GUNDIK SUAMIKU
Part 25
"Vin, gimana? Udah kedetek belum letak HP kamu?" tanyanya sambil mengemudi.
"Bentar, masih loading." Mataku tak beralih menatap layar pipih itu. "udah ketemu, Pan. Lihat." Aku menunjukan gawai ini pada Panji.
"Bagus! Kamu lihat aja terus titik kecil yang berjalan itu. Kalau sesuai dengan jarak yang Mbok Darmi tuju. Berarti benar, maling itu ada sangkut pautnya sama Mbok Darmi."
Hebat juga aplikasi ini. Tak perlu menunggu lama, ponselku dapat diketahui keberadaannya.
Mobil yang aku tumpangi bersama Panji melaju sangat pelan. Ia sengaja menjaga jar
GUNDIK SUAMIKU PART 26 "Kamu tunggu sini ya, jangan ke mana-mana. Nanti kamu ikutan kalau warga udah pada datang." Panji memintaku untuk tetap berada di dalam mobil. "Siap." Kuiyakan dan ia lantas segera pergi. Panji memilih berlari menuju pemukiman warga yang letaknya bersebelahan dengan jalan arah gudang ini. Mungkin butuh waktu beberapa menit. Apa lagi tadi sebelum ke sini, aku sempat melihat warung kopi di dekat perempatan jalan. Warung itu lumayan ramai, banyak pria berbeda umur sedang santai sambil menikmati cangkir mereka masing-masing. Aku menunggu dengan
GUNDIK SUAMIKUPART 27Aku menuliskan nama lengkap beserta alamat rumah mama mantan mertuaku."Tunggu ya, tulisan ini nanti akan di print untuk membuat surat penangkapan kepada pihak tersangka." kata pak Polisi menyerahkan secarik kertas yang kutulis pada anggota lainnya."Apa Marisa juga terlibat dengan kejahatan yang kalian perbuat?" tanyaku pada kedua orang tak tahu diri itu."Tidak, Nyonya!" Mbok Darmi menjawab lantang."Beneran nggak ikut? Mendingan jawab jujur aja deh, daripada makin berat hukumannya," tandasku agar mbok Darmi mengatakan yang sejujurnya. Aku pun
GUNDIK SUAMIKUPART 28Gegas aku dan Panji turun setelah mobil berhenti."Kalian kenapa nangis?" tanyaku panik."Kami diusir dari kontrakan, Kak." jawab mereka sambil menyeka air mata."Loh, kok bisa? Marisa mana?" Kuedarkan pandangan ke arah pintu rumah yang tengah tertutup."Nggak tahu, Kak. Dari kemarin kami nggak lihat Ibu Marisa," kata anak lelaki berkaos putih. Kuperkirakan umurnya sekitar delapan tahun."Duh, kemana ya dia?" gumamku pelan. "udah ya, kalian jangan nangis lagi. Di sini ada Kakak." Aku mencoba m
GUNDIK SUAMIKUPART 29Tanganku bergetar sambil menggenggam batang ponsel. Mata ini terpaku menatap kosong ke depan. Tak menyangka atas apa yang barusan kudengar. Bahwa mantan mertuaku meninggal dunia?Kucoba menguasai diri untuk tetap tenang. Meski dalam dada berkecamuk hebat. Ada rasa campur aduk di sana. Entahlah, tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata."Gimana kronologinya, Pak? Kenapa bisa Bu Mely gantung diri?" tanyaku dengan bibit bergetar."Besok Ibu datang saja ya, ke rumah sakit Djoyo Kusumo. Pihak kepolisian sedang menyelidiki. Sambil menunggu hasil autopsi jasadnya Almarhumah Bu Mely. Besok akan kami jelaskan." Suara pria ini te
GUNDIK SUAMIKUPART 30Aku tercengang dengan perasaan yang entah. Masih tak percaya dengan apa yang aku baca."Vina, kamu kenapa?" kata Panji membuatku berusaha menguasai diri."Baca suratnya, Pan." Kusodorkan selembar kertas putih tanpa garis itu pada Panji tanpa melihatnya.Ia menerimanya.Beberapa saat, ia lantas duduk di sampingku."Tunggu, aku masih nggak ngerti Vina! Sama surat yang ditulis sama ibunya Ari. Maksud dia … Marisa udah nggak ada di dunia ini lagi?" Ia bertanya. Perangainya terli
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKUPART 34Detik-detik mas Ari mulai membuka mata.Tak lupa ia selalu menyuguhkan senyum lalu mengedarkan pandangan.Ekspresinya seketika berubah. Kala melihat siapa yang berada di sampingku."Vina! Kenapa lelaki ini ada di sini?" tanyanya spontan. "aku nggak salah lihat 'kan?" tambahnya seraya mengusap-usap kelopak matanya."Kamu nggak salah lihat kok, Mas," sahutku membenarkan."Ngapain dia ada di sini? Kamu ke sini sama dia kah?" Mas Ari nyeletuk tanpa jeda.
GUNDIK SUAMIKUPart 32"Tenang, Mas!"Mas Ari menjambak rambutnya frustrasi. Aku hanya bisa berusaha menenangkannya.Tentu berat sebagai mas Ari, ditinggalkan dua orang terdekatnya tanpa terduga. Semoga dia bisa sabar menghadapi semua ini, seiring berjalannya waktu.Aku dan Panji membiarkan mas Ari sibuk dengan pikirannya. Aku tak mencetuskan apa-apa lagi, begitupun dengan Panji. Kami saling diam sampai pada akhirnya hampir tiba di perempatan jalan.Di mana itu belok ke kanan adalah jalan menuju rumahku."Ari, kamu mau aku antar ke mana?" tanya Panji sembari menepikan mobilnya."Antar aku ke rumah ibunya Marisa. Aku butuh penjelasan darinya," tukas mas Ari datar."Baiklah," balas Panji dan langsung melanjutkan perjalanan ke arah lurus.Setibanya di area perumahan komplek. Bangunan dengan cat yang sudah mengelupas menyam
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKUPART 33Berkecamuk sekali dada ini penuh dengan pertanyaan yang terus mendesak.Pasti pemilik rumah ini tahu tentang foto itu.Tanganku mengepal penuh keringat. Menunggu kedatangan Bu Marni yang tak lama datang dari arah belakang."Ini tehnya, silakan diminum. Maaf saya tidak punya makanan yang enak," kata wanita itu sembari meletakkan tiga cangkir berisi teh di atas meja."Bu, sebelumnya saya mau tanya mengenai foto ini. Siapa anak kecil ini, Bu?" tanyaku menunjuk ke arah pigura."Em, itu … Kakak
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 65"Duh, maaf ya, Mas. Saya nggak sengaja," ucapku segera ikut tertunduk memunguti barang-barang yang berupa makanan ringan tersebut.Aku dan orang yang tadi kutabrak menggunakan troli itu sama sama tercengang ketika saling tatap."Kamu!" ucapku tertahan. Bisa-bisanya ya, aku juga ketemu dia di sini."Bu Vina, bisa-bisanya ya kita ketemu juga di sini?" Perkataan William mewakili apa yang aku katakan dalam hati."Haduh, nggak di kantor, enggak di mall. Semua ketemunya sama kamu kamu aja Will." Aku bersungut."Lagian sih, Bu Vina kenapa na
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 64"Papaku meninggal Vin. Barusan aku dapat telepon dari pihak rumah sakit. Katanya mamaku yang menyuruh pihak rumah sakit buat melepaskan semua alat medis yang dipakai Papa karena kami sudah tidak mampu membayar.""Innalilahi wainnailaihi rojiun," ucapku dengan dada yang berdegup cepat. Teringat pada masanya aku pernah ditinggalkan Ibu pulang ke Rahmatullah.Isak tangis terdengar dari sambungan telepon."Jess, ini sekarang kamu lagi ada di mana? Masih ada di kontrakan 'kan? tanyaku juga panik."Iya, Vin. Aku mau ke rumah sakit tapi aku nggak punya uang buat naik ojek."Aku menghela napas. Ya Allah, tadi aku lupa nggak ninggalin uang buat Jessica."Kamu tunggu aku ya, jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke kontrakan kamu
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 63Jessica langsung menutup wajah dan meletakan ponsel yang masih menyala itu di atas kasur. Aku heran dengan perangai anehnya.Lekas kulihat gawai itu dan membaca pesan di sana. Begitupun sebuah foto testpack bergaris dua yang dikirim seseorang.Nomor bernama Mama itu yang mengirimkan foto alat tes kehamilan dengan garis dua dengan pesan bertuliskan.[Jessica! Ini apa maksudnya?! Mama menemukan testpack ini di tempat sampah kamar kamu.]
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 62"Di jalan Cempaka dekat dengan toko kue."Degh!Jalan Cempaka? Dekat dengan toko kue? Jangan-jangan …."Kamu kenapa Vin?""Hah, apa?!" Aku terhenyak saat Jessica mengibaskan tangan di depanku. Ah, pasti tadi aku melamun karena memikirkan nama jalan itu."Kok kamu ngelamun?" Jessica menatapku heran."Eh, enggak pa-pa kok. Oya, kamu sudah puas belum jenguk papamu? Kalau sudah ayo kita ke rumahku, soalnya udah mau malam."
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 61Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sebegitu tahunya Jessica tentang hidupku juga sekitarku."Vina, dosa nggak sih kalau aku menggugurkan bayi haram ini?""Astaghfirullahaladzim, Jessica!"Aku sontak beristighfar mendengar pertanyaan konyol dari Jessica. Bisa-bisanya dia berpikiran hal bodoh begitu."Katanya kamu seorang Islam. Kalau kamu muslim, pasti kamu tahu hal itu dosa apa enggak." Kucetuskan dengan tegas."Tapi aku sama sekali nggak menginginkan anak ini lahir Vin. Kamu nggak tahu gimana rasanya jadi aku." Jessica protes. Dan
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 60Menjalani hari-hari kami masing-masing tanpa bertutur sapa lagi seperti sebelumnya.Mataku berkaca-kaca, menatap seonggok cincin berkilau yang Panji berikan padaku. Aku akan menjaganya, sebagaimana pesan yang ia katakan sebelum pergi.Aku masih berdiri dengan tubuh kaku seolah berat untuk beranjak pergi meninggalkan bandara ini.Punggung Panji semakin jauh dan jauh. Meski samar terlihat ia menoleh ke arah sini. Itu tidak akan membuat perpisahan kami tertunda.Selamat jalan, kasih. Semoga kau segera bisa lekas sembuh dan bisa berlari lagi mengejar apa yang belum tersampaikan. Aku berdoa dalam diam. M
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 59Aku reflek menyentuh pelipis ini.Jika Panji sudah dibawa ke luar negeri. Itu artinya aku telah gagal menyingkap kebusukan yang selama ini mengancam keluarga Panji."Kalau ada hal yang ingin disampaikan, bisa bilang ke saya Mbak." Ibu-ibu yang sepertinya asisten rumah tangga Panji itu membuatku lekas menatapnya."Nggak ada, Bu. Terimakasih ya, saya permisi dulu." Aku berpamitan. Namun langkah ini terhenti saat terdengar ada deru mesin mobil yang melipir di depan rumah mewah Panji.Sesosok wanita muda ke luar dari sana.Mataku memincin
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 58"Berhenti! Saya mau ketemu Vina!" Teriakan Panji kudengar pilu. Meski ia sudah jauh, tapi para perawat yang mendorong brankar tempat ia berbaring enggan menghentikan roda bulatnya walau sebentar saja. Pun keluarga Panji yang melintasi aku semua melemparkan tatapan sinis.Aku ingin mengejarnya. Tapi ….Tapi itu jelas tak mungkin. Biarlah, toh masalahku dengan Panji telah selesai. Dia akan menikah dengan wanita pilihan ibunya. Namun jika ingat niatan busuk gadis itu mau nikah sama Panji, ada sesuatu yang mendorongku untuk ingin mencegahnya.Lalu, apa yang akan aku lakukan? Jika aku mencegahnya pun akan sia-sia. Mamanya Panji terlalu benci terhadap
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 57Siapa tahu video ini nanti akan berguna. Aku membatin."Heh, Vina! Kenapa kamu lama banget?!"Aku telonjak kaget. Mama menepuk pundakku hingga HP yang hampir masuk ke dalam tas itu nyaris jatuh ke lantai.Cepat kutarik Mama agak menjauh dari tempat aku menguping. Takut gadis setan dan mamanya itu melihat keberadaanku karena ulah Mama yang mengagetkan."Mama kenapa nganggetin aku sih?!" protesku sembari menautkan alis."Ya kamu sih, lama banget nebus obatnya. Papamu udah disuruh minum tuh obat sama Dokter Vina, eh kamu malah nggak balik-bali