Sejak mantan istri Mas Ubay mengaku sedang hamil anak suamiku, aku mulai sedikit memberi jarak dengan Mas Ubay, seolah sedang marah. Walau sebenarnya aku sama sekali tak percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu. Sedari awal dia memang sudah gatal ingin kembali dan merebut hati suamiku, tapi Mas Ubay tak pernah merespon."Sayang, demi Allah, Mas tidak sengaja melakukan itu,""Artinya kamu melakukannya tapi tak sengaja? Begitu kah, Mas?""Bu-bukan, bukan begitu. Mas tidak tau apa benar Mas telah melakukan itu atau tidak. Mas tidak tau,"Mukanya suamiku itu terlihat frustasi. Aku tersenyum tipis, walau baru menikah, aku sudah bisa membaca karakter Mas Ubay, karena sebelum menjadi istrinya, aku dapat melihat dia lelaki Sholeh. Dia tak mungkin sehina itu. Walau Aina pernah menjadi istrinya, tapi dia sadar dan sangat paham jika tak ada lagi hubungan yang tersisa diantara mereka, selain sekedar mantan."Percayalah, Al. Aku gak mungkin melakukan itu,"Aku meninggalkan Mas Ubay, sambil
"Astaghfirullah ..."Aku menaruh hafidz di box bayi, lalu mendekati Mas Ubay."Mas, menghadapi perempuan seperti itu kenapa sampai menangis?""Mas, tak peduli dengan nama baik, tapi yang Mas takutkan, kamu dan Hafidz meninggalkan Mas. Mas takut itu terjadi. Cukup waktu itu kamu membuat Mas cemas setengah mati. Jangan lagi terulang untuk kedua kalinya,"Aku memeluk Mas Ubay, lelaki tinggi itu pasrah merebahkan kepalanya di dadaku. Sejenak aku melupakan amarah dan cemburu. Mas Ubay butuh aku, dia penolongku, dah mungkin sudah saatnya aku menolong dirinya."Sayang, apa kamu stres?" Dia menatap mataku lekat.Aku menggeleng cepat."Aku stres kalau lihat kamu, stres. InsyaAllah kita akan hadapi ini bersama," ujarku.Tok tok tok!Suara ketukan terdengar di pintu."Alina Sayang, kamu tidur kah, Sayang?" Panggil Mama."Mas, cepat kamu pura-pura tidur, matamu merah karena habis nangis. Nanti Mama curiga," aku mendorong Mas Ubay ke tempat tidur dan menyelimuti tubuhnya."Ya, Ma. Masuk aja, Alina
Bu, Bu Aina kini sedang berada di rumah Bu Rosita,][Oke! Terus pantau apa saja kegiatan dia.]Pesan dari Jeki, orang yang kubayar untuk memata-matai Aina. Aku yakin ada lelaki lain yang dekat dengannya. Dan melakukan hubungan itu sehingga perempuan itu hamil. Aku harus mencari tau.Teman-temanku pun ikut memantau, meski tak bisa fokus, lantaran mereka juga sibuk dengan pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga.Hari terus berlalu, belum ada perkembangan yang signifikan. Sedangkan Aina terus saja berusaha mendekatkan diri dengan keluarga ini. Hampir tiap hari dia datang, dengan alasan menemani Mama. Mama yang awalnya cuek padanya pun mulai luluh dengan perhatian Aina. Meski Mas Ubay sering tak terima jika Mama dekat-dekat dengan mantannya itu."Ma, Aina itu mantan Ubay. Apa Mama tak memikirkan sama sekali perasaan Alina!""Perasaan gimana, Bay. Aina kesini hanya sebagai seorang teman. Dia ingin menemani Mama. Kemarin kita senam bareng. Tadinya Mama mau mengajak Alina, tapi kan Alina
"Hah! Kamu menganggap enteng aku, Alina. Kamu akan tersingkirkan, aku yakin itu!""Coba saja!" Tantangku."Nanti kamu akan mengemis meminta aku melepaskan Mas Ubay. Saat itu aku akan mencampakkan dirimu dan anak kamu itu ke jalanan. Aku lah yang seharusnya menjadi ratu di rumah ini. Karena sebentar lagi, Mama akan tau jika aku sedang hamil anak Mas Ubay,""Jangan yakin, dulu. Kalau gagal nanti nangees!"Aina mendengkus kesal. Lalu berjalan dengan menghentak-hentakan kaki menuju mobilnya.Pasti setelah ini dia akan kerumah Bibi Rosita. Seperti kebiasaannya beberapa hari ini. Perempuan itu memanfaatkan perselisihan kakak beradik itu untuk kepentingannya. Aku menarik napas dalam-dalam. Jangan lemah Alina! Jangan lemah!****Malam itu, makan malam terasa beku. Sejak perdebatan Mama dan Mas Ubay, laki-laki itu lebih banyak diam jika di dekat Mama. Begitu juga dengan Mama. Tak ada niat sama sekali untuk memperbaiki hubungan mereka."Tumben nih, pada diam. Lagi sariawan?" tanya Papa yang su
Akhirnya dengan berat hati Mas Ubay berangkat ke Surabaya. Walau sebelumnya dia berencana mengajakku, tapi mengingat di sana dia harus fokus dengan kerjaan dan Hafidz yang masih terlalu kecil, rencana itu akhirnya dibatalkan."Sayang, jaga diri baik-baik, ya. Jika kamu mau, aku akan meminta Lea menemani disini," begitu khawatirnya Mas Ubay."Jangan, Mas. Lea lagi hamil. Kasian nanti kecapekan. Biar aku sendiri saja. Aku yakin bisa menjaga diri,"Mas Ubay mendekat. Tangannya terulur membingkai wajahku. Mata kami bersitatap, ada kaca-kaca di matanya yang berusaha dia tahan."Mas, janji akan segera kembali," aku mengangguk seiring pelukan yang erat yang Mas Ubay berikan.Aku pun merasa berat, ada sesuatu yang rasanya hilang ketika lelakiku itu beranjak pergi."Ma, titip Alina. Ubay harap Mama ga bawa Aina lagi ke sini, kalau tidak. Setelah Ubay kembali kami akan pindah ke rumah kami sendiri,""Kamu mengancam, Mama?" Mama pun terlihat sewot.Aku meraih tangan Mas Ubay, meremasnya erat, se
"Tapi, Mama kan bisa memaksa Mas Ubay untuk menceraikannya, Ma," Aina memburu."Tidak bisa, Aina. Alina seperti sebuah magnet yang membuat seluruh perhatian dan kasih sayang Ubay tercurah padanya," Mama mendesah."Maafkan Mama," lanjut Mama."Tak apa, Ma. Misal Aina berubah penampilan seperti Alina apa Mas Ubay akan tertarik?""Mama tak yakin. Karena dia tak suka wanita karier,"Jawaban Mama menjadi skakmat untuk Aina. Perempuan itu seakan sangat kecewa lalu pamit pulang.[Jeki, Aina keluar dari rumah saya. Kamu ikuti sekarang,][Siap, Bu.]Aku kembali ke kamar. Setalah tadi video call dengan Mas Ubay, perasaanku sedikit tenang, beruntung Mas Ubay selalu menenangkanku.Ponsel Mas Ubay yang kini kupegang berbunyi, ada panggilan dari Aina. Aku mengabaikan. Khawatir jika Aina mengetahui jika Mas Ubay sudah mengganti ponselnya.[Mas, angkat teleponnya!][Aku sedang rapat, tak bisa!] Ketikku dengan dada berdebar.Tak lama Aina mengirim video panasnya dengan laki-laki yang mirip sekali deng
POV Aina.Lelah juga setelah seharian mencari muka pada Tante Hana, mamanya Mas Ubay. Sejak mantan suamiku itu menceraikanku, ada penyesalan yang sangat di dalam hati ini. Mas Ubay tampak begitu mempesona, ditambah hidupnya yang memang mapan sedari dulu. Berbagai upaya telah aku lakukan agar dia kembali padaku.Namun, akhirnya dia menikah juga dengan perempuan norak yang memakai kerudung itu. Bahkan sekarang sudah punya anak. Aku tak tau lagi harus melakukan apa. Walau jika aku mendapatkan Mas Ubay, aku harus melepaskan karirku sebagai artis terkenal."Kamu ngapain lagi, sih, Na. Mengambil hati mantan kamu itu? Apa tak cukup ada aku yang setia menemani kamu?" Aku sedang membersihkan sisa makeup di depan meja rias, ketika Roy berciloteh yang membuatku muak. Lelaki yang menjadi manager sekaligus teman tidurku itu selalu saja berkata seperti itu jika aku mau berangkat ke rumah Mas Ubay."Kamu ga usah ikut campur, Mas. Ini urusan pribadiku. Aku yang mengurusnya sendiri,""Tapi, apa yang
Andre sudah dipenjara karena keteledorannya. Padahal aku sudah memberi saran agar membunuh Alina dengan cara halus. Namun, lelaki bodoh itu malah menyiramkan minyak ke anak tangga menuju kamar Alina. Dengan cara seperti itu, aku khawatir justru orang lain yang kena, bahkan bisa Mas Ubay sendiri yang terjatuh. Dasar laki-laki tak berpikir panjang, benar saja perkiraanku. Malah istrinya sendiri yang jatuh dan berguling dari anak tangga yang tinggi itu hingga kini lemah tak berdaya di atas kursi roda.****Hari menjelang sore aku mendatangi rumah Tante Rosita. Seperti biasa, perempuan itu sedang sibuk mengurus anaknya yang kemungkinan akan cacat seumur hidup itu."Jadi apa rencana kamu, Na?""Aina, mau Mas Ubay menceraikan Alina. Gimanapun caranya,""Iya, Tante juga setuju. Perempuan itu pembawa sial, kalau saja dia tak menikah dengan Ubay, pasti Flo tak akan celaka seperti ini. Sekarang Flo seperti mayat hidup, Tante capek mengurusnya," Keluh Tante Rosita.Aku tersenyum kecut. Selama i
Perjalanan pun kami lakukan, menikmati alam meski kami tengah diberi ujian olehNya. "Kenikmatan kita itu lebih banyak dari pada ujian yang Allah berikan, Sayang. Jangan berkecil hati. InsyaAllah akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Nadiva akan menjadi gadis cantik seperti bundanya." Mas Ubay tak henti-hentinya menguatkanku.Bahkan saat Nadiva dibawa ke ruang operasi, dia selalu menjadi tempatku bersandar. Air mata tak kunjung habis mengingat bayiku sedang dalam perawatan.Hafidz dan Bude Tia menunggu di hotel. Aku percaya bude Tia akan menjaga Hafidz selama kami dirumah sakit.Sekitar 3 jam, Nadiva selesai di operasi. Alhamdulillah, Operasinya berjalan lancar. Hanya saja menurut dokter nanti perlu terapi wicara untuk Nadiva. Namun, dokter menyakinkan jika bekas operasi itu tak akan menganggu penampilan Nadiva kelak. Teknologi sudah canggih, apapun bisa tampak sempurna saat ini. Hanya butuh uang saja.***Hari berlalu, tahun berganti.Nadiva sudah menginjak usia 4 tahun. Memang ada s
Kelahiran Nadiva Az-Zahra anak perempuan keduaku menjadi harapan yang seakan kandas. Nadiva lahir dengan keadaan fisik yang tak sempurna. Bibir dan langit-langit mulut Nadiva tidak normal. Orang biasa menyebutnya bibir sumbing. Awalnya aku menangis mengetahui hal itu. Apalagi tampak gurat kecewa diwajah Mama.Bersyukur Mas Ubay selalu menguatkan hatiku."Semua ciptaan Allah itu indah, bersyukur hanya secuil kekurangan ini saja yang Allah berikan pada kita. Tak usah berkecil hati. Nanti kita cari solusi gimana Nadiva bisa tumbuh menjadi gadis yang percaya diri."Mama agak acuh padaku, lebih sering ke rumah Lea yang juga telah melahirkan. Anak Lea laki-laki. Tampan dan sempurna, Mama selalu membicarakan perkembangan Hasan anak kedua Lea itu.Aku lebih sering menghindar dari obrolan itu. Menyibukkan diri di dapur atau pura-pura sedang menyusui Nadiva.Melihat keadaan itu, Mas Ubay memutuskan untuk sementara kami menempati rumah kami yang telah lama kosong.Mama keberatan, tapi kali ini M
"Kalau ada niat mah, apa saja bisa, Ma! Mau tinggal disebelah rumah kita, juga pasti mampu." sahut Papa yang baru datang dari kamarnya."Eh, Om. Apa kabar, Om?""Sehat! Apalagi sejak ada Alina di sini. Berdua dengan mamanya Ubay, cerewetin Om untuk makan makanan sehat dan rutin minum vitamin."Aina mencebikkan bibirnya. Walau segera dia tersenyum setelah itu. Tapi, hati kecilku berkata jika Aina datang bukan membawa keberkahan sebagai seorang tamu. Namun, sedang menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pelakor sejati. "Nak Aina mau makan di sini? Kebetulan kami mau makan siang. Tapi, kayaknya bik irah ga masak nasi lebih, ya, Al?" Papa beranjak masuk. Aku berusaha menahan tawa. Papa mengajak orang makan tapi, ga punya nasi. Orang yang punya otak, pasti akan paham maksud papa mertuaku itu."Ga usah, Om. Lain kali aja. Nanti Aina mampir lagi." Tak lama perempuan itu pamit.Aku dan Mama mengantarkanku ke pintu, lalu kami sama-sama kembali masuk dan masuk ke ruang makan."Kamu ini, giman
Bayang-bayang Aina mengusik hatiku. Ternyata perempuan itu sudah keluar dari penjara. Kini penampilannya juga jauh berbeda. Tak ada lagi rambut panjang bergelombang dengan bibir bergincu merah menghiasi wajah.Yang tampak wajah dengan riasan sederhana dibalut kain panjang dan baju longgar seperti yang kukenakan. Tak terlihat apakah perutnya besar atau tidak karena seingatku waktu ditangkap, Aina dalam keadaan hamil. Ah, kenapa dia yang kupikirkan? Tapi, aneh saja. Kenapa dia datang ke restoran? Lalu menatapku dengan tatapan seperti itu. Seolah sedang mengatakan "Aku kembali!"Sudahlah, aku yakin setiap episode kehidupan akan menemukan ujiannya masing-masing. Dan aku sangat percaya, jika aku sanggup melewatinya."Alina, makan dulu, Nak. Ini Mama buatkan sop hangat untuk kamu." Teriakan Mama terdengar dari luar. Aku yang sedari pulang dari resto masih rebahan di kamar. Langsung bangkit dan berjalan ke pintu."Iya, Ma.""Sini, Sayang. Kamu pasti lapar. Mama masak sop iga sapi muda. Hmmm
Aku ingin melawan, tapi rasa sakit ini membuatku tak sanggup bangkit lagi. Doa minta pertolongan tak henti-hentinya aku lafaskan. Hanya pertolongan Allah yang saat ini aku harapkan. Sakit di perut makin menggila. Hingga aku merasa ada yang basah dibawah sana. Ya Allah, kenapa ini? Mencoba meraba, ada warna merah ditanganku. Ya Allah, aku kenapa?Ketika, Alex hendak mendekat lagi, pintu tiba-tiba terbuka dengan kencang hingga menimbulkan suara gaduh Karena pertemuan kayu dengan tembok itu.Beberapa orang laki-laki masuk dan langsung menghajar Alex. Sementara aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit di perut."Cepat angkat! Korban mengalami pendarahan." Aku hanya mendengar teriakan itu sebelum semua menjadi gelap.****"Kamu sudah sadar, Sayang? Alhamdulillah, ya Allah..."Mas Ubay mengabaikan pertanyaanku. Laki-laki itu menciumi wajahku, lalu meraih tangan dan menggenggamnya erat. Ada air yang mengambang di matanya."Makasih, ya Allah. Makasih, Sayang, kamu sudah bertahan demi kita, demi
Aku terbangun dalam ruangan serba putih. Kepala masih sedikit pusing. Perlahan aku menoleh mengitari setiap sisi ruangan ini. Sepi, hanya aku sendiri di sini. Tak lama, terdengar samar-samar suara obrolan dari luar. Meski sangat pelan tapi masih dapat kudengar dengan jelas.Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mas Ubay atas permintaan perempuan yang dapat kupastikan itu adalah Aisyah. Silahkan saja coba rebut dia dariku. Aku telah menyerahkan hatiku dan cinta kami pada Allah. Dengan seyakin-yakinnya aku berkata, jika Mas Ubay akan menjadikan aku istri satu-satunya yang akan mendapatkan penghargaan berupa cinta darinya.Terlepas, jika kelak Allah takdirkan dia bersanding dengan perempuan lain, nyatanya cinta kami sudah terlebih dahulu terpupuk bersama.Aku mencoba menulikan pendengaran, seharusnya Aisyah lebih mengerti tempat untuk mengutarakan isi hati. Aku yang kini lemah tak berdaya butuh dukungan untuk bangkit dan melupakan kenangan pahit saat Alex berusaha menjadikan aku wanita
"Cucu saya gimana, Dok?" lirih Mama yang tampak ripuh."Alhamdulillah, sejauh ini dia masih bertahan. Bantu do'a saja ya, Bu. Ini karena Bu Alina banyak kehilangan darah, juga mengalami dehidrasi. InsyaAllah semua akan baik-baik saja."Semua bernafas lega. Alhamdulillah, Alinaku memang wanita kuat, dia wanita hebat yang pernah kutemui. Aku yakin dia akan sembuh dan jauh lebih kuat."Ma, Mama, Papa juga Lea, pulang saja. Biar Ubay yang menjaga Alina di sini.""Mama juga mau di sini.""Ma, Mama harus menjaga kesehatan. Mama sebentar lagi akan punya dua cucu dari Ubay, dan dua cucu dari Lea. Jangan sampai Alina melihat mama dalam keadaan pucat karena kelelahan.""Benar, Ma. Kita pulang, biar Ubay menjaga Alina. Besok pagi-pagi kita kesini. Mudah-mudahan Alina sudah sadar."Akhirnya malam itu aku sendiri menjaga Alina. Jam delapan malam, ada telepon dari Pak Freddy. Aku bergegas keluar agar tidak menganggu tidur Alina."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi dengan Pak Baihaqi. Saya h
Mama menangis melihat Alina yang masih belum sadarkan diri. Terpaksa aku menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Mama. Walau sebenarnya tak tega. Tapi, jika nanti ada terjadi hal yang tak di inginkan aku tak mau Mama ngedown."Maafkan Ubay, Ma," lirihku.Mama terisak memelukku."Kamu kalau ada apa-apa kasih tau, Mama. Bagaimana pun Alina anak Mama, menantu Mama. Mama pasti akan mengusahakan yang terbaik untuknya. Kalau sudah begini, terjadi apa-apa dengannya gimana?""Sudah, Ma. Ubay memikirkan kesehatan Mama. Jangan salahin dia terus." Papa berusaha menenangkan Mama. Aku tertunduk, "sabar Bang, Mama hanya syok!" lirih Lea menenangkan."Gimana Mas, apa dalangnya sudah tertangkap?" tanya Arsyad."Belum, Ar. Menurut teman gw yang bekerjasama dengan polisi, orang itu melarikan diri keluar negeri.""Memang siapa dalangnya, Bay?" sahut Papa."Wiliam, Pa."Daniel sudah memastikan jika pelaku adalah William, dan seorang perempuan yang juga pengusaha seperti dirinya. Chaterine, perempua
Sesampainya di sana, gerbang rumah itu terbuka lebar. Sebuah mobil polisi sudah parkir di halaman dan beberapa mobil lain yang kupastikan itu mobil Daniel dan anak buahnya. Ternyata mereka sudah mengrebek rumah itu. Seorang laki-laki yang sangat kukenal sudah dalam kondisi terborgol. "Daniel, mana Alina?""Alina sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Lu susul ke sana. Gw sedang melacak otak dibalik semua ini. Tadi istri lu pingsan. Gw takut terlambat jika menunggu lu, sebab, istri lu pendarahan.""Innalilahi, pendarahan?""Iya, buruan lu ke sana. Laki-laki kurang aj*r ini berusaha menodai istri lu, untung Alina bisa bertahan sampai gw dan polisi datang."Bugh! Sebuah pukulan kulayangkan pada Alex sesaat setelah mendengar penjelasan Daniel."Biad*b!""Sabar, Pak! Kami dari pihak kepolisian yang akan menangani laki-laki ini dan menghukum sesuai hukum yang berlaku." Pak polisi itu mengiring Alex menjauh."Gimana rasanya perempuan bekasku!" ujar Alex dengan wajah yang sudah babak belur.