"Maafkan aku, Stella. Aku terlambat," ucap Marko pada Stella yang berdiri bersedekap di depan kantor. Halaman kantor tampak sepi, sepertinya semua orang sudah pulang.
Tanpa membalas ucapan Marko, Stella langsung duduk di jok motor tua Marko. "Cepat jalan! Jangan buang-buang waktuku lagi!" Marko mengangguk cepat, dan segera melajukan motornya menuju rumah. Sepanjang perjalanan Marko dilingkupi rasa cemas, memikirkan Stella akan mengomelinya nanti di rumah sampai telinganya panas. Belum lagi Nyonya Dawson, ibu mertuanya juga pasti ikut memarahinya. Memikirkan itu membuat Marko nyaris menabrak pohon di pinggir jalan. Dia mengerem mendadak sehingga tubuh Stella terdorong ke depan. Dada padat wanita itu menabrak punggung Marko cukup keras. Marko merasa nikmat saat benda kenyal itu menempel punggungnya. Stella segera memundurkan posisi sambil berdeham. "Hati-hati kalau mengendarai motor! Kau mau membunuhku, hah?!" "Tidak, Stella. Mana mungkin aku ingin membunuhmu." "Makanya fokuslah di jalanan!" tukas Stella dingin. Baru saja Marko merasa senang karena dada Stella, sekarang dia sedih setelah mendapatkan sikap Stella yang acuh tak acuh. "Baik, Stella. Aku akan lebih berhati-hati," ucap Marko menjalankan lagi motornya. Sesampainya di rumah, Stella ternyata tak mengomeli Marko. Dia langsung mengganti pakaian formalnya dengan baju tidur. Lalu, membaringkan tubuhnya yang lelah di ranjang. Marko yang sebelumnya menunggu di luar kamar, memberanikan diri masuk dengan langkah pelan. "Stella, boleh kah aku tidur di sini?" tanya Marko hati-hati. Namun, tak ada sahutan dari Stella. Hanya terdengar suara dengkuran pelan yang keluar dari bibir wanita itu. "Baiklah. Aku anggap kau menjawab iya," ucap Marko senang. Dia ikut tidur di samping Stella. Bahkan di saat terlelap seperti ini, Stella terlihat begitu cantik. Seperti dewi dalam mitologi Yunani. Tanpa sadar, Marko mendekatkan wajahnya pada tubuh Stella, mengendusi aroma musk yang masih tertinggal di sana. Marko kemudian menyadari Stella tak memakai dalaman di balik baju tidur berbahan tipis yang dia kenakan. Sehingga Marko masih bisa melihat lekuk indah tubuh Stella dan bagian privasinya. "Sepertinya dia tak memakainya karena alasan kesehatan. Tapi, ini membuatku semakin tersiksa," gumam Marko mengelus kejantanannya yang sudah mengeras. "Sayang sekali punya istri cantik, tapi tidak bisa ditiduri." Marko mengerucutkan bibirnya kecewa. Marko beralih membelakangi Stella agar tak tergoda untuk meniduri istrinya itu. Melihat Stella lebih lama, Marko takut kehilangan kendali. *** Marko terjaga ketika hari masih gelap. Dia merasakan sesuatu tengah menindihnya. Berat dan menyesakkan. Ketika membuka mata, Marko terkejut melihat kaki Stella berada di perutnya. Pantas saja Marko sedari tadi kesulitan bernapas. Ternyata karena ada kaki Stella. Marko memindahkan kaki Stella pelan-pelan ke tempat semula. Dia menghela napas lega setelah berhasil melakukannya tanpa membangunkan Stella. Namun, kelegaannya hanya bertahan sebentar karena setelahnya Stella membuka lebar kedua kakinya. Tanpa memakai dalaman, bagian intim Stella langsung terlihat di hadapan Marko. Marko menelan ludahnya dengan susah payah. Melihat milik istrinya sendiri tidak jadi masalah kan? Mungkin, Marko bisa menyentuhnya sedikit. Ya, sedikit. Perlahan jari Marko menekan bagian intim Stella. Sangat hati-hati. Marko memekik senang tanpa suara. Lalu, terlintas sebuah pikiran di kepalanya. Kalau ditekan seperti ini tidak membuat Stella terbangun. Mungkin, Marko bisa memasukinya. Marko tersenyum saat mengeluarkan miliknya dan siap menggempur Stella.Stella tiba-tiba terjingkat bangun karena haus. Mendapati pergerakan Stella, Marko dengan cepat membalikkan tubuhnya sebelum ketahuan. "Hah, panas sekali," desah Stella mengusap kedua matanya, lalu berderap keluar untuk mengambil air minum. Melihat Stella sudah pergi, Marko menendang selimutnya dengan kesal. Tadi hampir saja dia berhasil. Tapi, ada saja yang mengganggunya! Menyebalkan! *** Pagi harinya, Marko bangun lebih awal dari biasanya. Wajahnya tampak lelah karena semalaman dia tak bisa tidur. "Marko, nanti kau antarkan Lily ke pesta ulang tahun temannya," ucap Stella melemparkan kunci mobil ke depan Marko. Marko menangkapnya dengan cekatan. "Jam berapa?" "Nanti sore." "Lalu, kau bagaimana?" "Aku bisa pulang naik taksi," balas Stella tanpa menatap Marko. Dia mengambil jas kerjanya, lalu berderap pergi. Marko terbengong melihat kunci mobil di tangannya. Baru kali ini dia diizinkan membawa mobil keluarga Dawson yang berharga. Selain karena hanya ada satu, mobil ini ju
"Lily, jangan lakukan ini! Aku kakak iparmu! Bersikaplah sopan!" Marko begitu tegas menolak Lily. Lily menggerutu pelan. Dia kembali ke tempat duduknya sambil memperbaiki dressnya. "Kenapa? Karena aku tak secantik Kak Stella?" "Bukan begitu. Kau juga cantik. Tapi, aku suami kakakmu, dan aku sangat mencintainya." Lily semakin kesal mendengarnya. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, dan melempar pandangannya jauh-jauh ke luar jendela mobil. Tiba di gedung tempat pesta ulang tahun teman Lily diadakan, Marko melihat banyak sekali yang datang. Dan semuanya anak kuliahan. Lily turun dari mobil, lalu mengajak Marko ikut dengannya. "Ayo, Kak Marko!" "Aku menunggu di mobil saja, Lily. Kau masuklah sendiri," tolak Marko bergeleng pelan. "Kak Marko, semua temanku membawa pasangannya. Masa aku pergi sendirian? Bagaimana kalau ada pria berengsek yang menggodaku?" Berpikir sejenak, akhirnya Marko mengiyakan permintaan Lily untuk ikut masuk ke dalam gedung megah itu. Tak jauh dari Ma
Marko berhasil menambah kekuatannya setelah menyentuh Eliz. Sekarang dia merasa lebih kuat dan bertenaga. Sementara, Eliz duduk lemas di atas toilet dengan senyuman senang. Hanya dengan jari Marko saja dia sudah sepuas ini, apalagi memakai kejantanannya yang tampak besar di balik celana itu. "Terima kasih, Nona Eliz. Sudah mengizinkanku menyentuhmu. Kau sungguh wanita yang baik," ucap Marko tulus. Marko hendak keluar dari bilik kamar mandi, tapi Eliz menahan tangannya. "Marko, andai kita bertemu lagi. Maukah kau melakukannya dengan milikmu?" ucap Eliz dengan napas masih terengah-engah. Dia duduk dengan kedua kaki terbuka lebar tanpa mengenakan celana dalam. "Aku tidak bisa berjanji, Nona Eliz," balas Marko sambil meremas payudara Eliz sebagai penutupan. Eliz sangat menyukai Marko. Kalau bisa, dia ingin mengabdikan dirinya pada Marko. Jadi wanita simpanannya. Sayangnya Marko sudah pergi lebih dulu sebelum dia mengutarakan keinginannya itu. Marko melangkah tegas menghampiri Charl
"Harga mobilnya satu miliar, Kak Marko. Bagaimana ini? Aku jadi takut pulang," ucap Lily dengan mata berkaca-kaca. Mendengar harga mobil keluarga Dawson tak terlalu mengejutkan Marko, karena koleksi mobil Marko Davies harganya jauh di atasnya. Tapi, Marko memucat saat mengingat dirinya tak akan bisa mengganti uang satu miliar itu. Tabungannya di brankas hanya bisa dia ambil setelah melewati pemeriksaan ketat, termasuk scan wajah dan sidik jari. Mana mungkin, dia bisa mengambil uangnya dengan memakai tubuh Marko Hubert. Tentu, dia akan dikira pencuri dan dijebloskan ke penjara. Marko lalu menemukan ide lain. "Bagaimana kalau kau kuantar pulang sekarang dan bilang pada Mommy kalau aku menginap di rumah teman?" "Tidak. Aku tak akan membiarkanmu menanggungnya sendiri. Kau sudah baik mau mengantarkanku, jadi aku juga harus membantumu, Kak Marko." Marko tersenyum mengerti. Adik iparnya itu memang selalu peduli padanya. "Kalau begitu kita tidur di luar saja malam ini sampai kita me
"Kak Marko, tiduri aku," pinta Lily sambil menggesekkan kewanitaannya ke paha Marko. Marko nyaris kehilangan kendali melihat tubuh telanjang Lily yang luar biasa menggoda. Dadanya berukuran besar dan bulat. Lalu bagian intimnya begitu bersih dan tembem. Kalau saja Lily bukan adik iparnya, mungkin Marko sudah menghabisinya malam ini."Tidak, Lily." Marko berusaha mempertahankan akal sehatnya, lalu menyuruh Lily untuk segera berpakaian.Lily memberengut kesal. Dia kira bisa menipu Marko dengan berakting seolah-olah dia baru saja menelan obat perangsang seperti di novel 'Nafsu Bejat CEO' yang setiap hari dia baca. Ternyata kakak iparnya itu tidak tertipu.Lily berdiri dengan mengentakkan kedua kaki secara bergantian. "Apa aku terlalu jelek, Kak Marko? Sampai kau tak tertarik padaku. Apa aku kurang seksi bagimu?"Marko bergeleng cepat. "Aku sudah bilang padamu kan. Kau itu cantik, Lily. Hanya saja aku harus menjagamu karena kau adiknya Stella."Lily menatap Marko kesal. "Jadi kalau aku
"Baik, Tuan." Kedua preman itu segera melakukan perintah Marko, melepaskan celana dalam mereka. Lalu, mereka berjalan keliling motel.Semua penghuni motel sontak menyorakinya."Sungguh memalukan. Bukannya mereka preman yang biasanya memalaki kita?" tanya seorang wanita pada teman di sisinya."Iya. Tapi siapa ya yang berhasil membuat mereka seperti itu?" balas wanita satunya dengan penasaran.Mendengar dua wanita cantik itu sedang membicarakan siapa yang sudah mengalahkan preman-preman tersebut, seorang pria berkaca mata berteriak kencang. Dia akan memakai kesempatan ini untuk mendekati kedua wanita cantik itu, lalu meniduri mereka."Aku yang sudah mengalahkan mereka!" ucap Linus dengan penuh percaya diri."Kau tidak berbohong kan?" tanya Monic, salah satu wanita cantik itu.Linus menggulung lengan kemeja kotak-kotaknya untuk menunjukkan tangannya yang kurus. "Apa aku terlihat seperti berbohong? Meski aku kurus, aku sangat kuat!"Monic masih tidak percaya. "Coba tunjukkan kekuatanmu!"
Wanita yang baru saja berteriak lantang itu adalah Amy, pemilik motel. Dia berjalan tegas menghampiri Marko dengan wajah murka."Jadi kau yang sudah membuat keributan di motelku, bahkan sampai memukul pelanggan motel yang lain?" tanya Amy melipat kedua tangannya ke dada. "Karena kau sudah membuat keributan, kau harus membayar biaya tambahan dua ribu dolar."Marko terbelalak mendengar ucapan Amy. Wanita itu memang cantik, tapi tatapannya begitu sombong."Sepertinya tidak bisa membayar ya? Dilihat pakaianmu, kau sepertinya miskin," ucap Amy lagi dengan tatapan meremehkan. Marko mendengus. "Kau mau memerasku? Aku hanya memukul orang yang pantas kupukul tanpa merusak satu pun barang. Tapi, kau justru memintaku membayar ganti rugi dua ribu dolar!"Para penghuni motel mulai berbisik-bisik. Menganggap ucapan Marko ada benarnya."Dia tega sekali sampai memerasnya seperti itu.""Dia begitu serakah. Padahal sewa motel semalam saja sudah mahal."Amy tak menggubris orang-orang yang sedang membic
"Aku tak mau tahu. Sudah jam sebelas malam! Kalian harus pulang sekarang! " Stella langsung menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Marko.Marko tadi beralasan jika acara ulang tahun teman Lily belum selesai, tapi Stella tetap mendesaknya pulang.Tidak ada cara lain. Marko akhirnya menggendong Lily yang lemas ke punggungnya. Jika Marko berjalan cepat, maka dia bisa sampai di rumah keluarga Dawson sebelum besok pagi.Meski, tenaga Marko cukup terkuras karena sudah berkelahi sebanyak dua kali. Dia tetap berusaha berjalan secepat mungkin. Untungnya di tengah perjalanan, Martha, atasan Marko di Fast Food kebetulan lewat.Wanita cantik itu menghentikan mobilnya begitu melihat Marko."Marko, sedang apa kau malam-malam begini?" tanya Martha membuka kaca mobilnya.Marko sempat terkejut, dan merasa beruntung melihat Martha."Nona Martha, kami baru saja pulang dari acara, dan mobil kami diderek."Martha merasa kasihan pada Marko. Pria itu harus berjalan beberapa kilometer deng
"Ahh .... Marko," desah Wennie saat dia mencapai puncak kenikmatannya yang pertama.Marko kemudian melepaskan kejantanannya dari bagian intim Wennie, dan menyuruh wanita itu tidur di atasnya dengan posisi terbalik.Wennie menurut, dan melakukan sesuai yang Marko inginkan.Sekarang mereka akan mencoba gaya seks 69.Marko mulai memainkan lidahnya di bagian kewanitaan Wennie yang bersih. Sementara, Wennie mengulum kejantanan Marko.Mereka berdua sibuk memuaskan hasrat mereka masing-masing yang meluap-luap.Marko dengan lihai menggerakkan lidahnya di lubang Wennie. Dia juga menggigit kecil bagian klitorisnya sehingga Wennie menggelinjang liar.Wennie melakukan pelepasannya yang kedua, dan mengenai wajah Marko."Kau keluar banyak sekali, Kak Wennie," ucap Marko mengusap wajahnya dengan tisu."Maafkan aku, Marko," balas Wennie tersipu.Sekarang giliran Wennie membuat Marko merasakan surga dunia. Dia mengulum milik Marko yang sangat besar, dan nyaris tersedak karenanya.Dengan gerakan pelan
"Berhenti sebentar, Pak!" pinta Marko pada sang sopir taksi.Pria setengah baya itu spontan menginjak remnya, membuat tubuh Marko dan Lily terdorong ke depan bersamaan."Ada apa, Kak Marko?" tanya Lily menatap Marko heran.Marko tak menjawab pertanyaan Lily. Dia langsung meloncat turun dari taksi dan berlari menuju tempat Bryan.Temannya itu tampak babak belur. Kedua tangannya yang penuh luka berusaha menutupi wajahnya dari serangan dua pria di depannya."Sialan! Beraninya sama yang lemah!" teriak Marko murka. Dia berlari hendak melepaskan tinju mautnya pada dua pria asing yang memukuli Bryan, tapi pria-pria itu langsung kabur begitu melihat Marko mendekat."Marko, jangan mengejarnya. Lebih baik kau bantu aku," pinta Bryan dengan darah mengucur deras dari salah satu lubang hidungnya. Keadaannya cukup mengenaskan dengan luka memenuhi wajah dan punggung tangannya.Sebenarnya Marko bisa saja mengejar kedua pria tadi, tapi keadaan Bryan sedang tidak memungkinkan untuk ditinggalkan begitu
Miska memperbaiki seragam polisinya lagi saat keluar dari kamar mandi khusus tahanan. Dia mengantarkan Marko kembali ke sel dengan canggung.Kegilaan mereka tadi masih terbayang jelas di kepala Miska, membuatnya sangat malu.Miska terkenal dengan ketegasannya sebagai polisi wanita yang bertugas di salah satu kantor polisi di New York. Semua tahanan bahkan takut menghadapinya. Hanya Marko yang berani membalas ucapan dan tatapannya. Dan itu yang membuat Miska tertarik pada Marko."Jangan bilang siapa-siapa soal kejadian tadi," bisik Miska mengancam sebelum membukakan pintu sel untuk Marko."Siap, Nona Polisi yang galak," jawab Marko sambil tersenyum lebar. Dia senang karena bisa seks dengan Miska.Meski, di luar tampak galak. Miska memiliki sikap malu-malu yang menggemaskan.Miska buru-buru berbalik pergi setelah mengunci pintu sel. Melihat Miska sudah menghilang dari pandangan, Marko memilih duduk berselonjor di lantai yang dingin.Dia perlahan membuka resleting celananya dan mengelua
Sialan, umpat Miska dalam hati. Dia berusaha keras untuk mengabaikan keinginan Marko, tapi yang terjadi selanjutnya dia justru melakukan apa yang diminta pria itu. Kejantanan Marko yang luar biasa perkasa seolah menghipnosis Miska. Dia sampai tak berkedip melihatnya.Perlahan Miska mulai mengurut batang Marko sambil menahan gairahnya sendiri.Kewanitaannya ikut berdenyut-denyut setiap kali jarinya yang lentik menyentuh permukaan kejantanan Marko yang memberikan sensasi menggelitik.Marko memejamkan mata dan mendesah pelan. "Ahh, Nona Polisi Galak. Aku mau keluar. Ahh ...."Mendengar desahan Marko, Miska jadi lebih bersemangat mengocok batang Marko dengan kedua tangannya. Sampai dia melihat cairan kental berwarna putih menyembur keluar dari batang Marko."Ahhh ...." Marko mendesah sekali lagi. Dia tersenyum senang karena berhasil mengerjai Miska yang galak.Miska membulatkan mata melihat pelepasan Marko. Aroma pandan segera menyeruak memenuhi kamar mandi.Harusnya Miska langsung memba
Tengah malam, Marko merasakan perut bawahnya nyeri. Dia ingin buang air kecil, tapi kamar mandi untuk tahanan ada di dekat lorong. Tidak mungkin dia bisa ke sana karena dia terkunci dalam sel.Marko lalu mencoba mendekati polisi yang berjaga di sisi luar sel."Pak Polisi, bisa tolong antarkan aku ke kamar mandi. Aku ingin buang air kecil."Polisi itu menatap tajam Marko. Dia bergeleng dengan wajah jengkel. "Jangan coba-coba kabur, Bocah! Aku tidak akan mengizinkanmu keluar sel!""Aku benar-benar ingin buang air kecil, Pak Polisi," balas Marko sambil merapatkan kedua kakinya. Dia hampir kencing di sini kalau dia tidak menangkup batangnya dengan kedua tangan.Kebetulan sekali Miska yang mendapatkan jatah shift malam berjalan melewati sel tempat Marko ditahan. Marko langsung berteriak memanggil Miska. "Nona Polisi Galak!"Spontan Miska menghentikan langkahnya, dan menoleh ke Marko. "Ada apa lagi?" tanyanya ketus.Marko menempelkan wajahnya ke jeruji besi. "Nona Polisi yang galak, aku in
Marko pulang dengan senang. Semuanya berjalan lancar. Dia sudah melakukan seks dengan Ella sebanyak delapan kali, sudah memperbaiki motor bututnya, dan juga sudah mengajari Bryan teknik bela diri dasar.Sekarang Marko ingin segera melihat Stella dan mengintip tubuh indahnya. Semenjak bisa melihat bagian intim istrinya itu karena kekuatannya bertambah, Marko jadi bersemangat pulang cepat."Stella!" panggil Marko sambil melangkah masuk ke dalam rumah keluarga Dawson. Dia tadi mendapatkan makanan gratis dari pelanggan Fast Food. Dan makanan ini kesukaan Stella, jadi Marko membawakannya untuk istri tercintanya itu.Tapi, baru saja Marko melewati pintu utama, suara Nyonya Dawson menyentaknya."Itu dia orangnya! Dia yang sudah mencuri mobil!" teriak Nyonya Dawson seraya menunjuk ke arah Marko.Sebelum Marko sempat mencerna apa yang sedang terjadi di depannya, tiga polisi langsung menyergapnya, dan memborgol tangan Marko."Apa-apaan ini?" tanya Marko gusar. "Kenapa memborgolku?""Kau jelaska
Si pria tua memilih pergi agar Marko dan Ella memiliki waktu berdua. Dia tidak masalah jika putri semata wayangnya itu tidur dengan pria seperti Marko. Karena Marko begitu tampan, baik hati, dan kuat.Sementara itu, Ella berubah gugup saat Marko menutup tirai yang memisahkan tempat loakan dengan kamarnya.Ella masih muda, dan belum berpengalaman. Dia bahkan tidak tahu caranya melakukan seks. Tapi, tubuhnya sangat bagus. Marko bisa melihatnya dengan jelas karena dia kini punya kekuatan penglihatan yang bisa menembus pakaian orang lain."Apa kau sudah siap?" tanya Marko pada Ella yang duduk diam di pinggir tempat tidur."I-iya," jawab Ella menggigit bibirnya pelan untuk meredakan debaran jantungnya.Marko sangat tampan. Wajahnya seperti dewa Yunani yang Ella kagumi. Pipi Ella semakin memerah saat Marko melepaskan semua pakaiannya hingga Ella melihat kejantanan Marko yang besar dan berurat.Baru kali ini Ella melihat kejantanan seorang pria. Dan itu sontak membuat Ella merasa tak nyaman
"Hei, Bocah! Mau sok jadi pahlawan?! Tiga lintah darat itu menatap bengis Marko. Mereka tak suka ada yang mengganggu mereka. Apalagi mereka sudah tak tahan ingin meniduri Ella, anak si pria tua yang cantik dan manis.Marko mengangkat kedua bahunya singkat. "Tidak tertarik jadi pahlawan. Tapi, kalau kalian main kasar aku juga bisa.""Banyak mulut kau! Sini! Aku akan memukulmu! Dan jadikan kau makanan kalengan!" teriak lintah darat berwajah tirus dengan gigi kuningnya yang berantakan.Ella, dan si pria tua memucat. Mereka tak sanggup melihat perkelahian tiga lawan satu yang akan terjadi di depan mereka setelah ini.Si pria tua terlalu lemah tubuhnya sehingga dia tidak bisa membantu Marko. Sementara ketiga pria lintah darat itu sudah terlatih berkelahi dan mereka sangat kuat!"Tuan, lebih baik kau pergi saja. Jangan sampai kau berurusan dengan mereka," sela si pria tua menyuruh Marko pergi. Dia tidak mau sampai Marko terluka karenanya. Pria muda itu hanyalah pelanggan loakannya, dan tida
Paginya Nyonya Dawson dikejutkan dengan keberadaan mobil Audi RS5 di depan rumahnya."Mobil siapa ini?!" pekiknya kaget. Matanya berbinar-binar melihat mobil mewah itu.Andai mobil ini milikku, aku pasti sangat senang. Batinnya menyentuh body mobil yang mulus itu hati-hati.Namun, ketika Marko muncul dengan seragam kurir Fast Food, Nyonya Dawson langsung menatapnya rendah serta jijik."Lihat, Marko! Apa kau bisa membelikan mobil seperti ini untuk Stella? Kau memang tak berguna. Membeli bannya saja kau tak punya uang," ucap Nyonya Dawson sambil memutar bola matanya dan bersedekap.Marko hanya membalasnya dengan tersenyum enteng, malas meladeni mulut cerewet mertuanya. "Iya, Mom. Aku memang miskin."Tapi, melihat Stella ikut keluar, Marko langsung melempar kunci mobilnya kepada Stella. Stella terkejut dan spontan menangkapnya. "Apa ini?""Ini untukmu. Kau tak perlu lagi naik taksi untuk bekerja, Stella," ucap Marko santai.Nyonya Dawson nyaris menjatuhkan rahangnya. Jadi mobil mahal in