“Assalamu’alaikum,” terdengar sapa dari luar rumah yang menghentikan ucapan Nazwa.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Nazwa dan Ambu bersamaan.
“Ambu, Angel,” si empunya suara menyapa sangat ramah. Dengan senyum manis tersungging di bibir, mata yang mengerjap penuh binar dan semangat yang kelihatan sangat membara. “Good morning,” ia melanjutkan sapaannya sembari tangan kanannya menyentuh dadanya dan sedikit membungkukkan tubuhnya.
Ambu terkikik geli dengan tingkah Razky, sementara Nazwa memutar matanya malas.
Razky merangkul bahu Ambu dengan sayang. “Tahu ngga, Mbu. Sudah dipastikan deh hari aku akan sangat bersinar cerah,” ucapnya dengan manis.
“Kenapa begitu?” tanya Ambu masih dengan tawa yang belum habis.
“Karena tawa Ambu adalah matahari bagi kehidupanku,” jawab Razky dengan lembutnya.
“Ya Allah … Meleleh hati Ambu, Ky,” Ambu meletakkan telapak tangan di dadanya tanda tak kuasa.
Nazwa menutup mulutnya yang ternganga melihat a
Hi Readers ... Haturnuhun untuk tetap setia di Hati Yang Terpilih. Pastikan koin kamu cukup untuk membuka gembok ya kesayangan, karena kita akan mulai mengajak Nazwa menaiki wahana roller coaster. Be ready ...
“Cantik sekali,” gumam Nazwa sambil menerima buket dari tangan Razky. “Sama cantiknya seperti kamu,” tukas Razky tersenyum manis. Nazwa bersikap seolah tak mendengar ucapan Razky barusan. Tapi ia melihat dengan jelas bagaimana Kian menatapnya dengan penuh arti. “Ayo A, Teteh. Kita ke dalam,” ajak Kian. Ia melangkah mendahului keduanya dengan berjalan tergesa dan membuka pintu rumah dan berkata, “Assalamu’alaikum. Bundaa … Aa Razky datang … sama calon istrinya!” Nazwa menghentikan langkahnya dan sejurus kemudian menatap Razky penuh tanya. Razky mengangkat bahunya tanda bahwa ia juga tak tahu jika Kian akan berbicara seperti tadi. Ia menganggukkan kepalanya agar Nazwa tetap terus berjalan mengikuti Kian. “Jangan diambil hati ya. Kita masuk dulu,” ucapnya kemudian. Dengan sedikit enggan Nazwa pun kembali melangkahkan kakinya. Ia diarahkan ke sebuah ruangan dengan dominasi warna putih yang membuat kesan ruangan itu menjadi luas dan l
“Kamu tahu, berapa lama Nien mendengar tentang sosok seorang Nazwa Rengganis, seorang bidadari tercantik bagi Razky dan satu-satunya perempuan yang mampu menyentuh hati cucu nien yang semata wayang itu?” Nazwa menggeleng pelan. “Semenjak Razky kuliah di semester ke lima-nya.” Nazwa mengernyitkan keningnya. Semester lima? Ia mencoba mengingat-ngingat di masa itu, apakah ia sudah mengenal Razky. Tetapi sepertinya belum. Ia yakin kalau baru mengenal sosok Razky di masa KKN mereka. “Tapi Nien, rasanya Nazwa belum kenal Razky masa itu,” tandas Nazwa. “Memang belum sayang. Tapi Razky sudah menemukanmu.” Nien tersenyum lembut. “Razky tak pernah mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung. Dulu maupun sekarang,” beber Nien Sevina tiba-tiba. Nazwa tertegun. Ia tak tahu harus menanggapi seperti apa perkataan Nien Sevina. Dipandangnya Nien dengan tatapan kikuk. Nien Sevina tertawa melihat raut wajah Nazwa yang
“Tapi, Nazwa … Nazwa tak mempunyai perasaan yang sama dengan apa yang Razky rasakan terhadap Nazwa. Nien, Bunda. Ada orang lain di hati Nazwa saat ini. Bahkan Nazwa sudah menyetujui permintaannya untuk menikahi Nazwa.” Nazwa menghela nafasnya dengan gemuruh di dadanya. “Bagaimana ini? Nazwa takut akan menya…,” “Menyakiti perasaanku?” tanya Razky memotong ucapan Nazwa. Nazwa terkejut. Ia tak melihat kedatangan Razky sebelumnya. “Wah, sepertinya kita harus memberikan mereka waktu, Ambu.” Bunda Salma memberi kode kepada Ambu Sevina. “Betul sekali, Bun,” angguk Nien Sevina. “Ayo, biarkan mereka menyelesaikan apa yang harus diselesaikan,” ucap Nien bangkit dari duduknya dan beranjak sambil menggenggam jemari Bunda Asma. Nazwa memandangi kepergian Nien Sevina dan Bunda Asma dengan pandangan tak rela. Bagaimana ia harus menghadapi Razky? Saat ini sungguh ia menyesali keputusannya mengiyakan ajakan Razky tadi pagi. “Nazwa. Kita bicara di taman
“Lalu karena apa?” tanya Nazwa dengan mata penuh tanya. “Astaga Nazwa!” Razky membulatkan matanya. Nazwa tertawa melihat reaksi Razky atas pertanyaannya. Sesungguhnya ia sudah bisa mengingat saat Razky menyebutkan makalah penelitiannya yang hilang. Ya, ia ingat sebab mengapa ia kehilangan makalah yang seharusnya ia kumpulkan saat bu Lea mengajar di kelasnya. “Kamu tertawa … berarti kamu sudah bisa mengingatnya?” tebak Razky. Nazwa menganggukkan kepalanya. “Aku ingat sekarang. Sebab yang amat sangat tak penting yang membuatku berurusan dengan Bu Lea,” sungut Nazwa sebal. “Itulah repotnya seorang perempuan,” kekeh Razky. “Aku setuju pendapatmu,” sahut Nazwa. “Tunggu, bagaimana kamu tahu masalahku itu?” taut Nazwa heran. “Karena Judit menceritakan aksi yang akan ia lakukan kepadaku,” jawab Razky enteng. “Judit? Kamu kenal Judit?” pertanyaan yang lebih terdengar pernyataan akan ketidak percayaan Nazwa. “
“Papi dan Mamimu punya tujuan baik dengan menikahkan kita. Bagaimana bisa kamu menyebutnya dengan keterlaluan, Raz?” sebuah suara sontak mengalihkan upaya Razky meredakan emosinya. Razky mendecih. “Niat baik yang bagaimana?” tanyanya dengan senyum miring. “Membesarkan kedua perusahaan kita tentunya, dan mengikat persahabatan kita untuk selamanya,” jawab Syasa tegas. “Kenapa kamu keberatan? Apa karena perempuan yang kamu cintai itu? Siapa namanya, Nazwa Reng … Rengganis? Kamu masih mengejarnya, walaupun kini dia seorang janda dengan dua anak?” Syasa mengucapkan itu dengan mimik wajah yang terlihat sangat merendahkan. Razky menatap Syasa dalam. Ia menggeretakkan geraham, mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. “Jangan pernah menghina perempuan yang aku cintai, Sya!” tekan Razky dingin. “Walaupun saat ini dia seorang janda, tapi dia jauh lebih baik dari kamu!” tukasnya tajam. Syasa tertawa mendengarnya. “Kamu pasti bercanda, Raz! Bagaimana bisa aku t
“Angel,” Razky meraih jemari Nazwa dan menggenggamnya. Ia menghela napasnya, menghimpun keberaniannya untuk mulai berbicara. Nazwa mengikuti gerakan tangan Razky yang tiba-tiba meraih jemarinya dan menggenggamnya dengan pandangan tak mengerti. Ditatapnya Razky dengan pertanyaan apa yang sedang dilakukannya. “Angel, kamu dengarkan apa yang aku katakan tadi?” “Yang mana?” “Segalanya tentang kamu adalah hal yang serius dan bukan main-main.” Nazwa menganggukkan kepalanya. “Dan aku sungguh-sungguh dengan itu. Kalau saja kamu tahu bagaimana hati ini tertawan sama kamu selama puluhan tahun, kamu pasti tak akan percaya.” Razky menyunggingkan senyumnya. “Aku akan menceritakan semuanya sama kamu, tapi tidak di sini. Ini pinggir jalan, Angel. Takut ada orang lihat dan nuduh kita macam-macam. Kalau disuruh langsung nikah gimana?” ucap Razky dengan mimik lucu. “Astaga, Razky! Bisa-bisanya kamu bercanda disaat begini?!” tukas Nazwa kesal. Mu
“Kamu bercerita apa tentang aku pada Syasa sampai ia menilaiku seperti itu? Dan mengapa kamu tak pernah menyatakan perasaanmu padaku?” tanya Nazwa menghentikan cerita Razky. Razky menghembuskan nafasnya. Ini adalah bagian tersulit yang harus ia ceritakan. Mengungkapkan kelemahan diri sendiri bagi seorang laki-laki adalah hal yang paling sulit dilakukan, bukan? Nazwa mengamati perubahan ekpresi pada wajah Razky. laki-laki itu mengelus keningnya berulangkali seperti tengah berpikir. Ia menangkap rasa gundah dan cemas pada raut wajah Razky. Ia cukup mengerti jika Razky sepertinya enggan menjawab pertanyaannya tadi. Tapi sungguh ia penasaran dan dipenuhi rasa ingin tahu saat ini. “Ky?” tegurnya pelan. “Huh,” lirih Razky berkata. “Aku … Aku tak menyatakannya karena … Aku tak pernah tahu perasaanmu padaku. Daan … ya, aku tak cukup punya keberanian untuk itu. Maksudku, aku berpikir, bagaimana kamu akan menyukaiku? Aku seorang anak broken home dan aku merasa tak-cuku
Kafe Wien. Kedua laki-laki itu saling terdiam. Keduanya hanyut dengan pikiran dan prasangkanya masing-masing. Mengetahui Nazwa bersama dengan laki-laki lain sudah cukup membuat terkejut ditambah dengan panggilan “Angel” untuk Nazwa dari laki-laki itu. Mereka tahu ada yang tidak biasa diantara Nazwa dan laki-laki yang bernama Razky tersebut. Dan hal itu yang membuat mereka sepakat untuk bertemu, membahas bagaimana mereka harus bersikap dengan kenyataan yang mereka lihat dan hadapi berkaitan dengan perempuan yang mereka cintai. Disinilah mereka saat ini, di kafe milik Nazwa. Mengapa mereka tidak memilih tempat lain untuk bertemu? Entahlah, tapi mungkin mereka ingin menyalurkan rindu mereka terhadap Nazwa. Dengan berada di tempat yang biasa Nazwa datangi, mereka setidaknya bisa merasakan kehadiran Nazwa, meski tidak berupa fisik, tetapi dari aura dan hawa atau interior kafe yang semuanya merupakan ciri khas dari Nazwa Rengganis. “Kamu tahu siapa Razky?” Rafi dan