"Lo udah gila ya, Chan?" sentak Anjani yang tengah naik pitam. Ibu satu anak itu tiba-tiba saja mengamuk ketika melihat kedatangan Chandra dengan anak gadis yang ia rangkul mesra.
Chandra mengulum bibirnya, ia terdiam di hadapan Anjani yang sedang menghakiminya. Dan entah kenapa Chandra menciut tak berani menyahut saat Anjani memarahinya habis - habisan.
"Lo juga, neng!" Kini Anjani menatap gadis yang duduk ketakutan di samping Chandra. "Lo tau gak nih biawak satu udah punya bini, bentar lagi ada buntutnya."
Anak gadis itulah hanya terdiam menunduk tanpa sepatah kata. Wajahnya merengut menahan tangis dan malu.
"Anak orang jangan di marahin, kalau mau marah ke Chandra aja." teguArsya yang Anjani balas dengan decihan.
"Sama dua-duanya juga salah!" jawab Anjani.
Karena tak tega melihat wajah gadis itu pias, Beki mengeluarkan dompetnya. Memberika
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu
"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati."Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno."Mas"Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Ada sebuah keharusan yang tidak bisa di tunda. Meninggalkan seorang istri yang baru di pinangnya dua bulan lalu demi mengejar cita-cita. Membuatnya terpaksa membuka celah pada keharmonisan yang selalu mereka jaga. Sebuah jarak akan menguji kekuatan kedua cinta mereka. Memilih bertahan atau meninggalkan? Arsya dengan keras bersumpah tidak akan ada yang bisa merusak rumah tangga mereka dengan cara apapun, jarak, komunikasi dan rindu yang mungkin akan menjadi masalah baru. Namun, Arsya bersumpah semua hal kecil itu tidak akan menggoyahkan bentang rumah tangga mereka. Itu janji yang Arsya berikan pada Anjani -istrinya. Memberi bekal kepercayaan selama mereka berpisah. Sebagai seorang istri yang perngertian dan bijaksana, Anjani berusaha untuk turut percaya. Ikut menjaga dan merawat hubungan jarak jauh mereka. Seperti yang suaminya katakan; jarak, komunikasi dan rindu. Itu hanya setitik masalah yang mungkin ada mener
Meski sudah tiga bulan berlalu sejak kepergian Arsya mengejar gelar Magister-nya di kota istimewa Yogyakarta. Akan tetapi tanpa kehadiran Arsya di sisinya masih terasa asing bagi Anjani. Sang suami yang terbiasa berada di dekatnya kini menghilang sampai waktu yang tak ditentukan.Anjani mengusap perutnya yang mulai menonjol, kehadiran jabang bayinya seolah menggantikan sosok Arsya yang selalu menemaninya kemana pun.Mata Anjani menatap lesuh layar laptopnya. Sudah dua hari dirinya tidak tidur demi merevisi draft skripsi. Anjani tidak boleh lengah, ia harus cepat menyelesaikan skripsinya, dengan begitu ia bisa cepat lulus dan menyusul Arsya ke Jogja.“Sabar ya, Nak. Bunda janji sebentar lagi kita akan bersama Ayah setiap hari, nggak perlu nunggu tanggal merah dan hari libur lagi.” Kata Anjani sambil mengusap perutnya yang mulai membucit.Senyum Anjani terbentang, berinteraksi den
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati."Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno."Mas"Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
"Lo udah gila ya, Chan?" sentak Anjani yang tengah naik pitam. Ibu satu anak itu tiba-tiba saja mengamuk ketika melihat kedatangan Chandra dengan anak gadis yang ia rangkul mesra.Chandra mengulum bibirnya, ia terdiam di hadapan Anjani yang sedang menghakiminya. Dan entah kenapa Chandra menciut tak berani menyahut saat Anjani memarahinya habis - habisan."Lo juga, neng!" Kini Anjani menatap gadis yang duduk ketakutan di samping Chandra. "Lo tau gak nih biawak satu udah punya bini, bentar lagi ada buntutnya."Anak gadis itulah hanya terdiam menunduk tanpa sepatah kata. Wajahnya merengut menahan tangis dan malu."Anak orang jangan di marahin, kalau mau marah ke Chandra aja." teguArsya yang Anjani balas dengan decihan."Sama dua-duanya juga salah!" jawab Anjani.Karena tak tega melihat wajah gadis itu pias, Beki mengeluarkan dompetnya. Memberika
"Happy birthday, Rais!" ujar Anjani kemudian mengecup pucuk kepala Rais yang hari ini umurnya genap satu tahun.Rais yang sedang berada di gendongan Yogi tersenyum malu, kedua tangannya memeluk erat-erat salah satu kado miliknya."Selamat ulang tahun, jagoan!" Kali ini Arsya yang bicara, mengacak rambut Rais yang sudah di sisir rapih oleh Hanum."Om, jangan di acak-acak dong rambutku, jadi berantakan lagi kan." timpal Hanum seolah mewakilkan Rais yang belum lancar berbicara.Arsya tertawa sumbang, "Iya deh, maaf ya nih Om rapihin lagi rambutnya." kata Arsya sambil merapihkan rambut Rais yang berantakan karenanya."Tuh lihat, dedek Jeno lucu banget ya, bang." ucap Yogi sembari menunjuk kearah Jeno yang sedang di gendongan Anjani, spontan Rais menatap kearah yang Ayahnya tunjuk. Mulut anak kecil itu menganga seakan terpesona.Hanum, Yogi, Anjani dan Arsya yang melihat reaksi
"Jeno lucu banget sih, jadi anak tante Marra aja mau gak?""Kalau Jeno jadi anak kamu, berarti anak aku juga dong?"Spontan Anjani membekap mulutnya merasa mual mendengar Jeka yang menyahuti ucapan Marra barusan. Ya, Anjani sudah tiba di Jakarta sabtu siang dan langsung di sambut dengan sepasang kekasih yang menjijikan di mata Anjani."Mar, lo di pelet apa gimana sih?!" celetuk Anjani menatap Marra tak menyangka. Marra dan Jeka sudah di depan mata, tentu Anjani tidak lupa tujuan utamanya, memberi pencerahan pada Marra yang siapa tau di pelet Jeka."Buset, congor nya bos!" sahut Jeka tak terima."Terus kenapa Marra bisa mau sama mahluk astral macam lo?" balas Anjani sewot.Jeka mendelik tajam, "Jelmaan bidadara surga gini di bilang mahluk astral." Jeka memainkan alisnya memasang wajah tengil."Dih," Anjani berdecih jijik. Tapi Jeka tak merasa tersinggung sa