Tante Irma melirik ke arah suaminya lalu berpindah ke Gunawan. "Dia sudah diambil ayah kandungnya, Pak," Sahut Gunawan pilu. Aku dan Alina saling tatap dalam kebingungan. "Dia bukan anak saya. Dia anak seorang pengusaha kaya. Setelah Siti meninggal, saya baru tau jika saya mandul. Dan Sabila itu ada sebelum kami menikah," "Astaghfirullah ..." Lirihku juga Alina bersamaan. "Selama ini saya ditipu, saya menyesal. Mungkin penyakit ini adalah akibat kesalahan saya dulu pada Alina," lanjutnya. Ternyata Gunawan mewarisi penyakit yang diidap Siti, istrinya dulu. Penyakit yang belum ada obatnya sampai sekarang. Pantaslah tubuh laki-laki itu kurus kering dan terlihat lebih tua dari usianya. Setelah ngobrol-ngobrol sejenak, dan makan-makan, Tante Irma juga keluarganya pamit. Aku mengantarkan sampai gerbang, sebagai wujud penghormatan. "Pak, jaga Alina baik-baik. Demi Allah dia wanita yang sangat baik, mungkin umur saya tak akan lama, hanya itu saja pinta saya. Tolong jangan sia-siakan
Sejak mantan istri Mas Ubay mengaku sedang hamil anak suamiku, aku mulai sedikit memberi jarak dengan Mas Ubay, seolah sedang marah. Walau sebenarnya aku sama sekali tak percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu. Sedari awal dia memang sudah gatal ingin kembali dan merebut hati suamiku, tapi Mas Ubay tak pernah merespon."Sayang, demi Allah, Mas tidak sengaja melakukan itu,""Artinya kamu melakukannya tapi tak sengaja? Begitu kah, Mas?""Bu-bukan, bukan begitu. Mas tidak tau apa benar Mas telah melakukan itu atau tidak. Mas tidak tau,"Mukanya suamiku itu terlihat frustasi. Aku tersenyum tipis, walau baru menikah, aku sudah bisa membaca karakter Mas Ubay, karena sebelum menjadi istrinya, aku dapat melihat dia lelaki Sholeh. Dia tak mungkin sehina itu. Walau Aina pernah menjadi istrinya, tapi dia sadar dan sangat paham jika tak ada lagi hubungan yang tersisa diantara mereka, selain sekedar mantan."Percayalah, Al. Aku gak mungkin melakukan itu,"Aku meninggalkan Mas Ubay, sambil
"Astaghfirullah ..."Aku menaruh hafidz di box bayi, lalu mendekati Mas Ubay."Mas, menghadapi perempuan seperti itu kenapa sampai menangis?""Mas, tak peduli dengan nama baik, tapi yang Mas takutkan, kamu dan Hafidz meninggalkan Mas. Mas takut itu terjadi. Cukup waktu itu kamu membuat Mas cemas setengah mati. Jangan lagi terulang untuk kedua kalinya,"Aku memeluk Mas Ubay, lelaki tinggi itu pasrah merebahkan kepalanya di dadaku. Sejenak aku melupakan amarah dan cemburu. Mas Ubay butuh aku, dia penolongku, dah mungkin sudah saatnya aku menolong dirinya."Sayang, apa kamu stres?" Dia menatap mataku lekat.Aku menggeleng cepat."Aku stres kalau lihat kamu, stres. InsyaAllah kita akan hadapi ini bersama," ujarku.Tok tok tok!Suara ketukan terdengar di pintu."Alina Sayang, kamu tidur kah, Sayang?" Panggil Mama."Mas, cepat kamu pura-pura tidur, matamu merah karena habis nangis. Nanti Mama curiga," aku mendorong Mas Ubay ke tempat tidur dan menyelimuti tubuhnya."Ya, Ma. Masuk aja, Alina
Bu, Bu Aina kini sedang berada di rumah Bu Rosita,][Oke! Terus pantau apa saja kegiatan dia.]Pesan dari Jeki, orang yang kubayar untuk memata-matai Aina. Aku yakin ada lelaki lain yang dekat dengannya. Dan melakukan hubungan itu sehingga perempuan itu hamil. Aku harus mencari tau.Teman-temanku pun ikut memantau, meski tak bisa fokus, lantaran mereka juga sibuk dengan pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga.Hari terus berlalu, belum ada perkembangan yang signifikan. Sedangkan Aina terus saja berusaha mendekatkan diri dengan keluarga ini. Hampir tiap hari dia datang, dengan alasan menemani Mama. Mama yang awalnya cuek padanya pun mulai luluh dengan perhatian Aina. Meski Mas Ubay sering tak terima jika Mama dekat-dekat dengan mantannya itu."Ma, Aina itu mantan Ubay. Apa Mama tak memikirkan sama sekali perasaan Alina!""Perasaan gimana, Bay. Aina kesini hanya sebagai seorang teman. Dia ingin menemani Mama. Kemarin kita senam bareng. Tadinya Mama mau mengajak Alina, tapi kan Alina
"Hah! Kamu menganggap enteng aku, Alina. Kamu akan tersingkirkan, aku yakin itu!""Coba saja!" Tantangku."Nanti kamu akan mengemis meminta aku melepaskan Mas Ubay. Saat itu aku akan mencampakkan dirimu dan anak kamu itu ke jalanan. Aku lah yang seharusnya menjadi ratu di rumah ini. Karena sebentar lagi, Mama akan tau jika aku sedang hamil anak Mas Ubay,""Jangan yakin, dulu. Kalau gagal nanti nangees!"Aina mendengkus kesal. Lalu berjalan dengan menghentak-hentakan kaki menuju mobilnya.Pasti setelah ini dia akan kerumah Bibi Rosita. Seperti kebiasaannya beberapa hari ini. Perempuan itu memanfaatkan perselisihan kakak beradik itu untuk kepentingannya. Aku menarik napas dalam-dalam. Jangan lemah Alina! Jangan lemah!****Malam itu, makan malam terasa beku. Sejak perdebatan Mama dan Mas Ubay, laki-laki itu lebih banyak diam jika di dekat Mama. Begitu juga dengan Mama. Tak ada niat sama sekali untuk memperbaiki hubungan mereka."Tumben nih, pada diam. Lagi sariawan?" tanya Papa yang su
Akhirnya dengan berat hati Mas Ubay berangkat ke Surabaya. Walau sebelumnya dia berencana mengajakku, tapi mengingat di sana dia harus fokus dengan kerjaan dan Hafidz yang masih terlalu kecil, rencana itu akhirnya dibatalkan."Sayang, jaga diri baik-baik, ya. Jika kamu mau, aku akan meminta Lea menemani disini," begitu khawatirnya Mas Ubay."Jangan, Mas. Lea lagi hamil. Kasian nanti kecapekan. Biar aku sendiri saja. Aku yakin bisa menjaga diri,"Mas Ubay mendekat. Tangannya terulur membingkai wajahku. Mata kami bersitatap, ada kaca-kaca di matanya yang berusaha dia tahan."Mas, janji akan segera kembali," aku mengangguk seiring pelukan yang erat yang Mas Ubay berikan.Aku pun merasa berat, ada sesuatu yang rasanya hilang ketika lelakiku itu beranjak pergi."Ma, titip Alina. Ubay harap Mama ga bawa Aina lagi ke sini, kalau tidak. Setelah Ubay kembali kami akan pindah ke rumah kami sendiri,""Kamu mengancam, Mama?" Mama pun terlihat sewot.Aku meraih tangan Mas Ubay, meremasnya erat, se
"Tapi, Mama kan bisa memaksa Mas Ubay untuk menceraikannya, Ma," Aina memburu."Tidak bisa, Aina. Alina seperti sebuah magnet yang membuat seluruh perhatian dan kasih sayang Ubay tercurah padanya," Mama mendesah."Maafkan Mama," lanjut Mama."Tak apa, Ma. Misal Aina berubah penampilan seperti Alina apa Mas Ubay akan tertarik?""Mama tak yakin. Karena dia tak suka wanita karier,"Jawaban Mama menjadi skakmat untuk Aina. Perempuan itu seakan sangat kecewa lalu pamit pulang.[Jeki, Aina keluar dari rumah saya. Kamu ikuti sekarang,][Siap, Bu.]Aku kembali ke kamar. Setalah tadi video call dengan Mas Ubay, perasaanku sedikit tenang, beruntung Mas Ubay selalu menenangkanku.Ponsel Mas Ubay yang kini kupegang berbunyi, ada panggilan dari Aina. Aku mengabaikan. Khawatir jika Aina mengetahui jika Mas Ubay sudah mengganti ponselnya.[Mas, angkat teleponnya!][Aku sedang rapat, tak bisa!] Ketikku dengan dada berdebar.Tak lama Aina mengirim video panasnya dengan laki-laki yang mirip sekali deng
POV Aina.Lelah juga setelah seharian mencari muka pada Tante Hana, mamanya Mas Ubay. Sejak mantan suamiku itu menceraikanku, ada penyesalan yang sangat di dalam hati ini. Mas Ubay tampak begitu mempesona, ditambah hidupnya yang memang mapan sedari dulu. Berbagai upaya telah aku lakukan agar dia kembali padaku.Namun, akhirnya dia menikah juga dengan perempuan norak yang memakai kerudung itu. Bahkan sekarang sudah punya anak. Aku tak tau lagi harus melakukan apa. Walau jika aku mendapatkan Mas Ubay, aku harus melepaskan karirku sebagai artis terkenal."Kamu ngapain lagi, sih, Na. Mengambil hati mantan kamu itu? Apa tak cukup ada aku yang setia menemani kamu?" Aku sedang membersihkan sisa makeup di depan meja rias, ketika Roy berciloteh yang membuatku muak. Lelaki yang menjadi manager sekaligus teman tidurku itu selalu saja berkata seperti itu jika aku mau berangkat ke rumah Mas Ubay."Kamu ga usah ikut campur, Mas. Ini urusan pribadiku. Aku yang mengurusnya sendiri,""Tapi, apa yang