Rafael tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi sejak melihat betapa cantiknya Alba dalam balutan gaun pengantinnya, hasrat Rafael pun sedikit terlecut, tapi mati-matian ia berusaha menahan dirinya.
Sampai saat akhirnya mereka sah menjadi suami istri dan kesempatan mencium Alba tiba, Rafael pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung mencoba bibir wanita itu yang ternyata sangat lembut. Bahkan tanpa bisa dicegah, Rafael pun memagutnya singkat.Alba sendiri langsung menahan napasnya kaget saat mendadak bibir Rafael bertemu dengan bibirnya. Alba mematung dan tidak bergerak sedikit pun sampai akhirnya Rafael melepaskan bibirnya."Jangan lupa bernapas, Alba," bisik Rafael di depan wajah Alba.Alba pun langsung mengerjapkan mata dan menelan salivanya dengan salah tingkah. Sungguh pernikahan kontrak ini terasa seperti pernikahan sungguhan. Gaun indah, dekorasi indah, janji pernikahan, dan wedding kiss.Namun, sayangnya, tidak terjadi apa-apa setelahnya. Bahkan ekspresi Rafael kembali datar saja."Baiklah, terima kasih atas bantuan semuanya. Kalian sudah mengambil foto dan video yang diperlukan kan?" tanya Rafael pada Onad dan Yola."Sudah, Bos!""Baiklah, kita akan kembali ke apartemen sekarang," seru Rafael."Eh, kembali ke apartemen?" celetuk Alba tanpa bisa dicegah.Rafael sampai memicingkan mata mendengarnya. "Kalau tidak kembali ke apartemen, kau mau pulang ke mana? Jangan bilang kau mau menginap di hotel dan melakukan ritual malam pertama denganku, Alba."Alba kembali menahan napasnya dan langsung menggeleng. Onad dan Yola sampai mengulum senyum sendiri melihat ekspresi Alba.Rafael pun mengangguk. "Baguslah, karena aku juga sedang tidak berminat! Onad, Yola, ayo kemasi semuanya dan pulang!""Baik, Bos!" sahut Onad dan Yola bersama.Dengan cepat, mereka pun kembali ke apartemen dan Alba yang tadinya cantik pun kembali menjadi upik abu dengan pakaian santainya. Bahkan Alba kembali ditinggal sendirian di apartemen itu.Namun, keesokan harinya, Yola datang lagi sambil membawa gaun yang cantik untuk Alba."Untuk apa aku harus memakai gaun lagi, Yola?""Bos akan mengajakmu bertemu keluarganya malam ini, Alba.""Astaga, benarkah malam ini? Cepat sekali. Mendadak jantungku berdebar kencang, Yola. Aku belum siap," seru Alba gugup.Yola pun menangkup kedua tangan Alba dan menenangkannya. "Tenanglah! Selama ada Bos Rafael, semuanya akan baik-baik saja.""Tapi ... apa anggota keluarganya baik, Yola? Aku takut salah bicara atau bersikap.""Intinya tetap tenang dan ikuti saja perintah Bos Rafael. Lalu tentang keluarganya, jadi Bos Rafael itu berasal dari keluarga kaya, tapi sayangnya hubungan keluarganya tidak harmonis. Ayahnya menikah lagi dan Bos tidak menyukai ibu tirinya. Itulah sebabnya Bos sering bertengkar dengan ayahnya. Bos punya Kakek yang sangat baik, tapi dia juga punya sepupu yang sangat sinis dan menyebalkan. Nanti kau juga akan mengenal mereka."Yola pun menceritakan sekilas tentang keluarga Rafael dan Alba pun bergidik sendiri. Namun, Alba pasrah saja saat Yola membantunya berdandan sampai Alba sudah secantik dan seanggun saat pernikahan kemarin."Wah, kau memang cantik sekali, Alba. Aku suka sekali melihat wajahmu yang sempurna ini, seperti seseorang yang sering sekali melakukan perawatan," puji Yola."Eh, kau itu bicara apa? Perawatan apa? Aku tidak ingat perawatan apa pun. Jangankan perawatan, bisa mendapatkan waktu istirahat di rumah saja aku sudah senang karena ayahku tidak pernah membiarkan aku merasakan ketenangan itu."Yola yang mendengarnya pun mengernyit dan ia mulai kepo akan kehidupan Alba sebelumnya. Namun, belum sempat Yola bertanya lagi, bel pintu apartemen sudah berbunyi."Eh, itu pasti Bos Rafael. Ayo, Alba! Bos sudah datang dan dia tidak suka menunggu."Yola segera membawa Alba ke pintu dan dengan jantung yang berdebar kencang, Alba pun langsung membuka pintu untuk Rafael.Benar saja, Rafael sudah berdiri di depan pintu dan untuk sesaat, lagi-lagi Rafael mematung menatap Alba yang begitu cantik dengan gaun indah yang dipakainya. Tidak dapat dipungkiri, Alba adalah wanita dengan fisik yang sangat sempurna dan sungguh memperkenalkan Alba sebagai istrinya akan sangat membanggakan."Well, kalau kau sudah siap, ayo pergi!" titah Rafael singkat.Alba hanya mengangguk dan langsung mengikuti langkah besar Rafael. Mereka tidak bergandengan dan juga tidak mengobrol. Mereka hanya sama-sama melangkah dalam diam hingga akhirnya mereka tiba di mobil dan Rafael pun langsung melajukan mobilnya pergi.*"Ingat apa yang aku bilang, Alba! Kau harus banyak tersenyum tapi jangan sembarangan bicara. Kau hanya boleh bicara saat aku sudah mengijinkannya dan setuju saja pada semua ceritaku nanti. Kau mengerti?" pesan Rafael saat akhirnya ia sudah menghentikan mobilnya di parkiran sebuah hotel mewah."Aku mengerti, Pak.""Baiklah, kita juga harus bersikap mesra seperti suami istri pada umumnya, dan berhenti memanggilku Pak! Tidak ada suami istri yang memanggil dengan sebutan itu!"Alba mengerjapkan matanya. "Eh, lalu aku harus memanggilmu apa, Pak?""Rafael. Panggil namaku saja.""Eh, R-Rafael," ucap Alba akhirnya."Bagus! Itu terdengar lebih baik. Ingat ya, panggil namaku."Alba mengangguk dan terus menenangkan napasnya, sedangkan Rafael langsung keluar duluan dari mobilnya. Dengan gentle, Rafael membukakan Alba pintu sampai Alba begitu sungkan.Secara mengejutkan, Rafael pun menyodorkan lengannya ke arah Alba sampai Alba makin salah tingkah dibuatnya."Gandeng aku dengan mesra, Alba! Dan tersenyumlah!"Alba menelan salivanya sebelum ia memeluk lengan Rafael. Alba berusaha tersenyum manis dan Rafael yang melihatnya pun mengangguk puas.Dengan cepat, Rafael pun mengajak Alba ke ruang VIP di mana keluarganya sudah menunggu kejutan darinya. Rafael memang sudah memberitahu semuanya kalau ia akan memperkenalkan seseorang malam ini dan semua anggota keluarganya tentu saja antusias, terutama Kakek Rafael yang begitu ingin agar cucu kesayangannya itu segera menikah."Ingat pesanku lagi, Alba! Percaya diri dan tersenyumlah!" bisik Rafael begitu mereka sudah berdiri di depan ruang VIP."Aku tahu!" Lagi-lagi Alba hanya mengangguk yakin.Namun, saat pelayan membukakan pintu ruang VIP, jantung Alba pun menghentak makin tidak terkendali, apalagi saat mereka melangkah masuk dan semua mata langsung tertuju padanya."Selamat malam semuanya! Seperti janjiku, aku akan mengenalkan seseorang malam ini. Dan ini adalah Alba, istriku!"**Suasana di ruang VIP seketika hening saat semua mendengar ucapan Rafael."Istri? Apa ini, Rafael? Istri?" tanya pria tua yang merupakan kakek Rafael. Rafael pun segera membawa Alba melangkah mendekat. "Iya, Kakek, ini istriku, Alba. Kami menikah dua minggu yang lalu dan maaf baru memperkenalkannya sekarang," jawab Rafael begitu santai. "Jangan gila, Rafael! Apa yang kau katakan? Istri?" pekik Ivana, ibu tiri Rafael yang mendadak bangkit berdiri dari kursinya. "Jangan main-main dengan pernikahan, Rafael! Bagaimana kau bisa menikah tanpa memberitahu keluargamu dulu?" Thomas yang merupakan ayah Darren pun akhirnya bersuara dengan tegas juga. Hubungan Thomas dan Rafael memang tidak terlalu harmonis sejak Thomas memutuskan untuk menikah lagi dengan Ivana, dan mereka jadi jarang berkomunikasi sejak itu. "Aku tidak sedang bercanda, Ayah. Aku sudah menikahi Alba secara sah dan Alba adalah istriku. Bahkan kalau Ayah perlu bukti foto dan lainnya, aku bisa memberikannya," tegas Rafael lagi
Semua orang masih terdiam setelah mendengar Alba yang begitu fasih berbahasa Prancis, termasuk Dario dan Mirella, istri Dario yang mendadak kehilangan senyumnya sama sekali. Rafael sendiri juga ikut menganga tak percaya dengan apa yang ia dengar sampai ia terus menatap Alba, sedangkan Alba sendiri pun masih bertatapan dengan Mirella sebelum tidak lama kemudian mulai terdengar suara tawa dari Robert. "Haha! Bagus sekali!" seru Robert senang sampai langsung membuat semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Robert."Hei, Dario, Mirella! Apa yang kalian lakukan itu tidak sopan, kalian tahu itu? Tidak boleh menguji seseorang seperti itu, apalagi Alba adalah istri Rafael. Sikap kalian ini seperti sedang interview karyawan di kantor dan itu tidak benar. Ayo kalian minta maaflah pada Alba, bagaimanapun kita adalah keluarga sekarang kan? Ayo cepat!" Robert terus tertawa sambil mengedikkan kepalanya ke arah Alba sampai Alba terlihat salah tingkah. Dario dan Mirella sendiri juga ikut salah
"Apa, Bos? Dia berbicara dalam bahasa Prancis?" pekik Onad tidak percaya setelah mendengar cerita Rafael. Rafael dan Alba sendiri akhirnya kembali ke apartemen dan pasangan Onad-Yola sudah menunggu di sana. Rafael memang sengaja memanggil asistennya untuk menginap malam ini. Yola pun langsung menemani Alba di kamar agar Rafael dan Onad bisa mengobrol berdua. "Ya, bahkan dia menguasai tiga bahasa asing. Ini mulai aneh bagiku, Onad. Dia orang miskin yang dijual ayahnya untuk membayar hutang, padahal dengan kemampuannya, dia mungkin bisa mendapat jabatan mentereng di perusahaan besar. Selain itu, kau lihat sendiri, dia terlalu cantik dan bersinar untuk ukuran orang miskin kan?""Hmm, sebenarnya ini juga sempat aku bicarakan dengan Yola, Bos. Alba itu cantik sekali dan lebih cocok menjadi anak sultan, Bos." "Jadi kalian juga merasakannya kan?" "Tentu saja, Bos! Aku jadi makin penasaran. Apa mungkin sebenarnya Hotman itu menculik Alba lalu menjualnya, Bos? Mungkin saja Alba sesungguhn
Jantung Alba masih menghentak begitu kencang saat melihat wajah Rafael mendekat. Rafael akan menciumnya. Haruskah Alba menghindar atau diam saja? Namun, di tengah dilemanya, sialnya, Alba malah memilih bertahan dan memejamkan matanya. Rafael yang melihat Alba memejamkan matanya pun mendadak tersadar dan segera merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Rafael langsung menegakkan posisi berdirinya lagi sambil mengembuskan napas panjangnya. "Apa yang kau harapkan dengan mata yang terpejam, Alba?" Rafael berusaha bersikap tenang. Alba yang mendengar suara Rafael pun sontak membuka matanya dan mendadak malu setengah mati karena ternyata Rafael tidak jadi menciumnya. "Eh, itu ... tidak ada. Aku hanya ...." Alba mengerjapkan matanya begitu canggung. "Aku sudah selesai minum. Aku permisi kembali ke kamar dulu," seru Alba yang langsung melarikan diri dan masuk kembali ke kamarnya. Rafael yang ditinggalkan pun hanya bisa menatap pintu kamar Alba yang sudah tertutup
Alba menelan salivanya gugup dan makin tegang mendengar pertanyaan Rafael. Buru-buru Alba menggeleng dan bergerak tidak nyaman. "Itu ... jangan salah sangka. Aku hanya tidak punya baju tidur lain. Aku tidak tahu ke mana baju tidur yang aku pakai sebelumnya, hanya ada gaun tidur ini saja," jawab Alba terbata.Rafael yang mendengarnya tidak merespon dan tetap memicingkan matanya sampai Alba pun makin tegang. "Hmm, jangan pedulikan aku. Aku akan langsung tidur di sofa." Buru-buru Alba pun melangkah ke sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Alba berbaring memunggungi Rafael dan langsung memejamkan matanya, sedangkan Rafael sendiri malah masih duduk di ranjangnya sambil tetap menatap Alba. Posisi Alba yang tidur menyamping dan memunggunginya membuat tubuh bagian belakang wanita itu terlihat sangat seksi. Ini godaan. Benar-benar godaan. Walaupun niatnya hanya menjadikan istri kontrak, tapi sialnya, hasrat Rafael terus bangkit tidak terduga. "Sial!" geram Rafael saat sesuatu di bawah s
Alba buru-buru memakai bajunya selagi Rafael masih di kamar mandi. Walaupun Rafael tidak sungkan menunjukkan tubuh di depan Alba, tapi Alba masih waras untuk tidak melakukan hal yang sama. Alba pun masih merapikan penampilannya di depan cermin saat tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka dan Rafael lagi-lagi keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Namun, Alba sudah mulai terbiasa melihatnya. Yang membuatnya belum terbiasa adalah cara pria itu memakai bajunya. Dengan santai, Rafael melepaskan handuknya dan memakai bajunya padahal Alba masih menonton di sana. Mata Alba kembali ternoda. Oh, apakah setiap hari ia harus melihat pemandangan seperti ini? Apakah Rafael tidak bisa berganti baju di kamar mandi atau di tempat yang tertutup saja? Alba pun sampai kembali masuk ke kamar mandi saking malunya. Alba segera menyelesaikan berdandan dan ketika Alba keluar dari kamar ganti, Rafael kembali terpesona. Memakai setelan formal untuk bekerja dan make up tipis membuat wanita itu nampak e
"Malam ini akan menjadi pertemuan resmi pertama kita sebagai suami istri dengan klien penting, Alba. Kita akan makan malam bersama klien dari Jepang dan karena aku pernah mendengarmu bicara dalam bahasa Jepang, jadi aku tidak khawatir. Hanya saja pesanku masih tetap sama, jangan bicara kalau tidak perlu. Kau mengerti?" Alba berdebar mendengarnya. Walaupun ia bisa bahasa Jepang, tapi bertemu dengan klien tetap saja adalah hal baru untuknya. "Aku mengerti," jawab Alba gugup. Mereka pun pulang lebih awal hari itu untuk mempersiapkan diri mereka dan Alba begitu terkejut saat melihat Rafael sudah menyiapkan gaun dan sepatu untuknya. Alba segera bersiap dan merias dirinya dengan begitu cekatan, seolah ia sudah biasa melakukannya. Alba pun segera memakai gaun indah pemberian Rafael, tapi sialnya, tangannya tidak sampai untuk menutup risletingnya sampai ke atas. Alba mencoba beberapa kali, tapi tangannya tetap tidak sampai dan ia tidak punya pilihan lain selain meminta tolong. Alba yang
Alba masih memejamkan matanya dengan debar jantung yang menggila. Posisinya dengan Rafael begitu intens sampai Alba merasa sesak napas. Perlahan Alba pun menurunkan tangannya, yang awalnya masih memeluk leher Rafael pun akhirnya mendorong pelan dada Rafael hingga Rafael pun membuka matanya kaget. Sungguh, Alba membuyarkan kesenangan Rafael. Padahal baru sebentar Rafael merasa begitu nyaman dan hangat memeluk wanita itu. "Rafael," bisik Alba yang mulai tidak nyaman karena tubuhnya terus meremang. "Jangan bergerak, Alba. Ingat kalau kita sedang berakting. Bagaimana jadinya kalau mereka melihatmu mendorongku?"Rafael pun menarik mundur kepalanya sampai ia dan Alba bisa bertatapan sekarang. "Maafkan aku, aku hanya merasa tidak nyaman." Rafael langsung memicingkan mata mendengarnya. "Tidak nyaman denganku?" "Hmm, bukan. Maksudku ... tidakkah kau merasa kita terlalu dekat?" tanya Alba sungkan. "Tentu saja aku merasakannya, Alba. Tapi kutegaskan sekali lagi kalau kita sedang beraktin
"Oek ... oek ...." Satu bulan lebih sejak pernikahan Onad dan Yola akhirnya Sophia pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat gemuk dan tampan. Sungguh, prosesnya sama sekali tidak mudah karena Sophia mengalami sakit seharian sejak kemarin, sebelum hari ini akhirnya bayinya berhasil lahir dengan selamat juga. Sophia sendiri sudah lama memutuskan untuk melahirkan secara normal. Rafael yang tidak tega melihat istrinya kesakitan pun sudah berulang kali hampir menyerah dan meminta operasi saja, tapi Sophia bertahan dan ia masih yakin mampu menahan semua rasa sakit itu. Dan perjuangannya tidak sia-sia. Semua rasa sakitnya pun mendadak lenyap saat mendengar tangisan merdu dari bayi mereka. "Oh, Sophia, Sayang, bayi kita, Sayang. Bayi kita!" seru Rafael yang terus menciumi wajah Sophia yang masih berkeringat itu. Rafael terus menggenggam tangan Sophia saat Sophia mengejan dan setiap detik kesakitan Sophia membuat hati Rafael begitu pilu. Kalau bisa, Rafael saja yang sakit, janga
"Hmm, akhirnya kita satu kamar lagi, Rafael." "Dan selamanya kita akan satu kamar sekarang, Sayang!" Rafael dan Sophia saling bertatapan mesra di kamar mereka malam itu. Setelah pesta sederhana di pagi hari, mereka kembali menjamu beberapa tamu makan malam sebelum mereka bisa beristirahat di malam pengantin mereka itu. Keduanya saling bertatapan mesra dan mereka pun menyatukan bibir mereka dengan mesra juga. Kali ini pagutan bibir mereka begitu menghayati karena tidak ada penonton seperti wedding kiss tadi, hanya ada mereka berdua di kamar sampai tangan Rafael pun leluasa membelai punggung Sophia. Tangan Sophia sendiri juga sama membelai punggung Rafael sambil ia terus memagut bibir suaminya. Mereka baru saling melepaskan bibir mereka saat mereka mengambil napas, namun napas mereka sendiri sudah tersengal. Rafael pun menatap Sophia dengan penuh cinta. "Dokter bilang kita sudah boleh melakukannya kan, Sayang? Aku sudah menahan diriku begitu lama," bisik Rafael dengan suara parau
"Apa itu anak Jackson, Sophia?" Sophia langsung dibawa ke ruang keluarga begitu Jenni mengetahui Sophia hamil. Sungguh, perasaan Sophia tidak karuan saat ini. Sebenarnya bukan hal aneh Sophia hamil karena memang ia punya suami sebelumnya, tapi yang jadi masalah adalah suaminya sudah meninggal dan anak ini bukan anak suaminya. "Ayah senang sekali akan mempunyai cucu, tapi Ayah sedih karena cucu Ayah akan lahir tanpa Papanya," seru Lewis lagi. Namun, baik Jenni maupun Sophia tidak berkomentar apa pun. "Tunggu dulu, Lewis. Sophia, bukankah kau pernah bilang kalau kau belum pernah berhubungan dengan Jackson?" tanya Jenni tiba-tiba. Lewis mengernyit mendengarnya. Tentu saja bagi Lewis, suami istri itu sudah biasa berhubungan ranjang, malahan kalau belum pernah berhubungan itu baru tidak biasa. Dan Lewis tidak tahu kalau Sophia dan Jackson belum pernah berhubungan karena Sophia tidak terbuka pada ayahnya. Sophia hanya terbuka tentang hubungan ranjang pada ibunya. "Apa maksudmu, Jenni?
Beberapa hari berlalu sejak meninggalnya Gemma dan semua ritual untuk penghormatan terakhir pun sudah selesai keluarga Lewis lakukan. Semua prosesnya berjalan lancar dan kali ini, keluarga Rafael datang semua untuk mengucapkan belasungkawa. Kakek Robert dan orang tua Rafael datang sebagai teman dan Lewis pun menyambut mereka dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. "Kami turut berduka cita, Pak Lewis." "Terima kasih, Pak Robert. Terima kasih, Pak Thomas dan Bu Ivana. Terima kasih." "Turut prihatin dan berduka cita, Bu Jenni," ucap Ivana sambil memeluk wanita itu. "Terima kasih, Bu Ivana. Aku tidak akan melupakan bantuanmu menemaniku di rumah sakit waktu itu. Terima kasih." Jenni masih begitu melow dan berpelukan erat dengan Ivana dan Ivana pun seolah bisa merasakan kesedihan Jenni. Bagaimanapun, kehilangan anak adalah hal yang sangat menyakitkan. "Yang sabar ya, Bu. Gemma sudah tenang di sana." Jenni hanya mengangguk dengan air mata yang belum mau berhenti menetes. Sophia
Dua minggu berlalu dan kondisi Lewis terus berangsur membaik. Lewis sudah diijinkan keluar dari rumah sakit dan Rafael adalah orang yang selalu setia menemani di rumah sakit serta membantu semua untuk Lewis. Bahkan, Rafael membantu memapah Lewis ke mobil hari itu lalu mengantarnya pulang ke rumah. "Untung ada Rafael, terima kasih, Rafael," seru Jenni. "Mengapa harus merepotkan Rafael? Bukankah ada sopir?" seru Lewis yang masih kaku. Lewis sendiri sebenarnya sudah membuka hatinya. Bahkan, selama dua minggu ini, Lewis sudah tidak pernah protes melihat Rafael di kamarnya. Rafael membantu Lewis melakukan banyak hal dan menjaga Lewis saat semua orang tidak ada. Hanya saja, untuk mengatakan secara langsung masih berat bagi Lewis. Sophia yang mendengar ucapan Lewis hanya tertawa geli. "Rafael dan sopir tentu saja berbeda, Ayah. Bahkan, Rafael sampai sering meninggalkan pekerjaannya hanya demi menemani kita." "Ayah tidak pernah menyuruhnya. Tapi mana kakekmu yang tua itu? Mengapa dia t
"Kondisi pasien sangat kritis. Kami hanya bisa bilang kami akan berusaha semaksimal kami." Setelah menangis begitu lama melihat jasad Jackson, akhirnya keluarga Sophia kembali menunggu Gemma di depan ruang operasi. Operasi besar berjalan sangat lama karena luka yang serius di tubuh dan kepala Gemma. Dan setelah menunggu begitu lama sejak Gemma dioperasi dan dipindahkan ke ruangan lain, akhirnya dokter pun menemui Sophia dan Jenni untuk memberitahu kabar yang sama sekali tidak baik itu. "Apa maksudnya, Dokter? Apa maksudnya?" tanya Jenni lemas. Namun, Sophia terus memeluk dan menenangkan Jenni. "Tenanglah, Ibu. Dokter bilang akan berusaha semaksimal mungkin kan? Kita tunggu saja. Kita tunggu saja." Jenni hanya bisa menggeleng dan terus menangis di pelukan Sophia, sedangkan Rafael mencoba bicara dengan dokter tentang kondisi Gemma yang ternyata memang sangat kritis, tapi Gemma masih tetap bertahan. Ivana juga tetap ada di rumah sakit untuk memberikan Jenni semangat, sedangkan Yol
Tragis. Tidak ada kata lain yang lebih tepat lagi mengungkapkan apa yang Jackson dan Gemma alami. Mereka mengalami kecelakaan yang begitu tragis, bahkan mungkin lebih tragis dibanding kecelakaan Sophia waktu itu. Jackson sempat menyingkirkan Gemma sesaat sebelum mobil mereka menabrak pembatas beton, tapi malah sebuah benda tajam yang entah apa menembus dada Jackson. Benda tajam itu terbawa oleh mobil dengan kecepatan tinggi itu dan terus menusuk ke dada Jackson hingga rasanya begitu menyakitkan. Jackson merasakan dengan jelas detik-detik napasnya mulai memendek, detik-detik malaikat maut mempermainkannya dan menertawakannya. Semua sakit, sakit sampai Jackson tidak sanggup menjelaskan rasa sakitnya. Tubuhnya menggigil dan gemetar, perutnya bergejolak sampai ia hampir muntah. Rasanya dingin dan nyeri di sekujur tubuhnya, terutama di jantungnya, seolah organ berharga itu sedang dikoyak saat ini. Pecahan kaca dan serpihan lain dari mobil juga menghantam wajahnya dan membuat tusukan d
Jackson masih melajukan mobilnya tidak beraturan karena ulah Gemma. Keduanya terombang ambing di dalam mobil Jackson yang sudah berjalan zig-zag, tapi Gemma belum mau menghentikan serangannya pada Jackson. Tidak hanya mencekik Jackson, Gemma bahkan mulai memukuli Jackson sampai Jackson terus mengumpat dan makin kasar pada Gemma. Jackson menarik kencang rambut Gemma sampai Gemma terjungkal ke depan dan Jackson pun memukul Gemma di bagian mana pun yang bisa ia raih dengan tinjunya. "Akhh!" pekik Gemma kesakitan dan frustasi. "Rasakan itu, Wanita Jalang!" "Kau brengsek, Jackson! Kau brengsek! Seharusnya dari awal aku tidak bekerja sama denganmu! Kau brengsek!" pekik Gemma yang berniat menyerang Jackson lagi. Gemma sendiri sudah terjungkal sampai ke kursi depan tadi. Gemma berusaha keras memperbaiki posisinya dan bermaksud mencekik Jackson lagi, tapi malah Jackson sekarang yang mencekik Gemma duluan dengan satu tangannya. "Akhh! Lepas!" Gemma memukuli tangan Jackson, tapi Jackson m
"Sayang, kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka kan?"Rafael begitu cemas sekaligus lega saat akhirnya ia melihat Yola membawa Sophia keluar. "Rafael! Rafael!" Sophia langsung memeluk Rafael begitu erat sambil menitikkan air matanya. "Sophia!" Rafael juga memeluk dan menciumi pelipis Sophia dengan begitu sayang. "Untunglah kau selamat, Sayang. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai terjadi apa-apa padamu," ucap Rafael lagi sambil menangkup wajah Sophia. Sophia begitu terharu sekaligus sedih mendengarnya. Terharu karena ada pria yang bersedia bertaruh nyawa demi menyelamatkannya. Ucapan Rafael, tatapan mata Rafael, dan semuanya benar-benar membuat hati Sophia tersentuh akan cinta yang begitu besar. Sedangkan Jackson, suami Sophia sendiri yang seharusnya menjaga dan melindungi Sophia, tapi malah menjadi orang yang ingin membunuh Sophia. "Aku mencintaimu, Rafael! Aku mencintaimu!" ucap Sophia akhirnya yang tidak bisa menahan perasannya lagi. Sejak kembali mengi