Share

Bab 74

last update Last Updated: 2025-03-13 19:15:34

"Mungkin emang Mas Liam bermasalah."

Keheningan menggantung di antara mereka, begitu pekat hingga rasanya bisa memotong udara.

Nayya ingin menarik kembali kata-katanya, tetapi sudah tidak ada gunanya.

Galen mengambil napas dalam, lalu mengepalkan tangannya di balik punggungnya. "Apa yang baru saja Anda katakan, Nona?"

Suara pria itu terdengar rendah, nyaris berbisik, tetapi ada ketegangan yang jelas terasa.

Nayya tidak menjawab. Ia menggigit bibirnya, merasa panik.

Kenapa ia mengatakan itu?

Kenapa justru di depan Galen?

Pria itu kini menatapnya lebih dalam, seakan menembus pertahanannya. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang selama ini mereka abaikan.

Nayya menunduk, hatinya berkecamuk. Ia tahu ucapannya barusan bisa menimbulkan banyak pemikiran. Seolah-olah...

Seolah-olah ia sedang menegaskan sesuatu.

Bahwa bayi yang dikandungnya bukan anak Liam.

Melainkan… milik seseorang yang selama ini selalu ada di dekatnya.

Seseorang yang kini berdiri di hadapannya dengan eks
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 75

    Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mobil Liam memasuki halaman rumah mereka. Begitu mesin dimatikan, Liam bergegas keluar untuk membukakan pintu bagi Nayya. “Pelan-pelan,” ucapnya lembut sambil mengulurkan tangan untuk sang istri.Nayya tersenyum kecil, menyambut uluran tangannya. Sentuhan Liam terasa begitu hangat, seolah ingin memastikan bahwa ia benar-benar ada di sisinya.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, suasana yang tenang langsung menyelimuti. Udara di dalam jauh lebih hangat dibanding di luar, tetapi Nayya bisa merasakan sesuatu yang berbeda kali ini. Ia pulang ke rumah dengan mengandung calon penerus keluarga di perutnya. Itu yang membuat Nayya lebih tenang dan merasa hangat.Liam menggenggam jemarinya erat saat mereka menaiki tangga menuju kamar. "Senang akhirnya kamu bisa pulang?" tanyanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. Nayya mengangguk. "Iya, rasanya lebih nyaman kalau udah di rumah." "Ayo aku antar ke kamar!" Begitu me

    Last Updated : 2025-03-15
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 76

    Cintya terpaku di tempatnya. Nayya hamil? Berita itu seperti petir di siang bolong. Ia bahkan belum sempat mencerna semuanya ketika pintu lift terbuka dan Liam melangkah keluar dengan cepat. “Pak—” Cintya ingin menahan, tetapi pria itu sudah berjalan tegap menuju ruangannya. Ia menghela napas, lalu buru-buru mengejar. Begitu masuk ke dalam ruangan Liam, ia menutup pintu dan menatap pria itu yang kini berdiri di depan jendela besar, menatap pemandangan kota dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Jadi... Nayya benar-benar hamil?" tanyanya akhirnya. Liam mengangguk pelan, masih belum menoleh ke arahnya. "Iya." Cintya terdiam sejenak, mencoba memahami situasi ini. "Bukannya kamu udah—"Liam akhirnya berbalik, menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Itu juga yang aku pikirkan sejak semalam."Wanita dengan setelan blouse warna maroon dan bawahan pink itu hanya menatap Liam dan membiarkannya untuk meneruskan apa yang hendak dia katakan."Seharusnya Nayya tidak bisa hamil. Dia s

    Last Updated : 2025-03-17
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 77

    Liam menghela napas berat sebelum akhirnya berjongkok di depan Cintya. Ia menatap wajah wanita itu yang kini tertunduk, bahunya berguncang kecil seiring dengan isak tangisnya yang semakin kencang. “Cintya…” suaranya terdengar lebih lembut kali ini. “Maaf.” Wanita itu menggeleng pelan, menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Kenapa kamu minta maaf?” suaranya bergetar. “Ini bukan cuma salah kamu, Liam. Aku juga salah…” Liam terdiam, membiarkan Cintya meluapkan emosinya. Ia paham betapa berat perasaan wanita itu sekarang—karena ia juga merasakannya. Cintya menarik napas dalam sebelum akhirnya menurunkan tangannya, menatap Liam dengan mata yang sudah memerah. “Lalu sekarang bagaimana, Liam? Apa yang akan terjadi denganku? Dengan kita?” Pria itu tak langsung menjawab. Ia berdiri dan berjalan ke jendela, menatap pemandangan kota yang tiba-tiba terasa begitu sempit dan menyesakkan. “Aku belum tahu…” katanya jujur. Cintya tertawa hambar. “Belum tahu?” ia menggeleng. “Aku ini istri

    Last Updated : 2025-03-19
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 78

    Cintya menatap Liam dengan mata yang berkilat penuh kemarahan dan luka. Air matanya masih mengalir, tetapi kini bukan hanya karena kesedihan—melainkan karena rasa kecewa yang begitu dalam. “Kamu tahu, Liam? Seharusnya kita sudah menikah enam tahun lalu. Seharusnya aku yang berdiri di samping kamu sebagai istri sah-mu. Tapi apa yang terjadi?” suaranya bergetar, tapi tetap terdengar tajam. “Karena rasa bersalah kamu pada Nayya, aku harus puas hanya menjadi istri sirih kamu. Aku harus puas dengan pernikahan yang tidak diakui!” Liam terdiam. Wajahnya mengeras, tetapi ia tidak menyela. “Dan sekarang? Aku sudah berkorban sejauh ini, tapi dia malah mengandung anak kamu? Sementara aku harus terus hidup dalam bayang-bayang kalian!” Cintya tertawa sinis. “Seberapa tidak adil lagi hidup ini untukku, Liam? Untuk anak kita?” Liam mengepalkan tangan, menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya. “Cintya, aku tidak pernah berniat menyakiti kamu,” katanya pelan. “Kalau begitu, kenapa kamu ti

    Last Updated : 2025-03-21
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 79

    FlashbackLampu warna-warni berkelap-kelip di langit-langit, musik berdentum memenuhi ruangan, dan gelas-gelas berisi alkohol terus berdenting satu sama lain. Suasana bar malam itu begitu hidup, penuh dengan suara tawa dan orang-orang yang menari menikmati malam mereka.Di salah satu sudut VIP lounge, Liam dan Cintya muda duduk berdampingan di sofa panjang. Keduanya sudah beberapa gelas dalam kondisi mabuk, tetapi tawa mereka masih lepas, menikmati kebersamaan yang terasa begitu bebas dan tanpa beban.“Liam, aku seneng banget akhirnya kita lulus,” ujar Cintya dengan senyum lebar, pipinya sedikit merona karena alkohol. “Kita gak usah pusing lagi mikirin skripsi. Ga usah capek kejar-kejar dosen, aaah... Aku happy banget."Liam tertawa kecil, mengangkat gelasnya. "Aku juga sayang. Akhirnya kita bisa bebas."Mereka berdua saling bersulang sebelum menenggak minuman masing-masing. Cintya mendekatkan tubuhnya ke Liam, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu. "Sekarang ayo kita party sam

    Last Updated : 2025-03-23
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 80

    Hari-hari pertama setelah kecelakaan itu, Liam masih bisa berpura-pura tenang. Ia tetap beraktivitas seperti biasa, bekerja, bertemu teman-temannya, dan menghabiskan waktu dengan Cintya seolah tidak ada yang terjadi. Namun, semakin hari, rasa bersalah mulai menghantui pikirannya. Setiap malam, mimpi buruk itu datang. Suara benturan keras, jeritan yang tertahan, dan kepulan asap dari mobil yang ringsek. Dalam mimpinya, ia selalu melihat bayangan seseorang yang terjebak di dalam mobil itu, menatapnya dengan mata kosong penuh tuduhan. Liam terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi dahinya. Ia menatap langit-langit kamar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya mimpi. Tapi perasaan bersalah itu tidak hilang. Bahkan di siang hari, pikirannya terus dipenuhi oleh kejadian malam itu. Saat berkendara, setiap suara klakson terdengar seperti teriakan dari orang yang mereka tinggalkan. Setiap lampu merah terasa seperti pengingat bahwa ia seharusnya berhenti da

    Last Updated : 2025-03-26
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 81

    Perasaan tidak enak mulai menyelimuti dada Liam saat mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Jantungnya berdebar lebih cepat, seakan memberi pertanda buruk yang akan segera terjadi. Dengan langkah hati-hati, ia berjalan ke arah pintu kamar, menempelkan telinga di sana untuk mendengar lebih jelas. "Liam! Turun sekarang!" suara ibunya, Widuri, terdengar tegas dan tajam. Liam menelan ludah. Napasnya mulai berat saat ia membuka pintu dan berjalan menuruni tangga. Begitu sampai di ruang tamu, ia melihat beberapa petugas polisi berdiri di sana. Salah satu dari mereka sedang berbicara dengan Widuri yang tampak marah dan bersikeras membela anaknya. "Ada apa ini?" suara Liam terdengar lebih bergetar dari yang ia harapkan. Padahal ia mencoba untuk setenang mungkin.Salah satu polisi menoleh ke arahnya, sorot matanya tajam dan penuh ketegasan. "Saudara Liam, kami datang untuk meminta keterangan Anda terkait kecelakaan yang terjadi beberapa waktu." Liam membeku. Dunia seakan berhenti be

    Last Updated : 2025-03-28
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 82

    “Ini mobil Anda, bukan?”Liam melihat foto itu. Jelas-jelas mobilnya terekam dalam kondisi melaju kencang sebelum akhirnya menabrak mobil lain dari arah berlawanan. Lalu ada foto lain—mobil korban yang ringsek, bercak darah di aspal, dan bayangan seseorang yang tergeletak. Liam mengalihkan pandangannya, rahangnya mengatup rapat. "Saudara Liam!" polisi yang pertama berbicara kembali. "Kami tahu Anda ada di sana. Pertanyaannya, kenapa Anda pergi setelah kecelakaan terjadi?" Liam tetap diam. “Saudara Liam, ini bisa jadi lebih buruk bagi Anda kalau tetap bungkam.”Liam mengembuskan napas panjang. “Saya panik. Saya takut sekali waktu itu. Dan— dan yang saya pikirkan hanyalah kabur dari sana."Polisi saling bertukar pandang. “Panik? Itu alasan Anda meninggalkan korban?”"Saya gak tahu harus ngapain! Saya cuma… saya cuma berpikir kalau saya tetap di sana, semuanya bakal lebih buruk."Polisi menatapnya dengan ekspresi penuh penilaian. "Anda tahu korban masih hidup saat Anda meninggalka

    Last Updated : 2025-03-30

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 103

    “Iya, saya ingat, Nona,” jawab Galen. "Kenapa?" "Kenapa kamu gak ngasih tau aku sesuatu?" Galen terdiam sesaat. Tatapannya mengarah ke jendela yang cahaya senjanya mulai memudar. Ada konflik kecil di matanya—antara ingin melindungi Nayya dari kenyataan, atau memenuhi permintaannya sebagai bentuk kepercayaan. "Nona yakin mau tahu sekarang?" tanyanya pelan. Nayya mengangguk. “Aku udah cukup tenang buat dengar apa pun, Galen. Tolong jangan sembunyiin apa-apa dari aku!" Galen menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel dari saku celananya. Ia membuka galeri, memperlihatkan beberapa foto yang diambil secara diam-diam. Tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan ponsel itu pada Nayya. "Perempuan itu... adalah Cintya." Deg! Jantung Nayya seolah berhenti berdetak. Nafasnya tercekat. Wajahnya seketika pucat pasi. "Ci— Cintya? Maksud kamu sekertaris baru Mas Liam?" "Benar, Nona." "Tapi Mas Liam bilang dia pergi sendiri?" "Faktanya mereka pergi bersama. Dan—" Galen melihat ke arah Nay

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 102

    Sementara itu, suasana pagi yang hangat juga terasa di apartemen milik Cintya. Matahari menyusup malu-malu dari balik tirai ruang makan, menyinari wajah mungil Lora yang duduk di kursi makannya sambil mengayun-ayunkan kaki kecilnya.“Papa... Aaa...” pinta Lora dengan suara cadel, menunjuk mangkuk bubur di tangan Liam.Liam tersenyum, mengaduk bubur itu pelan agar tidak terlalu panas, lalu menyuapkan ke mulut putrinya yang terbuka lebar.“Lora anak pintar, ya. Makannya yang lahap ya, biar cepet sembuh,” ujarnya lembut.Lora terkekeh kecil, pipinya yang tembam ikut bergerak. “Coalnya Papa yang ucapin," katanya bangga dengan cadel khas anak-anak seusianya. "Lola cukaaa..."Liam terkikik pelan mendengarnya. "Iya sayang... Iya. Abis makan kita minum obat ya! Biar Lora cepet sembuh."Lora mengerutkan keningnya. Bocah lucu berpipi gembul itu tampak kurang setuju dengan ucapan Liam. "Pait Pa. Obat gak enak.""Kata siapa obatnya pahit? Obatnya kan rasa stoberi.""Sto...be...li?""Yap. Buah kes

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 101

    "Nona..." bisiknya, nyaris tak terdengar.Pandangan Galen turun ke arah perut Nayya yang masih rata, tapi baginya... itu adalah pusat dari segalanya sekarang. Dengan gerakan lembut, Galen menaruh tangannya di atas perut itu—seolah sedang menyentuh sesuatu yang paling rapuh, paling berharga dalam hidupnya."Hai, sayang..." Galen berbisik, suaranya bergetar pelan. "Papa tahu kamu belum bisa dengar suara ini, atau mungkin... kamu belum ngerti apa-apa. Tapi tolong kerja samanya ya! Tolong jangan bikin Mama kamu repot begini."Ia menunduk, keningnya hampir menyentuh perut Nayya. "Jangan bikin dia sakit. Jangan buat dia mual terus. Kamu tau kan, nutrisi yang masuk ke tubuh Mama kamu, itu buat kamu juga. Jadi ayo kta kerja sama."Ia mencium pelan perut Nayya, seperti sebuah doa dalam diam. Lalu kembali menatap wajah perempuan yang ia cintai diam-diam selama ini—bukan sebagai seorang bodyguard, tapi sebagai pria yang hatinya sudah sepenuhnya tertambat pada Nayya."Maafkan aku Nayya. Maafkan a

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 100

    Namun..."Bagaimana kalau Cintya bohong?" pikirnya. "Gimana kalau ini cuma cara dia biar aku datang?"Tapi bayangan suara tangis anak perempuannya di telepon tadi membuat Liam segera menepis semua pikiran buruknya barusan.Dengan kantong plastik berisi obat penurun demam, termometer, dan beberapa kebutuhan lain yang tadi sempat ia beli di apotek, Liam melangkah cepat menuju pintu rumah. Begitu diketuk, pintu langsung dibuka. Cintya berdiri di sana, masih memakai piyama tipis dan mata yang terlihat lelah.“Masuk cepat. Dia rewel banget dari tadi,” ucap Cintya pelan.Liam melangkah masuk. Bau balsam anak dan kain basah langsung menyeruak dari dalam rumah. Di sofa kecil dekat jendela, terlihat anak perempuan mereka—berbaring lemah, pipinya memerah, rambutnya lepek karena keringat. Matanya terbuka sedikit, tapi sayu.Liam langsung menghampiri.“Sayang... Papa di sini, ya,” gumamnya sambil duduk di tepi sofa. Ia menyentuh dah

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 99

    Langit sudah gelap ketika Liam dan Nayya sampai di rumah. Hujan kembali turun rintik-rintik, seperti ikut mengiringi suasana hati Nayya yang masih terasa sesak. Sepanjang perjalanan, ia lebih banyak diam. Wajahnya terlihat murung, matanya beberapa kali menerawang ke luar jendela mobil, seperti menyimpan sesuatu yang ingin ia lepaskan tapi tak tahu bagaimana.Liam menutup pintu rumah perlahan, lalu memandang istrinya yang masih berdiri di ambang ruang tamu. Ia mendekat, lalu meraih kedua bahu Nayya dengan lembut.“Nay... aku tahu kamu sedih,” ucap Liam pelan. “Aku juga marah sama Mama tadi, sumpah. Tapi... jangan terlalu dipikirin ya?”Nayya mengangguk kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca lagi. “Aku cuma... aku kira Mama bakal senang dengar kabar ini. Tapi dia malah—”Liam langsung memeluk Nayya erat, memotong kalimat itu. “Ssttt... kamu udah cukup kuat hari ini, Sayang. Sekarang giliran aku yang bikin kamu bahagia. Kasih tahu aku, apa yang bisa aku lakuin biar kamu senyum lagi, hmm

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 98

    Liam naik ke kamar dengan membawa segelas susu hamil dan apel yang sudah ia kupas rapi. Ia mendapati Nayya sudah tertidur sambil memeluk bantal kecil. Wajahnya tenang, damai.Perlahan, Liam meletakkan gelas dan apel di meja samping tempat tidur. Ia lalu duduk di sisi ranjang, menatap wajah istrinya yang kini terlihat lebih bersinar. Kehamilan itu seperti membawa harapan baru, membawa kebahagiaan yang sudah lama hilang.Namun bersamaan dengan itu, ada luka di hati Liam yang makin dalam."Aku gak bisa lukain dia... Tapi aku juga gak bisa ninggalin Cintya begitu aja." Ia menunduk, meremas rambutnya sendiri. "Tuhan... Kenapa semua harus serumit ini?"Dalam keheningan malam, suara rintik hujan kembali terdengar. Ia sadar, dia tidak pernah mencintai Nayya. Dia hanya kasihan pada perempuan itu. Tapi gilanya berat sekali untuk mengatakan yang sebenarnya. Apalagi dengan kondisi Nayya saat ini.***Udara pagi terasa dingin dan sedikit mendung saat mobil Liam berhenti di depan rumah ibunya, Widu

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 97

    Malam telah turun sempurna saat Liam akhirnya sampai di rumah. Rintik hujan masih menyisakan jejak di jaketnya. Dengan satu tangan, ia menggenggam kantong belanja berisi susu hamil, roti gandum, jus buah, dan beberapa camilan sehat. Di tangan lainnya, ia membawa setangkai bunga kecil—tidak terlalu mewah, tapi cukup manis untuk menyenangkan hati seorang istri. Pintu terbuka pelan. Di ruang tamu, Nayya duduk sambil memainkan ponselnya. Senyum langsung mengembang di wajahnya saat melihat Liam. "Mas kamu udah pulang?" Liam membalas senyum Nayya. "Hai sayang." "Kamu bawa apa Mas?" tanyanya dengan heran. Liam berusaha tersenyum santai. "Buat kamu... dan si kecil," katanya sambil menunjukkan isi belanjaannya. "Ada susu hamil, buah-buahan, cemilan sehat." Nayya bangkit dan menghampirinya, matanya menyiratkan rasa haru dan kebahagiaan. “Tumben banget kamu perhatian gini. Biasanya disuruh aja masih suka ngeluh.” Liam tertawa hambar, berusaha menutupi gejolak hatinya. “Iya... tapi se

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 96

    Ciuman itu berlangsung beberapa detik, tapi bagi Cintya, rasanya seperti putaran waktu yang berhenti. Semua emosi menumpuk: rindu, amarah, cinta, juga rasa bimbang.Saat bibir Liam masih menempel di bibirnya, ada satu sisi dalam dirinya yang ingin larut sepenuhnya… tapi sisi lain menjerit untuk menyadarkannya.Dengan cepat, Cintya menarik diri. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun menahan gelombang perasaan yang membuncah.“Liam...”Liam menatapnya, matanya masih menyimpan hasrat dan harapan. “Aku tau kamu juga menginginkannya."Cintya menatap lantai, suaranya nyaris berbisik. “I- itu gak bener.""Sampai kapan kamu mau berbohong?""Liam... aku—"Untuk kedua kalinya, bibir Cintya kembali di bungkam. Tapi kali ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Liam dengan berani mengendus leher perempuan itu."Ahh..." Cintya mendesah akibat gigitan Liam. Belum lagi pijatan pria itu di salah satu gunung kembarnya, membuat seluruh tenaganya seolah lenyap tak bersisa."Liam... Jangan...""Ssst..." Lia

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 95

    "Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu aku bakal ninggalin Nayya, Cintya."Lagi-lagi, Liam mengucapkan hal yang sama. Kata-kata itu terus diulangnya, seperti mantra yang ingin ia yakinkan pada diri sendiri maupun pada Cintya.“Aku akan ninggalin Nayya. Demi kamu, Cin. Aku serius.”Cintya menghela napas panjang. Ia menatap wajah Liam yang penuh keyakinan itu, tapi di balik tatapan itu—ia melihat luka. Luka yang belum selesai. Luka yang bisa saja kembali melukai orang lain.“Cukup Liam! Cukup!” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Lebih baik kita fokus sama masa depan masing-masing.""Tapi aku gak bisa ngelupain kamu. Kamu terlalu berarti buatku!" Liam menarik tangan mantan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya yang tampak putus asa itu sempat membuat Cintya goyah."Liam...""Aku mohon Cintya. Aku mohon banget sama kamu."Sebelum Liam sempat menjawab, ponsel Cintya kembali bergetar. Kali ini ia langsung mengangkatnya.“Halo?”Dari seberang, terdenga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status