“Aku tidak bisa ke sana sekarang karena ada pekerjaan yang harus kukerjakan. Lagi pula aku sedang bersama dengan Levana sekarang.”Mendengar namanya disebut oleh sang suami membuat Levana refleks menoleh ke arahnya. Dirinya tidak tahu apa dan dengan siapa Rave menelepon, dan ia mencoba untuk mengabaikan sang suami yang kini melirik ke arahnya.Ia berusaha memperhatikan area sekitar saat Kieran kembali datang dan membawakannya laporan baru. Segera saja ia sibukkan dirinya dan menandatangani apa yang Kieran minta di dalam laporan tersebut.“Kalau begitu kami pulang dulu,” ujar Levana yang langsung membuka suara begitu urusan mereka sudah selesai. Dirinya juga sudah merasa sangat lelah sekarang.Saat keduanya tiba di dalam mobil, Levana langsung membuka suara. “Kau bisa menurunkanku di pinggir jalan nantinya, biar aku pulang naik taksi saja,” ujar Levana yang membuat Rave melirik bingung ke arahnya.“Kenapa?” tanya Rave singkat yang memang tidak paham maksud dan keinginan Levana.“Aku se
“Kau yakin baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat,” tanya Rave yang terlihat begitu khawatir dengan kondisi Levana saat ini.“Kenapa kau lebih fokus padanya? Bukankah kau datang ke sini untuk menemuiku, tapi kau lebih mengkhawatirkannya. Rave, istrimu itu aku, bukan dia!” protes Lilian yang mana merasa tidak suka dengan sikap Rave pada Levana.Levana yang menjadi alasan dua orang di sana bertengkar pun merasa sangat tidak nyaman. Dirinya memutuskan untuk bangkit dan lebih memilih menunggu di tempat lain, tetapi niatnya itu harus diurungkannya begitu melihat Toby kembali datang bersama seorang pelayan yang datang membawa pesanan mereka.“Ternyata berita di media sosial benar nyata adanya, kalian bertiga begitu harmonis. Mungkin jika aku memiliki dua istri, aku sendiri tidak yakin kedua istriku bisa harmonis,” ucap Toby yang terlihat memuji kedekatan antara Levana, Rave dan Lilian.Berbeda dengan Rave yang menatap Toby dengan tatapan tak suka, Levana justru terus-terusan menundukkan
“Jadi, Tuan Maverick meminta Dad yang mengurus semua keterlibatan liputan acara nantinya?” tanya Levana pada ayahnya saat mereka tengah berkumpul bersama di ruang keluarga rumah Levana.“Ya, bagaimana menurutmu Levana, apa kau keberatan?” Sang ayah berbalik tanya yang kini meminta pendapat dari dirinya.Levana yang mendengarnya pun bingung kenapa ayahnya justru meminta pendapatnya. “Kenapa Dad meminta pendapatku? Bukankah hal yang bagus untuk menerima ajakan kerja sama mengingat acara amal nantinya sangat besar? Lagi pula Dad bisa membuat banyak edisi nantinya, terutama yang berkaitan dengan penangkaran satwa,” respon Levana yang membuat ayahnya mengangguk paham.“Yang kau katakan memang benar, Levana, tapi Dad takut jika kau ikut terkena masalah nantinya,” balas sang ayah yang memberitahu alasan kenapa ia ragu.Kening Levana mengernyit. “Tunggu, aku benar-benar tidak paham apa maksudnya. Bisa Dad jelaskan pelan-pelan,” pinta Levana yang kini justru sang ibu yang menyahut.“Kerja sama
Tiga hari telah berlalu dan Levana belum juga terbiasa saat bangun dan hendak tidur melihat Rave yang berada di sampingnya. Hubungan antara dirinya, Rave dan kedua orang tuanya juga tampak baik dan harmonis.Sering kali saat sedang terlibat percakapan seru antara Rave dan kedua orang tuanya, Levana berdoa untuk tidak terbawa suasana. Akan sangat membahayakan perasaan serta keadaannya jika dirinya merasa nyaman dengan keberadaan Rave saat ini.“Kau benar-benar tidak ingin ikut dengan kedua orang tuamu? Aku bisa menemanimu nantinya jika kau merasa lelah dengan kegiatan di sana,” tawar Rave saat mereka berdua tengah mengantar orang tuanya pergi.Ayah Levana mendadak ada wawancara bersama dengan ahli botani di Minggu pagi. Karena sang ibu menyukai segala jenis tanaman, ibunya menawarkan diri untuk menemani sang ayah.Kedua orang tuanya sudah menawarkan untuk mengajak Levana ikut serta, tetapi dirinya dengan cepat menolak. Itu sebabnya Rave menawarkan diri untuk menemaninya walau tetap saj
Baik Levana maupun Rave kini duduk berdua saja di ruang keluarga dengan kotak hadiah berwarna merah muda di hadapan keduanya. Tidak ada yang membuka obrolan karena keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.Levana memperhatikan raut wajah Rave yang terlihat begitu khawatir, marah, hingga kesal jadi satu. Dirinya paham dengan apa yang sang suami rasakan karena begitu terkejut menyaksikan sendiri hadiah yang dikirimkan pengancam.“Sejak kapan sebenarnya dia mengancammu?” tanya Rave yang membuka suara, tetapi matanya masih fokus pada barang pemberian si pengancam.Bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Levana lebih memilih memasukkan boneka bayi yang bagian tubuhnya sengaja diberi pewarna merah menyerupai darah. Segera disimpannya kembali barang kiriman pengancam ke dalam kotak dan meminta Damian untuk segera membuangnya.Embusan napas Levana terdengar begitu kuat saat duduk kembali berhadapan dengan sang suami. Diletakkan ponsel miliknya di atas meja dan mendorongnya ke arah
Otak dan pikiran Levana sangat bertolak belakang menanggapi reaksi dari ucapan Rave barusan. Hatinya merasa begitu sakit saat mendengar ucapan suaminya itu, sedangkan pikirannya menyuruh dirinya untuk bersikap biasa saja.Yang bisa dilakukan oleh Levana adalah mengikuti apa yang ada di pikirannya. Ia hanya tersenyum getir merespon ucapan sang suami dan menganggukkan kepalanya pelan, pada akhirnya ia bangkit berdiri dan hendak meninggalkan Rave seorang diri di ruang keluarganya.“Levana,” panggil Rave yang berusaha mengikuti Levana dari belakang. “Kau yang memintaku untuk menjawab pertanyaanmu, tetapi kenapa kau justru pergi meninggalkanku begitu saja!”Levana tahu betul apa yang ada di pikiran sang suami. Ia tahu jika Rave merasa kesal dengan tindakannya, tetapi dirinya tidak bisa menahan rasa kesal dan sakit yang disebabkannya seorang diri.Langkah Levana terhenti dan memilih untuk membalikkan badannya menghadap ke arah sang suami. “Tindakan yang memang bagus, Rave. Yang jadi masalah
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Levana yang menegur sang suami yang duduk diam di depan meja kerjanya.Menyadari teguran dari Levana, kepala Rave pun terangkat dan menatap ke arah sang istri yang berdiri tepat di depan meja kerja. Levana sendiri tidak memedulikan tatapan sang suami yang terlihat begitu terkejut. Dirinya sibuk dengan urusannya sendiri.“Ke mana kau akan pergi?” Bukannya menjawab pertanyaan sang istri, Rave justru berbalik tanya yang mana refleks membuat Levana mendesah pelan.“Bukannya aku sudah memberitahumu jika aku akan bertemu Kieran hari ini?” ujar Levana yang kini diam memperhatikan sang suami.“Ah, aku lupa,” sahut Rave yang langsung bangkit berdiri. “Tunggu sebentar, aku akan siap-siap dulu.”Tangan Levana dengan cepat mencegat lengan sang suami. “Mau ke mana?”“Tentu saja mengantarmu. Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya jika aku akan selalu ikut saat kalian bertemu,” jelas Rave yang mana mendapat gelengan kepala dari Levana.“Tak perlu, Damian bisa me
“Kau baik-baik saja?” tanya Levana pada Rave saat Kieran tengah mengangkat telepon.Sejak tadi suaminya itu hanya diam dan memandanginya dengan tatapan malas. Dirinya tidak tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Rave, itu sebabnya ia memutuskan untuk bertanya.Sayangnya, pertanyaan Levana barusan bukannya mendapat jawaban dari diamnya sang suami, tetapi justru mendapat embusan napas kasar dari suaminya itu. Levana yang melihat semakin kebingungan karena tidak tahu apa yang sebenarnya tengah dipikirkan sang suami.“Masih lama?” Suara Rave terdengar yang mana bukan menjawab pertanyaan Levana, justru berbalik tanya padanya.“Kau lelah? Kau bisa menunggu di dalam mobil, atau kau ingin diantarkan pulang oleh Damian?” tanya Levana sembari tangannya menyentuh lengan Rave. Dirinya terbiasa melakukan itu. “Jika kau ingin pulang, aku tidak ada masalah. Suruh saja Damian menjemputku kembali nantinya.”Embusan napas berat kembali terdengar keluar dari mulut Rave. “Aku hanya bertanya padamu, Levana,