“Ada apa, Miss?” tanya Jefrey di belakangnya. Lalu mengikuti arah pandang Sophia. “Albert Raymond, suami… Anda.” Jefrey kembali menggunakan bahasa yang sangat formal saat menggumamkan kalimat itu di belakangnya.Sophia kemudian berbalik pada Jefrey. “Kupikir sampai di sini saja, Sir Alfredo. Terima kasih sudah mengantarku,” kata Sophia dengan senyum ramah.Lalu tanpa menunggu jawaban apapun dari Jefrey, Sophia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Jantungnya berdetak semakin kencang pada setiap langkah yang dia ambil untuk mendekati suaminya.Sesaat setelah sampai di hadapan Albert, Sophia menyadari bahwa Albert ternyata tengah menatap ke belakang Sophia. Sophia yang penasaran ikut menoleh ke belakang dan mendapati kalau ternyata Jefrey masih berdiri di tempatnya tadi, menatap Sophia.“Siapa laki-laki itu?” tanya Albert, seperti yang sudah Sophia duga.Sophia berpikir sejenak. “Kalau tidak salah, dia menyebut namanya tadi Jefrey… Alfredo?” Sophia tampak tidak yakin. Dia ingat n
“Oh Dear, kau tidak perlu malu. Apa yang kemarin kau lakukan itu adalah sesuatu yang lumrah dilakukan oleh pasangan. Untuk apa merasa malu? Kalian juga sudah berstatus suami istri kan. Begini-begini aku pun pernah muda dan pernah merasakan namanya dimabuk cinta seperti kalian.”Sophia tersedak oleh tomat yang baru saja digigitnya di mulut. “Di-dimabuk c-cinta?!” pekik Sophia tertahan. “Dana, tolong jangan salah paham, kami tidak seperti itu.”Well, setidaknya tidak untuk Albert.Perumpamaan Dana memang terlalu berlebihan bagi Sophia.Sementara itu Dana menggeleng-geleng, tidak habis pikir pada majikannya ini. “Lalu kau sebut apa hubungan kalian kalau bukan itu?” tanya Dana sembari mencuci piring.Sophia memutar gelas air minumnya pelan. Dia bingung harus menjawab apa pada pertanyaan Dana itu. “Kita suami istri,” jawab Sophia pada akhirnya.Dana terkekeh. “Yah, kalian memang suami istri,” ucap Dana, tersenyum penuh arti.Sophia menunduk, menatap pantulan cahaya pada air di dalam gelasn
Albert menatap bangunan bak istana di hadapannya kemudian menghela napas. Sudah lama dia tidak mengunjungi kediaman Raymond ini—atau lebih tepatnya kediaman ayahnya. Setiap kali Albert datang berkunjung, yang terjadi setelahnya tidak pernah baik. Dia hanya datang jika sedang terpaksa, persis seperti sekarang.Millie Matthew, atau Millie Raymond, atau ibu tiri Albert, intinya… wanita itu menolak datang pada pertemuan bisnis yang hari ini telah diatur.Adrian Raymond, ayah Albert, mempercayakan istri mudanya itu untuk memulai bisnisnya sendiri di bawah naungan Raymond Group.Selama ini yang selalu menangani semuanya adalah sekretaris Millie sendiri. Tapi setiap kali ada pertemuan untuk membahas sesuatu, Millie-lah yang akan datang.Hari ini, Millie seharusnya memang datang ke pertemuan di kantor, tapi dia merengek seperti anak kecil untuk melakukan pertemuan itu di rumah karena kondisinya yang sedang tidak enak badan.Albert tentu saja menolak pada awalnya, karena untuk apa memaksakan d
Millie tersenyum sedu, lalu menatap Albert. “Aku sungguh-sungguh tidak menyangka bahwa kau akan mencintaiku sampai sebesar itu.”Albert sebenarnya tidak lagi marah pada wanita di hadapannya. Rasa amarah yang tertinggal dalam diri Albert sekarang hanyalah amarah pada dirinya sendiri, kecewa akan seberapa mudahnya dia ditipu oleh seorang wanita dengan kecantikannya.“Mencintaimu sebesar itu? Sekarang aku bahkan ragu bahwa aku pernah merasakannya.” Albert mendengus sinis.Perasaan yang dulu Albert rasakan pada Millie begitu menggebu-gebu. Pada usianya yang masih terbilang muda, Albert sangat naif. Karena sejak kecil dia dibesarkan dan dididik sebagai seorang pewaris, sehingga tidak pernah memiliki waktu atau berpikir untuk berurusan dengan wanita selain menyangkut bisnis. Kemudian tiba-tiba saja Millie Matthew datang, menggodanya.Seharusnya Albert curiga sejak awal akan kenapa tiba-tiba saja wanita dari kelas bawah itu datang padanya. Namun, saat itu Albert menganggap bahwa godaan itu a
Seperginya Albert dari kediaman Raymond, dia tidak langsung pulang dan memutuskan untuk mampir ke salah satu bar mewah. Albert mengajak serta Maurice untuk minum-minum, tapi asisten pribadinya itu menolak dan hanya menemani Albert sembari mengerjakan pekerjaannya di ruangan VIP itu.Albert tidak bisa pulang sebelum emosinya kembali membaik. Dia begitu marah pada Millie dan pada waktu yang terbuang sia-sia dengan menyetujui pertemuan itu.“Haruskah aku meneleponnya?” kata Albert berulang kali sambil menatap ke arah layar ponselnya.Maurice yang mendengar itu hanya menyahut di awal dan tidak lagi menghiraukan bossnya karena lelaki itu sudah tampak mabuk.“Sebaiknya Anda pulang, Sir. Istri Anda pasti sudah menunggu di rumah,” kata Maurice pada akhirnya.Albert menggeleng, meneguk segelas lagi minumannya. “Istriku yang cantik.” Albert mengusap layar ponselnya, pada wallpaper bergambar wajah Sophia yang tampak sangat cantik dibalut dress putih yang tampak bersinar diterpa sinar matahari, f
Jemari lentik berkuku panjang yang dipoles cat berwarna merah itu mengetuk layar ponsel yang menyala, menampilkan sebuah isi pesan yang membuat si pemilik benda pintar itu mengernyit.[Dia baik-baik saja.]Adalah jawaban singkat yang sama sekali tidak dia duga.Millie terus mengetuk-ngetuk layar ponselnya sambil berharap layar itu retak oleh kukunya yang cantik. Dia tidak habis pikir pada si pengirim pesan.“Bagaimana kau bisa setidak peduli itu?” gumamnya heran, berbalut kesal. Seolah dia tidak menerima jawaban semacam itu dari pesan yang dikirimnya sebelumnya.Tapi pesan tulisan tidak bernada. Millie tidak akan tahu bagaimana perasaan wanita si pembalas pesan kalau dia tidak mendengar suaranya sendiri.Sophia Abraham pandai mengontrol emosi dan selalu bersikap dingin, pikir Millie. Maka dari itu, dia pun mulai memencet tombol ‘panggil’ pada ponselnya, kemudian meletakkan benda pipih itu di dekat telinga.“Ya, halo,” jawab sebuah suara saat panggilan itu terjawab.“Kau tidak akan ber
Dana mengayunkan sendok penggorengan di depan wajah Sophia yang sontak membuat Sophia tersadar.“Liurmu hampir menetes,” bisik Dana padanya.Sophia refleks mengusap mulutnya dan mendapati bahwa Dana hanya menggoda saja. Wanita paruh baya itu pun terkekeh geli.“Sophie? Kau memasak sesuatu?” Albert membuka suara, bertanya heran.Sophia membantah dengan gelengan kepala. Nada ngeri pada suara Albert membuatnya sedikit tersinggung, jadi dia membuatkan Albert teh hangat untuk membuat lelaki itu merasa lebih baik setelah mabuknya semalam.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Sophia, meletakkan cangkir teh itu ke hadapan Albert.Albert tersenyum dan menggumam terima kasih. “Baik-baik saja,” jawabnya.“Syukurlah,” sahut Sophia.Setelah selesai menyajikan sarapan, Dana pamit pergi lebih dulu, meninggalkan Sophia dan Albert berdua saja.Sophia duduk di samping Albert dan mulai menikmati sarapannya.“Aku baru pertama kali melihat itu,” kata Albert, menunjuk pada kaktus di hadapan Sophia.Sophia tersenyu
Sekarang, berdiri di sana seorang diri membuat Sophia gugup. Terlebih karena Sophia yakin bahwa di dalam Albert pasti sudah menunggunya. Siap membicarakan sesuatu yang membuat Sophia semakin tegang. Untuk mencairkan suasana nanti, Sophia juga sudah menyiapkan sebuah topik yang hendak dia bahas dengan sang suami.Sophia mengetuk pintu kayu itu sebanyak tiga kali lalu menjedanya, sedikit mencongdongkan badan ke depan sehingga nyaris menempelkan telinganya ke pintu. Sophia tidak tahu kenapa dia melakukan itu, mungkin dia berharap bisa mendengar sesuatu dari dalam yang mampu mengurangi rasa gugupnya.Selama beberapa detik setelahnya, tidak ada tanda-tanda apapun atau suara apapun. Sophia mengetuk pintu lagi. “Apa dia belum datang?” gumamnya. Dia lalu membungkuk ke bagian kunci dan menutup sebelah matanya, mengintip dari lubang kunci itu berharap menemukan sesuatu, tapi yang Sophia lihat hanya gelap.Gelap, karena Albert berdiri di sana sebelum membuka pintu, lalu menatap heran pada Sophi
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men