“Sudah aku katakan jika aku adalah teman Levana!”Terdengar suara salah seorang wanita yang sangat dikenal oleh Levana. Dirinya bisa melihat jika Isabela, istri dari Ethan Xander menahan agar wanita tersebut tidak masuk ke dalam ruang rawat inap dirinya.“Freeya?” tutur Levana yang berhasil menghentikan perdebatan di depan pintu.Sekilas Levana bisa melihat Rave dan Ethan juga ada di sana, tetapi buru-buru ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, mengalihkan pandangannya dari sang suami.“Aku dilarang menemuimu,” sahut Freeya yang mana masih berusaha untuk masuk ke dalam kamar rawat inap Levana.“Oh, Isabella, kau tak perlu khawatir, dia temanku,” ujar Levana yang mana membuat Freeya terlihat menyeringai. “Biarkan dia masuk.”Tangan Isabella pun otomatis melepas pegangannya di pintu rawat inap Levana, membuat Freeya dengan mudah masuk ke dalam. Terlihat Freeya meletakkan keranjang berisi buah di atas nakas samping ranjang Levana, sedangkan satu buket bunga diberikannya pada Levana.“
“Aku banyak berutang padamu, Ethan, begitu juga denganmu Isabella. Terima kasih kalian berdua telah menjagaku dengan baik selama ini,” ujar Levana ketika mereka tengah berada di kediaman milik Ethan Xander.Kepala Ethan menggeleng cepat. “Kau tidak berutang apa pun padaku, Levana. Aku ikhlas membantumu,” balas Ethan dengan tulus.Senyum hangat Levana kini kembali terlihat. “Kau memang teman terbaik yang aku punya, Ethan. Aku berterima kasih atas semua pertolonganmu dan aku ingin meminta maaf jika masalah yang tengah aku hadapi membuatmu juga berada di posisi yang sulit.”Yang dikatakan Levana memang benar jika posisi Ethan yang membantunya berada di posisi yang sulit. Walau masalah Levana adalah masalahnya dengan Rave, tetapi suaminya itu berusaha menghancurkan siapa pun yang berkaitan dengan Levana, termasuk Ethan Xander.“Seperti yang sering aku katakan kepadamu, kau tidak perlu meminta maaf padamu, Levana. Aku tulus membantumu selama ini, Levana. Hanya saja kau tidak pernah meminta
Rumah keluarga Sullivan yang lama tak ditempati sempat diperbaiki dahulu oleh kedua orang tua Levana. Sama seperti waktu dirinya masih kecil, Levana menempati kamar tidurnya yang ada di lantai atas.Jendela kamar tidurnya menghadap langsung ke area perkebunan yang berada di bagian depan rumahnya. Terlihat begitu asri dan menenangkan, tetapi sayang, Levana justru salah fokus pada seorang pria yang berada di dekat mobil hitam yang semula ia lihat.“Dia belum juga pergi,” gumam Levana yang kini menutup jendela menggunakan kain tipis berwarna putih.Yang dilakukan Levana saat ini tengah memperhatikan pria yang tengah serius dengan ponselnya. Sesekali pria itu terlihat seolah tengah marah dan entah kenapa membuat Levana refleks tertawa.“Sepertinya kau punya banyak masalah, Rave. Salahmu sendiri karena bukannya bekerja, kau justru mengikutiku ke sini,” cetus Levana yang bicara pada dirinya sendiri.Levana yang hendak melihat suaminya kembali refleks bersembunyi di balik dinding kamarnya. T
Sebelum bertemu dengan Rave, yang Levana lakukan pertama kali adalah bertemu dengan Francis Maverick. Selama beberapa hari dirinya tinggal di Wiltshire, hampir setiap hari Levaan bertemu dengan Yara Maverick, ibu dari Rave. Banyak yang mereka bahas hingga keputusan akhir Levana yang ingin bercerai dengan Rave.“Aku sudah mendengar semuanya dari Yara,” gumam Francis yang terlihat begitu tertekan saat ini.“Maafkan aku karena tidak bisa memenuhi janji yang sebelumnya telah kita sepakati bersama.” Suara Levana terdengar begitu tegas karena dirinya sudah meyakinkan untuk mengakhirinya.Francis Maverick tidak langsung bersuara, tetapi terlihat pria tua itu cukup sulit untuk mengatur napasnya. “Dan maafkan aku karena tidak bisa menjagamu, Levana. Aku sudah berjanji padamu akan melindungimu dari orang-orang jahat yang ingin mencelakai dirimu, tetapi aku gagal. Seharusnya aku langsung bertindak tanpa persetujuanmu sebelumnya, sehingga kau, aku dan yang lainnya tidak kehilangan apa yang kita s
Jari telunjuk Levana segera menekan angka 1095 pada kunci pintu elektronik di hadapannya. Rasa nyaman langsung menghampirinya begitu pintu terbuka, membuat dirinya enggan meninggalkan rumah itu lebih lama.Barang belanjaan yang sempat ia beli sewaktu pulang ke rumahnya di Richmond segera dibukanya. Ia mulai memasak menu makan malam untuk dua orang. Menu spesial yang ia masak dengan hati yang bahagia untuk pertama dan terakhir kalinya.Tepat dirinya selesai menyajikan makan malam di atas meja makan, Levana mendengar pintu rumah yang terbuka. Ia merasakan langkah kaki yang terdengar begitu tergesah melangkah ke dapur.“Levana!”Senyum terbaik dirinya pun segera ditampakkannya. “Kau sudah datang,” sapa Levana sembari menuangkan jus jeruk ke dalam gelas. “Cuci tanganmu dan ayo kita makan malam bersama.”“Kau baik-baik saja?” Rave segera melangkah mendekat ke arah Levana, menyentuh kedua pipinya agar tatapannya membalas ke arah sang suami.“Cuci tanganmu segera, Rave. Aku sudah cukup lapar
“Aku tahu ini tidak adil bagimu, Levana, tapi kau harus meyakinkan Rave agar dia bisa menerimamu menjadi istri kedua. Nasib keluarga kita ada di tanganmu!” Kalimat itu terlontar dari mulut sang ayah sebelum meninggalkan Levana seorang diri di sebuah restoran.Kepergian sang ayah tidak langsung membuat Levana bangkit dari duduknya. Pertemuannya barusan dengan sang ayah dan ayahnya Rave yang sudah lebih dulu pergi tentu saja tidak berjalan dengan baik. Ditambah Rave yang juga tak kunjung datang membuatnya lebih memilih untuk menunggu sebentar kedatangan pria itu.Tak lama, pintu ruangan VIP terbuka dan menampilkan sosok Rave yang datang tergesa-gesa. “Jadi, bagaimana keputusannya? Kau tentu saja menolak perjodohan ini kan, Levana?” tanya Rave dengan suara datar dan tatapan penuh harap agar Levana menolaknya.“Maaf, Rave, tapi ... Aku tidak bisa melakukannya,” ucap Levana dengan raut wajah bersalah.Mendengar ucapan Levana barusan membuat mata Rave menyiratkan kemarahan. “Aku sudah bilan
“Lilian, apa yang kau lakukan!” Rave refleks berseru saat melihat Lilian menampar wajah Levana. Diraihnya tangan Lilian, tetapi pandangannya fokus ke arah Levana yang tertunduk, terluka baik secara fisik maupun emosional. “Bukan begini caranya! Kita bisa membicarakan ini dengan tenang tanpa kekerasan.”“Tenang? Kau pergi menemui wanita lain di belakangku, dan kau ingin aku bersikap tenang?” teriak Lilian dengan amarah yang memuncak. Tangannya pun langsung ditarik begitu saja hingga pegangan Rave terlepas.Levana yang semula terdiam pun kini mengusap pipinya pelan karena tamparan yang diberikan Lilian barusan. Dengan suara tegas, tetapi tetap terdengar lembut, Levana berkata, “Lilian, aku mengerti perasaanmu. Aku mohon jangan salah paham. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu.”“Apa yang ingin kau jelaskan pada istriku, Levana! Ayo kita pergi dari sini,” ajak Rave pada Lilian yang mana istrinya itu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri. “Tapi, Rave. Lilian juga berhak tah
Tidak pernah terpikirkan oleh Levana sebelumnya jika pernikahannya akan diadakan dengan begitu mewah. Ia pikir pernikahannya akan diadakan secara tertutup, mengingat dirinya menikah dengan pria yang sudah beristri. Namun, pikirannya itu salah karena pesta tersebut bahkan mengundang media besar dan meliput pesta pernikahannya.“Sampai kapan aku harus menemui mereka semua, aku bahkan tidak mengenal satu orang pun di pesta ini,” bisik Levana saat Rave kembali menghampirinya.“Tentu saja sampai orang yang menjanjikan akan melunasi utang perusahaanmu puas,” balas Rave yang mana arah pandangnya ke arah ayah mertua Levana.“Tidak bisakah kau mencari alasan agar kita bisa pergi dari sini?” tanya Levana yang mana justru membuat sudut bibir Rave terangkat.“Aku punya banyak alasan untuk kabur dari pesta ini, Levana, tapi tidak dengan dirimu. Nikmati saja pesta malam ini dan biar kuberi kau satu tips,” bisik Rave yang kini lebih mendekat ke Levana. “Manfaatkan untuk mencari kenalan yang bisa men