“Hah ….” Ariella menarik napas lega saat menilik wajah pria itu. “Kenapa dia tidur di sini?”Rupanya memang Damien Rudwick. Pria tersebut memejamkan mata dengan tampang lelah. Agaknya hari Damien juga berat.Ariella pun melirik jas hitam yang tersampir di badan sofa. Dia meraihnya, lalu melangkupkan ke tubuh Damien yang hanya terlapisi kemeja putih.“Padahal sangat dingin. Kau bisa sakit jika terus di sini,” gumamnya mengomel.Ariella tertegun saat berhadapan dekat dengan wajah Damien. Dari jarak beberapa inci itu, dia bisa melihat garis rahang yang tegas. Bahkan bibir sabit, hidung bahari dan sepasang manik tersebut seperti guratan kuas yang sempurna. Setiap wanita pasti akan jatuh cinta dengan wajah tersebut. Tapi entah mengapa Ariella sulit membuka hati padanya.‘Maafkan aku, Damien. Kau sudah melakukan banyak hal untukku, aku tidak ingin terus menjadi bebanmu,’ geming Ariella menelan saliva dengan berat.Detik berikutnya, wanita itu melengos dan hendak pergi. Dia harus segera meme
“Dia Paman tampan yang Ava temui di galeri seni kemarin, Mommy!” tutur Ava dengan manik berbinar cerah.Ariella pun mempersempit jarak alisnya. Dia memang mendengar bahwa wali kelas taman kanak-kanak Dalin Court membawa muridnya mengunjungi galeri. Di sekitar area tersebut, hanya Dalin Art Museum-lah galeri yang paling dekat. Ariella pikir wali kelas membawa semua murid ke sana.Namun, Ariella langsung mengernyit saat Ava menarik laci dan menunjukkan pin yang didapatnya kemarin.Dengan riangnya, Ava berkata, “ini hadiah dari Bibi yang bekerja di galeri kemarin, Mommy!”Manik Ariella kian menegang begitu menyadari logo di pin tersebut.‘Hah! Ternyata Ava datang ke Baratheon Gallery?!’ batin Ariella begitu meraih pin tadi. ‘Lalu, Paman rambut hitam yang Ava maksud … ti-tidak! Itu mustahil. Lucas Baratheon tidak pernah mengunjungi Baratheon Gallery. Bahkan ketika ibunya meninggal pun, dia tidak berbuat apa-apa! Jadi itu tidak mungkin!’Tapi semakin Ariella menyangkal, pikirannya malah di
“Damien? Ka-kapan kau masuk?” Ariella bertanya dengan kikuk.Damien Rudwick yang berdiri tepat di belakangnya, kini melirik cermin di hadapan Ariella. Sengaja melihat penampilan Ariella yang sempurna dari pantulan kaca.“Aku sejak tadi memanggilmu, tapi kau tidak dengar,” bisik Damien selaras dengan tangannya yang menarik resleting Ariella ke atas. “Harusnya kau memanggilku jika kesulitan.”Ariella hanya bungkam sembari membuang pandangan ke depan lagi. Dia berupaya menata wajah tetap tenang, sebab Damien bisa melihatnya dari cermin. Tapi sialnya, wanita itu malah mengerjap tegang saat jari Damien tak sengaja menyentuh kulit punggungnya yang mulus. Pria itu pasti juga melihat bra hitamnya. Sungguh, Ariella benar-benar ingin kabur.‘Aku salah. Harusnya aku memanggil Jane lebih cepat!’ batinnya dengan dada berdebar was-was.Tapi detik berikutnya, Damien malah berkata, “aku tidak melihat apapun. Aku hanya ingin membantumu, Ariella.”Dia tau Ariella tidak nyaman, sebab itu dirinya mundur
“Mari lihat, sehebat apa kau berdansa!” Lucas berujar dengan sorot mata dinginnya. Dan itu memicu ekspresi Ariella semakin membeku. Terlebih saat tangan Lucas menyusup ke belakang pinggang Ariella, lalu menarik cepat agar lebih rapat padanya. Ariella berupaya mundur, tapi sialnya Lucas malah mendekapnya lebih erat hingga dia tak bisa bergerak. “Hah! A-apa yang Anda lakukan?!” tukas Ariella memicing tegas. Alih-alih menyahut dengan ucapan, Lucas justru menjulurkan wajah sampai tepat berada di sebelah telinga wanita itu. “Teruslah berpura-pura. Aku ingin melihat, sampai kapan kau bersandiwara, Ariella!” bisiknya pelan, tapi mengandung ancaman. Mendengar namanya terlucut dari mulut pria itu, sungguh membuat Ariella merasa aneh. Padahal dulu tak pernah sekalipun Lucas mengatakannya. Di tengah ketegangan itu, Ariella tambah tertegun saat ibu jari Lucas tiba-tiba mengusap bibirnya yang merah merona. “Ahh!” Ariella sontak melengos ke samping. Namun, gerakan mendadak tersebut malah me
‘Sial! Aku harus segera keluar!’ batin Ariella berniat membuka pintu di sebelahnya.Namun, dengan sigap Lucas menariknya lebih cepat hingga pintu itu tertutup lagi. Sebelah tangan yang menahan pintu mobil, membuat posisi pria tersebut mengungkung Ariella amat dekat. Bahkan wajahnya yang kini tepat berada di samping telinga Ariella, berubah lebih dingin.“Kali ini aku tidak akan membiarkanmu kabur.” Lucas berbisik pelan, tapi nadanya mengandung gertakan.Ariella sampai kesulitan menelan saliva dengan leher tegangnya. Akan tetapi dia tak bisa pasrah begitu saja. Dia hendak mendorong Lucas menjauh, sialnya pria bersetelan jas hitam itu tatap kukuh, bahkan sengaja merapatkan diri pada Ariella.Sang wanita tak tahan lagi, hingga langsung berbalik menghadap belakang. Sungguh sial, karena gerakan itu nyaris saja membuat wajah mereka bertumbukan.Dengan dada bergemuruh penuh amukan, Ariella lantas mendengus, “sebenarnya apa yang Anda inginkan?!”“Aku ingin membuatmu mengingatku!” sahut Lucas
‘Kau yang memulai ini. Jangan harap bisa mengakhirinya, tanpa kehendakku!’ batin Lucas bertekad dalam hati. Tangannya merayap ke pinggang Ariella seiring bibirnya yang mulai membalas ciuman wanita tersebut. Bahkan tiba-tiba saja, Lucas langsung mengangkat pinggul Ariella ke pangkuannya tanpa melepas pagutan. “Uhh!” Ariella tersentak kaget hingga membelalakkan mata. Namun, Lucas dengan sigap merengkuh belakang lehernya agar Ariella tak bisa menjauh. Memang sial, Ariella yang semula hanya ingin mengalihkan perhatian Lucas agar tidak memanggil Damien, malah terjebak sekarang. Wanita bergaun hitam itu menekan dada Lucas, berupaya melepas cumbuan. Buruknya, Damien kini berdiri beberapa inci di luar mobil Lucas. Dia coba menelepon Ariella, tapi panggilan itu tak kunjung diangkat. ‘Sebenarnya kau di mana, Ariella? Apa terjadi sesuatu?’ geming Damien amat cemas. Pria itu menoleh ke arah mobil Lucas, tanpa tahu wanita yang dicarinya ada di sana. Lucas jadi kesal saat tak sengaja melirik
“Ah?!” Giselle sontak terkejut saat pintu mobil Lucas terbuka.Dia mengerjap dengan tatapan lebar melihat pria itu dengan penampilan berantakan. Padahal Lucas Baratheon adalah sosok yang terobsesi dengan kesempurnaan. Kini sangat aneh karena dasinya tak karuan, tapi Lucas diam saja.“Apa yang terjadi padamu, Luke?” tanya Giselle mulai menyelidik.Alih-alih menjawab, sang pria malah menutup pintu mobil belakang itu amat kasar. Benar, belum sampai Giselle membukanya tadi, Lucas lebih dulu keluar. Sorot manik elangnya memancar dingin begitu melirik Damien di sebelah Giselle. Jelas sekali tatapan seorang rival.“Oh, kau jangan salah paham. Aku dan Tuan Damien Rudwick tidak sengaja bertemu. Beliau ingin membantuku mencarimu karena kau tiba-tiba menghilang di acara dansa,” tukas Giselle menjelaskan tanpa diminta.Ya, dia takut Lucas cemburu, padahal pria itu sama sekali tak peduli.“Tuan Lucas, Anda tahu di mana Ariella?” Damien langsung menginterupsi, memicu alis Lucas berkedut sengit.“Ke
“Menyukaimu?! Jangan berpikir macam-macam. Kau tidak sepenting itu!” Lucas mendecak tegas.Bahkan sepasang manik elangnya memicing tajam, seakan ingin memberi pelajaran pada mulut Ariella yang sembarangan bicara. Tapi lawan bincangnya tak menanggapi. Ariella justru fokus pada ponselnya.‘Ava?!’ batin Ariella dengan tenggorokan tercekat.Rasa cemas langsung mendominasi dirinya. Padahal terakhir kali meninggalkan Ava, putrinya itu baik-baik saja. Bagaimana mungkin sekarang demam tinggi?‘Ti-tidak! Tunggu Mommy, Ava. Mommy akan segera menemuimu!’ sambung Ariella bergeming.Dia memasukan ponsel ke dalam tas, lalu coba membuka pintu. Sialnya masih terkunci dan itu membuatnya semakin buncah.“Tolong buka pintunya!” Ariella berujar sambil melirik ke depan.Namun, Lucas yang mengamati tingkahnya malah kukuh ingin menahannya. Tanpa peduli, dia kini melajukan mobilnya lagi.“Apa yang Anda lakukan? Saya bilang buka pintunya!” decak Ariella lebih keras. “Saya mohon hentikan mobil ini dan buka pin
“Menyukaimu?! Jangan berpikir macam-macam. Kau tidak sepenting itu!” Lucas mendecak tegas.Bahkan sepasang manik elangnya memicing tajam, seakan ingin memberi pelajaran pada mulut Ariella yang sembarangan bicara. Tapi lawan bincangnya tak menanggapi. Ariella justru fokus pada ponselnya.‘Ava?!’ batin Ariella dengan tenggorokan tercekat.Rasa cemas langsung mendominasi dirinya. Padahal terakhir kali meninggalkan Ava, putrinya itu baik-baik saja. Bagaimana mungkin sekarang demam tinggi?‘Ti-tidak! Tunggu Mommy, Ava. Mommy akan segera menemuimu!’ sambung Ariella bergeming.Dia memasukan ponsel ke dalam tas, lalu coba membuka pintu. Sialnya masih terkunci dan itu membuatnya semakin buncah.“Tolong buka pintunya!” Ariella berujar sambil melirik ke depan.Namun, Lucas yang mengamati tingkahnya malah kukuh ingin menahannya. Tanpa peduli, dia kini melajukan mobilnya lagi.“Apa yang Anda lakukan? Saya bilang buka pintunya!” decak Ariella lebih keras. “Saya mohon hentikan mobil ini dan buka pin
“Ah?!” Giselle sontak terkejut saat pintu mobil Lucas terbuka.Dia mengerjap dengan tatapan lebar melihat pria itu dengan penampilan berantakan. Padahal Lucas Baratheon adalah sosok yang terobsesi dengan kesempurnaan. Kini sangat aneh karena dasinya tak karuan, tapi Lucas diam saja.“Apa yang terjadi padamu, Luke?” tanya Giselle mulai menyelidik.Alih-alih menjawab, sang pria malah menutup pintu mobil belakang itu amat kasar. Benar, belum sampai Giselle membukanya tadi, Lucas lebih dulu keluar. Sorot manik elangnya memancar dingin begitu melirik Damien di sebelah Giselle. Jelas sekali tatapan seorang rival.“Oh, kau jangan salah paham. Aku dan Tuan Damien Rudwick tidak sengaja bertemu. Beliau ingin membantuku mencarimu karena kau tiba-tiba menghilang di acara dansa,” tukas Giselle menjelaskan tanpa diminta.Ya, dia takut Lucas cemburu, padahal pria itu sama sekali tak peduli.“Tuan Lucas, Anda tahu di mana Ariella?” Damien langsung menginterupsi, memicu alis Lucas berkedut sengit.“Ke
‘Kau yang memulai ini. Jangan harap bisa mengakhirinya, tanpa kehendakku!’ batin Lucas bertekad dalam hati. Tangannya merayap ke pinggang Ariella seiring bibirnya yang mulai membalas ciuman wanita tersebut. Bahkan tiba-tiba saja, Lucas langsung mengangkat pinggul Ariella ke pangkuannya tanpa melepas pagutan. “Uhh!” Ariella tersentak kaget hingga membelalakkan mata. Namun, Lucas dengan sigap merengkuh belakang lehernya agar Ariella tak bisa menjauh. Memang sial, Ariella yang semula hanya ingin mengalihkan perhatian Lucas agar tidak memanggil Damien, malah terjebak sekarang. Wanita bergaun hitam itu menekan dada Lucas, berupaya melepas cumbuan. Buruknya, Damien kini berdiri beberapa inci di luar mobil Lucas. Dia coba menelepon Ariella, tapi panggilan itu tak kunjung diangkat. ‘Sebenarnya kau di mana, Ariella? Apa terjadi sesuatu?’ geming Damien amat cemas. Pria itu menoleh ke arah mobil Lucas, tanpa tahu wanita yang dicarinya ada di sana. Lucas jadi kesal saat tak sengaja melirik
‘Sial! Aku harus segera keluar!’ batin Ariella berniat membuka pintu di sebelahnya.Namun, dengan sigap Lucas menariknya lebih cepat hingga pintu itu tertutup lagi. Sebelah tangan yang menahan pintu mobil, membuat posisi pria tersebut mengungkung Ariella amat dekat. Bahkan wajahnya yang kini tepat berada di samping telinga Ariella, berubah lebih dingin.“Kali ini aku tidak akan membiarkanmu kabur.” Lucas berbisik pelan, tapi nadanya mengandung gertakan.Ariella sampai kesulitan menelan saliva dengan leher tegangnya. Akan tetapi dia tak bisa pasrah begitu saja. Dia hendak mendorong Lucas menjauh, sialnya pria bersetelan jas hitam itu tatap kukuh, bahkan sengaja merapatkan diri pada Ariella.Sang wanita tak tahan lagi, hingga langsung berbalik menghadap belakang. Sungguh sial, karena gerakan itu nyaris saja membuat wajah mereka bertumbukan.Dengan dada bergemuruh penuh amukan, Ariella lantas mendengus, “sebenarnya apa yang Anda inginkan?!”“Aku ingin membuatmu mengingatku!” sahut Lucas
“Mari lihat, sehebat apa kau berdansa!” Lucas berujar dengan sorot mata dinginnya. Dan itu memicu ekspresi Ariella semakin membeku. Terlebih saat tangan Lucas menyusup ke belakang pinggang Ariella, lalu menarik cepat agar lebih rapat padanya. Ariella berupaya mundur, tapi sialnya Lucas malah mendekapnya lebih erat hingga dia tak bisa bergerak. “Hah! A-apa yang Anda lakukan?!” tukas Ariella memicing tegas. Alih-alih menyahut dengan ucapan, Lucas justru menjulurkan wajah sampai tepat berada di sebelah telinga wanita itu. “Teruslah berpura-pura. Aku ingin melihat, sampai kapan kau bersandiwara, Ariella!” bisiknya pelan, tapi mengandung ancaman. Mendengar namanya terlucut dari mulut pria itu, sungguh membuat Ariella merasa aneh. Padahal dulu tak pernah sekalipun Lucas mengatakannya. Di tengah ketegangan itu, Ariella tambah tertegun saat ibu jari Lucas tiba-tiba mengusap bibirnya yang merah merona. “Ahh!” Ariella sontak melengos ke samping. Namun, gerakan mendadak tersebut malah me
“Damien? Ka-kapan kau masuk?” Ariella bertanya dengan kikuk.Damien Rudwick yang berdiri tepat di belakangnya, kini melirik cermin di hadapan Ariella. Sengaja melihat penampilan Ariella yang sempurna dari pantulan kaca.“Aku sejak tadi memanggilmu, tapi kau tidak dengar,” bisik Damien selaras dengan tangannya yang menarik resleting Ariella ke atas. “Harusnya kau memanggilku jika kesulitan.”Ariella hanya bungkam sembari membuang pandangan ke depan lagi. Dia berupaya menata wajah tetap tenang, sebab Damien bisa melihatnya dari cermin. Tapi sialnya, wanita itu malah mengerjap tegang saat jari Damien tak sengaja menyentuh kulit punggungnya yang mulus. Pria itu pasti juga melihat bra hitamnya. Sungguh, Ariella benar-benar ingin kabur.‘Aku salah. Harusnya aku memanggil Jane lebih cepat!’ batinnya dengan dada berdebar was-was.Tapi detik berikutnya, Damien malah berkata, “aku tidak melihat apapun. Aku hanya ingin membantumu, Ariella.”Dia tau Ariella tidak nyaman, sebab itu dirinya mundur
“Dia Paman tampan yang Ava temui di galeri seni kemarin, Mommy!” tutur Ava dengan manik berbinar cerah.Ariella pun mempersempit jarak alisnya. Dia memang mendengar bahwa wali kelas taman kanak-kanak Dalin Court membawa muridnya mengunjungi galeri. Di sekitar area tersebut, hanya Dalin Art Museum-lah galeri yang paling dekat. Ariella pikir wali kelas membawa semua murid ke sana.Namun, Ariella langsung mengernyit saat Ava menarik laci dan menunjukkan pin yang didapatnya kemarin.Dengan riangnya, Ava berkata, “ini hadiah dari Bibi yang bekerja di galeri kemarin, Mommy!”Manik Ariella kian menegang begitu menyadari logo di pin tersebut.‘Hah! Ternyata Ava datang ke Baratheon Gallery?!’ batin Ariella begitu meraih pin tadi. ‘Lalu, Paman rambut hitam yang Ava maksud … ti-tidak! Itu mustahil. Lucas Baratheon tidak pernah mengunjungi Baratheon Gallery. Bahkan ketika ibunya meninggal pun, dia tidak berbuat apa-apa! Jadi itu tidak mungkin!’Tapi semakin Ariella menyangkal, pikirannya malah di
“Hah ….” Ariella menarik napas lega saat menilik wajah pria itu. “Kenapa dia tidur di sini?”Rupanya memang Damien Rudwick. Pria tersebut memejamkan mata dengan tampang lelah. Agaknya hari Damien juga berat.Ariella pun melirik jas hitam yang tersampir di badan sofa. Dia meraihnya, lalu melangkupkan ke tubuh Damien yang hanya terlapisi kemeja putih.“Padahal sangat dingin. Kau bisa sakit jika terus di sini,” gumamnya mengomel.Ariella tertegun saat berhadapan dekat dengan wajah Damien. Dari jarak beberapa inci itu, dia bisa melihat garis rahang yang tegas. Bahkan bibir sabit, hidung bahari dan sepasang manik tersebut seperti guratan kuas yang sempurna. Setiap wanita pasti akan jatuh cinta dengan wajah tersebut. Tapi entah mengapa Ariella sulit membuka hati padanya.‘Maafkan aku, Damien. Kau sudah melakukan banyak hal untukku, aku tidak ingin terus menjadi bebanmu,’ geming Ariella menelan saliva dengan berat.Detik berikutnya, wanita itu melengos dan hendak pergi. Dia harus segera meme
Giselle bangkit mendekati Lucas, lalu berkata, “kita akan menikah, Luke. Paman dan Bibi sudah setuju, orang tuaku juga setuju bulan depan!” Wanita tersebut meraih lengan Lucas dan menggelayut padanya dengan mesra. “Waktu kita tidak banyak, tapi aku akan mempersiapkan pernikahan ini dengan baik. Aku janji, kali ini tidak akan menghancurkan pesta pernikahan kita,” sambungnya amat manja. Lucas tak menimpali apapun, justru sepasang alis tebalnya saling menyatu seakan tak setuju. Sialnya, dia tak mungkin langsung menyembur penolakan di depan keluarga besar. Terlebih Lucas sangat menghormati Belatia.Perlahan, pria itu melepas dekapan Giselle, lalu beralih menggenggamnya. “Ikut aku,” bisiknya yang lantas menarik wanita tersebut. “Ah? Kau mau membawaku ke mana?” Giselle berujar bingung.Lucas tutup mulut dan terus menyeretnya hingga ke keluar area kolam renang. Ya, pria tersebut sengaja memilih tempat yang sepi untuk bicara tanpa gangguan. “Luke?” Giselle mengernyit heran. Sang pria b