"Apa, Bos? Dia berbicara dalam bahasa Prancis?" pekik Onad tidak percaya setelah mendengar cerita Rafael.
Rafael dan Alba sendiri akhirnya kembali ke apartemen dan pasangan Onad-Yola sudah menunggu di sana. Rafael memang sengaja memanggil asistennya untuk menginap malam ini.Yola pun langsung menemani Alba di kamar agar Rafael dan Onad bisa mengobrol berdua."Ya, bahkan dia menguasai tiga bahasa asing. Ini mulai aneh bagiku, Onad. Dia orang miskin yang dijual ayahnya untuk membayar hutang, padahal dengan kemampuannya, dia mungkin bisa mendapat jabatan mentereng di perusahaan besar. Selain itu, kau lihat sendiri, dia terlalu cantik dan bersinar untuk ukuran orang miskin kan?""Hmm, sebenarnya ini juga sempat aku bicarakan dengan Yola, Bos. Alba itu cantik sekali dan lebih cocok menjadi anak sultan, Bos.""Jadi kalian juga merasakannya kan?""Tentu saja, Bos! Aku jadi makin penasaran. Apa mungkin sebenarnya Hotman itu menculik Alba lalu menjualnya, Bos? Mungkin saja Alba sesungguhnya adalah anak sultan.""Kau makin halu, Onad. Tapi kalau memang benar begitu, ini akan menjadi sangat rumit, Onad. Ck, sial! Aku mau kau menyelidikinya lagi secara diam-diam, Onad. Jangan sampai berita ini digunakan oleh orang lain untuk menjatuhkan aku. Apalagi Dario pasti akan terus mencari kelemahanku kan?" seru Rafael dengan serius.Membayangkan kekacauan yang akan terjadi kalau Alba benar-benar anak sultan yang amnesia saja sudah membuat Rafael bergidik sendiri karena bagi Rafael, wanita miskin yang membutuhkan uang akan lebih mudah dikendalikan.Rafael dan Onad pun mulai merundingkan tentang penyelidikan Alba, sedangkan Alba sendiri sudah berganti baju dan mengobrol bersama Yola di kamar."Jadi kau sudah bertemu Pak Dario kan? Dia pria yang licik dan tidak baik, Alba.""Ya, aku sudah melihatnya, Yola. Dia memang terlihat sinis dan dia terus menyerang kami tadi saat makan malam. Dia bahkan mengajakku bicara dalam bahasa Prancis.""Benarkah itu, Alba? Lalu bagaimana?""Aku menjawabnya, tapi aku tidak tahu kalau ternyata aku bisa bahasa Prancis.""Hah? Kau bisa bahasa Prancis? Kau kuliah bahasa Prancis atau dulu kau pernah bekerja dengan bahasa itu atau bagaimana?"Alba menggeleng. "Aku tidak ingat."Yola pun terdiam sesaat mendengarnya, tapi masalah Alba terlalu memusingkan untuk dipikirkan. Karena itu, biarlah menjadi urusan Rafael saja karena tugas Yola malam ini hanya menemani Alba."Hmm, baiklah, ini mengejutkan, Alba. Tapi intinya, seperti yang kuceritakan padamu mengapa Bos Rafael membutuhkanmu sebagai istri yaitu untuk mengamankan posisinya agar tidak direbut oleh Pak Dario. Karena itu, kau harus membantu Bos Rafael dengan baik, kau mengerti, Alba?""Aku mengerti, Yola!" Alba mengangguk mengerti.Yola memang sudah menceritakan semuanya dan Alba pun menjadi lebih tenang karena alasannya ternyata jauh dari alasan kotor seperti pria hidung belang lainnya.Ini semua hanya demi jabatan CEO di perusahaan dan tentu saja Alba akan membantu Rafael karena ia termasuk sedang bekerja saat ini. Posisi Alba sama dengan Yola yang merupakan karyawan Rafael, walaupun perannya berbeda."Tapi, Yola, apa nantinya aku akan tinggal di rumah keluarga Rafael? Tidak bisakah aku tinggal di sini saja?""Bos tinggal di rumah keluarganya. Apartemen ini tidak pernah ditempati sebelumnya, jadi kau juga nantinya akan tinggal di rumah itu.""Bersama kedua orang tua Rafael?""Yap, tapi jangan khawatir. Ayah Bos Rafael tidak terlalu vokal. Ibu tirinya yang lebih cerewet dan sinis, tapi tidak usah terlalu dimasukkan ke hati ucapannya. Lalu ada Bella, dia masih kelas empat SD, dia anak kandung Pak Thomas dan Bu Ivana, Bos Rafael sangat menyayangi adik kecilnya itu. Bella juga tidak perlu dikhawatirkan.""Ah, baiklah, Bella tidak ada saat makan malam tadi.""Mungkin dia tidak diajak, tapi sekali lagi jangan khawatir, pokoknya hadapi mereka dengan penuh wibawa dan jangan takut, apalagi pada Pak Dario. Kau harus bisa melawannya agar dia tidak bisa menguasai perusahaan," pesan Yola lagi.Dan bagaikan mendapat sebuah pekerjaan yang sangat penting, Alba pun mendadak mengangguk bersemangat."Aku mengerti, Yola. Aku akan bekerja dan menjalankan peranku dengan baik.""Baguslah kalau begitu. Malam ini aku akan tidur di sini bersamamu dan Bos Rafael akan tidur bersama Onad. Jadi ayo kita tidur!" ajak Yola yang langsung mendapat anggukan dari Alba.Mereka pun berbaring bersama di ranjang besar itu dan mulai bercanda layaknya teman yang sudah sangat akrab, sebelum akhirnya Alba pun mulai terlelap.Namun, tidurnya mendadak terganggu oleh mimpi buruk yang terasa sangat nyata."Tidak! Ada truk di sana! Ada truk! Akhh!" pekik Alba sambil membuka matanya nyalang.Pemandangan pertama yang Alba lihat adalah langit-langit kamarnya yang menegaskan bahwa semua hanya mimpi, mimpi yang begitu nyata, seolah Alba sedang menyetir sebuah mobil, tapi mendadak dari depan muncul sebuah truk besar yang hampir menabraknya dan jantung Alba berdebar begitu hebat.Alba pun bangkit duduk sambil mengusap keringat di dahinya. Dadanya masih kembang kempis karena napasnya yang berat."Untung saja itu hanya mimpi. Mengerikan sekali," gumam Alba sambil menoleh menatap Yola yang untungnya masih tertidur pulas.Seketika Alba merasa kehausan dan tidak ada air di kamarnya sampai Alba pun keluar perlahan dari kamarnya dan menutup pintunya dengan perlahan juga.Di saat yang sama, Rafael sudah ada di ruang tamu sambil berolahraga saat ini. Tadinya Rafael sudah berusaha keras untuk tidur, tapi pikiran tentang Alba, amnesianya, dan kemungkinan tentang keluarga asli Alba pun mendadak memenuhi pikirannya.Sialnya, Onad malah sudah tidur mendengkur sampai Rafael terganggu dan saat tidak bisa tidur seperti ini, Rafael akan memilih berolahraga. Rafael pun baru saja menyelesaikan beberapa ronde mengangkat dirinya di tongkat pullbar saat ia melihat Alba keluar dari kamarnya perlahan.Alba sendiri langsung membelalak saat melihat Rafael berdiri di sana, sedang bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang trainingnya."R-Rafael ...," sapa Alba terbata.Rafael tidak menyalakan lampunya dan berolahraga dalam kegelapan, hanya ada penerangan dari lampu dapur yang berwarna kuning dan suasana makin mendebarkan bagi Alba."Apa yang kau lakukan, Alba? Kau tidak tidur?" tanya Rafael yang melangkah mendekat sambil mengelap keringat dengan handuknya.Alba makin berdebar sampai Alba pun mengerjapkan matanya canggung."Itu ... aku hanya haus, aku minum dulu," jawab Alba yang menunjuk ke arah dapur dan segera melangkah ke sana.Dengan cepat, Alba mengambil air minum lalu meneguknya. "Hmm, itu ... apa kau mau minum juga?" tanya Alba yang saking gugupnya tidak berani menoleh sama sekali.Alba pun memilih langsung mengambilkan air sebelum diminta dan ia segera berbalik untuk memberikan gelasnya pada Rafael.Namun, siapa sangka, Rafael sudah menyusulnya ke dapur dan posisi pria itu begitu dekat di hadapannya sampai gelas yang dibawa Alba pun menabrak Rafael.Splash!Air di dalam gelas itu pun terciprat ke dada Rafael sampai Alba pun membelalak melihatnya."Astaga, maafkan aku! Maafkan aku, aku akan mengelapnya."Dengan panik, Alba pun meletakkan gelasnya dan langsung mengambil tissue untuk mengelap dada Rafael. Debaran jantung Alba pun memacu makin tidak terkendali.Rafael sendiri hanya tetap diam di tempatnya dan membiarkan Alba bergerak dalam kepanikannya.Namun, saat tangan lembut Alba menyentuh dadanya, Rafael merasa seolah ada sengatan listrik di sana yang membuatnya tersentak sendiri. Bagaikan lampu yang saklarnya dinyalakan, ada bagian dalam diri Rafael yang juga langsung on seketika dan ini sama sekali bukan hal yang biasa.Tentu saja Rafael bukan pria polos. Waktu muda, Rafael cukup sering bergonta-ganti wanita, hanya saja, Rafael sudah lama bertobat karena terlalu mencintai pekerjaannya. Bisa dibilang sekarang Rafael malah tidak berminat pada wanita. Karena itu, Rafael cukup terkejut mendapati dirinya begitu mudah turn on hanya karena sentuhan istri kontraknya."Mengapa kau begitu gugup, Alba?" bisik Rafael yang langsung mencekal pergelangan tangan Alba."Eh, aku tidak gugup, aku hanya takut kau marah, aku tidak sengaja. Maafkan aku, Rafael," jawab Alba yang sudah mendongak menatap Rafael."Tidak seharusnya istri ketakutan seperti itu pada suaminya kan? Kau ingat kalau kita adalah suami istri kan, Alba? Aku tidak mau melihatmu bersikap seperti ini di rumahku besok," pesan Rafael yang membuat Alba makin berdebar mendengar kata suami istri."Aku mengerti," jawab Alba lagi yang mendadak terbius menatap wajah tampan Rafael di hadapannya.Begitupun dengan Rafael yang mendadak terpana menatap sepasang manik mata yang begitu indah dan berkilau itu. Mata Alba sangat indah, wajah Alba sangat cantik, aroma manis pun menguar dari tubuh wanita itu, dan entah mengapa hasrat Rafael mendadak bangkit tidak terkendali.Alba masih gugup. Di posisi seperti ini mendadak Alba mengingat wedding kiss mereka, hingga tanpa sadar, Alba membuka sedikit bibirnya.Namun, sialnya, gerakan kecil itu malah mengundang tatapan Rafael yang langsung fokus dan menatap penuh arti ke bibir seksi milik Alba yang merekah dan begitu kissable itu, bibir manis dan lembut yang seketika membuat Rafael ingin mencicipinya lagi.Ini gila! Ini sungguh gila! Di tengah ketidakjelasan tentang Alba, Rafael malah memilih mengikuti nalurinya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Alba sampai jarak wajah mereka menjadi sangat dekat.**Jantung Alba masih menghentak begitu kencang saat melihat wajah Rafael mendekat. Rafael akan menciumnya. Haruskah Alba menghindar atau diam saja? Namun, di tengah dilemanya, sialnya, Alba malah memilih bertahan dan memejamkan matanya. Rafael yang melihat Alba memejamkan matanya pun mendadak tersadar dan segera merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Rafael langsung menegakkan posisi berdirinya lagi sambil mengembuskan napas panjangnya. "Apa yang kau harapkan dengan mata yang terpejam, Alba?" Rafael berusaha bersikap tenang. Alba yang mendengar suara Rafael pun sontak membuka matanya dan mendadak malu setengah mati karena ternyata Rafael tidak jadi menciumnya. "Eh, itu ... tidak ada. Aku hanya ...." Alba mengerjapkan matanya begitu canggung. "Aku sudah selesai minum. Aku permisi kembali ke kamar dulu," seru Alba yang langsung melarikan diri dan masuk kembali ke kamarnya. Rafael yang ditinggalkan pun hanya bisa menatap pintu kamar Alba yang sudah tertutup
Alba menelan salivanya gugup dan makin tegang mendengar pertanyaan Rafael. Buru-buru Alba menggeleng dan bergerak tidak nyaman. "Itu ... jangan salah sangka. Aku hanya tidak punya baju tidur lain. Aku tidak tahu ke mana baju tidur yang aku pakai sebelumnya, hanya ada gaun tidur ini saja," jawab Alba terbata.Rafael yang mendengarnya tidak merespon dan tetap memicingkan matanya sampai Alba pun makin tegang. "Hmm, jangan pedulikan aku. Aku akan langsung tidur di sofa." Buru-buru Alba pun melangkah ke sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Alba berbaring memunggungi Rafael dan langsung memejamkan matanya, sedangkan Rafael sendiri malah masih duduk di ranjangnya sambil tetap menatap Alba. Posisi Alba yang tidur menyamping dan memunggunginya membuat tubuh bagian belakang wanita itu terlihat sangat seksi. Ini godaan. Benar-benar godaan. Walaupun niatnya hanya menjadikan istri kontrak, tapi sialnya, hasrat Rafael terus bangkit tidak terduga. "Sial!" geram Rafael saat sesuatu di bawah s
Alba buru-buru memakai bajunya selagi Rafael masih di kamar mandi. Walaupun Rafael tidak sungkan menunjukkan tubuh di depan Alba, tapi Alba masih waras untuk tidak melakukan hal yang sama. Alba pun masih merapikan penampilannya di depan cermin saat tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka dan Rafael lagi-lagi keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Namun, Alba sudah mulai terbiasa melihatnya. Yang membuatnya belum terbiasa adalah cara pria itu memakai bajunya. Dengan santai, Rafael melepaskan handuknya dan memakai bajunya padahal Alba masih menonton di sana. Mata Alba kembali ternoda. Oh, apakah setiap hari ia harus melihat pemandangan seperti ini? Apakah Rafael tidak bisa berganti baju di kamar mandi atau di tempat yang tertutup saja? Alba pun sampai kembali masuk ke kamar mandi saking malunya. Alba segera menyelesaikan berdandan dan ketika Alba keluar dari kamar ganti, Rafael kembali terpesona. Memakai setelan formal untuk bekerja dan make up tipis membuat wanita itu nampak e
"Malam ini akan menjadi pertemuan resmi pertama kita sebagai suami istri dengan klien penting, Alba. Kita akan makan malam bersama klien dari Jepang dan karena aku pernah mendengarmu bicara dalam bahasa Jepang, jadi aku tidak khawatir. Hanya saja pesanku masih tetap sama, jangan bicara kalau tidak perlu. Kau mengerti?" Alba berdebar mendengarnya. Walaupun ia bisa bahasa Jepang, tapi bertemu dengan klien tetap saja adalah hal baru untuknya. "Aku mengerti," jawab Alba gugup. Mereka pun pulang lebih awal hari itu untuk mempersiapkan diri mereka dan Alba begitu terkejut saat melihat Rafael sudah menyiapkan gaun dan sepatu untuknya. Alba segera bersiap dan merias dirinya dengan begitu cekatan, seolah ia sudah biasa melakukannya. Alba pun segera memakai gaun indah pemberian Rafael, tapi sialnya, tangannya tidak sampai untuk menutup risletingnya sampai ke atas. Alba mencoba beberapa kali, tapi tangannya tetap tidak sampai dan ia tidak punya pilihan lain selain meminta tolong. Alba yang
Alba masih memejamkan matanya dengan debar jantung yang menggila. Posisinya dengan Rafael begitu intens sampai Alba merasa sesak napas. Perlahan Alba pun menurunkan tangannya, yang awalnya masih memeluk leher Rafael pun akhirnya mendorong pelan dada Rafael hingga Rafael pun membuka matanya kaget. Sungguh, Alba membuyarkan kesenangan Rafael. Padahal baru sebentar Rafael merasa begitu nyaman dan hangat memeluk wanita itu. "Rafael," bisik Alba yang mulai tidak nyaman karena tubuhnya terus meremang. "Jangan bergerak, Alba. Ingat kalau kita sedang berakting. Bagaimana jadinya kalau mereka melihatmu mendorongku?"Rafael pun menarik mundur kepalanya sampai ia dan Alba bisa bertatapan sekarang. "Maafkan aku, aku hanya merasa tidak nyaman." Rafael langsung memicingkan mata mendengarnya. "Tidak nyaman denganku?" "Hmm, bukan. Maksudku ... tidakkah kau merasa kita terlalu dekat?" tanya Alba sungkan. "Tentu saja aku merasakannya, Alba. Tapi kutegaskan sekali lagi kalau kita sedang beraktin
Alba benar-benar tidak bisa melawan perintah Rafael dan Alba berakhir tidur di ranjang yang sama dengan Rafael malam itu. Alba tidur memunggungi Rafael dan debar jantungnya tidak berhenti memacu kencang. Alba tidak berani bergerak, walaupun ia juga tidak kunjung terlelap.Hal yang sama dirasakan Rafael yang tidak kunjung terlelap, tapi kalau Alba sibuk menenangkan debaran jantungnya, Rafael malah sibuk menatap punggung Alba di sampingnya. Sungguh sulit bagi Rafael untuk terus menahan dirinya seperti ini. Namun, akhirnya Rafael pun memunggungi Alba agar ia tidak tergoda. Entah bagaimana akhirnya mereka tidur, tapi saat Alba membuka matanya pagi itu, lagi-lagi Rafael sudah tidak ada karena Rafael pergi berolahraga. Seperti biasa, Alba bersiap begitu cepat dan saat Rafael kembali, ia sudah siap. Mereka pun berangkat ke kantor bersama dan Onad pun langsung memberikan kabar baik untuk Rafael pagi itu. "Aku punya kabar baik, Bos." Onad tertawa begitu sumringah saat menyusul masuk ke ru
Alba masih membelalak saat Rafael menciumnya. Sontak tangan Alba mendorong dada Rafael, tapi pria itu malah menarik pinggang Alba sampai tubuh mereka saling menempel. Alba panik dan sangat takut dilecehkan. Untuk sesaat, Alba pun terus memberontak sebelum akhirnya, buaian bibir Rafael membuatnya luluh juga. Alih-alih memberontak, Alba malah perlahan membalas ciuman Rafael dengan intensitas yang sama. Rafael yang merasakan sambutan dari Alba pun makin berani dan memagut bibir Alba makin dalam dan panas. Tangan Rafael mulai membelai punggung Alba dalam pelukannya dan hasrat Rafael pun makin menggebu. Bahkan Rafael sudah berpikiran absurd untuk mendudukkan Alba di meja kerjanya dan menyantapnya di sana. Namun, sialnya, sebelum Rafael sempat melakukan aksi panasnya itu, mendadak pintu sudah dibuka dan mengejutkan Alba. Sontak Alba mendorong jauh-jauh Rafael darinya sampai Rafael pun mengumpat keras. "Sial!" Rafael dan Alba pun buru-buru menoleh ke arah pintu dan terlihat Onad yang s
"Wanita itu ... siapa dia?" Alba memberanikan dirinya bertanya pada Rafael saat mereka sudah duduk berdua di kamar malam itu. Mereka sempat makan malam bersama Louisa dan sepanjang makan malam, Louisa tidak berhenti menunjukkan perhatiannya pada Rafael. Louisa juga membanggakan kehebatannya bekerja sama dengan brand besar serta penghargaan yang ia raih di dunia modelling. Thomas dan Ivana pun terus memuji Louisa sampai Alba merasa ciut dan merasa ia tidak ada apa-apanya dibanding Louisa.Rafael sendiri yang mendengar pertanyaan Alba pun hanya melirik istrinya itu. "Louisa itu model, kau kan sudah tahu tadi." "Tentu saja aku tahu dia model, tapi maksudku dia itu siapa? Mantan kekasihmu? Mantan tunanganmu?" tanya Alba dengan nada yang tidak menyenangkan sampai Rafael pun memicingkan matanya. "Apa kau sedang cemburu saat ini, Alba?" "Cemburu? Tentu saja tidak. Aku tahu aku tidak berhak cemburu, aku hanya istri kontrakmu. Tapi apa setelah kita bercerai, kau akan menikah dengannya?
"Oek ... oek ...." Satu bulan lebih sejak pernikahan Onad dan Yola akhirnya Sophia pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat gemuk dan tampan. Sungguh, prosesnya sama sekali tidak mudah karena Sophia mengalami sakit seharian sejak kemarin, sebelum hari ini akhirnya bayinya berhasil lahir dengan selamat juga. Sophia sendiri sudah lama memutuskan untuk melahirkan secara normal. Rafael yang tidak tega melihat istrinya kesakitan pun sudah berulang kali hampir menyerah dan meminta operasi saja, tapi Sophia bertahan dan ia masih yakin mampu menahan semua rasa sakit itu. Dan perjuangannya tidak sia-sia. Semua rasa sakitnya pun mendadak lenyap saat mendengar tangisan merdu dari bayi mereka. "Oh, Sophia, Sayang, bayi kita, Sayang. Bayi kita!" seru Rafael yang terus menciumi wajah Sophia yang masih berkeringat itu. Rafael terus menggenggam tangan Sophia saat Sophia mengejan dan setiap detik kesakitan Sophia membuat hati Rafael begitu pilu. Kalau bisa, Rafael saja yang sakit, janga
"Hmm, akhirnya kita satu kamar lagi, Rafael." "Dan selamanya kita akan satu kamar sekarang, Sayang!" Rafael dan Sophia saling bertatapan mesra di kamar mereka malam itu. Setelah pesta sederhana di pagi hari, mereka kembali menjamu beberapa tamu makan malam sebelum mereka bisa beristirahat di malam pengantin mereka itu. Keduanya saling bertatapan mesra dan mereka pun menyatukan bibir mereka dengan mesra juga. Kali ini pagutan bibir mereka begitu menghayati karena tidak ada penonton seperti wedding kiss tadi, hanya ada mereka berdua di kamar sampai tangan Rafael pun leluasa membelai punggung Sophia. Tangan Sophia sendiri juga sama membelai punggung Rafael sambil ia terus memagut bibir suaminya. Mereka baru saling melepaskan bibir mereka saat mereka mengambil napas, namun napas mereka sendiri sudah tersengal. Rafael pun menatap Sophia dengan penuh cinta. "Dokter bilang kita sudah boleh melakukannya kan, Sayang? Aku sudah menahan diriku begitu lama," bisik Rafael dengan suara parau
"Apa itu anak Jackson, Sophia?" Sophia langsung dibawa ke ruang keluarga begitu Jenni mengetahui Sophia hamil. Sungguh, perasaan Sophia tidak karuan saat ini. Sebenarnya bukan hal aneh Sophia hamil karena memang ia punya suami sebelumnya, tapi yang jadi masalah adalah suaminya sudah meninggal dan anak ini bukan anak suaminya. "Ayah senang sekali akan mempunyai cucu, tapi Ayah sedih karena cucu Ayah akan lahir tanpa Papanya," seru Lewis lagi. Namun, baik Jenni maupun Sophia tidak berkomentar apa pun. "Tunggu dulu, Lewis. Sophia, bukankah kau pernah bilang kalau kau belum pernah berhubungan dengan Jackson?" tanya Jenni tiba-tiba. Lewis mengernyit mendengarnya. Tentu saja bagi Lewis, suami istri itu sudah biasa berhubungan ranjang, malahan kalau belum pernah berhubungan itu baru tidak biasa. Dan Lewis tidak tahu kalau Sophia dan Jackson belum pernah berhubungan karena Sophia tidak terbuka pada ayahnya. Sophia hanya terbuka tentang hubungan ranjang pada ibunya. "Apa maksudmu, Jenni?
Beberapa hari berlalu sejak meninggalnya Gemma dan semua ritual untuk penghormatan terakhir pun sudah selesai keluarga Lewis lakukan. Semua prosesnya berjalan lancar dan kali ini, keluarga Rafael datang semua untuk mengucapkan belasungkawa. Kakek Robert dan orang tua Rafael datang sebagai teman dan Lewis pun menyambut mereka dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. "Kami turut berduka cita, Pak Lewis." "Terima kasih, Pak Robert. Terima kasih, Pak Thomas dan Bu Ivana. Terima kasih." "Turut prihatin dan berduka cita, Bu Jenni," ucap Ivana sambil memeluk wanita itu. "Terima kasih, Bu Ivana. Aku tidak akan melupakan bantuanmu menemaniku di rumah sakit waktu itu. Terima kasih." Jenni masih begitu melow dan berpelukan erat dengan Ivana dan Ivana pun seolah bisa merasakan kesedihan Jenni. Bagaimanapun, kehilangan anak adalah hal yang sangat menyakitkan. "Yang sabar ya, Bu. Gemma sudah tenang di sana." Jenni hanya mengangguk dengan air mata yang belum mau berhenti menetes. Sophia
Dua minggu berlalu dan kondisi Lewis terus berangsur membaik. Lewis sudah diijinkan keluar dari rumah sakit dan Rafael adalah orang yang selalu setia menemani di rumah sakit serta membantu semua untuk Lewis. Bahkan, Rafael membantu memapah Lewis ke mobil hari itu lalu mengantarnya pulang ke rumah. "Untung ada Rafael, terima kasih, Rafael," seru Jenni. "Mengapa harus merepotkan Rafael? Bukankah ada sopir?" seru Lewis yang masih kaku. Lewis sendiri sebenarnya sudah membuka hatinya. Bahkan, selama dua minggu ini, Lewis sudah tidak pernah protes melihat Rafael di kamarnya. Rafael membantu Lewis melakukan banyak hal dan menjaga Lewis saat semua orang tidak ada. Hanya saja, untuk mengatakan secara langsung masih berat bagi Lewis. Sophia yang mendengar ucapan Lewis hanya tertawa geli. "Rafael dan sopir tentu saja berbeda, Ayah. Bahkan, Rafael sampai sering meninggalkan pekerjaannya hanya demi menemani kita." "Ayah tidak pernah menyuruhnya. Tapi mana kakekmu yang tua itu? Mengapa dia t
"Kondisi pasien sangat kritis. Kami hanya bisa bilang kami akan berusaha semaksimal kami." Setelah menangis begitu lama melihat jasad Jackson, akhirnya keluarga Sophia kembali menunggu Gemma di depan ruang operasi. Operasi besar berjalan sangat lama karena luka yang serius di tubuh dan kepala Gemma. Dan setelah menunggu begitu lama sejak Gemma dioperasi dan dipindahkan ke ruangan lain, akhirnya dokter pun menemui Sophia dan Jenni untuk memberitahu kabar yang sama sekali tidak baik itu. "Apa maksudnya, Dokter? Apa maksudnya?" tanya Jenni lemas. Namun, Sophia terus memeluk dan menenangkan Jenni. "Tenanglah, Ibu. Dokter bilang akan berusaha semaksimal mungkin kan? Kita tunggu saja. Kita tunggu saja." Jenni hanya bisa menggeleng dan terus menangis di pelukan Sophia, sedangkan Rafael mencoba bicara dengan dokter tentang kondisi Gemma yang ternyata memang sangat kritis, tapi Gemma masih tetap bertahan. Ivana juga tetap ada di rumah sakit untuk memberikan Jenni semangat, sedangkan Yol
Tragis. Tidak ada kata lain yang lebih tepat lagi mengungkapkan apa yang Jackson dan Gemma alami. Mereka mengalami kecelakaan yang begitu tragis, bahkan mungkin lebih tragis dibanding kecelakaan Sophia waktu itu. Jackson sempat menyingkirkan Gemma sesaat sebelum mobil mereka menabrak pembatas beton, tapi malah sebuah benda tajam yang entah apa menembus dada Jackson. Benda tajam itu terbawa oleh mobil dengan kecepatan tinggi itu dan terus menusuk ke dada Jackson hingga rasanya begitu menyakitkan. Jackson merasakan dengan jelas detik-detik napasnya mulai memendek, detik-detik malaikat maut mempermainkannya dan menertawakannya. Semua sakit, sakit sampai Jackson tidak sanggup menjelaskan rasa sakitnya. Tubuhnya menggigil dan gemetar, perutnya bergejolak sampai ia hampir muntah. Rasanya dingin dan nyeri di sekujur tubuhnya, terutama di jantungnya, seolah organ berharga itu sedang dikoyak saat ini. Pecahan kaca dan serpihan lain dari mobil juga menghantam wajahnya dan membuat tusukan d
Jackson masih melajukan mobilnya tidak beraturan karena ulah Gemma. Keduanya terombang ambing di dalam mobil Jackson yang sudah berjalan zig-zag, tapi Gemma belum mau menghentikan serangannya pada Jackson. Tidak hanya mencekik Jackson, Gemma bahkan mulai memukuli Jackson sampai Jackson terus mengumpat dan makin kasar pada Gemma. Jackson menarik kencang rambut Gemma sampai Gemma terjungkal ke depan dan Jackson pun memukul Gemma di bagian mana pun yang bisa ia raih dengan tinjunya. "Akhh!" pekik Gemma kesakitan dan frustasi. "Rasakan itu, Wanita Jalang!" "Kau brengsek, Jackson! Kau brengsek! Seharusnya dari awal aku tidak bekerja sama denganmu! Kau brengsek!" pekik Gemma yang berniat menyerang Jackson lagi. Gemma sendiri sudah terjungkal sampai ke kursi depan tadi. Gemma berusaha keras memperbaiki posisinya dan bermaksud mencekik Jackson lagi, tapi malah Jackson sekarang yang mencekik Gemma duluan dengan satu tangannya. "Akhh! Lepas!" Gemma memukuli tangan Jackson, tapi Jackson m
"Sayang, kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka kan?"Rafael begitu cemas sekaligus lega saat akhirnya ia melihat Yola membawa Sophia keluar. "Rafael! Rafael!" Sophia langsung memeluk Rafael begitu erat sambil menitikkan air matanya. "Sophia!" Rafael juga memeluk dan menciumi pelipis Sophia dengan begitu sayang. "Untunglah kau selamat, Sayang. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai terjadi apa-apa padamu," ucap Rafael lagi sambil menangkup wajah Sophia. Sophia begitu terharu sekaligus sedih mendengarnya. Terharu karena ada pria yang bersedia bertaruh nyawa demi menyelamatkannya. Ucapan Rafael, tatapan mata Rafael, dan semuanya benar-benar membuat hati Sophia tersentuh akan cinta yang begitu besar. Sedangkan Jackson, suami Sophia sendiri yang seharusnya menjaga dan melindungi Sophia, tapi malah menjadi orang yang ingin membunuh Sophia. "Aku mencintaimu, Rafael! Aku mencintaimu!" ucap Sophia akhirnya yang tidak bisa menahan perasannya lagi. Sejak kembali mengi