Home / Romansa / Hasrat dan Dendam Mafia Kejam / Justru Ingin Membunuhnya

Share

Justru Ingin Membunuhnya

Author: Aksara_Lizza
last update Last Updated: 2025-02-28 23:16:33

Emily menarik napas panjang sebelum akhirnya membuka suara. Ada beban di dadanya yang terasa semakin berat, dan ia berharap dengan menceritakan ini kepada Davina, setidaknya hatinya bisa sedikit lebih tenang.

"Ini tentang ayah tiriku." Suaranya terdengar pelan, nyaris seperti bisikan. "Aku baru saja menemui ayah dan ibuku di rumah mereka. Tapi, ayah tiriku menyambutku dengan desakan agar aku mencari informasi tentang Marsha dari Felix."

Davina, yang awalnya duduk dengan santai, kini menegakkan tubuhnya. Kedua alisnya bertaut, menunjukkan bahwa ia memahami betapa rumit situasi ini bagi Emily. Tatapannya tajam, mencoba menangkap setiap ekspresi yang muncul di wajah sahabatnya.

"Lalu, kau ingin melakukannya?" tanya Davina, nada suaranya berubah serius. "Bukankah kau tahu risiko apa yang kau dapatkan jika ikut campur urusan Felix?"

Emily menundukkan kepalanya, menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Matanya menatap kosong ke arah meja di depannya, pikirannya dipenuhi oleh ketakutan dan kebi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bukan untuk Menikahinya, Melainkan ....

    Brak!Suara dentuman keras menggema di seluruh ruangan ketika pintu ruang kerja Harland terbuka dengan kasar, hampir saja terlepas dari engselnya.Pintu itu didorong menggunakan kaki dengan kekuatan yang cukup untuk membuat kaca kabinet di dalam ruangan bergetar.Harland yang tengah duduk di belakang meja kerjanya sontak tersentak kaget. Matanya melebar ketika melihat sosok pria bertubuh tegap dengan aura gelap yang menyeruak ke dalam ruangannya."Fe—Felix?" Harland menelan ludahnya, mencoba menguasai ekspresinya yang sempat tegang. Wajahnya segera dipoles dengan senyum basa-basi. "Selamat datang di kantorku. Tumben sekali datang tanpa memberitahuku?"Suaranya dibuat selembut mungkin, penuh hormat, seolah mereka berdua adalah rekan bisnis yang telah lama bersahabat. Padahal, jauh di lubuk hatinya, ia tahu, kedatangan Felix tidak membawa kabar baik.Di dalam ruangan, dua tamu yang tengah berbincang dengan Harland ikut terkejut dengan kemunculan mendadak pria itu.Felix sama sekali tida

    Last Updated : 2025-03-01
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tuduhan Gila Harland

    Harland berlutut di kaki Felix, tubuhnya gemetar hebat, nyaris kehilangan tenaga.Matanya yang memerah menatap pria itu penuh harap, serupa pengemis yang memohon belas kasih di hadapan raja tanpa ampun."Jangan membunuhnya, aku mohon!" Suaranya lirih, bergetar oleh ketakutan yang mencekik tenggorokannya.Felix menatapnya dengan seringai kejam, senyum yang tak menyiratkan belas kasih sedikit pun."Jangan bunuh anakku, Felix. Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Marsha," suara Harland semakin serak, seakan setiap kata yang keluar adalah pedang yang menyayat ke dalam dirinya sendiri.Mendengar pengakuan itu, alis Felix sedikit terangkat. "Hanya Marsha yang kau punya, hm?" ulangnya dengan nada mengejek."Itu artinya, kau tidak menganggap keberadaan istri dan anak tirimu, Harland? Bahkan anak tirimu telah menyelamatkan nyawamu dari tanganku karena bersedia menikah denganku."Harland menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Kata-kata Felix begitu tajam, menghantam nuraninya tanpa ampun."

    Last Updated : 2025-03-02
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Kedatangan Mala di Malam Hari

    Malam telah larut ketika Mala berdiri di depan gerbang tinggi yang menjulang kokoh, seakan menjadi benteng pertahanan yang sulit ditembus.Hawa dingin merayapi kulitnya, tapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Ada sesuatu yang jauh lebih menusuk—sebuah kecemasan yang membelenggu hatinya.Dengan ragu, ia mengetuk pintu besi besar itu, suaranya menggema di antara keheningan malam.Tak butuh waktu lama, seorang penjaga muncul dari balik bayangan.Posturnya tegap, suaranya dalam dan berat ketika bertanya, "Apa benar, ini kediaman Tuan Felix?" Suaranya terdengar waspada, penuh kewibawaan."Benar. Kau siapa dan ada urusan apa?" balas sang penjaga dengan nada tajam yang nyaris mengintimidasi.Mala menelan ludah. Hatinya berdebar kencang, tetapi ia harus menguatkan diri. "Aku… aku Mala," katanya dengan suara bergetar. "Aku ibunya Emily, yang tak lain adalah mertua Felix. Aku ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu yang harus kubicarakan dengannya. Aku mohon…"Penjaga itu menyipitkan mata, meng

    Last Updated : 2025-03-03
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tempat Tinggal untuk Mala

    "Ini tempat tinggalmu."Felix mengantarkan Mala ke sebuah rumah yang terletak cukup jauh dari mansion megahnya.Bangunan itu tampak sederhana dibandingkan dengan kediaman utama Felix, tetapi tetap terawat dengan baik.Cahaya senja yang memudar menerpa dinding-dinding rumah, memberikan kesan hangat dan nyaman.Beberapa pelayan segera datang menyambut Felix. Mereka menundukkan kepala dengan penuh hormat, sikap mereka mencerminkan kepatuhan dan rasa hormat yang mendalam.Felix menoleh pada Mala, suaranya tetap tenang seperti biasa. "Kau tidak keberatan kan, tinggal di sini bersama para pelayanku? Mereka akan bekerja dari pagi hingga malam pukul delapan.“Setelah itu, mereka kembali ke rumah ini. Tapi kau tak perlu melakukan apa pun, Mala. Cukup diam saja di sini, menikmati waktumu."Mala mengangguk pelan, matanya menatap Felix dengan sorot penuh pengertian. "Aku tidak keberatan, Felix.“Justru aku kagum karena kau memberikan tempat tinggal yang layak untuk para pelayanmu. Jarang sekali a

    Last Updated : 2025-03-04
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Gairah di Pagi Buta

    "Istri kecilku sudah tidur rupanya."Suara bisikannya yang berat dan rendah langsung menembus alam bawah sadar Emily, membuat bulu kuduknya meremang sebelum akhirnya matanya terbuka perlahan.Tatapan matanya masih mengantuk, suaranya terdengar serak saat ia berbisik pelan, "Felix? Kau sudah pulang?"Felix menyunggingkan senyum tipis, jemarinya terulur, mengusap sisi wajah istrinya dengan lembut. Hanya sentuhan ringan, tapi cukup untuk membuat Emily semakin sadar."Kau pikir aku tidak akan pulang dan melewatkan malam panas denganmu, hm?" suaranya terdengar lebih serak, lebih dalam, membawa getaran tersendiri di hati Emily.Gadis itu menelan ludahnya. Napasnya terasa sesak, dadanya naik turun dengan gelisah. Apa artinya Felix akan menggagahinya sekarang juga? Tatapannya bergerak ke arah jam dinding—pukul satu pagi.Berusaha mengalihkan pikirannya, Emily bertanya dengan suara pelan, "Kau baru pulang atau sudah sejak tadi?" lalu menambahkan dengan sedikit gugup, "Mau aku siapkan air hanga

    Last Updated : 2025-03-04
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tolong Lindungi Emily

    "Kau mau pergi ke mana pagi-pagi begini sudah rapi?" tanya Emily, menghampiri Felix yang kini tengah merapikan kerah kemejanya.Emily, yang baru saja terjaga dari tidurnya, mendapati sosok suaminya tengah berdiri di depan cermin, merapikan dasi hitam yang melingkar di lehernya. Matanya yang masih menyimpan kantuk menatap sosok itu dengan lirih.Felix menoleh sekilas ke arah istrinya. Matanya yang tajam tampak menyelidik, seakan tak menyangka Emily sudah terbangun sepagi ini."Kau sudah bangun?" tanyanya, suaranya terdengar datar, tanpa nada kehangatan.Emily menganggukkan kepala kecilnya. "Ya. Kau mau pergi ke mana?" tanyanya lagi, kali ini lebih lembut.Felix menarik napas singkat. "Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, Emily."Emily menghela napasnya, menatap suaminya dengan mata yang menyiratkan kerinduan. "Kau sudah pulang larut malam dan masih pagi sudah pergi lagi. Sepertinya kau sangat sibuk, ya?"Felix menoleh menatapnya. Mata mereka bertemu dalam sorot yang tak bisa

    Last Updated : 2025-03-06
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Sudah Menemukan Keberadaan Marsha?

    Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Di luar, langit gelap bertabur bintang dengan cahaya bulan yang menggantung tinggi, memancarkan sinarnya melalui jendela besar di kamar. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai tipis yang menghiasi kaca besar itu. Kesunyian menyelimuti ruangan, hanya diiringi suara jam dinding yang berdetak perlahan, seakan ikut mengiringi alunan waktu yang terus berjalan.Emily baru saja keluar dari kamar mandi, rambut panjangnya masih sedikit basah, berjatuhan di bahunya. Kulitnya yang bersih berkilau terkena pantulan cahaya lampu kamar yang redup. Ia mengenakan lingerie berwarna merah maroon yang memperindah lekuk tubuhnya, seolah menambah kehangatan di dalam ruangan yang terasa hening itu.Di dekat jendela, Felix berdiri dengan kedua tangannya berada di dalam saku celana hitam yang ia kenakan. Tatapannya lurus ke luar, menembus gelapnya malam, seakan ada banyak hal yang tengah ia pikirkan. Tubuh tegapnya menciptakan siluet indah di bawah cahay

    Last Updated : 2025-03-06
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tidak Berniat memberi Kesempatan Kedua

    Pagi itu, sinar matahari mengintip malu-malu dari balik tirai jendela besar ruang makan. Cahaya keemasan menerobos masuk, menerangi meja panjang yang hanya ditempati oleh dua orang—Felix dan Emily.Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Udara masih terasa sejuk, aroma roti panggang dan kopi hitam memenuhi ruangan. Namun, tidak ada kehangatan dalam suasana pagi itu.Felix meletakkan sendoknya dan menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap lekat ke arah Emily yang tampak tenggelam dalam pikirannya.Sudah sejak tadi istrinya hanya memainkan roti di piringnya tanpa benar-benar menyentuhnya. Tatapan matanya kosong, seolah pikirannya berada di tempat lain.Felix mengerutkan kening. Ia bukan pria yang gemar mencampuri pikiran orang lain, tapi ini berbeda. Emily adalah istrinya, dan sesuatu jelas mengganggunya pagi ini.Tak ingin terus bertanya-tanya, Felix akhirnya membuka suara."Emily?" panggilnya, suaranya terdengar dalam dan sedikit berat.Emily tersentak kecil, lamunannya buyar dalam sekej

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Ingin Menua Bersamamu

    “Aku membawakan makanan kesukaanmu.” Suara Felix terdengar lembut dan tenang saat ia melangkah masuk ke ruang tengah, membawa sebuah mini box mungil berwarna merah muda di tangannya.Cahaya sore yang masuk dari jendela memantul di permukaan kotak itu, membuatnya tampak seperti hadiah kecil yang istimewa.Emily sedang duduk santai di sofa, bersandar dengan nyaman sambil menonton acara televisi favoritnya.Suara TV terdengar samar di latar belakang, namun seketika perhatiannya teralih saat Felix meletakkan kotak tersebut di meja di hadapannya.“Kesukaanku? Apa itu?” tanyanya dengan nada penasaran, matanya membulat penuh rasa ingin tahu. Ia langsung meraih kotak itu dan membukanya perlahan.Begitu tutupnya terbuka, aroma manis langsung tercium. Warna-warni pastel dari deretan macaron yang tertata rapi membuat matanya berbinar. Emily menoleh cepat ke arah Felix, matanya membesar karena terkejut.“Macaron? Kau tahu aku sangat menyukai macaron?” ucapnya dengan nada yang penuh kejutan sekali

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Rasa Panik Marsha

    “Pa. Ada yang ingin aku tanyakan padamu.” Suara Marsha terdengar pelan namun serius saat ia melangkah pelan mendekati sang ayah yang sedang duduk santai di sofa ruang tengah.Di tangannya, Harland memegang majalah edisi terbaru, matanya sibuk mengikuti tiap baris kata di halaman yang terbuka.“Katakan saja. Aku akan mendengarnya,” jawab Harland datar, tanpa sedikit pun menoleh ke arah anak perempuannya. Nada suaranya tenang, nyaris seperti sedang membicarakan cuaca.Marsha berdiri sejenak, menatap wajah ayahnya yang tak bergeming, lalu menarik napas panjang sebelum duduk perlahan di sofa seberang.Matanya memandangi Harland lekat-lekat, mencoba mencari celah untuk memahami isi kepala pria paruh baya itu.“Kau serius ingin membuat Felix dan Emily berpisah? Dengan cara apa?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi, menyimpan keheranan sekaligus kekhawatiran dalam nada suaranya.Mendengar pertanyaan itu, Harland akhirnya menghentikan aktivitas membacanya. Ia menutup majalah dengan satu geraka

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tidak akan Dia Biarkan

    “Argh! Sialan!” bentak Regina sambil melemparkan botol kosong beer ke lantai.Botol itu jatuh dengan suara dentingan tajam, menggema di ruangan pribadinya yang luas namun kini terasa sumpek oleh amarahnya sendiri.Ia berjalan mondar-mandir dengan langkah berat, rambut panjangnya yang biasanya tertata kini terlihat berantakan.“Kenapa cepat sekali Felix memutuskan untuk menikah?!” gerutunya lagi, mengambil botol beer yang baru dari kulkas kecil di sudut ruangan.Ia membuka tutupnya dengan gerakan kasar dan langsung meneguknya. “Bukankah dia dulu bilang tidak percaya dengan komitmen seperti itu? Dia bukan tipe pria yang mengikat diri!”Suasana malam di apartemennya dipenuhi dengan dentuman musik jazz pelan, kontras dengan emosi yang membuncah di dadanya.Ia menatap layar ponsel di tangannya, mengetik nama Felix Reinhardt berulang-ulang di mesin pencarian.Tapi yang muncul hanya berita-berita bisnis, ekspedisi, dan aktivitas gelap yang dibungkus dengan bahasa profesional.“Tidak ada beri

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bertemu dengan Mantan Kekasih

    Pagi itu, suasana di lobi gedung pencakar langit di pusat kota tampak sibuk. Langkah kaki cepat para eksekutif terdengar berpadu dengan dering ponsel dan suara percakapan singkat.Felix melangkah masuk dengan aura dingin dan tak tergoyahkan. Setelan jas hitamnya rapi, wajahnya datar tanpa ekspresi. Ia diiringi oleh Arnold, asisten pribadinya yang setia.“Semua sudah disiapkan?” tanya Felix singkat.Arnold mengangguk cepat. “Ya, Tuan. Mereka sudah menunggu di ruang rapat lantai 15. Dan... pemilik perusahaan ekspedisi itu sudah datang.”Felix menoleh cepat. “Pemiliknya?”Arnold menelan ludah, sedikit ragu sebelum melanjutkan. “Ya... dia sendiri yang datang. Dan saya pikir Anda mengenalnya.”Felix mengerutkan kening, tapi tak bertanya lebih lanjut. Mereka masuk ke lift dan tak lama kemudian, pintu ruang rapat terbuka.Di sana, beberapa jajaran petinggi ekspedisi sudah duduk menunggu. Tapi yang langsung mencuri perhatian Felix adalah sosok wanita yang berdiri menyambutnya.“Felix?” suara

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Negoisasi

    “Apa aku pernah menyakitimu selama kau menjadi istriku, Emily?” tanya Felix akhirnya. Suaranya terdengar pelan, tapi ada tekanan di balik nada itu—seperti seseorang yang sudah lama menahan tanya, namun takut akan jawaban yang mungkin menyakitkan.Emily tak langsung menjawab. Matanya menunduk, jemarinya meremas ujung baju tidurnya pelan. Felix memang tak pernah menyakitinya secara fisik. Tak pernah sekalipun tangan itu terangkat padanya. Namun, entah kenapa... ada luka kecil yang tak terlihat, seperti tusukan halus yang perlahan-lahan menggores dari dalam. Luka yang tak bisa ia jelaskan, bahkan pada dirinya sendiri.“Maaf,” ucapnya pelan, hampir tak terdengar. Seperti bisikan dari hati yang ragu.Felix menaikkan alisnya, bingung dengan respons itu. “Apa maksudmu, Emily? Aku bertanya, kenapa kau menjawab dengan kata ‘maaf’?” tanyanya, mencoba memahami, tapi juga merasa ada jarak yang semakin nyata di antara mereka.Emily hanya menggeleng pelan sambil menatap wajah Felix. Wajah itu... be

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Ketakutan Emily

    “Felix?” panggil Emily dengan suara pelan, hampir seperti bisikan malam yang takut mengusik kesunyian. Ia melangkah pelan menghampiri Felix yang tengah berdiri diam, menatap bulan di balik jendela kamarnya. Sinar bulan menyorot lembut ke wajah Felix, mempertegas raut murung yang selama ini coba ia sembunyikan.Felix menoleh perlahan, seolah baru tersadar dari lamunan panjangnya. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana hitamnya, mencoba menjaga ketenangan yang mulai rapuh. “Ada apa, Emily? Kau belum tidur?” tanyanya kemudian, suaranya tenang namun jelas menyimpan lelah.Emily menggeleng pelan, rambut panjangnya bergoyang lembut mengikuti gerakan itu. “Belum. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Apa kau punya waktu?”Felix menghela napas kasar, bukan karena kesal, melainkan karena lelah pada dirinya sendiri—karena tahu terlalu sering membuat Emily merasa sendirian. “Tentu saja. Aku ada di sini, tentu saja waktuku hanya untukmu.”Kalimat itu keluar begitu saja, tapi terdengar sep

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Setidaknya Berguna untuk Anak dan Istrinya

    “Hi!” sapa Felix lembut, suaranya nyaris seperti bisikan angin malam saat ia melangkah masuk dan duduk di hadapan Emily yang tengah bersandar santai di tempat tidur.Senyum kecil menghiasi wajahnya, meski lelah jelas terpancar dari sorot matanya.Emily menoleh dan menyambut senyuman itu. Senyum yang kini terasa lebih bermakna sejak mereka tahu ada kehidupan kecil yang tumbuh di dalam dirinya.“Kau sudah makan?” tanyanya, suaranya tenang tapi penuh perhatian.Felix menggeleng pelan. “Belum. Bagaimana denganmu? Apa kau sudah makan? Bagaimana dengan mual muntahmu? Apa masih menyerang meski sudah malam?” Nada suaranya berubah menjadi cemas, penuh kepedulian.Ia mencoba menyembunyikan kekhawatirannya, tapi matanya tidak bisa berbohong—ia khawatir, dan ia ingin memastikan semuanya baik-baik saja.Emily tersenyum tipis, menenangkan. Ia menggelengkan kepala pelan. “Tidak. Dan aku sudah minum susu ibu hamil. Aku juga sudah makan karena perutku sangat lapar. Maaf, aku tidak menunggumu untuk mak

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Meminta Saran pada Mala

    Langit sore memudar dalam nuansa jingga yang temaram saat Felix berdiri diam di depan dua pusara yang berdampingan.Angin sore menyapu lembut dedaunan, seolah ikut meresapi kesedihan yang terpancar dari raut wajah lelaki itu.Dengan perlahan, ia menunduk dan meletakkan setangkai bunga mawar merah di atas makam yang terbuat dari batu granit abu-abu.“Hi, Mom... Dad...” ucapnya pelan, suaranya bergetar oleh emosi yang tertahan.“Maaf, aku baru sempat mengunjungi kalian lagi. Aku tahu... ini sudah terlalu lama. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku, terlalu larut dalam rutinitas... sampai aku melupakan hal-hal yang seharusnya menjadi prioritas.”Felix menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. Matanya menatap kosong pada dua nama yang terukir rapi di batu nisan, seolah berharap ada balasan dari dalam tanah itu.“Sekarang... aku bahkan sedang bermasalah dengan Emily. Dia marah padaku,” lanjutnya.“Aku tahu dia benar. Aku terlalu cuek... terlalu dingin... padahal dia sed

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Rahasia Mengejutkan tentang Felix

    “Tidak perlu,” ujar Emily lirih ketika Davina menanyakan apakah dia ingin Felix, suaminya, lebih memperhatikannya.Davina mengerutkan kening, tak paham dengan jawaban itu. “Kenapa tidak perlu?” tanyanya dengan nada pelan namun penuh dorongan. “Apa kau tidak membutuhkan perhatian dari suamimu itu?”Emily menggeleng pelan. “Tidak, Davina. Aku mengerti, dia sedang banyak masalah dan pekerjaan yang tidak bisa ia hindari.” Suaranya datar, tanpa amarah, tanpa luka yang tampak di permukaan.“Walaupun dia akan berubah... itu hanya untuk beberapa waktu saja. Aku sudah terbiasa ditinggal dan diabaikan olehnya. Lagi pula, aku menikah dengannya hanya karena utang ayah tiriku.”Mata Emily menerawang ke kejauhan. “Dia juga memberitahuku sejak awal, agar aku tidak mengharap apa pun darinya.”Davina terdiam. Ucapan Emily barusan menampar kesadarannya. Ia tahu pernikahan Emily dengan Felix bukan karena cinta, tapi ia tidak menyangka Emily menjalani hari-harinya dengan kekosongan seperti itu.Seolah hi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status