Share

Bab 3 Siapa Dia?

Penulis: Nurja
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-12 17:56:24

GUNDIK SUAMIKU (3)

Wanita itu mengenakan kebaya berwarna pink salmon dan jilbab yang menutupi bagian dadanya. 

Hatiku mendadak nyeri melihat pemandangan ini. Apakah dia wanita selingkuh suamiku? Parasnya yang cantik dan terlihat kalem mana mungkin mau merebut suami orang. Ah, jaman sekarang. Apa saja bisa dilakukan, tak perduli penampilannya seperti apa. 

Aku menghela napas panjang. Sebah di dada tak kunjung mereda. Lututpun terasa melemas dan tak mampu menopang tubuhku. Kucengkram baju gamis yang tergantung di depanku. Tahan Vina, jangan menangis. Air matamu terlalu mahal untuk menangisi lelaki tak punya malu seperti Ari.

Mas Ari dan Mama kompak menoleh ke arah wanita itu. 

"Nah itu, Marisa udah dateng." ucap Mama mertua sumringah. Oh, jadi itu yang namanya Marisa. Kukira Marisa teman arisanku. Ternyata tidak. Dugaanku salah, dia Marisa ... wanita yang penampilannya  tertutup dan bahkan lebih baik dariku. kelihatannya sih begitu, namun entah bagaimana kelakuannya. 

"Gimana kebayanya? Pas kan?" kali ini Mas Ari yang berucap. Wanita bernama Marisa itu berdiri di tengah-tengah Mama dan Mas Ari. 

"Iya, Mas." jawab Marisa tersenyum malu. Aku yang sedari tadi memantau dari sini merasa muak dan ingin mencabik-cabik ketiganya. Apa salahku? Sehingga aku perlakukan begini. Empat tahun berumah tangga, haruskah terhenti karena wanita itu. Apa sepesialnya dia? Hingga Mas Ari mampu mencabangkan hatinya dan mengkhianati aku. Tak habis pikir aku dengan kelakuan Mas Ari dan mamanya. Bukankah harusnya sebagai orang tua melarang anaknya untuk tidak selingkuh. Namun tidak dengan Mama mertuaku, ia malah sepenuhnya mendukung Mas Ari. Tidakkah mereka memikirkan bagaimana hancurnya perasaanku. 

"Cocok banget ya, kebayanya. Pas banget di badan kamu, pasti nanti pas ijab kabul makin cantik deh kamu," Mama memuji Marisa sambil membenarkan lipatan yang terselip di baju kebaya Marisa. 

Percayalah, di sini aku hampir meledak mendengar perbincangan mereka. Mas Ari akan menikah dengan Marisa. Tanpa memberitahuku lebih dulu. Aku tidak terima, Mas! kamu perlakukan begini. Tunggu saja di hari bahagiamu. Akan aku hancurkan semuannya. 

"Marisa, kamu pengen mukena yang mana? Buat seserahan." tanya Mas Ari sambil mengedarkan pandangan ke penjuru toko. Ia melihat-lihat mukena yang terpasang di patung manekin. 

"Yang mana aja, Mas. Yang penting sederhana." balas Marisa. 

"Bagaimana jika yang itu ...." telunjuk Mas Ari menunjuk ke arah mukena berwarna putih dengan renda cantik di setiap ujung kainnya. 

"Iya, Mas. Ya udah, aku ganti baju dulu ya," pamit Marisa lalu melenggang ke ruang ganti. 

Mas Ari dan Mama membalas dengan anggukan. 

"Eh, Ari. Gimana soal si Vina? Kamu jadi 'kan ceraiin dia?" seloroh Mama bagai sembilu menusuk hati hingga tembus ke punggung. 

Mas Ari mau menceraikan aku? Apa aku salah dengar? 

Enggak! Ini nggak mungkin! 

"Mbak mau ambil bajunya yang mana?" aku tersentak mendengar suara asing yang masuk ke gendang telingaku. Dan itu membuat Mama dan Mas Ari menoleh ke arah sini. 

Gawat jika aku sampai ketahuan. 

"Yang ini, Mbak." jawabku cepat seraya menggambil satu potong baju lengan panjang berwarna pink muda. Dan menyerahkannya pada pegawai toko yang barusan menanyaiku. 

Sekilas kulirik ke arah Mas Ari dan Mama. Kedua orang itu sudah tak melihat ke arahku lagi. Untung aja aku pake masker dan jaket. Jadi mereka tidak mengenali aku.

Kuikuti langkah pegawai toko menuju meja kasir dan segera membayarnya. Kuhela napas gusar. Berbagai pertanyaan mengelilingi kepalaku. Apa alasan Mas Ari mau menceraikan aku? Tidakkah selama ini aku selalu memberikan yang terbaik untuknya. Bahkan soal anak ... dia tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dia selalu bilang, bahwa belum memiliki anak tidak masalah. Karena Tuhan belum mempercayainya kepada kami. Tapi nyatanya, semua itu bulshit! Entah dia menikah dengan wanita berjilbab itu karena napsu atau karena ada hal lain. Dan Mama juga mendukungnya. Ah, benar-benar baik sekali permainan mereka. 

Inginnya aku langsung menghampiri mereka dan membuat perhitungan. Namun, kupikir lagi lebih rinci. Terlalu biasa jika mempermalukan mereka di tempat ini. Kenapa tidak aku permalukan mereka di hari pernikahan Mas Ari dengan Marisa nanti. Mungkin akan lebih seru dan elegant. Tidak perlu membuang-buang tenaga dengan kekerasan. Lebih baik pakai cara cantik saja. 

Pakaian yang kubeli selesai dibungkus. Kuayunkan langkah hendak ke luar dari toko. Lagi, pemandangan tak mengenakan mata kembali hadir. Marisa sudah berkumpul lagi bersama Mama dan Mas Ari. Terlihat Mas Ari yang amat antusias membayar beberapa potong gamis panjang dan mukena, tak lupa satu set kebaya yang tadi dicoba oleh Marisa. 

Mungkin Mas Ari akan segera pulang. Jadi aku harus buru-buru pergi dari tempat ini. Ah iya, aku juga baru ingat soal Pak Slamet. Kira-kira dia sudah sadar belum ya? Atau masih tertidur pulas berkat obat yang kububuhkan dalam kopinya. 

"Mas, apakah kau sudah membicarakan semua ini dengan Vina?" langkahku yang baru terayun di udara lantas berhenti mendengar ucapan Marisa. Kulipirkan tubuh dan bersembunyi di balik patung manekin agak jauh dari mereka bertiga. 

"Belum, aku masih belum mendapatkan alasan yang pas untuk mengatakan hal ini pada Vina. Kamu sabar dulu ya, yang penting kita nikah dulu setelah itu aku akan menceraikan Vina." kata Mas Ari menatap wanita itu yakin. Dasar buaya! Cuma mau enaknya saja. Masa iya, punya istri dua. Jangan harap aku mau kau madu Mas, jangan harap hal itu terjadi pada hubungan kita. Prinsipku adalah, lebih baik melepaskan dari pada harus menyakitkan. 

"Sudahlah, Ari. Tinggal kasih surat itu pada Vina selesailah semua masalah kamu, dan jangan lupa satu hal. Ambil semua harta yang seharusnya jadi milik kamu, si Vina gampang, tinggal kasih dia uang buat pulang ke rumah orang tuannya. Mudahkan semua," celetuk Mama panjang lebar. Tepampang sekali wajahnya tersenyum miring. Bagiku ini adalaj sebuah ejekan. Ternyata Mama juga ingin aku pergi dari rumah yang selama ini aku dan Mas Ari bangun berdua. Apa mereka lupa? Bahwa semua harta Mas Ari itu berawal dari modal yang orang tuaku berikan. Dengan enteng mereka mencemoohku sesuka hati. Ingat, aku tak akan tinggal diam dengan apa yang kalian lakukan padaku. Cepat atau lambat, apa yang kalian tanam, secepatnya akan kalian tuai. 

"Ma, aku nggak mungkin kasih tahu surat itu sama Vina, gimana perasaan dia Ma? Kalau tahu kenyataan pahit itu." wajah Mas Ari berubah cemas. Surat apa yang mereka maksud? Apa itu menyangkut tentangku? Menjengkelkan sekali! Aku hampir mati penasaran di sini. Menguping pembicaraan mereka yang banyak ambigunya. 

Kuatur napas berulang kali. Aku harus sabar menghadapi tikus-tikus itu. 

"Memangnya surat apa, Mas?" Marisa menyahut. Mimik wajahnya menyiratkan keingintahuan yang kentara. 

"Surat bahwa Vina, Man--"

"Stop, Ma!" sergah Mas Ari lantang. Ia menghentikan kalimat yang diucapkan Mama. 

Air muka Mama mendadak keruh. Wajahnya yang kian mengekeriput karena usia pun terlihat masam. Sedangkan Marisa juga menunduk diam. Ketiga orang itu mendadak senyap. Tak ada lagi obrolan manis seperti tadi. 

"Kalian mau langsung pulang apa makan dulu?" tanya Mas Ari pada kedua wanita di sisinya. Meski wajahnya masih nampak meredam emosi tapi ia tetap bekata datar. 

"Mau makan dulu aja deh, Ar. Mama lapar dari tadi muter-muter mall." tanpa sepotong kata. Mas Ari meraih paper bag berisi belanjaannya tadi dan membawa barang-barang itu menjauh dari toko. 

Tak ingin membuang waktu. Langkah kupercepat untuk segera pulang ke rumah. Aku jadi kepikiran soal surat yang dimaksud mereka. Sebegitu pentingnyakah surat itu? Hingga bisa membuatku hancur. 

*

Langit sudah berubah gelap. Gugusan bintang bertaburan indah di atas sana. Setengah jam lebih aku berkendara. Kini mobil yang kutumpangi sudah sampai di pekarangan rumah. 

Jariku memencet remote control agar pagar rumah segera terbuka. Mataku reflek melebar saat menatap ke arah teras. Pak Slamet sudah tidak ada di sana. Di tempat ia tadi tertidur. Ke mana dia? 

Bersambung

Bab terkait

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 4 Lingerie Hitam

    GUNDIK SUAMIKU (4)Kulirik ke arah mobil. Mobil Mas Ari masih di tempat semula. Lantas di mana Pak Slamet?Gegas kuberlari kecil menuju pintu yang langsung terhubung dengan ruang tamu.Pintu pun tidak dikunci. Mungkin Mbok Darmi belum tidur."Nyonya, dari mana?" kutelan saliva yang terasa mengganjal di tenggorokan. Kakiku pun sontak berhenti tepat di keramik pembatas antara pintu dan teras. Cepat aku menoleh ke sumber suara. Benar dugaanku, bahwa itu suara Pak Slamet yang berasal dari depan garasi."Oh, saya habis cek pintu di samping pagar, Pak. Sudah dikunci apa belum. Hanya untuk memastikan, takutnya Mbok Darmi lupa. Maklum, Pak. Sekarang banyak maling." alibiku meyakinkan. Untung saja, tadi masker dan jaket sudah kulepas dan kutinggal dalam mobil. Jadi, kini penampilanku biasa saja."Oh, kalau begitu saya mau pamit, Nya. Mau jemput Pak Ari." pamit lelaki berkumis itu. Aku mengangguk dan menyunggingkan senyum

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Minta Uang

    GUNDIK SUAMIKUPart 5"Hah! Apa?!" pekik Mas Ari terdengar syok. "argh! kenapa kamu gak bilang dari tadi, Vin?""Ya aku mana tahu, Mas. Kalau tamu itu tiba-tiba datang." jawabku kembali membuka mata. Mas Ari tak menjawab lagi. Ia melangkah jengah menuju lemari dan membukanya dengan kasar.'Rasain kamu, Mas. Itu hanya kejutan kecil buat kamu. Belum kejutan manis yang lainnya.' batinku tersenyum devils.Sesaat. Ranjang empuk ini terasa berkempis. Mas Ari tengah menata posisi untuk berbaring di sampingku. Namun ia memilih memunggungiku. Aku tahu, seberapa besar rasa kecewanya terhadapku dan kejadian tadi. Namun, itu tak sepenuhnya membuat hatiku lega dan merasa puas. Kalau belum aku melihat dia dan keluarganya menderita.*"Aku pergi ke kantor dulu ya, kamu baik-baik di rumah." selepas sarapan, Mas Ari berpamitan padaku. Ia bilang akan pergi ke kantor. Ini kesempatanku untuk mengurus surat-surat berharga yang suda

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 6

    GUNDIK SUAMIKUPart 6Rasa penasaranku semakin membuncah. Hingga kuputuskan untuk diam dan tetap menguping.Dibuat bingung akan kejadian ini. Benakku terus bertanya, ada apa antara mereka orang-orang terdekatku?"Baik, nanti kita ketemu di rumah sakit." tak lama. Pak Slamet menuntup sambungan teleponnya. Lalu memasukan ponsel itu ke dalam saku celana.Rumah sakit?Siapa yang sakit?Pak Slamet bergegas menaiki motor lalu menyalakan mesinnya. Terlihat ia sedang memencet remote control pagar.Gawat jika aku sampai ketahuan. Karena pintu pagar akan segera bergeser ke araku. Cepat kulangkahkan kaki menjauh dan bersembunyi di dekat pohon bunga bougenville.Motor Pak Slamet ke luar dari pagar dan terpacu cepat ke arah barat.Tak habis akal. Lantas aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil. Rencanaku adalah, mengikuti ke mana pria tua yang kuanggap baik itu pergi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 7

    GUNDIK SUAMIKUPart 7Marisa tengah berbicara dengan wanita berbaju biru tosca. Wanita yang tak lain adalah resepsionis rumah sakit ini terlihat menjelaskan sesuatu yang penting.Seperkian menit mereka berbincang. Marisa nampak mengangguk paham dan lantas melenggang pergi.Yang menjadi pertanyaan. Pak Slamet pergi ke mana?Lelaki itu tak kunjung kelihatan juga batang hidungnya."Di mana ruangannya?"Terdengar suara yang tak asing di telinga. Lantas kuberbalik arah untuk memastikan.Buru-buru aku menyingkir dari tempat semula. Karena seseorang yang berbicara tadi membuat mata ini nyaris tak berkedip.Mas Ari, dia sedang berjalan ke arah sini bersama dengan Pak Slamet. Untung saja aku memakai masker, jadi mereka tidak mengenaliku.Ternyata Pak Slamet menjemput Mas Ari di gerbang depan. Pantas saja aku tak mendapati lelaki itu di area lobi."Silakan lewat s

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 8

    GUNDIK SUAMIKUPart 8"Sini ikut saya! Dasar penyusup!" Tarikan keras di lengan kananku membuatku terhenyak kaget.Sekilas, ekor mataku melihat ke arah ruangan tempat Mas Ari hendak melangsungkan acara ijab kabul.Mereka semua yang ada di dalam melihat ke arah sini.Beruntung, dua orang satpam tadi langsung menyeretku menjauh dari depan pintu tempat aku menguping.Sengaja aku menurut saja, kala dua satpam berseragam lengkap ini membawaku entah ke mana. Ya, karena untuk menghindari Mas Ari melihat apa yang sedang terjadi di luar.Mungkin aku gagal untuk menggagalkan pernikahan Mas Ari, tapi biarlah. Setidaknya aku tidak tertangkap basah oleh mereka."Ikut saya ke kantor!" Salah satu satpam mengomel sembari memeganggi tanganku."Nggak usah narik-narik! Saya bisa jalan sendiri." ketusku tak terima.Lagian, kenapa mereka bisa tahu kalau aku sedang menguping di situ

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 9

    GUNDIK SUAMIKUPart 9Duh, gawat! Gimana kalau Mas Ari nekat ingin membuka maskerku?"Anda tidak bisa bertindak seenaknya begini!" sergah satpam yang tadinya menyebalkan, kini jadi seolah membelaku. Cepat ia berdiri di depan Mas Ari, menghalangi posisiku yang masih terduduk di kursi."Eh, apa-apaan kau ini! Minggir! Saya mau lihat, bagaimana wajah perempuan ini." sanggah Mas Ari bersikeras mendorong lengan satpam paksa."Anda minggir, atau mau saya laporkan pihak rumah sakit atas tuduhan kegaduhan yang Anda perbuat." Satpam itu lantas mendorong tubuh Mas Ari ke luar dan menutup pintu."Arrgh! Dasar satpam belagu!" umpat Mas Ari dari balik pintu. Sebelum ia melenggang pergi, ia memukul daun pintu terlebih dulu. Lalu melangkah jengah dengan wajah merah padam dan gigi yang saling mengerat rapat. Terlihat dari jendela kaca di ruangan ini."Vina, kamu nggak pa-pa 'kan?" Reflek aku mendongak, mendengar satpam ini mem

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 10

    GUNDIK SUAMIKUPart 10Gegas kututup pintu kamar mandi dan melangsungkan acara mandi secepat mungkin.Tersenyum penuh kemenangan aku malam ini, karena menggagalkan rencana Mas Ari.Kutepis segala macam pikiran yang sedari tadi memutar di kepala. Dan lantas menyudahi acara mandiku.Kulihat Mas Ari yang kini beralih duduk di sofa. Tak lupa, kumatikan lampu kamar mandi terlebih dulu seusai menutup pintu.Wajah Mas Ari yang tadi cerah, mendadak kelabu. Ya, aku tahu, mungkin dia merasa sebal dan jengkel karena ulahku yang hendak ikut lembur dengannya. Aku hanya ingin tahu, apakah dia benar lembur? Atau akan menghabiskan malam ini bersama gundiknya. Seperti yang kuperkirakan tadi."Mas, tunggu ya, aku dandan dulu, bentar." kataku seraya duduk di depan meja rias dan mulai mepoleskan beberapa alat kecantikan yang tergelak di depanku."Hem ...." ia hanya berdahem. Lalu menghunuskan napas panjang

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   Bab 11

    GUNDIK SUAMIKUPart 11"Kamu kenapa, Vin?" Mas Ari langsung panik dan menegurku."Aku nggak pa-pa kok, Mas. Mungkin masuk angin aja.""Ya udah kita pulang aja. Aku nggak mau kau sakit.""Kalau kita pulang, lalu gimana Mas makanannya?" kataku sesekali membungkam mulut karena tak tahan dengan aroma steak yang masih mengepul. Serasa berdenyut kepala ini. Aneh sekali, padahal makanan ini kesukaanku. Namun malam ini, aku sangat membencinya."Mbak, makanannya dibungkus aja ya, mana billnya sekalian?" Pelayan yang masih berdiri di tempat ini. Lantas mengangguk dan membawa makanan ini ke belakang."Mas, aku ke mobil dulu ya, nggak tahan." Gegas aku berdiri dan menenteng tasku menuju mobil."Iya, Sayang."Sepetu heels setinggi lima senti yang kukenakan berdecit di lantai seiring langkah yang kupercepat.Bugh!Sebuah ponsel jatuh kala aku tak sengaja menabrak sese

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17

Bab terbaru

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   ENDING

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 65"Duh, maaf ya, Mas. Saya nggak sengaja," ucapku segera ikut tertunduk memunguti barang-barang yang berupa makanan ringan tersebut.Aku dan orang yang tadi kutabrak menggunakan troli itu sama sama tercengang ketika saling tatap."Kamu!" ucapku tertahan. Bisa-bisanya ya, aku juga ketemu dia di sini."Bu Vina, bisa-bisanya ya kita ketemu juga di sini?" Perkataan William mewakili apa yang aku katakan dalam hati."Haduh, nggak di kantor, enggak di mall. Semua ketemunya sama kamu kamu aja Will." Aku bersungut."Lagian sih, Bu Vina kenapa na

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   64

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 64"Papaku meninggal Vin. Barusan aku dapat telepon dari pihak rumah sakit. Katanya mamaku yang menyuruh pihak rumah sakit buat melepaskan semua alat medis yang dipakai Papa karena kami sudah tidak mampu membayar.""Innalilahi wainnailaihi rojiun," ucapku dengan dada yang berdegup cepat. Teringat pada masanya aku pernah ditinggalkan Ibu pulang ke Rahmatullah.Isak tangis terdengar dari sambungan telepon."Jess, ini sekarang kamu lagi ada di mana? Masih ada di kontrakan 'kan? tanyaku juga panik."Iya, Vin. Aku mau ke rumah sakit tapi aku nggak punya uang buat naik ojek."Aku menghela napas. Ya Allah, tadi aku lupa nggak ninggalin uang buat Jessica."Kamu tunggu aku ya, jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke kontrakan kamu

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   63

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 63Jessica langsung menutup wajah dan meletakan ponsel yang masih menyala itu di atas kasur. Aku heran dengan perangai anehnya.Lekas kulihat gawai itu dan membaca pesan di sana. Begitupun sebuah foto testpack bergaris dua yang dikirim seseorang.Nomor bernama Mama itu yang mengirimkan foto alat tes kehamilan dengan garis dua dengan pesan bertuliskan.[Jessica! Ini apa maksudnya?! Mama menemukan testpack ini di tempat sampah kamar kamu.]

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   62

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 62"Di jalan Cempaka dekat dengan toko kue."Degh!Jalan Cempaka? Dekat dengan toko kue? Jangan-jangan …."Kamu kenapa Vin?""Hah, apa?!" Aku terhenyak saat Jessica mengibaskan tangan di depanku. Ah, pasti tadi aku melamun karena memikirkan nama jalan itu."Kok kamu ngelamun?" Jessica menatapku heran."Eh, enggak pa-pa kok. Oya, kamu sudah puas belum jenguk papamu? Kalau sudah ayo kita ke rumahku, soalnya udah mau malam."

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   61

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 61Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sebegitu tahunya Jessica tentang hidupku juga sekitarku."Vina, dosa nggak sih kalau aku menggugurkan bayi haram ini?""Astaghfirullahaladzim, Jessica!"Aku sontak beristighfar mendengar pertanyaan konyol dari Jessica. Bisa-bisanya dia berpikiran hal bodoh begitu."Katanya kamu seorang Islam. Kalau kamu muslim, pasti kamu tahu hal itu dosa apa enggak." Kucetuskan dengan tegas."Tapi aku sama sekali nggak menginginkan anak ini lahir Vin. Kamu nggak tahu gimana rasanya jadi aku." Jessica protes. Dan

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   60

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 60Menjalani hari-hari kami masing-masing tanpa bertutur sapa lagi seperti sebelumnya.Mataku berkaca-kaca, menatap seonggok cincin berkilau yang Panji berikan padaku. Aku akan menjaganya, sebagaimana pesan yang ia katakan sebelum pergi.Aku masih berdiri dengan tubuh kaku seolah berat untuk beranjak pergi meninggalkan bandara ini.Punggung Panji semakin jauh dan jauh. Meski samar terlihat ia menoleh ke arah sini. Itu tidak akan membuat perpisahan kami tertunda.Selamat jalan, kasih. Semoga kau segera bisa lekas sembuh dan bisa berlari lagi mengejar apa yang belum tersampaikan. Aku berdoa dalam diam. M

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   59

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 59Aku reflek menyentuh pelipis ini.Jika Panji sudah dibawa ke luar negeri. Itu artinya aku telah gagal menyingkap kebusukan yang selama ini mengancam keluarga Panji."Kalau ada hal yang ingin disampaikan, bisa bilang ke saya Mbak." Ibu-ibu yang sepertinya asisten rumah tangga Panji itu membuatku lekas menatapnya."Nggak ada, Bu. Terimakasih ya, saya permisi dulu." Aku berpamitan. Namun langkah ini terhenti saat terdengar ada deru mesin mobil yang melipir di depan rumah mewah Panji.Sesosok wanita muda ke luar dari sana.Mataku memincin

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   58

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 58"Berhenti! Saya mau ketemu Vina!" Teriakan Panji kudengar pilu. Meski ia sudah jauh, tapi para perawat yang mendorong brankar tempat ia berbaring enggan menghentikan roda bulatnya walau sebentar saja. Pun keluarga Panji yang melintasi aku semua melemparkan tatapan sinis.Aku ingin mengejarnya. Tapi ….Tapi itu jelas tak mungkin. Biarlah, toh masalahku dengan Panji telah selesai. Dia akan menikah dengan wanita pilihan ibunya. Namun jika ingat niatan busuk gadis itu mau nikah sama Panji, ada sesuatu yang mendorongku untuk ingin mencegahnya.Lalu, apa yang akan aku lakukan? Jika aku mencegahnya pun akan sia-sia. Mamanya Panji terlalu benci terhadap

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   57

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 57Siapa tahu video ini nanti akan berguna. Aku membatin."Heh, Vina! Kenapa kamu lama banget?!"Aku telonjak kaget. Mama menepuk pundakku hingga HP yang hampir masuk ke dalam tas itu nyaris jatuh ke lantai.Cepat kutarik Mama agak menjauh dari tempat aku menguping. Takut gadis setan dan mamanya itu melihat keberadaanku karena ulah Mama yang mengagetkan."Mama kenapa nganggetin aku sih?!" protesku sembari menautkan alis."Ya kamu sih, lama banget nebus obatnya. Papamu udah disuruh minum tuh obat sama Dokter Vina, eh kamu malah nggak balik-bali

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status