Albert melihat Paula Abraham melangkah tergesa-gesa mendekati dia dan Alexander yang saling terdiam dalam suasana yang mencekam di depan mobil masing-masing yang kebetulan saling bersebelahan. Albert masih tidak bisa melupakan begitu saja ulah lelaki itu yang mengambil keuntungan pada istrinya yang setengah mabuk. Walaupun keduanya sama-sama mabuk saat itu, tapi melihat bagaimana Alex mengingat semuanya, Albert yakin dia hanya pura-pura terlalu mabuk di hadapan Sophia malam itu agar Sophia tergerak untuk mengikuti kemauannya.Itulah yang Albert sebut mengambil keuntungan. Dan Albert juga tahu bahwa Alex melakukannya untuk membuat dirinya kesal.“Ayo pergi!” kata Paula dengan nada dingin yang menuntut.Alex, seperti pria yang telah lama mencari-cari alasan untuk melakukan itu sejak tadi, langsung mengikuti perkataan sang kekasih. Tidak lama kemudian, mobil itu pun melaju pergi.Albert menatap debu tipis yang ditinggalkannya dengan dahi sedikit mengerut. Saat Paula menlewatinya tadi, Al
Apa ketika Albert menciumnya seperti tadi, yang lelaki itu rasakan hanya kepedulian saja? Haruskah Sophia menambahkan rasa kasih sayang? Tapi kalau hanya itu, tidak cukup menjelaskan bagaimana mereka tidur dan memadu kasih bersama dengan begitu panas dan menggelora. Orang yang hanya saling menyayangi tidak mungkin melakukan itu.Lalu Sophia pun berpikir, Albert mungkin memang mencintainya. Tapi perasaan cinta juga memiliki banyak kategori. Mungkin rasa cinta Albert itu hanya tertuju pada perasaan yang Sophia timbulkan, atau pada hasrat yang sama-sama mereka rasakan.Sophia begitu bingung. Dan dia begitu takut menebak-nebaknya sendiri, takut dirinya akan kecewa kalau terlalu berharap.Tapi pernyataan Daniel terus terngiang di kepalanya; “Apa yang Albert rasakan padamu selama ini?”.Sophia ingin tahu. Apa benar seperti yang Daniel bilang bahwa mereka tampak seperti dua orang yang saling mencintai setiap kali bersama? Bisa kah dia mempercayai ucapan dari orang yang suka bercanda itu?Sop
Sophia menatap nanar pada sekelilingnya. Di tengah hiru-pikuk pesta yang meriah, dia berdiri seorang diri di pojokan, berharap tidak seorang pun memperhatikannya berada di sana. Pakaian yang malam ini dikenakannya terasa menggelitik kulit, begitu pun dengan berlian yang menghiasi leher dan tangannya. Tidak ada hal lain yang ingin Sophia lakukan selain melepas semua itu dari tubuhnya dan keluar dari tempat ini.Aku ingin pulang, batin Sophia berulang kali. Dia sudah muak berada di pesta semacam ini. Tidak ada satupun orang yang memperhatikannya, sekalipun itu yang ia inginkan, Sophia tidak bisa menampik perasaan sedih di dadanya.Tatapan Sophia kemudian berlabuh pada sosok tinggi Albert Raymond, suaminya, yang saat ini berdiri dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik bak super model yang berlomba-lomba mencari perhatiannya. Sophia mendengus, lalu ketika tatapan Albert teralih padanya, Sophia mengalihkan pandang.Cukup sudah! batinnya dengan muak. Dia berjalan ke arah meja yang dipenu
“Mr. Raymond, Anda memiliki beberapa panggilan beruntun dari Miss Cecilia.”Albert menjatuhkan pena di tangannya dengan muak, lalu menatap bawahannya dingin. “Maurice, kau berani mengganggu pekerjaanku dengan alasan setidak penting itu.”Maurice, sekretarisnya, menunduk dalam. “Maafkan saya, Sir, tapi seperti yang saya katakan, panggilannya datang secara beruntun sedari tadi, jadi saya berpikir mungkin ada hal penting yang ingin Miss Cecilia bicarakan.”“Keluar!” titah Albert dengan dingin.“Ya, Sir.” Maurice langsung keluar dari ruang kerjanya.Setelah itu, Albert melepas kacamatanya, menghempaskannya ke meja, lalu memijat pangkal hidungnya sambil menahan rasa pening di kepala dan matanya yang terasa lelah.Dia baru saja memutuskan hubungan dengan kekasihnya yang telah menjalin hubungan dengannya selama lima hari. Lima hari yang sama sekali tidak berarti. Albert memutuskan wanita berambut pirang itu sesaat setelah dia menyinggung masalah keseriusan hubungan mereka.Albert tidak butuh
Sophia mengernyitkan dahi. “Kau baik-baik saja?”“Ya. Dan kalau kau tidak ada kepentingan datang kemari, sebaiknya jangan menggangguku!” tukas Albert sebelum tangannya bergerak menutup pintu. Namun dengan cepat dicegah oleh Sophia dengan kakinya.“Aku membawakanmu sarapan,” kata Sophia.“Ah ya, bilang pada Dana bahwa hari ini aku sepertinya tidak akan turun untuk makan.”Sophia tidak mau kalah ketika Albert hendak menutup pintu kamarnya lagi. “Ini sarapanmu!” tegas Sophia.Albert menghela napas, menatap Sophia jengkel, lalu tangannya terangkat hendak mengambil alih nampan itu dari tangan Sophia, tapi Sophia malah menjauhkannya. Albert berdecak semakin kesal.“Berikan—”“Tanganmu,” Sophia memotong, menatap tangan Albert yang gemetaran, dia tidak akan mampu mengangkat nampan itu tanpa membuat isinya tumpah.Albert sekali lagi menghela napas pasrah dan membuka pintunya lebih lebar. “Bawa ke dalam.”Tanpa disuruh dua kali, Sophia masuk ke dalam kamar Albert dan sedikit terkesiap oleh aroma
Sophia terbangun dari tidurnya dengan kesiap, seolah seseorang telah menyadarkannya dari alam mimpi, dia langsung bangkit dari posisinya dan mengedarkan pandang.Albert tengah bersandar di kepala ranjang, menatapnya datar. Dia tampak lebih baik dari sebelumnya. Sementara itu, Sophia berbaring di sampingnya. Padahal seingat Sophia dia tadi duduk di lantai dan bersandar pada pinggiran ranjang. Kapan dia tertidur dan pindah ke sini?Sophia berdeham, tidak ingin menerka-nerka kenapa dia bisa ada di atas ranjang ini, tidur di samping Albert.“Sudah merasa lebih baik?” tanya Sophia pada Albert sambil menurunkan kakinya ke lantai.Albert mengangguk singkat, menatap setiap pergerakan Sophia dengan raut datar.“Baguslah,” sahut Sophia, lalu melirik nampan di atas nakas yang entah sejak kapan isinya telah tandas. Dan tidak mungkin orang lain yang memakannya selain Albert, kan? Ketika Sophia menoleh ke belakang, Albert masih menatapnya, lalu dia tidak sengaja melihat buku di pangkuan Albert dan p
Berendam, memang pilihan yang tepat.Sophia kembali ke dapur dengan perasaan lebih baik. Namun perasaan itu tidak bertahan terlalu lama. Wajah Sophia memberengut saat melihat Albert, yang sedetik kemudian berubah terkejut melihat apa yang ternyata sedang laki-laki itu lakukan. Dia tengah mengangkat sesendok penuh masakan Sophia ke mulutnya.“Jangan dimakan!” cegah Sophia dengan cepat.Gerakan Albert langsung terhenti. “Kenapa?”“Pokoknya jangan!”“Memang kenapa? Apa kau sekarang sudah tidak sudi berbagi makanan denganku?” tanya Albert dengan tatapan jengah lalu menyuap potongan daging itu masuk ke dalam mulutnya.Tepat pada kunyahan pertama, Albert langsung berhenti dan matanya membelalak.Sophia hanya bisa meringis. “Aku sudah memperingatimu,” gumamnya.Albert melanjutkan kunyahannya dan menelan gumpalan daging alot super pedas itu dengan susah payah, lalu meminum segelas air setelahnya dalam sekali tegukan. “Kau memasak ini?!” tanyanya tidak percaya.Sophia mengangguk perlahan.“Lain
Albert tidak pernah membawa teman wanitanya ke rumah. Atau yang lebih suka Sophia sebut secara gamblang, selingkuhannya.Sophia tahu Albert memiliki unit apartemen mewah di kota, dan Sophia yakin ke sanalah Albert membawa selingkuhan-selingkuhannya singgah. Sophia sama sekali tidak merasa diperlakukan spesial karena hanya dirinya seoranglah yang Albert bawa ke sini. Tentu saja, karena dia istri pria itu.Tapi sekali lagi, label istri itu tidak membuat Sophia merasa lebih.Momen makan malam kemarin telah rusak dari pikiran Sophia ketika paginya dia membaca gosip tentang kembalinya si Pirang alias Cecile, ke pelukan Albert Raymond.Sophia tidak tahu mengapa seseorang benar-benar dibayar untuk menulis sesuatu semacam itu. Tidakkah mereka memiliki topik lain yang lebih bermanfaat untuk disajikan? Apa bagusnya dari mengintili kehidupan hubungan gelap seseorang dan menghardik rumah tangganya?Well, untuk beberapa orang, atau mungkin banyak orang, hal itu memang menarik untuk diikuti.Tapi So