"Ahks..!" Brugh..! Rahadian berseru keras, lalu ambruk ke lantai dengan mata berkunang-kunang. Beruntung dia tidak sampai pingsan. Tubuhnya lalu langsung diseret keluar kamar oleh Jerry. Dan tak lama kemudian. Nampak keluar dua sosok ayah dan anak, dari rumah mewah dan megah itu. Dua sosok yang adalah Rahadian dan putrinya Desi itu, mereka pergi tanpa membawa apapun. Mereka berjalan menjauhi rumah mereka sendiri. Karena mereka diancam akan ditembak, jika tak meninggalkan rumah itu. Judi..! Suatu permainan dan pertaruhan, yang bisa mengangkat derajat gembel menjadi sultan dalam semalam. Namun sebaliknya, judi juga bisa menjadikan seorang sultan menjadi gembel terendah. Hanya dalam waktu semalam.!Begitulah karma yang sedang dijalani Rahadian, akibat berjudi..!*** Sementara Bimo baru saja menyelesaikan acara makan siangnya. Ya siang itu Bimo memang sedang ingin makan di rumah makan 'Asri', yang hanya berjarak 100 meteran dari kediamannya itu. Rumah makan itu tak begitu rama
“Sebentar Pak,” ucap Bimo, sambil menepuk pundak kanan Rahadian. Dan saat Rahadian menoleh ke kanan, tangan Bimo cepat sekali memasukkan uang 500 ribu ke saku piyama Rahadian. Sungguh gerakkan yang cepat sekali dari Bimo, hingga tak terasa oleh Rahadian. Bahkan si Bibi yang masih menatap mereka pun tak mengetahuinya. “Ya Mas, kenapa ?” tanya Rahadian agak bingung. Karena dia merasa tak mengenal Bimo. “Ahh, tak apa-apa Pak. Maaf saya kira Bapak orang yang saya kenal,” sahut Bimo tersenyum, sambil mengusap lembut kepala Desi. Rahadian dan putrinya kembali berjalan, meninggalkan rumah makan itu. Bimo pun kembali duduk di kursinya. Namun baru saja ia meneguk habis es teh manisnya, dan bermaksud kembali ke kediamannya.Tiinnnn... !! Ciiittttttttt..!! Daagh..! Bimo terkejut, saat sebuah sedan hitam terlihat melintas cepat di depan rumah makan. Lalu terdengar bunyi klakson panjang disertai rem mendecit dalam, dan suara hantaman keras. Brrrmmmm..!! Ngunnnggg !!” “Papahhhh..!!” Itu
‘Syukurlah kau bisa ceria lagi Desi’, bathin Bimo senang. Bimo mengajak Sisca kecil ke minimarket terdekat di sekitar rumah sakit itu. Di sana Bimo membebaskan Desi, untuk memilih apa saja yang dia suka. Desi seperti menemukan kembali keceriaannya. Dia berjalan ke sana ke mari memilih camilan yang disukainya, dan roti mocca keju kegemaran ayahnya juga ikut diambilnya. Terakhir dia mengambil es krim rasa strawberry kesukaannya, dan rasa durian kesukaan ayahnya. Bimo hanya melihat saja tingkah anak itu sambil tersenyum geli, ‘anak pintar ingat orangtua’, pikir Bimo. 'Hmm..! Jahat sekali orang yang mengusir mereka begitu saja dari rumahnya. Tanpa dibolehkan membawa selembar pun pakaian mereka..!' bathin Bimo geram.Bimo bermaksud mengambilkan pakaian mereka, yang di tinggal begitu saja di rumah mereka. 'Kebetulan alamat mereka tak jauh dari rumahku. Baik, akan kusempatkan mampir ke rumah itu!' bathin Bimo bertekad. Ya, Bimo sempat melihat alamat yang tertera di KTP Rahadian tadi,
Klaghk!“Aiihh..! Brengsek kau..!” seru terkejut marah seseorang di dalam kamar toilet. Saat seorang OB membuka begitu saja pintu kamar toilet itu. “Hahh..! Ma-maaf Bu Devi..!” Klekh!Bimo berseru terkejut bukan main, saat sepasang matanya melihat tubuh mulus setengah polos Devi, yang juga nampak buru-buru menarik celana bahannya ke atas.Namun tentu saja Bimo sempat melihat sepasang paha jenjang mulus, dan juga belahan belakang yang menonjol kencang menggoda milik Devi tadi.Cepat Bimo menutup kembali pintu kamar toilet itu dan melepas kedua earphone dari telinganya.Ya, karena mendengarkan musik di earphone itulah, telinganya jadi tak peka mendengar suara seseorang di dalam kamar toilet itu.“Celakalah aku..!” desis lirih Bimo dengan wajah panik dan cemas. Namun dia merasa harus tetap menanti Devi di luar kamar toilet, untuk menjelaskan kejadian yang tak disengaja itu.Klekh!Akhirnya Devi pun keluar dari kamar toilet itu dengan sepasang mata berkilat marah menatap Bimo.“Bimo..!
Bimo pun menghampiri kotak jati warisan itu dan langsung menjamahnya. “Ahks..!” Bimo berseru terkejut, saat merasakan tangannya bagai terkena setrum dan di jalari oleh ribuan semut.Namun sekuat tenaga Bimo bertahan tetap memegang erat kotak jati ukir itu. Hingga akhirnya hawa hangat bercampur dengan hawa sejuk yang menenangkan, terasa menggantikan rasa mengejutkan itu.‘Aku hampir saja lupa dengan kotak warisan leluhur warisan Kakek! Tak ada jalan lain lagi! Aku akan memakai warisan ilmu leluhurku ini! Tak peduli apapun resikonya..!’ batin Bimo bertekad.Klagh! Clapsh..!Bimo langsung membuka kotak jati ukir seukuran kotak sepatu itu, dan seberkas cahaya merah terang pun langsung memancar dari dalam kotak itu.Aroma kayu akar wangi dan cendana pun seketika menguar semerbak, di dalam kamar Bimo. Sungguh menebarkan hawa mistis yang kental, namun damai dan menenangkan bagi Bimo.Nampak sebuah benda bulat sebesar kelereng yang berpijar merah terang, berada di tengah sampul kitab tebal y
“Masuk..!” seru Budi dari dalam ruang kerjanya, setelah Bimo mengetuk pintu ruangan itu.“Selamat Pagi Pak Budi. Bapak memanggil saya?” ucap Bimo sopan.“Duduklah Bimo! Ada peringatan yang harus kaudengar dan perhatikan baik-baik!” ucap tegas Budi, dengan tatapan tajam ke arah Bimo.“Bimo! Aku mendapat laporan dari Bu Devi, tentang perilakumu yang ceroboh dan tak senonoh dalam bekerja! Karenanya aku langsung memberikan peringatan kedua padamu!”“Ahh! Langsung peringatan kedua Pak Budi..?” desah tegang Bimo bertanya.“Ya! Dan kau tahu artinya peringatan kedua itu Bimo..?! Sekali lagi kau membuat kesalahan, maka tak ada pilihan lain selain kau dipecat dan keluar dari kantor ini! Paham Bimo..?!”“Paham Pak Budi,” sahut Bimo, seraya memberanikan diri balas menatap wajah kepala personalia itu. Dan sebuah lintasan tentang Budi pun langsung tergambar jelas di benak Bimo.“Ahh..!” seru Bimo tanpa sadar. Hal yang tentu saja mengejutkan bagi Budi, pria berumur 39 tahun itu.“Kenapa kau terkejut
Pertanyaan bernada sindiran dan juga senyum mengejek, nampak jelas di wajah para rekan OBnya itu.“Aman..!” seru Bimo seraya tersenyum, untuk membuat keki para rekan OB yang pastinya berharap dia celaka bahkan dipecat itu.“Kalau begitu, sekarang cepat kau bersihkan ruang toilet lalu pel lorong lantai 2 sekalian..!” seru Luki dengan nada kesal dan wajah tak senang.“Lho? Bukankah tugas mengepel lantai 2 adalah tugas Paul, Kak Luki..?” ujar Bimo heran dan bernada protes.“Ya, hari ini kau yang mengerjakannya Bimo! Karena aku dan Paul akan keluar untuk membeli perlengkapan logistik! Kerjakan saja, jangan banyak tanya!” seru Luki bertambah kesal.“Banyak omong kau Bimo! Hihh..!” Blaakh! Paul ikut memaki marah, seraya menyepak betis Bimo. Karena dia merasa cemas tak jadi di ajak Luki keluar kantor, dan urung mendapatkan uang lebihan belanja.“Aihh..!” seru kaget semua rekan OB di ruangan itu, saat mendengar kerasnya suara sepakkan kaki Paul membentur betis kaki Bimo.Namun Bimo sendiri tak
“Hei..! K-kenapa Bimo..?!” seru heran dan terkejut Lidya.“Ada apa Bimo..?!” seru Rindy yang ikut merasa kaget dan heran melihat sikap Bimo.“Mbak Lidya. Apakah ada rekan pria sekantor Mbak Lidya yang mengendarai Rubicon hitam dan mengenakan jam Rolex..?” tanya Bimo dengan wajah serius.“Heii..! Bagaimana kau bisa mengenali Rudy manajer pemasaran di perusahaanku Bimo..?! Apakah kau pernah bertemu dengannya..?” sentak terkejut Lidya, mendengar ciri-ciri Rudy disebutkan dengan tepat oleh Bimo.“Sama sekali aku tak pernah bertemu dengannya Mbak Lidya. Hanya saja sebaiknya Mbak Lidya berhati-hati dengan orang itu. Apakah dia tadi memberikan sesuatu pada Mbak Lidya..?” ujar Bimo tenang, seraya bertanya.“Hahh..! Rudy memang memberikan parfum untukku tadi siang Bimo. Katanya itu hadiah dari temannya yang baru kembali dari Paris. Memangnya ada apa dengan parfum itu Bimo..?” seru heran Lidya lagi, merasa takjub dengan ketepatan terawangan Bimo.“Bisa kulihat parfum yang diberikan si Rudy itu
‘Syukurlah kau bisa ceria lagi Desi’, bathin Bimo senang. Bimo mengajak Sisca kecil ke minimarket terdekat di sekitar rumah sakit itu. Di sana Bimo membebaskan Desi, untuk memilih apa saja yang dia suka. Desi seperti menemukan kembali keceriaannya. Dia berjalan ke sana ke mari memilih camilan yang disukainya, dan roti mocca keju kegemaran ayahnya juga ikut diambilnya. Terakhir dia mengambil es krim rasa strawberry kesukaannya, dan rasa durian kesukaan ayahnya. Bimo hanya melihat saja tingkah anak itu sambil tersenyum geli, ‘anak pintar ingat orangtua’, pikir Bimo. 'Hmm..! Jahat sekali orang yang mengusir mereka begitu saja dari rumahnya. Tanpa dibolehkan membawa selembar pun pakaian mereka..!' bathin Bimo geram.Bimo bermaksud mengambilkan pakaian mereka, yang di tinggal begitu saja di rumah mereka. 'Kebetulan alamat mereka tak jauh dari rumahku. Baik, akan kusempatkan mampir ke rumah itu!' bathin Bimo bertekad. Ya, Bimo sempat melihat alamat yang tertera di KTP Rahadian tadi,
“Sebentar Pak,” ucap Bimo, sambil menepuk pundak kanan Rahadian. Dan saat Rahadian menoleh ke kanan, tangan Bimo cepat sekali memasukkan uang 500 ribu ke saku piyama Rahadian. Sungguh gerakkan yang cepat sekali dari Bimo, hingga tak terasa oleh Rahadian. Bahkan si Bibi yang masih menatap mereka pun tak mengetahuinya. “Ya Mas, kenapa ?” tanya Rahadian agak bingung. Karena dia merasa tak mengenal Bimo. “Ahh, tak apa-apa Pak. Maaf saya kira Bapak orang yang saya kenal,” sahut Bimo tersenyum, sambil mengusap lembut kepala Desi. Rahadian dan putrinya kembali berjalan, meninggalkan rumah makan itu. Bimo pun kembali duduk di kursinya. Namun baru saja ia meneguk habis es teh manisnya, dan bermaksud kembali ke kediamannya.Tiinnnn... !! Ciiittttttttt..!! Daagh..! Bimo terkejut, saat sebuah sedan hitam terlihat melintas cepat di depan rumah makan. Lalu terdengar bunyi klakson panjang disertai rem mendecit dalam, dan suara hantaman keras. Brrrmmmm..!! Ngunnnggg !!” “Papahhhh..!!” Itu
"Ahks..!" Brugh..! Rahadian berseru keras, lalu ambruk ke lantai dengan mata berkunang-kunang. Beruntung dia tidak sampai pingsan. Tubuhnya lalu langsung diseret keluar kamar oleh Jerry. Dan tak lama kemudian. Nampak keluar dua sosok ayah dan anak, dari rumah mewah dan megah itu. Dua sosok yang adalah Rahadian dan putrinya Desi itu, mereka pergi tanpa membawa apapun. Mereka berjalan menjauhi rumah mereka sendiri. Karena mereka diancam akan ditembak, jika tak meninggalkan rumah itu. Judi..! Suatu permainan dan pertaruhan, yang bisa mengangkat derajat gembel menjadi sultan dalam semalam. Namun sebaliknya, judi juga bisa menjadikan seorang sultan menjadi gembel terendah. Hanya dalam waktu semalam.!Begitulah karma yang sedang dijalani Rahadian, akibat berjudi..!*** Sementara Bimo baru saja menyelesaikan acara makan siangnya. Ya siang itu Bimo memang sedang ingin makan di rumah makan 'Asri', yang hanya berjarak 100 meteran dari kediamannya itu. Rumah makan itu tak begitu rama
"Ahhs..!" terlepas sudah desahan kedua Wulan, tubuhnya nampak agak bergetar dengan pinggul kencangnya menyentak. Ya, sekuat-kuatnya Wulan bertahan dari rasa geli dan nikmat yang menderanya. Dia tetaplah wanita biasa, yang memiliki daya batasnya. Apalagi Anton memperlakukannya dengan sangat lembut. Maka secara perlahan, mulai runtuhlah pertahanan rasa malu pada Rahadian, dan juga gengsinya pada Anton. Sementara Anton mulai naik dan menyusuri buah kembar kenyal milik Wulan. Kedua buah kembar itu mencuat kencang menantang, dengan kemulusan kulit yang sempurna. Lidah Anton pun bermain di puncak buah kembar itu, menggigit kecil seraya menghisapnya. “Awhh..” Wulan kembali melepaskan lenguhan nikmat yang ketiga kalinya. Wulan terus berusaha sekuat daya, agar tak terlihat menikmati permainan lembut Anton pada tubuhnya. Namun sepertinya lisan Wulan berkata lain. Sementara Rahadian hanya menundukkan pandangannya ke bawah, sambil memejamkan matanya. Sakit, perih, marah, terluka, namun t
"D-dia ada di kamarnya, di lantai dua Pak Anton..! Tapi bukankah Wulan tak ikut dalam pertaruhan kita Pak Anton,” sahut Rahadian gugup. “Tolong jangan berlagak bodoh Rahadian. Sudah jelas dalam perjanjian kita dikatakan, 'rumah dan seisinya' kecuali kau dan putrimu. Itu artinya, istrimu masuk dalam isi rumah ini Rahadian. Apakah masih kurang jelas ?” ucap Anton sambil tersenyum tenang. Merinding kuduk Rahadian, saat dia melihat senyum misterius Anton itu. “M-mengerti Pak Anton,” sahut Rahadian terbata gentar.“Sekarang, antarkan aku ke kamar bekas istrimu! Karena mulai saat ini, dia trlah menjadi milikku,” ucap Anton santai. “Jerry..!” seru Anton, pada orangnya yang berjaga di depan pintu rumah. “Siap Bos!” sahut Jerry, lalu dia pun berjalan mengikuti bosnya. Rahadian berjalan dengan langkah agak berat. Sakit sekali rasanya, mengetahui wanita yang disayanginya akan ‘dipakai’ oleh orang lain. “Heii..! Cepatlah! Jalanmu seperti keong saja!" Duk ! Bentak Jerry pada Rahadian, sam
“Cepat buka ! Atau kutembak kalian dari sini !” seru sang pengetuk gerbang berkaos hitam itu. Nampak dia mengarahkan laras pistolnya ke arah 3 security, yang hanya berjarak 5 meteran itu. “Baik Pak, jangan tembak..! Kami buka.. kami buk..!” teriak gentar seorang security yang kurang nyali. Dia berpikir jarak 5 meter adalah jarak tembak yang sulit di hindari, dan salah satu dari mereka pasti akan tewas tertembak. Sementara itu penumpang dalam mobil sedan BMW putih, nampak tengah memanggil seseorang via ponselnya.Tuttt...Tuttt..! Klik.! "Ha-halo Pak Anton.” Sahut sang penerima yang terdengar gugup. “Aku sudah di pintumu Rahadian. Bukalah pintu gerbang rumahmu. Aku hanya ingin mengambil hakku.Kamu masih ingat kan perjanjian bermaterai kita semalam Rahadian ? Atau haruskah kubuka paksa gerbang rumahmu ?” ucap Anton dengan tenang, namun penuh intimidasi. “Ahh..! B-baik.. baik Pak Anton” ucap Rahadian gugup, dia sangat mengenal siapa Anton. Anton adalah tipe orang, yang bahkan bi
'Ngger Raden. Walau raga Raden yang dipakai oleh Ki Brajangkala, tapi pancaran benih yang keluar hakekatnya adalah benih Ki Brajangkala. Walaupun Ngger Raden juga bisa ikut merasakan puncak kenikmatan, yang dirasakan oleh Ki Brajangkala dalam olah asmaranya. Namun sejatinya benih Ki Brajangkala adalah benih gabuk (hampa/kosong), Ngger Raden. Jadi berapa kali pun Ki Brajangkala bersenggama dengan perempuan, maka perempuan itu tak akan pernah mengandung dari benihnya'. Ungkap Eyang guru sepuh, dengan wajah tersenyum menenangkan bathin Bimo. 'Terimakasih Eyang Guru sepuh. Kini Bimo mengerti dan menjadi tenang karenanya'. Bathin Bimo ucapkan terimakasihnya. 'Baiklah Ngger Raden Bimo. Baik-baiklah menjalani garis kehidupanmu, pastilah masih banyak 'gelombang-gelombang' masalah yang akan datang silih berganti '. Blaashp..! Sosok Eyang Guru sepuh Pranatha pun langsung lenyap, setelah dia mengabarkan hal yang sangat penting itu bagi Bimo. Tak lama kemudian Bimo pun menyudahi laku hen
"Yurikoo..! Akhirnya kau kembali Nak..! Tsk, tsk..!" seru terisak Megumi, yang langsung bergegas menghampiri Yuriko. Sementara Yuriko juga menyambut saang ibu dengan berlari kecil. Kedua ibu dan anak itu pun akhirnya berpelukkan sambil menangis, melepaskan luapan emosi kegembiraan mereka. Sementara Lidya ikut tersenyum penuh keharuan di dekat mereka. Lidya pun menatap ke arah Bimo dengan pandangan penuh kekaguman dan rasa terimakasih. Tentu saja Lidya sangat tahu, bahwa kembalinya Yuriko adalah berkat bantuan dari Bimo. 'Kau memang pria yang luar biasa Mas Bimo. Sungguh beruntung aku mengenalmu', bathin Lidya. Dia pun melangkah ke arah Bimo, dengan senyum manis di wajahnya. Ya, secara perlahan tapi pasti. Benih-benih simpati di hati Lidya, kini sepertinya telah berkembang dan mekar. Merekah sempurna disertai aroma indah yang tak terkatakan, namun jelas bisa dirasakannya. Aroma asmara..! "Mas Bimo. Terimakasih, karena telah menyelamatkan Yuriko sahabatku dari penculikkan," ucap pe
"Aihh..! K-kak Bimo, Yuriko benar-benar tak tahu harus bagaimana. Tapi semuanya telah terjadi, Yuriko tak keberatan kehilangan keperawanan dengan Kak Bimo. Tapi Yuriko juga bukan wanita yang setuju dengan tindakkan aborsi. Jika nantinya Yuriko hamil, maka memang tak ada jalan lain selain Kak Bimo menikahi Yuriko. Tapi andai Yuriko tak hamil, maka kita anggap saja kejadian tadi tak pernah ada Kak Bimo," ujar gugup dan lirih Yuriko.Ya, ada nada sedih dalam suara Yuriko itu. Karena sesungguhnya dalam waktu yang teramat singkat, hati Yuriko telah dibuat jatuh oleh sosok Bimo dan kharismanya. Inilah kejadaian gila dan aneh, yang bahkan tak pernah dibayangkan Yuriko akan terjadi padanya. Sebab selama ini Yuriko adalah wanita yang sangat mandiri, dan juga tak acuh dengan lelaki..! Karena bagi Yuriko, lelaki hanyalah penghambat bagi kemajuan karier serta kebebasan dirinya. Itulah prinsip hidup Yuriko, yang telah dijalaninya selama puluhan tahun lamanya.Namun, prinsip itu bagai lenyap ta