepan. Setelah bantal itu terhempas ke lantai tangis Jeno yang semula tak terdengar karena tertindih bantal kini terdengar nyaring. Bayi itu menangis kencang hingga wajahnya memerah. Sang Bunda yang pulas di sebelahnya spontan terbangun dan menatap kaget Jeno yang menangis di gendongan Arsya."Kamu nih gimana sih, Jeno tadi ketindihan bantal. Gak bisa nafas dia." omel Arsya yang sedang menimang - nimang Jeno yang belum reda tangisnya.Anjani menunduk, ia lantas bangkit dari atas tempat tidur lalu berjalan menghampiri Arsya dan Jeno."Kalau aku buang air besar dulu tadi mungkin sudah lain ceritanya." kata Arsya masih merasa kesal pada istrinya yang ceroboh itu. Coba kalau Arsya masih berleha