‘Hah … dia lagi?’ batin Lucas mempersempit jarak alisnya.Dia perlahan menarik tangan yang hendak membuang box kue dari wali kelas tadi, ketiika Ava mendekat. Ya, meski tak mengenalnya dan baru bertemu, tapi rasanya tidak etis jika memberikan contoh buruk pada anak-anak. Sebab itu Lucas mengurungkan niatnya.“Kau tersesat lagi?” tutur pria tersebut dengan wajah datar, jelas sekali ingin mengalihkan pembahasan.Namun, Ava tak langsung menanggapi dan malah terpaku pada box yang dipegang Lucas.“Kenapa Paman harus membuang kue dari Miss Nancy? Padahal kue itu kami buat untuk Paman!” Ava berkata dengan alis bertaut.Jelas sekali bocah itu sedih dan kecewa pada Lucas. Padahal tadi dia baru mengagumi pria itu karena tinggi dan tampan.“Aku tidak meminta kalian membuat kue ini. Dan aku tidak bisa menerima sembarangan makanan dari orang lain, anak kecil,” Lucas berujar datar tanpa tahu kata-katanya semakin menyakiti Ava.Tatapan gadis kecil tersebut berubah gemetar saat menjawab, “walau begit
“Ava, kau lebih suka bersamaku ‘kan?” Nicholas bertanya dengan manik semakin besar. Dia percaya diri bahwa Ava akan memilihnya, tapi di sisi lain juga was-was karena Lucas termasuk saingan berat. Alih-alih menjawab, Ava justru mengeluarkan mini box dari tasnya dan menjulurkan pada Lucas. Tindakannya itu membuat Nicholas mengerjap kecewa. “Ava, apa yang kau lakukan?” tukas bocah lelaki itu menatap layu. “Bukankah kau janji akan selalu bersamaku? Kau juga sudah sepakat satu bangku denganku, tapi—”“Tolong diamlah, Nick! Aku mau bicara pada Paman dulu,” sahut Ava memangkas ucapan temannya. Dia berpaling pada Lucas sembari melanjutkan. “Ambillah, Paman. Karena Paman tidak bisa makan kue kacang, Paman bisa makan kue ini. Miss Nancy khusus membuatkannya untukku tanpa kacang.”Lucas tak langsung mengambil mini box itu. Tanpa sadar, sebelah sudut bibirnya malah tersenyum tipis. “Tidak perlu, kau bisa memakannya bersama temanmu,” katanya kemudian. “Tenang saja, aku akan meminta Mommy mem
Giselle bangkit mendekati Lucas, lalu berkata, “kita akan menikah, Luke. Paman dan Bibi sudah setuju, orang tuaku juga setuju bulan depan!” Wanita tersebut meraih lengan Lucas dan menggelayut padanya dengan mesra. “Waktu kita tidak banyak, tapi aku akan mempersiapkan pernikahan ini dengan baik. Aku janji, kali ini tidak akan menghancurkan pesta pernikahan kita,” sambungnya amat manja. Lucas tak menimpali apapun, justru sepasang alis tebalnya saling menyatu seakan tak setuju. Sialnya, dia tak mungkin langsung menyembur penolakan di depan keluarga besar. Terlebih Lucas sangat menghormati Belatia.Perlahan, pria itu melepas dekapan Giselle, lalu beralih menggenggamnya. “Ikut aku,” bisiknya yang lantas menarik wanita tersebut. “Ah? Kau mau membawaku ke mana?” Giselle berujar bingung.Lucas tutup mulut dan terus menyeretnya hingga ke keluar area kolam renang. Ya, pria tersebut sengaja memilih tempat yang sepi untuk bicara tanpa gangguan. “Luke?” Giselle mengernyit heran. Sang pria b
“Hah ….” Ariella menarik napas lega saat menilik wajah pria itu. “Kenapa dia tidur di sini?”Rupanya memang Damien Rudwick. Pria tersebut memejamkan mata dengan tampang lelah. Agaknya hari Damien juga berat.Ariella pun melirik jas hitam yang tersampir di badan sofa. Dia meraihnya, lalu melangkupkan ke tubuh Damien yang hanya terlapisi kemeja putih.“Padahal sangat dingin. Kau bisa sakit jika terus di sini,” gumamnya mengomel.Ariella tertegun saat berhadapan dekat dengan wajah Damien. Dari jarak beberapa inci itu, dia bisa melihat garis rahang yang tegas. Bahkan bibir sabit, hidung bahari dan sepasang manik tersebut seperti guratan kuas yang sempurna. Setiap wanita pasti akan jatuh cinta dengan wajah tersebut. Tapi entah mengapa Ariella sulit membuka hati padanya.‘Maafkan aku, Damien. Kau sudah melakukan banyak hal untukku, aku tidak ingin terus menjadi bebanmu,’ geming Ariella menelan saliva dengan berat.Detik berikutnya, wanita itu melengos dan hendak pergi. Dia harus segera meme
“Dia Paman tampan yang Ava temui di galeri seni kemarin, Mommy!” tutur Ava dengan manik berbinar cerah.Ariella pun mempersempit jarak alisnya. Dia memang mendengar bahwa wali kelas taman kanak-kanak Dalin Court membawa muridnya mengunjungi galeri. Di sekitar area tersebut, hanya Dalin Art Museum-lah galeri yang paling dekat. Ariella pikir wali kelas membawa semua murid ke sana.Namun, Ariella langsung mengernyit saat Ava menarik laci dan menunjukkan pin yang didapatnya kemarin.Dengan riangnya, Ava berkata, “ini hadiah dari Bibi yang bekerja di galeri kemarin, Mommy!”Manik Ariella kian menegang begitu menyadari logo di pin tersebut.‘Hah! Ternyata Ava datang ke Baratheon Gallery?!’ batin Ariella begitu meraih pin tadi. ‘Lalu, Paman rambut hitam yang Ava maksud … ti-tidak! Itu mustahil. Lucas Baratheon tidak pernah mengunjungi Baratheon Gallery. Bahkan ketika ibunya meninggal pun, dia tidak berbuat apa-apa! Jadi itu tidak mungkin!’Tapi semakin Ariella menyangkal, pikirannya malah di
“Damien? Ka-kapan kau masuk?” Ariella bertanya dengan kikuk.Damien Rudwick yang berdiri tepat di belakangnya, kini melirik cermin di hadapan Ariella. Sengaja melihat penampilan Ariella yang sempurna dari pantulan kaca.“Aku sejak tadi memanggilmu, tapi kau tidak dengar,” bisik Damien selaras dengan tangannya yang menarik resleting Ariella ke atas. “Harusnya kau memanggilku jika kesulitan.”Ariella hanya bungkam sembari membuang pandangan ke depan lagi. Dia berupaya menata wajah tetap tenang, sebab Damien bisa melihatnya dari cermin. Tapi sialnya, wanita itu malah mengerjap tegang saat jari Damien tak sengaja menyentuh kulit punggungnya yang mulus. Pria itu pasti juga melihat bra hitamnya. Sungguh, Ariella benar-benar ingin kabur.‘Aku salah. Harusnya aku memanggil Jane lebih cepat!’ batinnya dengan dada berdebar was-was.Tapi detik berikutnya, Damien malah berkata, “aku tidak melihat apapun. Aku hanya ingin membantumu, Ariella.”Dia tau Ariella tidak nyaman, sebab itu dirinya mundur
“Mari lihat, sehebat apa kau berdansa!” Lucas berujar dengan sorot mata dinginnya. Dan itu memicu ekspresi Ariella semakin membeku. Terlebih saat tangan Lucas menyusup ke belakang pinggang Ariella, lalu menarik cepat agar lebih rapat padanya. Ariella berupaya mundur, tapi sialnya Lucas malah mendekapnya lebih erat hingga dia tak bisa bergerak. “Hah! A-apa yang Anda lakukan?!” tukas Ariella memicing tegas. Alih-alih menyahut dengan ucapan, Lucas justru menjulurkan wajah sampai tepat berada di sebelah telinga wanita itu. “Teruslah berpura-pura. Aku ingin melihat, sampai kapan kau bersandiwara, Ariella!” bisiknya pelan, tapi mengandung ancaman. Mendengar namanya terlucut dari mulut pria itu, sungguh membuat Ariella merasa aneh. Padahal dulu tak pernah sekalipun Lucas mengatakannya. Di tengah ketegangan itu, Ariella tambah tertegun saat ibu jari Lucas tiba-tiba mengusap bibirnya yang merah merona. “Ahh!” Ariella sontak melengos ke samping. Namun, gerakan mendadak tersebut malah me
‘Sial! Aku harus segera keluar!’ batin Ariella berniat membuka pintu di sebelahnya.Namun, dengan sigap Lucas menariknya lebih cepat hingga pintu itu tertutup lagi. Sebelah tangan yang menahan pintu mobil, membuat posisi pria tersebut mengungkung Ariella amat dekat. Bahkan wajahnya yang kini tepat berada di samping telinga Ariella, berubah lebih dingin.“Kali ini aku tidak akan membiarkanmu kabur.” Lucas berbisik pelan, tapi nadanya mengandung gertakan.Ariella sampai kesulitan menelan saliva dengan leher tegangnya. Akan tetapi dia tak bisa pasrah begitu saja. Dia hendak mendorong Lucas menjauh, sialnya pria bersetelan jas hitam itu tatap kukuh, bahkan sengaja merapatkan diri pada Ariella.Sang wanita tak tahan lagi, hingga langsung berbalik menghadap belakang. Sungguh sial, karena gerakan itu nyaris saja membuat wajah mereka bertumbukan.Dengan dada bergemuruh penuh amukan, Ariella lantas mendengus, “sebenarnya apa yang Anda inginkan?!”“Aku ingin membuatmu mengingatku!” sahut Lucas
“Sial! Hanya karena mabuk, kau jadi meracau?!” Damien mendecak sinis. Dirinya yang tinggal bersama Ariella selama lima tahun, sangat tau bahwa Lucas tidak ada dalam sejarah hidup wanita itu. Sangat konyol jika tiba-tiba Lucas mengakui Ariella sebagai istrinya, padahal punya Giselle sebagai tunangan! Damien melangkah dengan sorot tajam. Meski dadanya kebas akibat tendangan Lucas tadi, tapi dia tak ragu meraih tangan Ariella dari pria itu. “Kemarilah, Ariella!” dengusnya. Namun, Lucas yang malah menahan pinggang wanita itu disertai tatapan berang. Dan saat bersamaan, Damien langsung mengacungkan senjata apinya tepat ke dahi Lucas. “Menyingkir dari Ariella, sebelum peluru ini melubangi kepalamu!” tukas Damien penuh ancaman. Alih-alih menyahut dengan ucapan, Lucas justru menepis tangan Damien dengan gerakan kilat, sengaja membuat pistol yang dipegang jatuh. Dan saat itulah, tangan Lucas menadahi dari bawah, hingga berhasil menangkap senjata tersebut. ‘Hah, sialan!’ Damien mem
“Apa yang kau lakukan pada Ariella, dasar sialan!” Damien mendengus berang setelah melayangkan pukulan.Benar, Damien Rudwick mengikuti Ariella setelah mendengar wanita itu menyalakan mobilnya. Dia yang mengamati dari balkon atas, terserang curiga sebab Ariella keluar diam-diam. Itu pun di jam semalam ini. Apalagi ponsel Ariella mati saat Damien coba menghubunginya.Hingga tanpa ragu, Damien langsung turun dan membuntuti Ariella yang menuju apartemen pinggiran Linberg.Seketika, amukan Damien meledak saat mengetahui Lucas Baratheon ada di sana. Terlebih pria itu berani menyentuh Ariella!Damien mengepal dan hendak memukul lagi. Tapi Lucas dengan sigap mengangkat kakinya dan menendang dada lelaki itu. Gerakannya yang kasar, membuat Damien terhuyung. Saat itulah, Lucas bergegas bangkit dan langsung menghajar balik sebelah wajah Damien.Gelenyar merah pun mengalir dari sudut mulut Damien.“Aish, sial!” desisnya.Belum sampai Damien waspada, Lucas kembali meninju, hingga membuatnya menatap
“Sepertinya Anda mabuk!” Ariella mengernyit saat mencium alkohol menyengat dari Lucas.Tapi sial, pria itu tak menggubris dan malah menghimpitnya.Sebelah tangan Lucas mengungkung Ariella, lantas mendecak, “kau harus tau akibat membohongiku!”Dia sudah terbakar amukan sejak Ariella menutup telepon tadi. Bahkan dadanya kian meradang saat menyelidiki lokasi wanita itu.“Berapa gelas yang Anda minum? Sayang sekali, padahal saya membawakan wine untuk—”“Ariella!” dengus Lucas menyambar berang. “Kenapa kau ada di vila Damien? Jangan bilang kau tinggal di sana?!”Sang wanita mengerjap tegang, lalu berkata, “apa urusannya dengan—”“Ah!”Belum tuntas ucapan Ariella, tiba-tiba Lucas membungkam mulutnya dengan ciuman. Tanpa memberi kesempatan menolak, Lucas langsung melumat bibir wanita itu dengan kasar. Pagutannya kian panas selaras dengan tangan kiri yang merengkuh pinggul Ariella agar rapat padanya.‘Lucas Baratheon, kau yang mulai lebih dulu. Jadi aku akan melakukannya tanpa rasa bersalah!’
“Kau … mendengar semuanya?” Ariella bertanya dengan tatapan berangsur tegang.Melihat perubahan iras muka wanita itu, Damien yakin ada sesuatu.“Katakan! Apa seseorang mengancammu?” tukas pria tersebut menyidik.Ariela yang semula berat bicara, kini jadi bernapas lega. Artinya Damien tidak menyadari semua ucapannya pada Lucas.Dirinya tersenyum tipis, lalu berkata, “bukan, Damien. Hanya saja, ada kesalahpahaman di pihak Emerauld mengenai kerja sama dengan yayasan.”“Emerauld?” Damien mengernyitkan kening. “Jika kau butuh bantuan mengenai Yayasan, aku bisa—”“Tidak, kau sudah sibuk dengan proyek pengembangan rumah kuno mereka. Aku akan menemui pihak Emerauld agar bisa diskusi dengan nyaman,” sahut Ariella berdalih.Walau merasa bersalah, dirinya lebih tak ingin pria itu mengetahui masa lalunya bersama Lucas.“Baiklah, kau bisa memberitahuku kapan saja jika perlu bantuan,” tutur Damien yang lantas mendapat anggukan wanita tersebut.Alih-alih langsung mangkir, pria itu malah menatap lebih
“Tuan Lucas?” Nada seorang wanita terdengar dari seberang.Dan itu seketika memicu sebelah bibir Lucas menyeringai tipis.“Menarik! Kau langsung mengenali suaraku!” tukas pria tersebut meletakkan kaleng birnya.“Dari mana Anda mendapat nomor ponsel saya? Lalu kenapa Anda menelepon saya? Itu pun di malam hari!” Ariella menyambar dengan intonasi sengal.Benar, orang yang dihubungi Lucas dengan ponsel khusus itu memang Ariella Edelred.Bukannya langsung menjawab, Lucas malah kian tersenyum miring. Entah mengapa, dia sangat senang mendengar wanita itu marah.“Anda tidak akan bicara? Kalau begitu saya akan menutup teleponnya!” Ariella berujar lagi.Tapi belum sampai panggilan itu diputus, Lucas lantas berkata, “bukankah kau bilang ingin bantuanku?!”“Pergilah ke alamat yang aku kirimkan melalui pesan. Aku—”“Kenapa saya harus?!” Ariella buru-buru menyambar tegas. “Kita sudah sepakat bertemu di PeterSoul akhir pekan!”Alis Lucas mengernyit. Setelah menghilang lima tahun, rupanya wanita ini l
“Wah! Apa ini benar?” Ava berlari menghampiri Jane saking antusiasnya.Ariella tersenyum dan lantas berujar, “hati-hati, Ava. Kau bisa jatuh.”Akan tetapi sang putri tak mendengarnya. Ava hanya terpaku pada kucing putih menggemaskan yang dibawa Jane untuknya.“Bibi! Berikan kucingnya padaku, ayo berikan!” tutur anak perempuan itu melompat girang.Ya, sudah lama Ava ingin memelihara kucing. Dia bahkan merayu Ariella dengan bermacam cara.Tapi saat itu Ariella malah berkata, “apa Ava yakin bisa memelihara kucingnya? Jika Ava memutuskan memelihara kucing, Ava harus memberinya makan dan minum setiap hari. Ava harus menyiapkan tempat tidur yang nyaman. Dan Ava harus bisa menjaganya dengan baik.”Benar, Ariella telah menanamkan tanggung jawab sedari putrinya kecil.Walau Ava menjawab sanggup, tapi Ariella pikir saat itu usia putrinya masih terlalu muda. Jadi dia berjanji akan memberi ijin merawat kucing setelah Ava lulus taman kanak-kanak.Namun, hari ini Jane membawakan kucing putih yang ca
“Ada apa, Pimpinan?” tutur sang Bodyguard bertanya.Alih-alih menjawab, Richard malah menatap Ariella dengan ekspresi sulit diterka. Selama wanita itu jadi menantunya, Richard memang tak pernah menyapa. Tapi dia tidak mungkin lupa, bahwa Lucas menikahi Ariella setelah ketahuan tidur bersama.Lirikan Richard turun pada Ava. Tanpa basa-basi dia pun bertanya, “apa dia anak Lucas?!”Sungguh, lidah Ariella langsung kelu, mulutnya pun membeku dan sangat berat bicara.‘Sial! Kenapa aku harus bertemu dengannya?!’ batin Ariella amat geram.Genggamannya pada tangan sang putri kian erat, saat dia melanjutkan. ‘Tidak! Aku tidak akan membiarkan keluarga Baratheon mengambil Ava dariku. Ava hanya putriku!’“Kau tidak menjawab, apa artinya itu benar? Anak ini cucuku?!” Richard berujar dengan nada lebih menekan.Wajahnya yang berang, memicu Ava mundur, berlindung di belakang sang ibu.Meski terkejut, anak tersebut malah berkata, “Mommy, kenapa Kakek ini tiba-tiba marah pada kita?”Saat itulah Ariella t
“Lihatlah, Kak!” tukas Josh sambil menyerahkan tab pada Damien.Di layar benda pipih itu terpampang berita menghebohkan dari Casta News. Ya, sebuah sedan hitam ditemukan meledak di dasar jurang. Agaknya mobil itu melaju kencang tanpa kendali, lalu menabrak pembatas jalan hingga terjun melewati tebing pinggiran La Fosa.Daerah tersebut cukup sepi dan jarang ada patroli. Tak heran pihak polisi terlambat menemukan korban kecelakaan sebab tak ada laporan.Josh tidak mungkin menyodorkan warta tanpa alasan.Damien yang telah memberinya titah pun bertanya, “jangan bilang, orang yang mengemudi ini ….”“Benar, Kak!” Josh menyahut tanpa ragu. “Aku melacak setiap jalur yang dilewati mobil dengan plat nomor yang kakak berikan. Mobil itulah yang meledak di dasar jurang!”Josh sangat ahli meretas. Semalaman dia begadang, memeriksa setiap titik CCTV yang dilalui mobil lelaki misterius yang mengejar Ariella.“Bagaimana dengan pengemudinya?!” Damien bertanya dengan amukan tertahan.“Belum ditemukan!” s
“Dia masih istri saya, karena kami tidak pernah bercerai!” Lucas berkata tegas.Ucapan tersebut seketika memicu kening Belatia mengernyit. Nyaris saja dia tak percaya, tapi iras muka pria itu tak seperti bercanda.“Lucas!” Belatia menjeda ujarnya.Jelas sekali dia kecewa karena sampai menyebut pria itu dengan panggilan berbeda.“Bibi pikir perasaanmu pada Giselle tidak pernah berubah. Sejak remaja kalian sudah bersama. Bibi dan mendiang ibumu—”“Bibi sangat tau, satu-satunya orang yang saya cintai tidak akan bisa kembali!” sahut Lucas yang akhirnya menoleh ke lawan bincang. “Saya mengerti Bibi memiliki janji dengan mendiang Ibu, tapi perasaan saya bukan urusan Bibi!”Pria itu pun bangkit.Belum sampai melangkah pergi, Belatia lantas mendecak, “lalu apa y