“Apa kau serius, Christian?” Laura menatap tak percaya pada sang suami.
“Apa kau pernah melihatku bercanda?”“Um, maksudku apakah menurutmu aku aku layak dan … ini terlalu berlebihan.” Laura memasukkan satu suap makanan ke mulutnya.“Kenapa? Kau harus percaya diri bila memang merasa memiliki potensi. Tak ada salahnya mencoba. Aku akan membantu dalam beberapa hal. Kau mengurus yang lain sesuai keahlianmu.” Christian begitu tenang, saat berkata demikian. Dia tak pernah terlihat seperti itu selama Laura mengenalnya.“Pertimbangkan saja dulu. Aku akan memulai semua setelah mendapat keputusan darimu,” saran Christian, setelah beberapa saat tak ada percakapan antara dirinya dengan sang istri.“Iya. Baiklah.”Setelah makan siang usai, Laura kembali ke kamar. Berhubung tak ada apa pun yang bisa dikerjakan, wanita itu akhirnya melakukan sesuatu yang tidak penting. Laura iseng membuka susunan laci di meja sebelah tempat tidur, berhar“Memangnya kenapa? Aku sudah terbiasa datang dan pergi kemari tanpa harus meminta izin terlebih dulu padamu. Bukankah kau tidak masalah dengan hal itu?” Chelsea menautkan sepasang alisnya yang indah. “Kau tahu sekarang aku sudah menikah. Selain itu, aku juga membawa Laura tinggal di sini,” balas Christian datar, seakan tanpa beban sama sekali. “Apa?” Chelsea membelalakkan mata karena terkejut. “Kau membawa wanita itu kemari? Kenapa tidak mengatakannya padaku?” Chelsea menatap tajam Christian yang bertelanjang dada dengan rambut sedikit acak-acakan. Dia seakan bisa menebak sesuatu. Bibir model cantik itu bergetar menahan perasaan yang berkecamuk dalam dada. “Di mana dia, Christian?” tanyanya pelan, tetapi penuh penekanan. Christian tidak menjawab. Dia menatap Chelsea sejenak, sebelum membuka pintu sedikit lebih lebar. Seketika, jantung Chelsea seperti berhenti berdetak. Wanita cantik berambut cokelat itu berdiri membeku, melihat Laura ada di te
“Terima kasih, Tuan Bellingham,” balas Laura sopan, dengan nada bicara yang terdengar sangat lembut. “Sebenarnya, aku masih harus banyak belajar karena belum pernah mengelola perusahaan. Semoga aku tidak mengalami banyak tekanan. Apalagi, M&C Factory sudah memiliki nama besar dan reputasi baik di mata masyarakat.” “Seharusnya Anda tak perlu khawatir secara berlebihan, Nyonya. Tuan Lynch adalah pengusaha hebat. Dia masuk dalam jajaran sepuluh pengusaha muda paling bersinar setiap tahunnya. Kurasa, Tuan Lynch tak akan membiarkan istrinya berada dalam tekanan.” “Tentu saja. Anda benar sekali.” Laura tersenyum, seraya menoleh sekilas kepada Lewis. Namun, dia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain karena pria itu tengah menatapnya. Laura menjadi risi. “Aku juga akan melakukan hal sama andai menjadi Tuan Lynch,” ucap Lewis pelan. Laura tak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia hanya tersenyum. Sesaat kemudian, wanita cantik tadi seperti teringat
“A-apa? Mengandung?” ulang Chelsea tak percaya. Dr. Campbell mengangguk. “Untuk lebih jelas lagi, sebaiknya Anda membuat janji dengan dokter kandungan. Aku akan merekomendasikan untuk Anda. Bagaimana?” tawar pria paruh baya itu sopan. Chelsea yang masih dilanda perasaan tak percaya, hanya menanggapi dengan anggukan lemah. Hingga Dr. Campbell berpamitan, kekasih Christian tersebut masih terlihat kebingungan. “Hamil?” gumam Chelsea seraya menyentuh perut, kemudian mengusap-usapnya pelan. “Apa yang harus kulakukan?” Chelsea memaksakan diri berbaring seraya memejamkan mata. Namun, itu tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, wanita cantik berambut cokelat tersebut kembali terjaga. Hal seperti tadi terus berlangsung, hingga jam digital menampilkan angka 02.45.“Astaga.” Chelsea terkejut. Dia berusaha memejamkan mata. Bagaimanapun juga, dirinya harus memaksakan diri untuk tidur. Beberapa saat berlalu. Tanpa terasa, malam tela
“Ya, Tuhan!” pekik Laura sambil menutupi mulut karena terkejut.Begitu juga dengan Christian dan Alfred. Kedua pria tadi langsung mendekat kepada Chelsea, yang sudah tergeletak di lantai. Christian bahkan membopong tubuh wanita itu dan memindahkannya ke sofa.“Akan kupanggilkan dokter,” ucap Alfred tanpa diperintah.Christian yang tampak tegang, memberikan tanggapan dengan anggukan. Dia fokus memeriksa denyut nadi Chelsea.“Apa wanita itu baik-baik saja?” tanya Laura ikut tegang.“Entahlah. Semoga tidak ada sesuatu yang serius,” jawab Christian, seraya menoleh sekilas pada Laura yang berdiri di dekatnya, lalu kembali mengalihkan perhatian pada Chels
Setelah panggilan pertama gagal, Christian mencoba menghubungi kembali istrinya. Namun, kali ini pun sama saja. Laura tak juga menjawab telepon darinya. Christian mengembuskan napas berat dan dalam, kemudian beranjak dari tempat duduk.“Permisi, Tuan.” Seorang pelayan wanita datang menghadap dengan sikap tubuh teramat sopan. “Aku sudah menebus resep yang diberikan oleh Nona Wright.” Wanita itu memberikan obat kepada Christian.“Terima kasih. Kau boleh pergi.” Christian memeriksa terlebih dulu obat yang tadi dibeli dari apotek, sebelum dia bawa ke kamar yang ditempati Chelsea. Wanita yang terkulai lemah di tempat tidur.“Ini vitaminmu,” ucap Christian, seraya meletakkan obat tadi di meja sebelah tempat tidur. “Apa kau sudah makan?” tanya pr
“Jangan gila, Chelsea!” sergah Christian, meski tidak terlalu nyaring. “Aku tidak suka kau memanfaatkan kehamilanmu untuk mengikatku!” tegas pria itu dengan tatapan tajam.“Suka atau tidak, kau memang sudah terikat denganku. Janin dalam kandunganku ini buktinya, Christian,” balas Chelsea tak kalah tegas. “Jika kau tak mengizinkanku tinggal di sini, biarkan aku pergi sekarang juga. Aku akan ke Skotlandia dan tinggal bersama ibuku di sana. Namun, jangan harap kau bisa bertemu dengan anakmu kelak,” gertak wanita itu serius.Mendengar ucapan bernada ancaman dari Chelsea, membuat Christian terdiam beberapa saat. Dia tak boleh bertindak gegabah lagi. Namun, dirinya pun tak bisa membiarkan Chelsea berbuat sesuka hati. “Jangan main-main denganku, Chelsea!” balas Christian penuh penekanan. Ekspresin
“Apa? Dia ingin tinggal di rumahmu?” Laura menatap tak percaya. Sesaat kemudian, wanita itu menggeleng pelan. “Yang benar saja, Christian.” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. “Aku menolaknya. Aku berjanji akan bertanggung jawab dalam bentuk lain. Akan tetapi, Chelsea memilih pergi. Dia mengatakan bahwa aku tak akan pernah melihat anak yang dilahirkan nanti karena dirinya akan pindah ke Skotlandia. Bagaimana menurutmu?” Christian membalas tatapan sang istri. “Apa?” Laura menopang sebelah tangan, yang digunakan untuk memijat kening. Kepalanya terasa pusing lagi. Padahal, tadi dia sudah mulai lupa dengan masalah di rumah. “Kau akan menjadi ayah paling buruk karena tak dikenali oleh anakmu, Christian. Itu akan sangat menyakitkan,” ucap Laura, diiringi keluhan pendek. “Lalu?” Christian menaikkan sebelah alisnya. “Aku tak mungkin membawa Chelsea tinggal seatap denganmu. Itu hanya akan menempatkanku dalam masalah setiap saat. Hari ini saja kau tidak
“Apa?” Christian menatap tak percaya mendengar ucapan Laura. “Jangan main-main dengan keputusan yang kau ambil. Sebaiknya, pikirkan dulu matang-matang.” “Kau bisa memberikan syarat kepada Chelsea. Aku tak ingin jika kau sampai tidak dipertemukan dengan anakmu nanti. Itu pasti sangat buruk, Christian. Kau pun akan dihantui rasa bersalah.” Christian berdecak pelan. Pria itu berkali-kali mengembuskan napas berat dan dalam. “Ya, Tuhan,” keluhnya. “Aku … aku selalu berusaha untuk tidak membuat kesalahan, yang akan membuat diriku terlihat bodoh. Namun, lihatlah sekarang. Segalanya bahkan membuatku menjadi seperti orang paling konyol dan menyedihkan. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kau tahu kenapa?” Christian menatap lekat Laura. “Kau jauh lebih memahami dirimu,” jawab Laura. “Aku tak ingin menghakimi atau mengatakan sesuatu yang membuatmu merasa tak nyaman. Dalam beberapa waktu terakhir, kau bersikap baik dan membuatku merasa berbeda. Aku men