Beranda / Rumah Tangga / Hasrat Liar Suamiku / 73. Lekas Pulang dan Jemput Aku

Share

73. Lekas Pulang dan Jemput Aku

Penulis: Rich Ghali
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-16 15:20:39

“Dia kena typus.” Dokter berucap setelah memeriksa kondisiku.

“Kok bisa?” Robin langsung bertanya dengan nada penuh khawatir.

“Sebelumnya aku memang sudah kena typus sehabis melahirkan, kupikir tidak akan kambuh lagi, soalnya sudah diberi suntikan vaksin buat melawan virus typus.” Aku menjelaskan.

“Jangan banyak pikiran, tidur yang cukup, makan yang teratur. Biar typusnya tidak kambuh-kambuh lagi.” Lelaki bercoat putih itu memberikan nasihat.

“Kamu banyak pikiran karena apa, Sya? Karena Dewa?” Robin langsung bertanya seolah menghakimi.

Aku terdiam, dia pikir setelah apa yang terjadi aku tidak ada pikiran sama sekali? Apalagi setelah bertemu dengan Dewa di lapas, aku semakin kepikiran tentangnya. Kurasa tidak ada salahnya jika memberikan lelaki itu satu kesempatan lagi.

“Jangan dimarahi, Pak. Nasya itu sedang sakit, biarkan dia istirahat.”

Ruri selalu saja menjadi penengah setiap kali aku tengah dimarahi oleh Robin, bahkan ketika dulu masih bersama Dewa, ia selalu menjadi air yang mend
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hasrat Liar Suamiku    74. Tamat

    Robin jadi jarang di rumah setelah ia menikah. Ia lebih sering tinggal di apartemen bersama Karin. Hanya akhir pekan mereka habiskan waktu di rumah bersamaku. Karin kini telah hamil besar, tinggal menunggu waktu untuk lahiran. Jadi, perhatian Robin terpusat padanya sepenuhnya.Okta sudah mulai bisa duduk, tulangnya sudah terlihat kuat.Dari kabar yang kudengar, Dewa sudah keluar seminggu yang lalu. Namun, ia belum menemuiku seperti janjinya waktu itu. Aku tidak ingin terlalu berharap dengan mengunjungi ia di rumahnya. Biarkan saja waktu yang akan menjawab. Ia akan datang atau tidak untuk kembali melamar.Aku mengajak Okta untuk bersantai di depan teras. Berjemur seraya bermain bersama. Sebuah mobil memasuki halaman. Terparkir di tempat biasanya.Karin dan Robin turun dari mobil. Mereka selalu membawa sesuatu untuk Okta setiap kali mereka berkunjung ke sini. Okta sudah hapal akan itu. Ia selalu girang saat om dan tantenya datang. Ketiaknya selalu ia buka lebar, sebagai pertanda ingin d

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • Hasrat Liar Suamiku    1. Kepuasan Suamiku

    “Arght! Pelan-pelan!” Gerakan kasar yang dilakukan oleh Dewangga membuatku merasa sakit di beberapa titik bagian tubuh.Namun seakan tuli, suamiku itu terus saja melanjutkannya. Aku bahkan bisa merasakan beberapa helai rambut tercabut dari tempatnya menancap, sebab ia menjambak rambutku dengan begitu kuat. Entah sadar atau tidak, ia selalu saja menyiksa ketika kami tengah bercinta.Ia selalu menggila jika sudah di atas ranjang seperti ini. Hanya kepuasan dirinya sendiri yang ia pikirkan, tanpa peduli dengan kepuasan dan kondisi kesehatan pasangan.Kini Dewangga memintaku untuk mengubah posisi. Melihat wajahnya yang tampak memerah dan penuh dengan keringat, sepertinya ia akan segera mencapai puncak.“Yank.” Aku memanggil dengan sisa tenaga. Berharap agar pertempuran ini lekas berakhir. Sebab, tidak ada kenikmatan sama sekali yang aku dapatkan. Hanya ada rasa sakit dan nyeri di setiap hentakan yang ia berikan.Dewangga seketika bertumpu pada leherku. Sedikit mencekik ketika ia kembali

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Hasrat Liar Suamiku    2. Bukan Budak Seks

    Sebuah sentuhan halus di pipi membuatku terbangun dari tidur. Lelaki bermanik mata cokelat itu tersenyum saat tatapan kami saling beradu. Aku bangkit untuk duduk, terasa begitu ngilu hampir di seluruh tubuh.“Aku mau berangkat kerja.” Ia berucap dengan begitu lembut.Aku menguap beberapa kali, hanya diam ketika ia pamit.“Kalau butuh apa-apa, minta sama Ruri saja.” Selalu kalimat itu yang ia ucap ketika akan berangkat. Ada banyak pekerja di rumah ini, tapi hanya Ruri yang menjadi kepercayaannya.Aku mengangguk dengan lembut. Mendesis kecil ketika semua tubuh terasa begitu sakit. Terutama bagian selangkangan, dada, dan bahu.“Sakit?” Dewangga bertanya ketika aku mengusap lembut luka terbuka di bahu. Bekas gigitannya yang terasa begitu nyut-nyutan. Aku tidak menjawab, hanya diam karena sudah lelah dengan semua luka yang kudapat darinya setiap kali kami bercinta.Tangan kasar lelaki itu ikut memberikan usapan di bahu. “Aku akan pulang dua atau tiga hari lagi. Ponselmu harus selalu stanby

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Hasrat Liar Suamiku    3. Foto Mesum

    “Jangan, Sya, nanti Tuan Dewa marah.” Ruri memberikan peringatan agar aku tidak menghadiri acara reuni yang sudah kujanjikan. Namun, rasa memberontak sudah terlalu di puncak kepalaku.“Kalau gak ada yang ngasih tau, dia gak bakalan tau.” Aku membantah. Tidak ingin mengikuti perintahnya, juga melanggar larangan Dewangga agar tidak keluar rumah.“Aku gak mau tanggung jawab ya kalau ada apa-apa.” Ia mengancam, berkata lepas tangan jika seandainya nanti terjadi masalah setelah aku keluar rumah.“Kamu kan punya power di rumah ini, jadi kamu handle yang lainnya biar gak ada yang berani buka suara.” Aku memberikan saran.“Tuan Dewa itu udah percaya banget sama aku, masa aku khianati kepercayaannya.” Ia terlihat berat untuk melakukan.“Ayolah, kita bestie kan?” Aku terus merayu agar diberi akses untuk keluar hari ini.Ruri berdecak kesal, meski ia terlihat enggan untuk mengizinkan, tetap saja ia memberi jalan agar aku bisa keluar. Seluruh pekerja ia panggil untuk berkumpul. Diberinya mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Hasrat Liar Suamiku    4. Gaya Baru

    “Argth! Lebih cepat, Sayang, lebih cepat!” Dewangga mendesah dengan wajah memerah.Kugigit bibir bawah untuk menikmati aktivitas yang tengah kami lakukan sekarang. Mencari kepuasan dengan tangan masing-masing, sebab ia yang masih berada jauh di sana ingin melampiaskan nafsunya.“Yeah, faster Baby, faster.” Ceracauannya terus terdengar dari dalam ponsel.Tidak bisa dipungkiri jika aku lebih suka seperti ini daripada disentuh secara langsung olehnya. Aku lebih bisa menikmati setiap gerakan jari yang menggesek area terlarang. Meningkatkan adrenalin, membuat darah putih naik ke puncak kepala.Aku hampir mencapai puncak ketika ia lebih dulu melakukan pelepasan. Desahannya terdengar penuh kepuasan.Aku menyusul kemudian, merasa seluruh sendi terlepas karena mencapai orgasme yang sudah lama tidak kurasakan. Aku tumbang, mengatur napas yang ngos-ngosan. Merasa panas dengan tubuh bugil, sementara AC tetap menyala sedari tadi.“Kau puas?” Suamiku itu bertanya dengan loadspeaker ponsel yang meny

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Hasrat Liar Suamiku    5. Mama Minta Cucu

    Aku tengah asyik menonton DVD bersama Ruri saat salah satu pelayan berkata bahwa ibu mertuaku telah tiba. Hal yang paling tidak aku sukai di dunia ini adalah saat harus berurusan dengannya. Jangankan bertemu secara langsung dengannya, mendengar namanya saja sudah membuatku begitu muak. Ternyata tidak semua orang kaya itu memiliki attitude yang baik. Tidak semua orang yang berpendidikan itu tahu bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain.“Bawa santai saja, kalau dikatain gak usah dimasukin ke hati.” Ruri berkata seolah ia bisa membaca pikiranku.Aku hanya berdehem kecil, bangkit berdiri dan meminta lelaki itu untuk mematikan DVD.Wanita dengan pakaian serba branded itu telah duduk di sofa saat aku turun dari kamar. Wajah angkuhnya langsung menyambut kedatanganku. Kipas putih dengan bulu-bulu angsa itu tidak pernah lepas dari tangannya. Ia mengibas-ngibaskan kipas saat menatapku dari atas hingga bawah. Menatap secara saksama, seolah tengah menilai penampilan menantunya.Aku tidak in

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Hasrat Liar Suamiku    6. Instruktur Mesum

    “Sya, ada paket.” Ruri berkata seraya menyerahkan sebuah paket yang dibungkus dengan kotak berukuran sedang. Tidak terlalu kecil, juga tidak terlalu besar.“Dari siapa?” Aku mengerutkan kening menerima kotak yang ia sodorkan.“Dari Tuan Dewa kayaknya.” Lelaki gemulai itu mengambil posisi tepat di sisi kananku saat aku mulai membuka kotak yang dibungkus dengan plastik dan bubble wrap.Sekarang aku baru ingat dengan ucapannya waktu itu. Tertarik dengan kostum cosplay dan membelinya untuk kukenakan saat ia pulang nanti. Malam nanti ia akan tiba, otomatis barang yang baru kupegang ini harus kukenakan.“Minta dibawa ke loundry, pilih yang kilat. Soalnya Dewa minta aku make ini pas dia pulang nanti.” Aku memberikan perintah pada Ruri.“Apa ini?” Lelaki itu membentangkan gaun mini kostum kucing dengan warna putih hitam. Tanpa lengan, juga panjang hanya sejengkal di bawah pangkal paha. Ada bendo menyerupai telinga kucing, juga ekor yang cukup panjang. Gaun, bendo, dan ekor semuanya senada, ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Hasrat Liar Suamiku    7. Wanita Pilihan Ibu Mertua

    Aku tidak pernah tahu jika Ruri memiliki tenaga sebesar itu. Sering memang ia menunjukkan sisi kelakian saat di hadapan para pekerja lainnya. Namun, jarang sekali ia menunjukkan kekuatan yang ia punya. Aku speechless dibuatnya.“Gimana?” Aku masih menunggu jawaban dari Ruri.“Aman, orang cuma dipukul pelan kok.” Ia mulai lebih santai dari sebelumnya setelah ia tahu kondisi wanita itu.Syukurlah, aku membatin. Sebab takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan.Ruri membawa Viona ke dalam gendongan, kemudian melangkah menuju keluar ruangan. Aku mengekor di belakang. Para pekerja lain yang melihat, bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi.Viona dibaringkan di atas sofa. Kami duduk menunggu di sofa yang lain. Menanti sambil mengamati, barangkali ia hanya pura-pura pingsan. Sebab, aku yakin fisiknya tidak selemah itu. Meskipun bekas hantaman Ruri masih meninggalkan jejak di wajahnya.Terdengar suara ponsel dari atas meja. Aku meraih, berpikir jika itu adalah ponselku. Barangkali De

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23

Bab terbaru

  • Hasrat Liar Suamiku    74. Tamat

    Robin jadi jarang di rumah setelah ia menikah. Ia lebih sering tinggal di apartemen bersama Karin. Hanya akhir pekan mereka habiskan waktu di rumah bersamaku. Karin kini telah hamil besar, tinggal menunggu waktu untuk lahiran. Jadi, perhatian Robin terpusat padanya sepenuhnya.Okta sudah mulai bisa duduk, tulangnya sudah terlihat kuat.Dari kabar yang kudengar, Dewa sudah keluar seminggu yang lalu. Namun, ia belum menemuiku seperti janjinya waktu itu. Aku tidak ingin terlalu berharap dengan mengunjungi ia di rumahnya. Biarkan saja waktu yang akan menjawab. Ia akan datang atau tidak untuk kembali melamar.Aku mengajak Okta untuk bersantai di depan teras. Berjemur seraya bermain bersama. Sebuah mobil memasuki halaman. Terparkir di tempat biasanya.Karin dan Robin turun dari mobil. Mereka selalu membawa sesuatu untuk Okta setiap kali mereka berkunjung ke sini. Okta sudah hapal akan itu. Ia selalu girang saat om dan tantenya datang. Ketiaknya selalu ia buka lebar, sebagai pertanda ingin d

  • Hasrat Liar Suamiku    73. Lekas Pulang dan Jemput Aku

    “Dia kena typus.” Dokter berucap setelah memeriksa kondisiku.“Kok bisa?” Robin langsung bertanya dengan nada penuh khawatir.“Sebelumnya aku memang sudah kena typus sehabis melahirkan, kupikir tidak akan kambuh lagi, soalnya sudah diberi suntikan vaksin buat melawan virus typus.” Aku menjelaskan.“Jangan banyak pikiran, tidur yang cukup, makan yang teratur. Biar typusnya tidak kambuh-kambuh lagi.” Lelaki bercoat putih itu memberikan nasihat.“Kamu banyak pikiran karena apa, Sya? Karena Dewa?” Robin langsung bertanya seolah menghakimi.Aku terdiam, dia pikir setelah apa yang terjadi aku tidak ada pikiran sama sekali? Apalagi setelah bertemu dengan Dewa di lapas, aku semakin kepikiran tentangnya. Kurasa tidak ada salahnya jika memberikan lelaki itu satu kesempatan lagi.“Jangan dimarahi, Pak. Nasya itu sedang sakit, biarkan dia istirahat.”Ruri selalu saja menjadi penengah setiap kali aku tengah dimarahi oleh Robin, bahkan ketika dulu masih bersama Dewa, ia selalu menjadi air yang mend

  • Hasrat Liar Suamiku    72. Aku Ingin Rujuk

    “Tunggu sebentar, Saudara Dewa sedang sholat.” Ucapan lelaki berseragam polisi itu membuatku tersentak. Sholat katanya? Sejak kapan Dewa ingat Tuhan? Selama kami menikah, tidak pernah sekali pun aku melihatnya melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba terhadap Tuhannya.Dadaku terasa menghangat. Aku lupa kapan terakhir kali aku sholat. Entah aku masih ingat setiap bacaan sholat. Sudah lama sekali rasanya aku tidak menunaikan kewajiban.Kutatap wajah Okta lamat-lamat. Aku tidak ingin ia hidup sepertiku yang lupa akan Tuhannya. Aku ingin ia tumbuh menjadi anak yang berbakti, tahu tata krama dan budi pekerti. Juga tahu kewajibannya sebagai umat beragama.Okta tersenyum menatap, senyumnya sangat manis meskipun giginya belum ada yang tumbuh. Ia berusaha menggapai-gapai wajahku. Aku ikut tersenyum melihat tingkahnya yang lucu.“Nasya.” Panggilan lembut itu membuatku menoleh pada sumber suara. Aku mematung menatap ia yang tengah mengenakan sarung dan juga kopiah putih penutup kepala. Tern

  • Hasrat Liar Suamiku    71. Bertengkar Dengan Robin

    Pernikahan Robin dan Karin tinggal seminggu lagi. Semuanya sudah dipersiapkan dengan sangat matang. Mereka sudah fitting baju, undangan sudah dicetak, juga sudah bayar uang catering.Beberapa hari ini Ruri selalu datang ke rumah karena permintaan Robin. Katanya ingin membantu mempersiapkan semua keperluan yang masih kurang. Terasa sedikit canggung ketika kami melakukan hal secara bersama-sama.“Okta sudah semakin pintar sekarang.” Ia berucap menatap Okat yang suda belajar tengkurap.Aku hanya tersenyum menatap.“Surat cerai kamu sama Dewa sudah keluar?” Ia menatapku dengan serius.Aku menghela napas dengan berat, “Sudah.”“Nikah yuk, Sya.” Tatapannya semakin serius menatap.Lagi, aku menghela napas dengan berat.“Aku belum siap untuk itu. Kurasa aku tidak akan menikah lagi, mungkin.” Aku menjawab dengan ragu. Memulai hubungan dengan orang baru setelah gagal di hubungan sebelumnya rasanya akan sangat sulit. Aku tidak ingin gagal untuk yang kedua kali.“Aku akan tunggu sampai kamu siap.

  • Hasrat Liar Suamiku    70. Meminta Restu

    “Sya!” Terdengar suara Robin yang memanggil dari arah bawah sana.Aku bangkit berdiri seraya membawa Okta ke dalam gendongan. Beranjak untuk menghampiri sumber suara.Aku berhenti melangkah, terdiam di tempat saat melihat ia membawa Karin ke rumah. Memang, ini rumah miliknya. Terserah ia membawa siapa pun ke sini, itu hak dia. Aku tidak bisa melarang, apalagi hidupku ditanggung oleh dia sepenuhnya.Robin tersenyum menatapku yang berhenti di pertengahan anak tangga. Ia melambaikan tangan agar aku menghampiri mereka di sofa sana. Karin ikut melempar senyuman. Ini pertama kali wanita itu tersenyum padaku. Entah terpaksa atau memang senyum tulus yang ia berikan.“Ayo sini!” Robin kembali memanggil karena aku hanya diam.Aku menghela napas dengan dalam, lalu kembali melangkah menuju mereka. Duduk di sofa berseberangan, berhadap-hadapan dengan mereka berdua.“Aku minta maaf karena sudah salah paham sama kamu selama ini. Aku benar-benar tidak tahu jika kau adiknya Robin. Andai aku tahu lebih

  • Hasrat Liar Suamiku    69. Dia Sedang Hamil

    POV NasyaRobin pulang menjelang sore, tampaknya ia ke kantor terlebih dahulu setelah dari pengadilan negeri. Ia membawa kantung belanjaan di tangannya saat ia kembali.“Dia dihukum setahun, sama denda cuma 50 juta.” Robin memberitahu tanpa kutanya sama sekali.Aku menghela napas dengan berat. Cukup kecewa karena hukumannya sangat singkat. Mengira ia akan dikurung minimal belasan tahun atas apa yang sudah ia perbuat.Robin menghempaskan tubuh di sisi kananku. Ia mulai membuka kantung yang ia bawa.“Tadi di jalan aku nemu ini.” Ia mengeluarkan sepasang sepatu bayi berwarna cokelat dengan corak abu muda. “Pas macet, ngeliat ke jalan nemu orang jualan.” Ia menjelaskan.Aku menarik napas berat. Meski sudah sesayang ini pada Okta, tetap saja aku belum bisa lupa pada Bara. Apalagi Robin sering kali pulang dengan membawa barang bayi.“Di mana Okta?” Ia bertanya seraya menatapku. Seketika raut wajah itu berubah, ia melipat jidat dengan sorot penuh tanya.“Di kamar, lagi tidur.” Aku menjawab s

  • Hasrat Liar Suamiku    68. Keputusan Hakim

    POV DewaAku menunggu di depan ruangan, duduk dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan. Sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan.Sidang akan dilakukan setengah jam lagi.Perasaan gelisah mulai menghampiri diri. Meskipun pengacara sudah meyakinkan bahwa aku tidak akan mendapatkan hukuman yang berat, tapi tetap saja itu membuatku merasa terbebani.“Nasya belum datang?” Mama menghampiri. Ia duduk di sisi kananku. Kali ini aku bisa merasakan kepeduliannya terhadapku. Setidaknya kasus ini memberikan sisi positif untuk hubungan kami. Kami jadi lebih sering berbicara bersama. Saling menguatkan satu dengan yang lain. Saling menyesali atas apa yang telah terjadi.Pengacaraku ikut menghampiri, kembali meyakinkan bahwa aku tidak sepenuhnya bersalah. Kematian itu terjadi hanya karena sebuah ketidaksengajaan. Hukuman untuk pembunuh yang tidak disengaja hanya hitungan bulan. Katnya maksimal 15 bulan saja.“Mama benar-benar ingin bertemu Nasya. Dia pergi sebelum mama bisa menebu

  • Hasrat Liar Suamiku    67. Adik?

    Aku bersimpuh di depan gundukan tanah yang ada di hadapan. Ukurannya sangat kecil, tidak ada papan nama sama sekali.Kugenggam dan remas tanah yang terasa basah setelah sebelumnya disiram dan ditabur dengan bunga. Nyeri itu masih saja terasa. Meskipun sudah berusaha untuk ikhlas dan tegar, tapi tetap perihnya kehilangan tidak bisa didefinisikan.Aku menahan air mata agar tidak menetes membasahi makam. Kurasakan remasan lembut di pundak. Aku menoleh, menatap Robin yang tersenyum padaku. Di tangan kanannya ada bayi yang tengah ia gendong. Kami ke makam setelah menjemput bayi itu ke rumah temannya.“Ayo kita pulang.” Ia mengajak dengan penuh kelembutan.Aku bangkit berdiri setelah menghela napas dengan berat. Setidaknya merasa sedikit lebih baik setelah aku tahu di mana ia dimakamkan.Dengan langkah berat aku beranjak, mengikuti jejak Robin menuju mobil yang terparkir di luar area makam.Mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang menuju pulang. Aku memangku bayi di kursi samping kemudi,

  • Hasrat Liar Suamiku    66. Salah

    Aku menunggu di depan gerbang bersama wanita teman Robin yang masih belum kuketahui siapa namanya. Kami cukup lama menunggu hingga sebuah mobil berhenti tepat di depan gerbang. Mobilnya sangat familiar, milik mama mertua. Bukan milik Dewa yang biasa ia pakai.“Itu dia?” Wanita itu bertanya saat Dewa turun bersama seorang bayi dalam gendongannya.“Ya.” Aku menjawab dengan lemah.Melihat Dewa berjalan mendekat bersama bayi itu mengingatkanku ketika ia membawa Bara ke dalam dekapanku saat hari di mana aku melahirkannya. Aku masih ingat betapa senangnya aku di hari itu, saat Dewa memelukku bersama Bara dengan penuh cinta, merasa bahwa kami akan menjadi keluarga bahagia.Aku membuang muka saat bersitatap dengan Dewa, merasa muak melihatnya. Apalagi ekspresi memelas yang ia tunjukkan membuat aku ingin sekali menghakimi dirinya.“Aku kangen kamu, Sya.” Ia berucap dengan suara bergetar. “Ayo kita pulang.” Ia memohon dengan sangat.Aku tidak menghiraukan, segera kuambil alih bayi yang ada dala

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status