Sophia sudah bisa memahami kenapa Mariane, Billie, Paula, dan Luke, begitu membencinya. Mereka merasa dikhianati oleh kelakuan ayahnya, dan buah rasa sakit itu adalah Sophia.Ketika orang merasakan sakit, mereka pasti ingin rasa sakit itu segera hilang dari diri mereka ‘kan?Dan keluarganya, berhasil mengenyahkan buah rasa sakit itu dengan menikahkannya dengan pria yang terkenal tidak baik.Mereka menontonnya menderita dengan kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.Sophia selalu bertanya-tanya, apa itu membuat mereka puas? Kalau Sophia tidak mencintai Albert sejak awal, mungkin rasanya tidak akan terlalu menyakitkan menyaksikan suaminya bermesraan dengan wanita lain. Tapi tidak ada yang bisa disalahkan, karena pernikahan itu terjadi tidak sepenuhnya atas keinginan keluarganya, tapi juga keinginan hati Sophia sendiri. Dan Sophia tidak bisa menyalahkan siapapun atas perasaan yang dia rasakan bukan?“Lalu kenapa sekarang?” gumam Sophia pada dirinya sendiriKenapa setelah berhasil menyin
“Kau tidak mau membicarakannya padaku sekarang?” kata Albert, bersandar di sofa sembari mengusap puncak kepala sang istri yang tertidur di pahanya, selagi mata Albert terfokus pada layar laptop di meja.“Kau sedang bekerja,” sahut Sophia datar.Albert menunduk, menatap kelopak mata istrinya yang terpejam rapat. “Tapi aku akan mendengarkan.”Sophia kemudian berkata setelah terdiam cukup lama. “Apa menurutmu ada orang yang benar-benar tulus meminta maaf pada kesalahan yang telah lama mereka lakukan?”Deg!Pertanyaan itu menohok Albert, lebih dari yang Sophia pikir. Albert menatap intens kelopak mata Sophia, yang menyembunyikan manik bulat indah itu di baliknya. Andai Sophia membuka matanya sekarang, supaya Albert bisa menebak apa yang perempuan itu rasakan di dalam, karena mata selalu bisa berkata lebih jujur dari yang bisa dilakukan lidah.Kenapa Sophia bertanya demikian? Apa seseorang yang pernah menyakitinya selama ini tiba-tiba meminta maaf padanya? Sehingga Sophia mempertanyakan ke
Sophia telah memberitahu Albert mengenai parade thanksgiving siang itu. Tadinya Sophia berniat pergi berdua saja, tapi ternyata bukan hanya dirinya seorang yang berpikir untuk melakukan itu. Sehingga mereka semua pergi secara bersamaan; Sophia dan Albert, Louis dan Mariane, Paula dan Alexander, serta Billie dan Daniel. Hanya Luke seorang yang tidak datang, dan Louis memberitahu mereka bahwa Luke pergi ke kantor karena harus mengurus sesuatu yang genting.Bayangan mengenai kencan pertama dengan suaminya sirna saat Sophia harus berjubelan di antara keramaian manusia. Namun sekalipun begitu, tidak barang sedetik pun Albert melepaskan tangannya dari Sophia sehingga kemana pun keramaian membawanya, dia selalu bersama Albert.Parade tahunan ini memang selalu meriah dan dihadiri oleh banyak orang. Berbagai bentuk monumen-monumen dan hiasan dibuat dari hasil panen yang melimpah. Hewan-hewan peliharaan dikeluarkan, juga mengikuti hari bersyukur itu secara bersama-sama dengan para pemiliknya.S
“Apa-apaan itu tadi?!” desis Sophia dingin, merasakan perih tangannya dan rasa membengkak di pipinya.Paula masih terkejut oleh tamparan Sophia yang tidak terduga. Dia memegangi wajahnya dengan tangan yang bergetar.“Itu balasan untukmu,” jawab Paula, tersenyum pongah.“Balasan untukku?” beo Sophia dengan nada dingin yang menajam.“Kau mengambil sesautu yang bukan seharusnya menjadi milikmu.”“Oh ya? Apa itu? Kasih sayang dari kekasih tidak setiamu itu?” sindir Sophia. Dia sudah ingin mengatakan ini sejak pertama kali melihat wajah Alexander malam kemarin. Di saat Paula sibuk memamerkan kekasihnya yang seorang pengusaha sukses, entah di hadapan keluarga, teman-teman, maupun di akun media sosialnya, di saat itu juga Alexander justru tengah menikmati waktunya dengan wanita lain.Namun mendengar sindiran halus Sophia itu, justru membuat Paula terbahak. “Apa aku tidak salah mendengarnya dari seorang istri yang selama pernikahannya diselingkuhi oleh suaminya secara terang-terangan? Bukanka
Keduanya langsung terdiam dalam keheningan yang mengancam. Lalu Paula mengangkat wajahnya lagi dan menatap Sophia marah.Sophia merapikan peralatan makeupnya dan segera berbalik pergi. Dia mungkin terlihat pengecut karena setelah tamparan itu mencoba untuk kabur. Pertama, Sophia memang berniat untuk kabur, tapi bukan karena di takut. Sophia hanya muak berurusan dengan kakak perempuannya itu.“Apa-apaan itu tadi!” pekik Paula tidak terima, menyusul Sophia ke luar dan mencekal lengan adiknya.Sophia mengecangkan rahang, kemudian berbalik. “Itu balasan untuk mulut jahatmu!” tukasnya, dengan nada acuh yang mana membuat Paula semakin berang. “Kau jal—” Tangan dengan kuku jari panjang itu terangkat, siap menampar Sophia. Sophia sudah bisa membayangkan sakitnya dan mungkin akan terkena luka lagi oleh kuku-kuku yang tajam itu, tapi justru tidak ada yang terjadi.Saat Sophia membuka mata, dia melihat Daniel, berdiri di belakang Paula dan menahan tangannya.‘Pria itu lagi,’ batin Sophia denga
Albert melihat Paula Abraham melangkah tergesa-gesa mendekati dia dan Alexander yang saling terdiam dalam suasana yang mencekam di depan mobil masing-masing yang kebetulan saling bersebelahan. Albert masih tidak bisa melupakan begitu saja ulah lelaki itu yang mengambil keuntungan pada istrinya yang setengah mabuk. Walaupun keduanya sama-sama mabuk saat itu, tapi melihat bagaimana Alex mengingat semuanya, Albert yakin dia hanya pura-pura terlalu mabuk di hadapan Sophia malam itu agar Sophia tergerak untuk mengikuti kemauannya.Itulah yang Albert sebut mengambil keuntungan. Dan Albert juga tahu bahwa Alex melakukannya untuk membuat dirinya kesal.“Ayo pergi!” kata Paula dengan nada dingin yang menuntut.Alex, seperti pria yang telah lama mencari-cari alasan untuk melakukan itu sejak tadi, langsung mengikuti perkataan sang kekasih. Tidak lama kemudian, mobil itu pun melaju pergi.Albert menatap debu tipis yang ditinggalkannya dengan dahi sedikit mengerut. Saat Paula menlewatinya tadi, Al
Apa ketika Albert menciumnya seperti tadi, yang lelaki itu rasakan hanya kepedulian saja? Haruskah Sophia menambahkan rasa kasih sayang? Tapi kalau hanya itu, tidak cukup menjelaskan bagaimana mereka tidur dan memadu kasih bersama dengan begitu panas dan menggelora. Orang yang hanya saling menyayangi tidak mungkin melakukan itu.Lalu Sophia pun berpikir, Albert mungkin memang mencintainya. Tapi perasaan cinta juga memiliki banyak kategori. Mungkin rasa cinta Albert itu hanya tertuju pada perasaan yang Sophia timbulkan, atau pada hasrat yang sama-sama mereka rasakan.Sophia begitu bingung. Dan dia begitu takut menebak-nebaknya sendiri, takut dirinya akan kecewa kalau terlalu berharap.Tapi pernyataan Daniel terus terngiang di kepalanya; “Apa yang Albert rasakan padamu selama ini?”.Sophia ingin tahu. Apa benar seperti yang Daniel bilang bahwa mereka tampak seperti dua orang yang saling mencintai setiap kali bersama? Bisa kah dia mempercayai ucapan dari orang yang suka bercanda itu?Sop
Sophia menatap nanar pada sekelilingnya. Di tengah hiru-pikuk pesta yang meriah, dia berdiri seorang diri di pojokan, berharap tidak seorang pun memperhatikannya berada di sana. Pakaian yang malam ini dikenakannya terasa menggelitik kulit, begitu pun dengan berlian yang menghiasi leher dan tangannya. Tidak ada hal lain yang ingin Sophia lakukan selain melepas semua itu dari tubuhnya dan keluar dari tempat ini.Aku ingin pulang, batin Sophia berulang kali. Dia sudah muak berada di pesta semacam ini. Tidak ada satupun orang yang memperhatikannya, sekalipun itu yang ia inginkan, Sophia tidak bisa menampik perasaan sedih di dadanya.Tatapan Sophia kemudian berlabuh pada sosok tinggi Albert Raymond, suaminya, yang saat ini berdiri dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik bak super model yang berlomba-lomba mencari perhatiannya. Sophia mendengus, lalu ketika tatapan Albert teralih padanya, Sophia mengalihkan pandang.Cukup sudah! batinnya dengan muak. Dia berjalan ke arah meja yang dipenu