"Mas Arsya gak boleh pulang..." rengek Nisya sembari bergelayut manja di lengan Arsya.
"Istri saya menunggu dirumah." ujar Arsya memohon. Wajah Arsya sudah jengah, ia lelah menuruti segala keinginan Nisya.
"Kalau mas Arsya pulang nanti aku sendirian," ujar Nisya mengerlingkan mata mengiba. Bibirnya mempout, mencoba merayu Arsya dengan wajah imut.
Arsya menghela nafas berat, "Saya harus pulang, Nis. Saya memiliki tanggung jawab atas istri saya!" kata Arsya mulai tersulut emosi. Suaranya meninggi membuat Nisya tersentak kecil.
Raut wajah Nisya praktis berubah, matanya menyalang, dadanya bergemuruh kesal karena Arsya terus mengingat istrinya dirumah. Kepala Nisya yang tadinya bergelayut manja di lengan Arsya kini menegak lalu menepis lengan Arsya dengan kasar.
Nisya melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku juga tanggung jawab mas Arsya!" bentak Nisya murka.
Tungkai Arsya mundur selangkah, menatap Nisya dengan sorot te
Esok paginya Anjani datang lagi ke rumah sakit bersama Kai beserta keluarga Nisya. Sebenarnya bersama Arsya juga, namun Anjani seolah tidak melihat keberadaan Arsya yang selalu berdiri di belakangnya."Mamah sama Ayah lagi di jalan," ujar Arsya memberitahu saat mereka sedang berjalan beriringan di lorong rumah sakit.Langkah Anjani berhenti, praktis membuat langkah Kai dan Arsya ikut berhenti. Sementara Tuti dan suaminya sudah menuju kamar inap Nisya lebih dulu."Kenapa selalu bawa - bawa orangtua lo sih? Kemarin lo bilang bisa nyelesain masalah ini sendiri, tapi buktinya lo seret - seret Kai sama mamah ayah. Lo gak kasihan sama orangtua lo bulak - balik jogja jakarta?" ujar Anjani sarkas.Arsya menunduk, menahan diri untuk tidak marah melihat perlakuan sarkas Anjani. Bibirnya bungkam, tak mampu buka suara.Melihat keterdiaman Arsya, Anjani berdecih lalu kembali melanjutkan l
Semalaman Arsya merenungi kepergian istrinya. Menatapi ruang kamarnya yang begitu sunyi. Biasanya jam segini harum masakan Anjani sudah menusuk indra penciuman Arsya, ditambah dengan suara cempreng Anjani yang bersenandung menyanyikan lagu yang berasal dari negeri gingseng, yang Arsya yakin Anjani sendiri tidak tau artinya.Arsya menyeruput minuman soda nya, mengambil putung rokok milik Kai yang tertinggal lalu memetik api menyalakan bara rokoknya, Arsya bukan perokok, tapi disaat - saat seperti ini dia butuh barang nikotin itu untuk sedikit melepas penatnya. Mata Arsya melirik kearah jam dinding, jarum pendek pada jam menunjukkan pukul sembilan. Dan Arsya sama sekali tidak ada gairah untuk berangkat kerja pagi ini.Kepala Arsya mengepul, kebanyakan mikir tapi tidak ada tindakan. Calon Ayah itu bahkan memilih untuk berdiam diri di dalam kamar semalaman daripada menyusul istrinya ke Jakarta.Arsya menggaruk rambutnya kesal, mematikan putung rokok y
"Aku mau minta maaf,"Mendengar penuturan Nisya barusan, Arsya berdecih. Bola mata Arsya menatap Nisya yang sedang duduk di hadapannya, cewek itu menunduk sambil meremas telapak tangannya gelisah."Saya maafin. Tapi kamu harus terima konsekuensi yang udah kamu perbuat." ujar Arsya tegas, tak ada lagi raut khawatir yang Arsya berikan pada Nisya.Meskipun Arsya bilang sudah memaafkan Nisya, tapi bagaimanapun Arsya ingin Nisya di berikan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang dia lakukan. Kemarin, Arsya sudah mengajukan berkas laporan yang sudah dia siapkan matang - matang.Nisya mendongak, kerlingan matanya seolah memohon pada Arsya, "Mas--""Kali ini kamu sudah keterlaluan, saya gak mungkin diam aja." potong Arsya cepat sebelum mendengar cewek itu mengiba.Wajah Nisya menunduk lagi, tak kuat menerima tatapan tajam yang Arsya berikan. Meskipun Nisya ta
Arsya menginjakkan di kafe tempat dia janjian dengan Nisya. Mata Arsya langsung menemukan keberadaan Nisya yang sedang duduk manis memandang dirinya dengan senyum tipis. Tanpa membalas senyum Nisya, Arsya melangkah menuju nya. Menarik kursi di hadapan Nisya lalu mendaratkan bokongnya.Arsya sudah memikirkan matang - matang keputusan nya. Dia juga sudah siap menanggung resiko dari keputusannya itu. Apapun resikonya, Arsya terima daripada melihat Istrinya masuk penjara.Nisya baru saja mengangkat tangannya ingin memanggil pelayan kafe untuk memesan minuman, tapi Arsya segera menahannya."Gak perlu, saya gak lama ngobrolnya." ujar Arsya menolak untuk memesan minuman."Okey" balas Nisya seadanya."Langsung ke intinya saja. Saya sudah menarik tuntutan kamu, jadi kita impas." kata Arsya to the point.Nisya tersenyum lebar mendengar penuturan Arsya, senyuman manis yang entah kenapa mem
Anjani meneguk saliva, pandangannya tak lepas pada Arsya yang tengah berjalan kearahnya. Jantung Anjani sudah maraton dari tadi, belum lagi kepalanya yang mendadak pening saat melihat Arsya yang tersenyum kearahnya. Ah, sejak kapan ketampanan Arsya melebihi Ardan begini?Tunggu sebentar, mata Anjani tidak salah lihat kan? Arsya tersenyum!"Assalamu'alaikum, istriku." ujar Arsya setibanya didepan Anjani, suaranya begitu manis hingga membuat Anjani meleleh. Belum lagi laki - laki itu tersenyum cerah dengan mata menyipit membentuk bulan sambit. Gemesin parah!"Kok suaminya datang gak disambut?" tanya Arsya dengan nada guyon nya.Anjani berdehem, menetralkan nafasnya. Anjani lantas berdiri lalu mencium telapak tangan Arsya. Arsya yang melihat itu semakin melebarkan senyumnya, tanpa izin, Arsya bawa Anjani kedalam pelukan.Tidak habis - habis Arsya kecupi puncak kepala Anjani, sesekali menghiru
Sudah hampir satu minggu Arsya di Jakarta, tapi sampai saat ini dia belum berhasil mendapatkan maaf dari Anjani. Anjani masih bersikap acuh, malah kadang mencuekin dirinya. Padahal Arsya sudah melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian Anjani. Bersikap romantis, membantu Anjani membersihkan rumah, bahkan Arsya sudah memberikan Anjani gombalan mautnya. Tapi semua tidak berhasil. Menjinakan Anjani kali ini tidak semudah biasanya."Kamu gak pulang?"Arsya menoleh kaget, sedikit tidak percaya namun lega saat tau kalau akhirnya Anjani mau bicara dengannya.Dengan cepat Arsya menggeleng, melempar senyum manisnya kearah Anjani yang baru saja masuk kedalam kamar."Mas pulang kalau kamu mau ikut pulang." ujar Arsya semanis mungkin. Arsya masih belum menyerah sebelum Anjani bersikap lembut seperti biasanya.Anjani berdecih, mendaratkan bokongnya disisi ranjang sembari mema
Air mata Arsya menetes ketika bibirnya berkumandang kan azan ditelinga sang anak yang baru saja menyuarakan tangisan pertamanya didunia. Arjeno Shakeel Cakrawala. Nama yang Arsya dan Anjani berikan untuk jagoan kecilnya. Anjani menghapus air matanya, ibu muda itu terharu biru melihat pemandangan indah di hadapannya. Usai mengazani anaknya, Arsya mengecup kening dan kedua pipi Jeno. Ditatap wajah mungil Jeno lamat - lamat, kemudian bibir Arsya menerbitkan senyum bersamaan dengan air matanya yang kembali menetes. Anjani yang melihat itu membuang muka, menyembunyikan air matanya yang semakin deras. Rasa sakit yang tadi ia rasakan ketika melahirkan Jeno tak sebanding dengan kebahagian yang kini ia dapatkan. "Bunda jangan nangis dong." ujar Arsya yang memergoki kesedihan Anjani, dengan lembut tangan Arsya mengelap air mata Anjani. Anjani tersenyum simpul, mengecup tangan Arsya yang bera
Hari ini Arsya berhasil membawa Anjani pulang ke Jogjakarta. Bukan cuma Anjani, tapi sama Jeno juga. Sih tampan itu sudah dibawa pulang dari rumah sakit sejak beberapa minggu lalu, tapi keluarga Anjani meminta untuk mengistirahatkan Anjani dan dulu di Jakarta untuk beberapa pekan. Hampir satu bulan Arsya meliburkan diri dari kegiatan perkantoran hingga perkuliahannya demi menemani Anjani dan sang anak di Jakarta. Tapi hari ini berakhir sudah, Arsya akan membawa istri dan anaknya ke tempat tinggal barunya. Omong - omong dengan tempat tinggal, Anjani sudah tau kalau Arsya sudah pindah tempat kost. Karena kalau Arsya tidak beritahu, Anjani tidak akan mau ikut pulang. Roda kemudi Arsya berhenti tepat dihalaman khusus parkir penghuni kost, membuat Anjani meluruskan pandangannya menatapi gedung kost tempat tinggal barunya yang tampak lebih besar dan luas dari kost sebelumnya. Arsya melepas seatbelt nya, d
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati."Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno."Mas"Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
"Lo udah gila ya, Chan?" sentak Anjani yang tengah naik pitam. Ibu satu anak itu tiba-tiba saja mengamuk ketika melihat kedatangan Chandra dengan anak gadis yang ia rangkul mesra.Chandra mengulum bibirnya, ia terdiam di hadapan Anjani yang sedang menghakiminya. Dan entah kenapa Chandra menciut tak berani menyahut saat Anjani memarahinya habis - habisan."Lo juga, neng!" Kini Anjani menatap gadis yang duduk ketakutan di samping Chandra. "Lo tau gak nih biawak satu udah punya bini, bentar lagi ada buntutnya."Anak gadis itulah hanya terdiam menunduk tanpa sepatah kata. Wajahnya merengut menahan tangis dan malu."Anak orang jangan di marahin, kalau mau marah ke Chandra aja." teguArsya yang Anjani balas dengan decihan."Sama dua-duanya juga salah!" jawab Anjani.Karena tak tega melihat wajah gadis itu pias, Beki mengeluarkan dompetnya. Memberika
"Happy birthday, Rais!" ujar Anjani kemudian mengecup pucuk kepala Rais yang hari ini umurnya genap satu tahun.Rais yang sedang berada di gendongan Yogi tersenyum malu, kedua tangannya memeluk erat-erat salah satu kado miliknya."Selamat ulang tahun, jagoan!" Kali ini Arsya yang bicara, mengacak rambut Rais yang sudah di sisir rapih oleh Hanum."Om, jangan di acak-acak dong rambutku, jadi berantakan lagi kan." timpal Hanum seolah mewakilkan Rais yang belum lancar berbicara.Arsya tertawa sumbang, "Iya deh, maaf ya nih Om rapihin lagi rambutnya." kata Arsya sambil merapihkan rambut Rais yang berantakan karenanya."Tuh lihat, dedek Jeno lucu banget ya, bang." ucap Yogi sembari menunjuk kearah Jeno yang sedang di gendongan Anjani, spontan Rais menatap kearah yang Ayahnya tunjuk. Mulut anak kecil itu menganga seakan terpesona.Hanum, Yogi, Anjani dan Arsya yang melihat reaksi
"Jeno lucu banget sih, jadi anak tante Marra aja mau gak?""Kalau Jeno jadi anak kamu, berarti anak aku juga dong?"Spontan Anjani membekap mulutnya merasa mual mendengar Jeka yang menyahuti ucapan Marra barusan. Ya, Anjani sudah tiba di Jakarta sabtu siang dan langsung di sambut dengan sepasang kekasih yang menjijikan di mata Anjani."Mar, lo di pelet apa gimana sih?!" celetuk Anjani menatap Marra tak menyangka. Marra dan Jeka sudah di depan mata, tentu Anjani tidak lupa tujuan utamanya, memberi pencerahan pada Marra yang siapa tau di pelet Jeka."Buset, congor nya bos!" sahut Jeka tak terima."Terus kenapa Marra bisa mau sama mahluk astral macam lo?" balas Anjani sewot.Jeka mendelik tajam, "Jelmaan bidadara surga gini di bilang mahluk astral." Jeka memainkan alisnya memasang wajah tengil."Dih," Anjani berdecih jijik. Tapi Jeka tak merasa tersinggung sa