Andre sudah dipenjara karena keteledorannya. Padahal aku sudah memberi saran agar membunuh Alina dengan cara halus. Namun, lelaki bodoh itu malah menyiramkan minyak ke anak tangga menuju kamar Alina. Dengan cara seperti itu, aku khawatir justru orang lain yang kena, bahkan bisa Mas Ubay sendiri yang terjatuh. Dasar laki-laki tak berpikir panjang, benar saja perkiraanku. Malah istrinya sendiri yang jatuh dan berguling dari anak tangga yang tinggi itu hingga kini lemah tak berdaya di atas kursi roda.****Hari menjelang sore aku mendatangi rumah Tante Rosita. Seperti biasa, perempuan itu sedang sibuk mengurus anaknya yang kemungkinan akan cacat seumur hidup itu."Jadi apa rencana kamu, Na?""Aina, mau Mas Ubay menceraikan Alina. Gimanapun caranya,""Iya, Tante juga setuju. Perempuan itu pembawa sial, kalau saja dia tak menikah dengan Ubay, pasti Flo tak akan celaka seperti ini. Sekarang Flo seperti mayat hidup, Tante capek mengurusnya," Keluh Tante Rosita.Aku tersenyum kecut. Selama i
"Kenapa bisa begini, sih!" rutukku saat kembali ke apartemen."Makanya aku bilang kamu sibuk sama karir aja, jangan malah ngurusin yang tidak-tidak!""Emang aku ngurusin apa!" teriakku tak terima."Kamu ngurusin mantan, sampai membuat video kita sedang begituan! Kamu sudah mengirim video itu ke siapa aja?" Tanya Mas Roy.Sejenak aku berpikir, selain kepada Mas Ubay, aku tak mengirimkan pada siapa lagi. Tapi, dalam benakku kan itu Mas Ubay, bukan Mas Roy, karena perawakan mereka mirip apalagi aku sudah mengedit sedemikian rupa hingga wajahnya sekarang wajah Mas Ubay."Cuma ke Mas Ubay, dan aku sudah mengedit video itu!""Bod*h kamu! Benar-benar bod*h!" Umpatnya."Apa kamu bilang!aku bod*h! Hei! Kamu yang bod*h, kamu berharap aku cinta sama kamu, kan? Ngaca dong, Mas! Aku masih single sedangkan kamu laki-laki beristri!"Wajah Mas Roy memerah marah. Istrinya sengaja dikirim ke kampung agar dia bebas melakukan apa saja disini."Oke!kalau gitu aku berhenti menjadi manager kamu. Silahkan ca
Aku hanya diam, karena saat ini dia sedang memelukku erat.***Keesokan harinya aku kembali ke rumah Mama Mas Ubay. "Bu Hana dan Mbak Alina sedang tak di rumah, Mbak," ujar security yang sedang menjaga di pos depan rumah Mas Ubay.Lelaki itu kini menempatkan dua orang penjaga di sana. Berlebihan sekali."Kemana, ya, Pak?""Saya kurang tau, Mbak,"Akhirnya aku pergi dengan rasa kecewa seharusnya hari ini aku bisa mengajak Mama keluar dan makan bersama, sembari mencari tau tentang keseharian Alina, Mama pasti tau kemana Alina biasa pergi dan makanan apa yang dia suka. Dengan begitu aku bisa merencanakan segala sesuatunya lebih sempurna.Namun, semua gagal karena mereka ternyata tak ada dirumah. Agar tidak terlalu cepat pulang, aku memilih ke rumah Tante Rosita.Sesampainya di sana, Flo yang sedang duduk di kursi roda di ruang tamu menatapku dengan tatapan tak suka."Kamu ngapain lagi, kesini, Mbak?""Mau ketemu Tante," ujarku santai lalu menjatuhkan bobot tubuh di sofa."Mama tak ada, M
POV Alina.[Mantap kerja kamu!] Aku tersenyum puas melihat rekaman cctv yang terpasang di apartemen milik Aina. Semua kegiatan yang dia lakukan bersama laki-laki simpanannya dapat kulihat. Meski begitu menjijikkan. Tak menyangka dibalik wajah cantik itu tersimpan jiwa yang liar.[Apa ada tugas lagi, Bu?][Tetap kamu mata-matai apa saja kegiatan dia.][Ok, Bu.]Aku mengetuk-ngetuk bibir dengan jari, rasanya tak sabar melihat reaksi Aina ketika video-video yang telah kurekam ini, sampai ditangan para agency yang bekerjasama dengannya. Apa jadinya seorang artis ternama hidup kumpul kebo dengan seorang laki-laki yang mengaku sebagai managernya. Pasti akan menjadi berita heboh nanti.Mama pasti akan mual melihat kelakuan Aina. Apa masih minat menjadikan perempuan itu sebagai menantu? Kita lihat saja.Mas Ubay besok akan pulang. Ini akan menjadi berita besar baginya. Dengan begitu suamiku akan terbebas dari ancaman perempuan tak tau malu itu.Aku kembali menaruh ponsel ketika terdengar tan
"Astaghfirullah, Alina! Tolong, Nak. Jangan bilang Papamu, ya! Mama mohon. Mama tak mau dimadu, Mama tak mau berbagi. Papa tak boleh mencintai wanita lain selain Mama;" Mama histeris. Aku tertawa geli. Panik ga? Paniklah masa engga!"Gapapa, Ma. Mama mau lihat orangnya?" Mama menggeleng tapi aku tanpa mempedulikan Mama tetap membuka folder galeri di ponsel, lalu memperlihatkan seorang wanita pemilik perusahaan kosmetik ternama yang wajahnya sangat cantik dan tampak masih muda."Ini, Ma. Usianya sudah 45tahun, tapi wajahnya, seperti wanita berusia 30an,"Mama melirik segan tapi penasaran."Al, Mama ga sudi! Pokoknya Mama tak mau jika Papa kawin lagi. Tolong ya, jangan kasih tau Papa," Mama terus memelas."Maaf, Ma. Ini amanah dari Bu Claudia yang wajib Alina sampaikan,""Ya Allah, Al. Mama mohon,"Akhirnya setelah sekian lama saling terdiam, Mama pamit keluar. Aku menutup mulut meredam tawa agar tak terdengar oleh Mama. Segitu aja Mama, udah panik. Apalagi kalau beneran. Karena Bu Cla
Saat sedang menikmati wajah Mama yang syok, ponselku berbunyi.Pesan di dalamnya membuatku cemas. "Kenapa, Sayang?" Ternyata Mas Ubay menangkap wajah cemasku setelah membaca pesan itu."Mas, kamu capek ga?" Mas Ubay masih menatapku bingung."Engga, kenapa emang?"jawabnya kemudian."Bisa tolong antarkan aku ke rumah Flo?"Mama terkesiap."Ngapain, Al? Yang ada nanti Mbak Rosita marah-marah lagi pada kita,""Ini pembantu Flo mengirim pesan, katanya hari ini dia diberhentikan kerja sama Bibi Rosita. Dia tak bisa lagi menjaga Flo. Sedangkan Flo seperti orang depresi, tak mau makan, tak mau ngomong hanya bergumam 'ingin mati saja' gitu, Ma,""Ya Allah, apa yang ada dipikiran Mbak Ita. Astaghfirullah ... Anaknya selamat, seharusnya dia syukuri, bukan malah di sia-siakan,""Entahlah, Ma. Flo sepertinya sudah putus asa, apalagi sikap Mamanya yang juga sudah berubah sejak ada Aina,""Apa hubungannya dengan Aina?" Mama terlihat kaget."Aina menghasut Bi Rosita untuk menyingkirkan Flo, begitu k
"Maaf, Ma. Ubay akan tetap pindah dengan atau tanpa persetujuan Mama. Cukup sudah Mama menyakiti hati Alina. Seharusnya Mama berada di pihak kami. Tapi, nyatanya Mama malah memihak perempuan murahan itu!""Mama sudah tobat! Mama juga tak mau Aina menjadi menantu Mama,""Tetap ini sudah keputusan terakhir Ubay, Ma. Jika saat ini Mama tega kepada Alina. Ubay yakin akan ada Aina-aina lain yang akan membuat Mama kembali menyakiti istri Ubay,"Mama terdiam, sedangkan aku berlari mengikuti masih Ubay. Berusaha membujuknya agar tidak kasar kepada Mama, walau sebenarnya aku juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi, memaafkan jauh lebih baik."Tak ada toleransi lagi, Sayang. Besok kita akan menempati rumah ini. Mas akan meminta orang untuk membersihkannya. Karena ini terlalu banyak debu dan kotoran,"Aku tak berani lagi menjawab. Biarlah mungkin ini lebih baik, dan menjadi sebuah pembelajaran untuk Mama,"Kami berniat melanjutkan perjalanan ke rumah Flo. Sekarang sudah mendekati jam dua. Kami
"Pembunuh, kalian pembunuh!"Aku menatap Mas Ubay, sedangkan Mama tampak pucat. Kenapa malah diteriakin pembunuh sama Bibi Rosita?"Ada apa sih, Mbak? Teriak-teriak, ini rumah sakit,"Bukannya malah tenang, Bibi Rosita mendorong tubuh Mama hingga terdorong ke belakang. Mas Ubay dengan sigap menyambut Mama hingga Mama tak terjengkang."Bi! Bibi apa-apaan! Udah syukur anak Bibi kami tolong!""Kalian yang keterlaluan! Sejak awal Flo pulang dari luar negeri, dan dekat dengan keluarga kamu. Dia ketiban sial! Jatuh dari tangga, suaminya dipenjara, dan sekarang jatuh lagi,""Lalu Bibi menuduh kita yang melakukan itu, begitu?"tantang Mas Ubay."Iya! Kalian ngiri pada Flo, kan?""Ngiri? Ngiri untuk apa? Kalau ngiri sudah dari dulu Flo kami aniaya," Bibi Rosita terdiam dan menatapku tajam."Semua sejak ada dia! Kalau saja kamu tidak salah memilih istri, tak akan ada kesialan dalam keluarga kita!""Jaga mulut Bibi! Jangan bawa-bawa istri saya. Saya bisa saja melakukan apa yang Bibi tuduhkan itu
Perjalanan pun kami lakukan, menikmati alam meski kami tengah diberi ujian olehNya. "Kenikmatan kita itu lebih banyak dari pada ujian yang Allah berikan, Sayang. Jangan berkecil hati. InsyaAllah akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Nadiva akan menjadi gadis cantik seperti bundanya." Mas Ubay tak henti-hentinya menguatkanku.Bahkan saat Nadiva dibawa ke ruang operasi, dia selalu menjadi tempatku bersandar. Air mata tak kunjung habis mengingat bayiku sedang dalam perawatan.Hafidz dan Bude Tia menunggu di hotel. Aku percaya bude Tia akan menjaga Hafidz selama kami dirumah sakit.Sekitar 3 jam, Nadiva selesai di operasi. Alhamdulillah, Operasinya berjalan lancar. Hanya saja menurut dokter nanti perlu terapi wicara untuk Nadiva. Namun, dokter menyakinkan jika bekas operasi itu tak akan menganggu penampilan Nadiva kelak. Teknologi sudah canggih, apapun bisa tampak sempurna saat ini. Hanya butuh uang saja.***Hari berlalu, tahun berganti.Nadiva sudah menginjak usia 4 tahun. Memang ada s
Kelahiran Nadiva Az-Zahra anak perempuan keduaku menjadi harapan yang seakan kandas. Nadiva lahir dengan keadaan fisik yang tak sempurna. Bibir dan langit-langit mulut Nadiva tidak normal. Orang biasa menyebutnya bibir sumbing. Awalnya aku menangis mengetahui hal itu. Apalagi tampak gurat kecewa diwajah Mama.Bersyukur Mas Ubay selalu menguatkan hatiku."Semua ciptaan Allah itu indah, bersyukur hanya secuil kekurangan ini saja yang Allah berikan pada kita. Tak usah berkecil hati. Nanti kita cari solusi gimana Nadiva bisa tumbuh menjadi gadis yang percaya diri."Mama agak acuh padaku, lebih sering ke rumah Lea yang juga telah melahirkan. Anak Lea laki-laki. Tampan dan sempurna, Mama selalu membicarakan perkembangan Hasan anak kedua Lea itu.Aku lebih sering menghindar dari obrolan itu. Menyibukkan diri di dapur atau pura-pura sedang menyusui Nadiva.Melihat keadaan itu, Mas Ubay memutuskan untuk sementara kami menempati rumah kami yang telah lama kosong.Mama keberatan, tapi kali ini M
"Kalau ada niat mah, apa saja bisa, Ma! Mau tinggal disebelah rumah kita, juga pasti mampu." sahut Papa yang baru datang dari kamarnya."Eh, Om. Apa kabar, Om?""Sehat! Apalagi sejak ada Alina di sini. Berdua dengan mamanya Ubay, cerewetin Om untuk makan makanan sehat dan rutin minum vitamin."Aina mencebikkan bibirnya. Walau segera dia tersenyum setelah itu. Tapi, hati kecilku berkata jika Aina datang bukan membawa keberkahan sebagai seorang tamu. Namun, sedang menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pelakor sejati. "Nak Aina mau makan di sini? Kebetulan kami mau makan siang. Tapi, kayaknya bik irah ga masak nasi lebih, ya, Al?" Papa beranjak masuk. Aku berusaha menahan tawa. Papa mengajak orang makan tapi, ga punya nasi. Orang yang punya otak, pasti akan paham maksud papa mertuaku itu."Ga usah, Om. Lain kali aja. Nanti Aina mampir lagi." Tak lama perempuan itu pamit.Aku dan Mama mengantarkanku ke pintu, lalu kami sama-sama kembali masuk dan masuk ke ruang makan."Kamu ini, giman
Bayang-bayang Aina mengusik hatiku. Ternyata perempuan itu sudah keluar dari penjara. Kini penampilannya juga jauh berbeda. Tak ada lagi rambut panjang bergelombang dengan bibir bergincu merah menghiasi wajah.Yang tampak wajah dengan riasan sederhana dibalut kain panjang dan baju longgar seperti yang kukenakan. Tak terlihat apakah perutnya besar atau tidak karena seingatku waktu ditangkap, Aina dalam keadaan hamil. Ah, kenapa dia yang kupikirkan? Tapi, aneh saja. Kenapa dia datang ke restoran? Lalu menatapku dengan tatapan seperti itu. Seolah sedang mengatakan "Aku kembali!"Sudahlah, aku yakin setiap episode kehidupan akan menemukan ujiannya masing-masing. Dan aku sangat percaya, jika aku sanggup melewatinya."Alina, makan dulu, Nak. Ini Mama buatkan sop hangat untuk kamu." Teriakan Mama terdengar dari luar. Aku yang sedari pulang dari resto masih rebahan di kamar. Langsung bangkit dan berjalan ke pintu."Iya, Ma.""Sini, Sayang. Kamu pasti lapar. Mama masak sop iga sapi muda. Hmmm
Aku ingin melawan, tapi rasa sakit ini membuatku tak sanggup bangkit lagi. Doa minta pertolongan tak henti-hentinya aku lafaskan. Hanya pertolongan Allah yang saat ini aku harapkan. Sakit di perut makin menggila. Hingga aku merasa ada yang basah dibawah sana. Ya Allah, kenapa ini? Mencoba meraba, ada warna merah ditanganku. Ya Allah, aku kenapa?Ketika, Alex hendak mendekat lagi, pintu tiba-tiba terbuka dengan kencang hingga menimbulkan suara gaduh Karena pertemuan kayu dengan tembok itu.Beberapa orang laki-laki masuk dan langsung menghajar Alex. Sementara aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit di perut."Cepat angkat! Korban mengalami pendarahan." Aku hanya mendengar teriakan itu sebelum semua menjadi gelap.****"Kamu sudah sadar, Sayang? Alhamdulillah, ya Allah..."Mas Ubay mengabaikan pertanyaanku. Laki-laki itu menciumi wajahku, lalu meraih tangan dan menggenggamnya erat. Ada air yang mengambang di matanya."Makasih, ya Allah. Makasih, Sayang, kamu sudah bertahan demi kita, demi
Aku terbangun dalam ruangan serba putih. Kepala masih sedikit pusing. Perlahan aku menoleh mengitari setiap sisi ruangan ini. Sepi, hanya aku sendiri di sini. Tak lama, terdengar samar-samar suara obrolan dari luar. Meski sangat pelan tapi masih dapat kudengar dengan jelas.Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mas Ubay atas permintaan perempuan yang dapat kupastikan itu adalah Aisyah. Silahkan saja coba rebut dia dariku. Aku telah menyerahkan hatiku dan cinta kami pada Allah. Dengan seyakin-yakinnya aku berkata, jika Mas Ubay akan menjadikan aku istri satu-satunya yang akan mendapatkan penghargaan berupa cinta darinya.Terlepas, jika kelak Allah takdirkan dia bersanding dengan perempuan lain, nyatanya cinta kami sudah terlebih dahulu terpupuk bersama.Aku mencoba menulikan pendengaran, seharusnya Aisyah lebih mengerti tempat untuk mengutarakan isi hati. Aku yang kini lemah tak berdaya butuh dukungan untuk bangkit dan melupakan kenangan pahit saat Alex berusaha menjadikan aku wanita
"Cucu saya gimana, Dok?" lirih Mama yang tampak ripuh."Alhamdulillah, sejauh ini dia masih bertahan. Bantu do'a saja ya, Bu. Ini karena Bu Alina banyak kehilangan darah, juga mengalami dehidrasi. InsyaAllah semua akan baik-baik saja."Semua bernafas lega. Alhamdulillah, Alinaku memang wanita kuat, dia wanita hebat yang pernah kutemui. Aku yakin dia akan sembuh dan jauh lebih kuat."Ma, Mama, Papa juga Lea, pulang saja. Biar Ubay yang menjaga Alina di sini.""Mama juga mau di sini.""Ma, Mama harus menjaga kesehatan. Mama sebentar lagi akan punya dua cucu dari Ubay, dan dua cucu dari Lea. Jangan sampai Alina melihat mama dalam keadaan pucat karena kelelahan.""Benar, Ma. Kita pulang, biar Ubay menjaga Alina. Besok pagi-pagi kita kesini. Mudah-mudahan Alina sudah sadar."Akhirnya malam itu aku sendiri menjaga Alina. Jam delapan malam, ada telepon dari Pak Freddy. Aku bergegas keluar agar tidak menganggu tidur Alina."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi dengan Pak Baihaqi. Saya h
Mama menangis melihat Alina yang masih belum sadarkan diri. Terpaksa aku menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Mama. Walau sebenarnya tak tega. Tapi, jika nanti ada terjadi hal yang tak di inginkan aku tak mau Mama ngedown."Maafkan Ubay, Ma," lirihku.Mama terisak memelukku."Kamu kalau ada apa-apa kasih tau, Mama. Bagaimana pun Alina anak Mama, menantu Mama. Mama pasti akan mengusahakan yang terbaik untuknya. Kalau sudah begini, terjadi apa-apa dengannya gimana?""Sudah, Ma. Ubay memikirkan kesehatan Mama. Jangan salahin dia terus." Papa berusaha menenangkan Mama. Aku tertunduk, "sabar Bang, Mama hanya syok!" lirih Lea menenangkan."Gimana Mas, apa dalangnya sudah tertangkap?" tanya Arsyad."Belum, Ar. Menurut teman gw yang bekerjasama dengan polisi, orang itu melarikan diri keluar negeri.""Memang siapa dalangnya, Bay?" sahut Papa."Wiliam, Pa."Daniel sudah memastikan jika pelaku adalah William, dan seorang perempuan yang juga pengusaha seperti dirinya. Chaterine, perempua
Sesampainya di sana, gerbang rumah itu terbuka lebar. Sebuah mobil polisi sudah parkir di halaman dan beberapa mobil lain yang kupastikan itu mobil Daniel dan anak buahnya. Ternyata mereka sudah mengrebek rumah itu. Seorang laki-laki yang sangat kukenal sudah dalam kondisi terborgol. "Daniel, mana Alina?""Alina sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Lu susul ke sana. Gw sedang melacak otak dibalik semua ini. Tadi istri lu pingsan. Gw takut terlambat jika menunggu lu, sebab, istri lu pendarahan.""Innalilahi, pendarahan?""Iya, buruan lu ke sana. Laki-laki kurang aj*r ini berusaha menodai istri lu, untung Alina bisa bertahan sampai gw dan polisi datang."Bugh! Sebuah pukulan kulayangkan pada Alex sesaat setelah mendengar penjelasan Daniel."Biad*b!""Sabar, Pak! Kami dari pihak kepolisian yang akan menangani laki-laki ini dan menghukum sesuai hukum yang berlaku." Pak polisi itu mengiring Alex menjauh."Gimana rasanya perempuan bekasku!" ujar Alex dengan wajah yang sudah babak belur.