Albert menutup pintu di belakangnya lalu menatap Luke Abraham dengan pandangan dingin.“Aku tidak datang ke sini untuk urusan bisnis. Temui sekretarisku kalau kau perlu sesuatu untuk didiskusikan,” kata Albert.Luke tekekeh sarkastik. “Aku tidak datang untuk menemuimu, Sir Raymond,” balas Luke dengan nada sopan yang tidak menunjukkan keramahan sedikit pun oleh nada yang dia gunakan. “Aku ke sini untuk menemui adikku,” lanjutnya.Albert sejak awal menyadari bahwa Luke membenci Sophia. Albert tidak pernah bisa lupa bagaimana rupa ekspresi di wajah istrinya saat pria di hadapannya ini mengatakan hal-hal yang penuh akan omong kosong.Albert tidak bisa melupakan akan kata-kata menghina yang pria itu lontarkan pada Sophia.“Istriku sedang istirahat, kau bisa menemuinya besok saat sarapan,” sahut Albert. Tubuhnya yang besar dan bahunya yang lebar menutup akses pintu sehingga yang hanya mampu Luke lakukan hanya menatap pria itu dengan aura permusuhan.Albert tidak menaruh peduli, dia membalas
Satu jam adalah waktu yang tidak sebentar. Sophia sudah menguap beberapa kali, tapi sedikitpun tidak berniat untuk beranjak dari tempatnya. Film sudah diputar, fokus semua orang tertuju ke sana. Sedang fokus Sophia sendiri tengah melanglangbuana.Sebenarnya apa sih yang Sophia tunggu? Dia sendiri tidak tahu. tapi dirinya merasa, kalau dia pergi sekarang maka dia akan kelewatan sesuatu yang penting. Tapi sesuatu yang penting itu entah apa.Dengan kantuk yang menggantung di bawah pelupuk matanya, Sophia bersandar di dada Albert. Lelaki itu menyambutnya dan memeluk tubuh Sophia mesra.Tanpa Sophia sadari, sedari tadi lirikan penasaran dan penuh tanya tertuju ke arah mereka berdua yang secara terang-terangan menunjukkan kemesraan mereka yang intim. Hubungan Sophia dan Albert memang sudah menjadi rahasia umum. Mereka menikah karena keterpaksaan. Selama setahun lebih hubungan mereka, tidak sedikitpun tampak bahwa mereka akan menjalin hubungan suami istri yang harmonis.Sehingga pemandangan
Saat sampai di dalam kamar mereka yang senyap, Albert menutup pintu dan menyandarkan punggung Sophia di baliknya, sedang lengan Albert yang kokoh bertumpu di kedua sisi wajah wanita itu.“Katakan padaku dengan jujur,” kata Albert, menatap Sophia dengan tatapan tajam.“Hm?” Sedangkan yang ditatap tampak bingung dan bertanya-tanya. “Apa itu?”“Apa alasanmu memberikan hadiah kepada Daniel Mateo, sedangkan tidak pernah sekalipun kau memberikanku, yang berstatus sebagai suamimu, hadiah apapun.”Sophia masih tampak tidak mengerti. Mengingat-ingat hadiah apa yang Albert bicarakan.Lalu Sophia pun teringat pada hari dia pergi ke mall dan bertemu dengan Daniel.“Ah, itu!” seru Sophia tiba-tiba yang membuat Albert menatapnya semakin tajam.“Ya, apa itu?” desis Albert dengan nada menuntut.Sophia lalu tersenyum menyesal. “Maaf,” katanya.Albert mendengus pendek. “Aku tidak meminta maafmu. Aku hanya ingin tahu apa alasanmu memberikan hadiah kepada pria lain. Apa dia lebih berarti dari suamimu se
Kakak lelakinya itu balas menatap Sophia dengan pandangan rumit, memaku Sophia di tempatnya seperti orang bodoh.Luke malangkah mendekatinya, lalu berdiri di samping Sophia, memandang air kolam berenang yang beriak tenang.Luke membuka suara, “Di mana suamimu?”“Belum bangun,” jawab Sophia singkat.Luke mendengus geli. “Apa dia memiliki kebiasaan bangun siang? Pengusaha sukses sepertinya?”Sophia menjawab dengan tenang, “Dia kelelahan semalam.” Mengingat bagaimana Albert harus bekerja di hari liburnya yang tidak terduga membuat Sophia sedikit sedih. Semalam Albert sepertinya begadang dan baru sempat tidur saat dini hari tadi.Namun jawaban Sophia itu justru diartikan berbeda oleh pria di sampingnya. Luke mengira ‘kelelahan’ yang Sophia maksud adalah karena aktivitas malam mereka sebagai pasangan suami istri. Luke menyadari bahwa hubungan Sophia dan Albert telah jauh membaik dari sebelumnya, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka sudah sering melakukan ‘itu’.Luke kemudian berdeham pel
Sophia sudah bisa memahami kenapa Mariane, Billie, Paula, dan Luke, begitu membencinya. Mereka merasa dikhianati oleh kelakuan ayahnya, dan buah rasa sakit itu adalah Sophia.Ketika orang merasakan sakit, mereka pasti ingin rasa sakit itu segera hilang dari diri mereka ‘kan?Dan keluarganya, berhasil mengenyahkan buah rasa sakit itu dengan menikahkannya dengan pria yang terkenal tidak baik.Mereka menontonnya menderita dengan kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.Sophia selalu bertanya-tanya, apa itu membuat mereka puas? Kalau Sophia tidak mencintai Albert sejak awal, mungkin rasanya tidak akan terlalu menyakitkan menyaksikan suaminya bermesraan dengan wanita lain. Tapi tidak ada yang bisa disalahkan, karena pernikahan itu terjadi tidak sepenuhnya atas keinginan keluarganya, tapi juga keinginan hati Sophia sendiri. Dan Sophia tidak bisa menyalahkan siapapun atas perasaan yang dia rasakan bukan?“Lalu kenapa sekarang?” gumam Sophia pada dirinya sendiriKenapa setelah berhasil menyin
“Kau tidak mau membicarakannya padaku sekarang?” kata Albert, bersandar di sofa sembari mengusap puncak kepala sang istri yang tertidur di pahanya, selagi mata Albert terfokus pada layar laptop di meja.“Kau sedang bekerja,” sahut Sophia datar.Albert menunduk, menatap kelopak mata istrinya yang terpejam rapat. “Tapi aku akan mendengarkan.”Sophia kemudian berkata setelah terdiam cukup lama. “Apa menurutmu ada orang yang benar-benar tulus meminta maaf pada kesalahan yang telah lama mereka lakukan?”Deg!Pertanyaan itu menohok Albert, lebih dari yang Sophia pikir. Albert menatap intens kelopak mata Sophia, yang menyembunyikan manik bulat indah itu di baliknya. Andai Sophia membuka matanya sekarang, supaya Albert bisa menebak apa yang perempuan itu rasakan di dalam, karena mata selalu bisa berkata lebih jujur dari yang bisa dilakukan lidah.Kenapa Sophia bertanya demikian? Apa seseorang yang pernah menyakitinya selama ini tiba-tiba meminta maaf padanya? Sehingga Sophia mempertanyakan ke
Sophia telah memberitahu Albert mengenai parade thanksgiving siang itu. Tadinya Sophia berniat pergi berdua saja, tapi ternyata bukan hanya dirinya seorang yang berpikir untuk melakukan itu. Sehingga mereka semua pergi secara bersamaan; Sophia dan Albert, Louis dan Mariane, Paula dan Alexander, serta Billie dan Daniel. Hanya Luke seorang yang tidak datang, dan Louis memberitahu mereka bahwa Luke pergi ke kantor karena harus mengurus sesuatu yang genting.Bayangan mengenai kencan pertama dengan suaminya sirna saat Sophia harus berjubelan di antara keramaian manusia. Namun sekalipun begitu, tidak barang sedetik pun Albert melepaskan tangannya dari Sophia sehingga kemana pun keramaian membawanya, dia selalu bersama Albert.Parade tahunan ini memang selalu meriah dan dihadiri oleh banyak orang. Berbagai bentuk monumen-monumen dan hiasan dibuat dari hasil panen yang melimpah. Hewan-hewan peliharaan dikeluarkan, juga mengikuti hari bersyukur itu secara bersama-sama dengan para pemiliknya.S
“Apa-apaan itu tadi?!” desis Sophia dingin, merasakan perih tangannya dan rasa membengkak di pipinya.Paula masih terkejut oleh tamparan Sophia yang tidak terduga. Dia memegangi wajahnya dengan tangan yang bergetar.“Itu balasan untukmu,” jawab Paula, tersenyum pongah.“Balasan untukku?” beo Sophia dengan nada dingin yang menajam.“Kau mengambil sesautu yang bukan seharusnya menjadi milikmu.”“Oh ya? Apa itu? Kasih sayang dari kekasih tidak setiamu itu?” sindir Sophia. Dia sudah ingin mengatakan ini sejak pertama kali melihat wajah Alexander malam kemarin. Di saat Paula sibuk memamerkan kekasihnya yang seorang pengusaha sukses, entah di hadapan keluarga, teman-teman, maupun di akun media sosialnya, di saat itu juga Alexander justru tengah menikmati waktunya dengan wanita lain.Namun mendengar sindiran halus Sophia itu, justru membuat Paula terbahak. “Apa aku tidak salah mendengarnya dari seorang istri yang selama pernikahannya diselingkuhi oleh suaminya secara terang-terangan? Bukanka
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men