“Jangan berlagak suci! Bukankah tadi kau memamerkan tubuhmu di hadapan semua orang?” Lucas mendengus pelan, tapi setiap nadanya mengandung cecaran. Dada Ariella seketika sesak saat mendengarnya. Padahal dia melakukan itu bukan karena ingin. “Anda yang mengirimkan gaun itu pada saya. A-anda juga yang memberikan catatan kalau saya harus datang menemani Anda di jamuan makan malam. Tapi kenapa—”“Omong kosong apa yang kau bicarakan?!” sahut Lucas sengaja memotong. Dia risih karena Ariella hanya terdengar mencari alasan tak masuk akal. Meski menciut karena aura dominan Lucas, tapi Ariella berusaha menjelaskan. “Sa-saya menerima gaun merah itu dari Kepala Pelayan. Beliau bilang gaun itu hadiah dari Anda. Saya masih menyimpan paper bag dan catatan tulisan tangan Anda, Tuan Muda.”Namun, ketika Ariella menoleh ke nakas kecil dekat sofa, dia tidak menemukan paper bag tersebut. Padahal sebelumnya Ariella meninggalkan catatan Lucas di sana. “Bu-bukankah tadi ada di sini?” tukas Ariella memb
“Argh!” Malleta menjerit sambil menutup rapat handuk putih yang melingkari tubuhnya. “Apa yang kalian lakukan? Cepat pergi dari sini!”Ya, begitu mendengar gedoran pintu dan suara Peter, Malleta yang semula berbaring langsung berlagak selesai mandi. Dia tahu tak akan bisa menghindar dari sidak asisten Lucas itu. Sehingga dengan liciknya Malleta bersandiwara. “Bagaimana ini, Tuan?” tanya bawahan Peter seraya menoleh pada atasannya. Peter mendapukkan alisnya berang seraya menjawab tegas. “Masuk dan geledah kamar ini!”Mendengar titah itu, para bodyguard setia Lucas langsung menerobos ruangan. “Ti-tidak! Apa-apaan kalian ini?!” Malleta memberang keras, berupaya menahan. “Apa kalian semua buta? Aku tidak berpakaian layak dan kalian tetap masuk? Dasar, brengsek!”“Minggirlah, sebelum kami menggunakan kekerasan!” sambar salah satu Bodyguard mendorong Malleta menjauh. Kepala pelayan itu terhuyung, tapi beruntung dia langsung berpegangan nakas di sampingnya. Dengan sorot berang, dia kemb
“Tidak! Tu-tunggu, Tuan Muda!” Malleta memberang saat dua bawahan Lucas merengkuhnya.Dia memberontak, tangannya menepis keras para lelaki itu dan buru-buru merangkak ke arah Lucas.“Apa yang kau lakukan? Cepat ikut kami pergi!” Salah satu bawahan Lucas mencekal lengan Malleta.Namun, Malleta langsung menghempasnya kasar.“Aish, lepaskan aku, sialan. Biarkan aku bicara dengan Tuan Muda!” tukasnya kembali merangkak cepat.Matanya gemetar penuh ketakutan. Dia berlutut di hadapan Lucas, lalu melanjutkan. “Tuan Muda, tolong jangan usir saja. Saya akan bilang yang sebenarnya!”Lucas pun mengangkat tangan, memberi kode pada anak buah Peter untuk berhenti.“Nyonya Beatrice!” ujar Malleta dengan suara gemetar. “Ya, Nyonya Beatrice yang menyuruh saya memberikan obat itu untuk Anda. Nyonya Beatrice juga yang meminta agar Ariella mengantar minumannya, Tuan Muda!”“Lalu?” Lucas menyahut dengan sorot dinginnya.“Heuh?” Malleta mendongak bingung.Dia berpikir sejenak, lalu berkata lagi. “Ah, ka-kar
“Ja-jangan pergi. Aku tidak mau sendirian, Ayah,” gumam Ariella seiring dengan genggamannya yang semakin kuat pada Lucas. Sang pria terdiam, tapi raut wajahnya berubah sulit diterka. Terlebih saat melihat air mata Ariella yang merembes dari netranya.‘Dia bilang … Ayah? Jadi maksudmu pria bodoh yang merenggut nyawa ibuku?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya.Mungkin bagi Ariella mending ayahnya adalah segalanya. Namun, bagi Lucas dia justru pembunuh yang pantas membusuk di neraka. Lucas tak akan pernah mengampuninya. Dia pun menepis tangan Ariella hingga cekalannya terlepas. Tanpa peduli dengan demam tinggi wanita itu, Lucas malah beranjak pergi. Hingga esok hari saat Ariella bangun, dia pun terkejut karena tiba-tiba handuk kecil jatuh dari keningnya. ‘Apa ini? Kompres?’ batinnya mengerutkan dahi dengan bingung. ‘Si-siapa yang meletakkannya?’Manik wanita itu melayap ke sekitar ruangan, tapi dia tak menemukan siapapun. Bahkan dia juga tak mendengar suara dari kamar mandi. Artinya Lu
‘Dia mau menunjukkan pada semua orang kalau dirinya sakit?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya kesal.Chelsea mengikuti arah tatapan Lucas yang terpaku pada Ariella. Ya, pelayan itu tengah meletakkan minuman Kesehatan ke meja Richard.“Silakan, Tuan Besar,” tutur Ariella pelan.Saat itulah, Chelsea langsung berkata, “astaga, apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat.”Wanita itu sengaja menunjukkan perhatian, agar baik di mata Richard sekaligus tidak dicurigai jika Ariella buka suara tentang siapa yang mendorongnya ke kolam renang.“Sebaiknya kau istirahat, jangan sampai sakitmu bertambah parah. Atau pergilah ke Dokter untuk mendapatkan obat,” sambung Chelsea amat manis.Ariella menunduk sembari menimpali, “te-terima kasih, tapi saya baik-baik saja, Nona. Saya mohon permisi.”Dirinya melirik Lucas, tapi langsung menurunkan pandangan sebab sang pria hanya memampangkan wajah dinginnya. Ariella lantas pergi, dia tak ingin menimbulkan masalah lagi.“Kenapa kau peduli padanya? Bukankah terakhir
“Kau adalah sumber masalah setiap orang. Jadi matilah dan terima hukumanmu di neraka!” gumam seseorang yang terus menekan kepala Ariella ke bak mandi.Sungguh, sensasi dingin yang mencekam mengingatkan Ariella saat dirinya tercebur ke kolam renang. Genangan air itu mendesak masuk hidung dan mulutnya, hingga Ariella tak bisa bernapas. Dia menggeleng-gelengkan kepala, sambil terus berusaha bangkit. Sialnya, orang itu semakin mendorong tengkuk Ariella dengan sebelah tangannya.“Ahh ….” Ariella pun terengah-engah saat orang berpakaian hitam itu menarik kepalanya dari bak mandi.Dia terbatuk dengan napas tak beraturan. Bahkan maniknya memerah dan tak bisa melihat dengan terang karena gelagapan di air.Dengan nada gemetar, Ariella berkata buncah. “Si-siapa kau? Lepaskan aku!”Wanita itu berusaha menepis cekelan orang di belakangnya, tapi sial sekali tenaganya kalah kuat karena kepalanya juga pusing.“Argh!” Ariella memekik ketika rambutnya dijambak paksa.Dia mendongak dengan alis mengernyi
“Aish, brengsek!” Orang bermasker hitam itu mengumpat tajam.Dia mencabut belati dari perut Ariella amat kasar, membuat wanita itu mengernyit kesakitan. Beruntung Ariella sejak tadi mendekap Lucas, sehingga dirinya tak sampai ambruk.“Ahh ….” Ariella mengerang pelan.Lucas pun menoleh pada si masker hitam dan berupaya merengkuh tangannya. Namun sial, orang tersebut buru-buru mangkir. Dia sengaja kabur saat langkah Lucas terhalang Ariella yang terluka.Ya, wanita itu memegangi titik tusukan di perutnya. Gelenyar merah segar tak hentinya mengucur, bahkan mengebaki telapak tangan Ariella dan atasan seragam pelayannya. Tubuh Ariella semakin lemah hingga dia pun merosot dari pelukan Lucas.“Sial!” Sang pria mengernyit saat melihat luka Ariella cukup parah.“Sa-saya baik-baik saja, Tuan Muda. Terima kasih … A-anda sudah datang menyelamatkan saya,” tutur Ariella terbata-bata.Lucas menekan pelan perut wanita tersebut seraya menimpali, “diamlah. Kau kehilangan banyak darah!”Ariella tak bisa
‘Tidak! Bagaimana mereka bisa masuk?!’ batin si masker hitam membelalak lebar.Beberapa bodyguard bersenjata muncul lagi dan memblokir akses untuk kabur.“Angkat tangan dan menyerahlah, sebelum peluru ini akan meledakkan kepalamu!” cecar Bodyguard yang mengacungkan pistol.Sensasi merinding seketika mendominasi tubuh si masker hitam. Sial sekali dirinya terjebak dan tak sempat bersembunyi.‘Aku tidak boleh tertangkap. Aku akan mati jika mereka membawaku pada Tuan Muda Lucas!’ gemingnya buncah.Irisnya diam-diam menggulir ke arah koridor yang menuju ruang belakang. Jika berhasil lari ke sana, sudah pasti dia akan menemukan pintu keluar melalui dapur paviliun.Tanpa ragu, orang bermasker hitam tadi bergegas lari ke koridor tersebut. Ya, setidaknya dia harus mencoba semua cara dari pada pasrah dan mati sia-sia.“Sialan! Kejar dia!” tukas Bodyguard tadi menyeru keras.Dirinya dan beberapa rekan langsung menyusul si masker hitam itu. Tapi sial, targetnya malah meraih beberapa guci yang ter
31.“Siapa yang mengijinkanmu bertanya?!” Felix memicing sengit.Pria itu mengikis jarak hingga wanita berpakaian hitam putih itu terpaksa mundur ke belakang.Sambil melonggarkan dasinya dengan kasar, Felix kembali berkata, “lepaskan pakaianmu!”Manik lawan bincangnya berubah lebar. Dia nyaris tak percaya perintah yang baru saja didengarnya, tapi sayangnya raut wajah Felix tak menunjukkan candaan.“Ta-tapi, Tuan Muda—”“Lepas sekarang atau aku akan merobeknya!” sentak Felix seperti orang kesetanan.Ya, entah kenapa dia jadi lebih emosional sejak karena Richard memandangnya sebelah mata. Padahal kali ini Felix berharap posisi Lucas memburuk, tetapi kesialan malah berbalik padanya.Felix benar-benar melepas dasinya, lalu menggulung benda itu melingkari tangan kirinya.“Aku tidak suka anjing yang lambat!” cecarnya yang sontak membuat Pelayan di hadapannya bergidik.Wanita itu pun membuka kancing atasan seragam pelayannya lebih cepat. Tangannya tampak gemetar, irisnya juga was-was sambil
“Apa yang kau bicarakan, Lucas?!” Richard menuntut penjelasan dengan tatapan tegas.Putra sulungnya tidak pernah main-main dengan setiap katanya. Jika Lucas berani menunjuk Beatrice, maka ibu tirinya itu memang berbuat sesatu.Namun, belum sampai Lucas membalas, Beatrice langsung menyambar, “apa maksudmu? Kenapa kau menuduh Ibu sembarangan, Luke?”Sial, mendengar itu emosi Lucas seketika membengkak. Alis pria tersebut merapat dengan tinju tangannya yang mengepal.“Sudah saya bilang, jangan pernah menyebut saya dengan panggilan itu!” dengusnya amat sengit.“Aku hanya ingin lebih dekat denganmu, karena bagaimana pun juga, sekarang aku adalah ibumu—”“Diam!” Lucas menyentak tegas sebelum perkataan Beatrice tuntas.Ya, amukan pria itu sekejap naik ke mercu kepala. Sejak mendiang ibunya-Elizabeth meninggal, Lucas sangat tak suka orang lain menyebutnya dengan nama panggilan saat dia kecil. Terlebih Beatrice yang berlagak peduli dan ingin menggantikan posisi mendiang Elizabeth.Dengan ekspre
‘Ti-tidak! Aku tidak bisa bernapas. Tolong, cepat keluarkan aku!’ batin Malleta sambil menggeleng-gelengkan kepala.Kakinya yang terikat di kursi tampak memberontak, tapi para anak buah Lucas masih terus menekan bahu Malleta ke air, hingga wanita itu gelagapan.‘Sialan! Apa mereka benar-benar akan membunuhku? Hah … tolong keluarkan aku!’ sambung wanita itu mulai kehabisan oksigen.Hingga detik berikutnya, kedua bodyguard tadi kembali menarik kursi Malleta. Wanita itu terengah-engah dengan mulut terbuka.Dengan manik terpejam, dia kembali membatin, ‘aish, sial! Aku hampir mati!’Begitu membuka mata, Malleta bisa melihat Lucas yang mengepulkan asap rokok sambil menonton dirinya tersiksa.“Tuan Muda, sa … ugh!”Ucapan Malleta terpotong saat dua bodyguard Lucas kembali membalik kursinya ke belakang. Sial, Malleta gelagapan lebih parah karena air mendesak masuk hidung dan mulutnya. Wanita itu meronta hebat, sungguh tak kuat lagi karena napasnya tercekat.Saat Malleta mulai melemah, dua bod
‘Tidak! Bagaimana mereka bisa masuk?!’ batin si masker hitam membelalak lebar.Beberapa bodyguard bersenjata muncul lagi dan memblokir akses untuk kabur.“Angkat tangan dan menyerahlah, sebelum peluru ini akan meledakkan kepalamu!” cecar Bodyguard yang mengacungkan pistol.Sensasi merinding seketika mendominasi tubuh si masker hitam. Sial sekali dirinya terjebak dan tak sempat bersembunyi.‘Aku tidak boleh tertangkap. Aku akan mati jika mereka membawaku pada Tuan Muda Lucas!’ gemingnya buncah.Irisnya diam-diam menggulir ke arah koridor yang menuju ruang belakang. Jika berhasil lari ke sana, sudah pasti dia akan menemukan pintu keluar melalui dapur paviliun.Tanpa ragu, orang bermasker hitam tadi bergegas lari ke koridor tersebut. Ya, setidaknya dia harus mencoba semua cara dari pada pasrah dan mati sia-sia.“Sialan! Kejar dia!” tukas Bodyguard tadi menyeru keras.Dirinya dan beberapa rekan langsung menyusul si masker hitam itu. Tapi sial, targetnya malah meraih beberapa guci yang ter
“Aish, brengsek!” Orang bermasker hitam itu mengumpat tajam.Dia mencabut belati dari perut Ariella amat kasar, membuat wanita itu mengernyit kesakitan. Beruntung Ariella sejak tadi mendekap Lucas, sehingga dirinya tak sampai ambruk.“Ahh ….” Ariella mengerang pelan.Lucas pun menoleh pada si masker hitam dan berupaya merengkuh tangannya. Namun sial, orang tersebut buru-buru mangkir. Dia sengaja kabur saat langkah Lucas terhalang Ariella yang terluka.Ya, wanita itu memegangi titik tusukan di perutnya. Gelenyar merah segar tak hentinya mengucur, bahkan mengebaki telapak tangan Ariella dan atasan seragam pelayannya. Tubuh Ariella semakin lemah hingga dia pun merosot dari pelukan Lucas.“Sial!” Sang pria mengernyit saat melihat luka Ariella cukup parah.“Sa-saya baik-baik saja, Tuan Muda. Terima kasih … A-anda sudah datang menyelamatkan saya,” tutur Ariella terbata-bata.Lucas menekan pelan perut wanita tersebut seraya menimpali, “diamlah. Kau kehilangan banyak darah!”Ariella tak bisa
“Kau adalah sumber masalah setiap orang. Jadi matilah dan terima hukumanmu di neraka!” gumam seseorang yang terus menekan kepala Ariella ke bak mandi.Sungguh, sensasi dingin yang mencekam mengingatkan Ariella saat dirinya tercebur ke kolam renang. Genangan air itu mendesak masuk hidung dan mulutnya, hingga Ariella tak bisa bernapas. Dia menggeleng-gelengkan kepala, sambil terus berusaha bangkit. Sialnya, orang itu semakin mendorong tengkuk Ariella dengan sebelah tangannya.“Ahh ….” Ariella pun terengah-engah saat orang berpakaian hitam itu menarik kepalanya dari bak mandi.Dia terbatuk dengan napas tak beraturan. Bahkan maniknya memerah dan tak bisa melihat dengan terang karena gelagapan di air.Dengan nada gemetar, Ariella berkata buncah. “Si-siapa kau? Lepaskan aku!”Wanita itu berusaha menepis cekelan orang di belakangnya, tapi sial sekali tenaganya kalah kuat karena kepalanya juga pusing.“Argh!” Ariella memekik ketika rambutnya dijambak paksa.Dia mendongak dengan alis mengernyi
‘Dia mau menunjukkan pada semua orang kalau dirinya sakit?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya kesal.Chelsea mengikuti arah tatapan Lucas yang terpaku pada Ariella. Ya, pelayan itu tengah meletakkan minuman Kesehatan ke meja Richard.“Silakan, Tuan Besar,” tutur Ariella pelan.Saat itulah, Chelsea langsung berkata, “astaga, apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat.”Wanita itu sengaja menunjukkan perhatian, agar baik di mata Richard sekaligus tidak dicurigai jika Ariella buka suara tentang siapa yang mendorongnya ke kolam renang.“Sebaiknya kau istirahat, jangan sampai sakitmu bertambah parah. Atau pergilah ke Dokter untuk mendapatkan obat,” sambung Chelsea amat manis.Ariella menunduk sembari menimpali, “te-terima kasih, tapi saya baik-baik saja, Nona. Saya mohon permisi.”Dirinya melirik Lucas, tapi langsung menurunkan pandangan sebab sang pria hanya memampangkan wajah dinginnya. Ariella lantas pergi, dia tak ingin menimbulkan masalah lagi.“Kenapa kau peduli padanya? Bukankah terakhir
“Ja-jangan pergi. Aku tidak mau sendirian, Ayah,” gumam Ariella seiring dengan genggamannya yang semakin kuat pada Lucas. Sang pria terdiam, tapi raut wajahnya berubah sulit diterka. Terlebih saat melihat air mata Ariella yang merembes dari netranya.‘Dia bilang … Ayah? Jadi maksudmu pria bodoh yang merenggut nyawa ibuku?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya.Mungkin bagi Ariella mending ayahnya adalah segalanya. Namun, bagi Lucas dia justru pembunuh yang pantas membusuk di neraka. Lucas tak akan pernah mengampuninya. Dia pun menepis tangan Ariella hingga cekalannya terlepas. Tanpa peduli dengan demam tinggi wanita itu, Lucas malah beranjak pergi. Hingga esok hari saat Ariella bangun, dia pun terkejut karena tiba-tiba handuk kecil jatuh dari keningnya. ‘Apa ini? Kompres?’ batinnya mengerutkan dahi dengan bingung. ‘Si-siapa yang meletakkannya?’Manik wanita itu melayap ke sekitar ruangan, tapi dia tak menemukan siapapun. Bahkan dia juga tak mendengar suara dari kamar mandi. Artinya Lu
“Tidak! Tu-tunggu, Tuan Muda!” Malleta memberang saat dua bawahan Lucas merengkuhnya.Dia memberontak, tangannya menepis keras para lelaki itu dan buru-buru merangkak ke arah Lucas.“Apa yang kau lakukan? Cepat ikut kami pergi!” Salah satu bawahan Lucas mencekal lengan Malleta.Namun, Malleta langsung menghempasnya kasar.“Aish, lepaskan aku, sialan. Biarkan aku bicara dengan Tuan Muda!” tukasnya kembali merangkak cepat.Matanya gemetar penuh ketakutan. Dia berlutut di hadapan Lucas, lalu melanjutkan. “Tuan Muda, tolong jangan usir saja. Saya akan bilang yang sebenarnya!”Lucas pun mengangkat tangan, memberi kode pada anak buah Peter untuk berhenti.“Nyonya Beatrice!” ujar Malleta dengan suara gemetar. “Ya, Nyonya Beatrice yang menyuruh saya memberikan obat itu untuk Anda. Nyonya Beatrice juga yang meminta agar Ariella mengantar minumannya, Tuan Muda!”“Lalu?” Lucas menyahut dengan sorot dinginnya.“Heuh?” Malleta mendongak bingung.Dia berpikir sejenak, lalu berkata lagi. “Ah, ka-kar