"Aku tunggu kamu di luar love." ucap Austin lembut dan mengecup sesaat bibir Bella.
Steve yang menyaksikan secara langsung di depan matanya. Merasa begitu terhina. Namun, dia tidak dapat berkutik setelah mengetahui siapa Austin sebenarnya. Salah sedikit saja, perusahaannya menjadi ancaman.
"Iya love. Aku tidak akan lama." jawab Bella dan tersenyum manis.
Setelah itu Austin benar-benar meninggalkan ruangan. Meninggalkan wanitanya bersama pria berengsek di dalam sana.
"Silahkan duduk sayang," ucap Steve dengan sengaja memanggil Bella dengan ucapan mesra mereka dahulu.
Bella yang tadinya berjalan seketika berhenti. "Jaga ucapanmu Steve. Saat ini kita tidak memiliki status apapun." tegas Bella.
Steve menatap sendu kepada Bella, "Maaf... Aku hanya terlalu merindukanmu Bella, delapan tahun hidup bersamamu. Membuatku begitu berat melewati hari-hariku tanpamu."
Bella mengepalkan tangannya, "Kalau kamu masih ingin membahas hal seperti ini, seb
Sedangkan setelah keluar dari ruangan. Austin di antar oleh Ethan ke ruangan tepat di sebelah ruangan yang di tempati oleh Bella dan Steve."Silahkan Tuan," ucap Ethan sambil membuka pintu untuk Austin.Di dalam ruangan tersebut sudah di siapkan dua layar laptop yang terhubung dengan cctv di ruangan sebelah.Seketika matanya memicing tajam melihat Steve berani menyentuh Bella dengan kasar. Ingin sekali dia membobol dinding yang memisahkan ruangan ini. Tapi hatinya tenang ketika melihat Bella menghempaskan tangannya dari pegangan Steve.Austin duduk sambil mendengarkan setiap perkataan yang di lontarkan Steve, dan kadang tersenyum senang dengan jawaban telak yang di berikan oleh Bella kepada Steve.Sedangkan Ethan di luar ruangan, duduk di salah satu sudut meja menunggu perintah Tuannya. Fin dan Ken yang juga sudah tiba di Restaurant memilih duduk terpisah dari Ethan.Della yang baru saja kembali dari toilet mencari kursi kosong untuk menunggu Steve.Matanya tertuju kepada sosok pria y
Austin menatap bingung ke arah wanitanya yang saat ini sedang terbaring lemah."Sayang?" lirih Austin hendak kembali meraih tangan Bella. Namun, Bella memicingkan matanya dan menatap tajam ke arah Austin."Kamu sangat keterlaluan!!" seru Bella dengan raut wajah yang sulit Austin artikan.Deg!Austin tersentak dengan seruan Bella yang terlihat begitu marah dan kecewa terhadapnya."Iya sayang?" tanya Austin."Tidak mungkin ‘kan..?" batin Austin mulai menerka-nerka dengan sikap Bella saat ini.Bella melihat ke arah Austin dengan mata berkaca-kaca, "Aku tidak percaya kamu akan melakukan hal seperti itu!!" lirih Bella."Shit! Berengsek kau Steve, membuat wanitaku sampai menangis!" maki Austin dalam hati."Sayang... Biar aku jelaskan..." lirih Austin meraih tangan Bella. Dan di genggamnya dengan erat."Menjelaskan? Artinya apa yang di katakan oleh Steve adalah benar?" Bella membelalakkan mata tidak percaya kepada Austin.Pria itu hanya bisa menghela nafas. Tidak menyangka kalau Bella akan m
Pria itu mengusap lembut rambut kekasihnya, menenangkan perasaannya. "Sssttt... Ssstttt... Semuanya tidak senilai dengan kebahagiaan yang aku dapatkan saat bersamamu sayang," ucapnya lembut di telinga Bella."Let me look your face, Hmm..?"gumam Austin lembut dan hendak merenggangkan pelukannya, namun Bella menahan tangannya dan menggeleng. Menyembunyikan wajahnya di dalam dada prianya itu.Austin tertawa kecil, "Hehhehe, whats wrong love..?""A—aku pasti lagi jelek banget," jawabnya pelan.Pria itu lagi-lagi tertawa, "Hmm, mari aku lihat sendiri dan aku bisa tahu apakah wanitaku ini jelek atau cantik saat ini.."Bella dengan enggan mengikuti permintaan Austin dan merenggangkan pelukannya.Austin menatap wajah sayu dan mata sembab wanita terkasihnya. Dengan menahan senyum, dirinya bergumam. "Hmm...??"Bella melihat wajah Austin kemudian berdecak kesal, "Ishh.. Kan..!!"Kemudian merebahkan dirinya ke atas kasur dan memunggungi kekasihnya.Austin lagi-lagi tersenyum melihat tingkah Bella
Setelah selesai menahan Steve, Ken dan Fin kini tampak duduk bersama di cafe Rumah Sakit tersebut sambil menunggu perintah terbaru dari Max."Aku punya kabar baik..." seru Ken dan Fin bersamaan.Sontak mereka berdua saling menatap."Kamu duluan!" mereka kembali bicara bersamaan.Fin menghela nafas. Ken seketika menoleh ke arah Fin, kemudian mengingat kejadian kemarin. Ketika Fin menghubunginya tentang suster galak itu."Tu—tunggu... Jangan bilang kalau kamu?" seru Ken dengan mata berbinar-binar.BlushWajah Fin memerah tapi berusaha bersikap tenang. "Ehmm... Seperti itulah..." jawab Fin singkat."So?" tanya Ken penasaran.Fin dengan percaya diri berkata, "Aku sudah menikah bersama Rose.""Whaaatttttttt...?? Serius?" kaget Ken tidak percaya."Iyalah serius!!" jawab Fin santai.Ken mengangguk-angguk. "Selamat Bro!!" seru Ken tulus."Thank you! Lalu kamu?" Fin bertanya balik kepada Ken.Ken tersenyum dan mengangkat tangannya, kemudian memamerkan jari manisnya."Aku juga sudah menikah den
Setelah selesai membilas istrinya, dan mencuci bersih bagian terfavorit di tubuh Rose.Fin mengarahkan Rose untuk mengambil posisi telentang, sehingga kedua kakinya berada di luar sisi bathtub untuk menahan tubuhnya."Bisa sayang..?" tanya Fin, agar Rose mendapatkan posisi nyamannya.Rose memperbaiki posisinya, menahan tubuhnya di sisi bathtub dengan kuat. Begitu pula dengan kakinya. Sedangkan Fin sudah menahan belakang Rose dengan tangan. Sehingga posisi Rose kini melayang di atas bathtub dengan posisi kepala bersandar di sisi bathtub."Shit...!! Ini terlalu kuat dan seksi Rose...!! Tubuhmu sangat indah hunny...!!" seru Fin kemudian tanpa menunggu lagi. Dirinya mendekatkan wajahnya dan langsung menjulurkan lidahnya di kewanitaan pink milik istrinya.Blushhh"Eunggg... Akhh Fin!" Jerit manja Rose ketika Fin menjilati bibir miliknya dan menghisap kedua daging tembem serta klit yang begitu pink.Fin bergumam nikmat, seperti sedang menikmati makanan terenak di dunia."Akhh sayang, milikm
"Jadi... Jadi... Istri saya hamil Dok?!" tanya Austin dengan suara lantangnya yang tidak dapat menutup rasa harunya. Dadanya berdebar begitu cepat.Dokter tersebut tersenyum dan mengangguk. "Benar Tuan Austin, Selamat... Untuk Tuan dan Nyonya." jawab Dokter tersebut.Austin tidak dapat membendung air matanya dan seketika meraih tubuh wanitanya itu. Dipeluknya Bella, di kecupnya puncak kepala Bella, "Sayang... Aku akan menjadi seorang Daddy!" Histeris Austin.Bella yang masih shock masih terdiam begitu saja.Dirinya benar-benar sangat terkejut. Rasa haru, bahagia, semuanya menjadi satu.Austin terus mengecup kening Bella, dan terus mengucapkan ungkapan rasa terima kasih dan mencintai wanitanya itu, "Terima kasih sayang.. I love you so much ...!""Sayang?" lirih Bella."Hmm... Iya sayang...?" sahut Austin lembut kepada sang wanita. Di belainya punggung Bella.Dokter yang melihat adegan mesra di depannya memilih undur diri dan keluar dari ruangan.Memberikan ruang privasi kepada dua insa
Bella tersenyum dan kembali matanya berkaca-kaca. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari orang tua kekasihnya. Di saat kini dia sudah tidak memiliki keluarga. Di mana statusnya waktu itu di pandang sebelah mata oleh orang tua Steve dan tidak merestui mereka berdua.Austin yang melihat mata wanitanya mulai berkaca-kaca, segera saja dia mengusap lembut pipinya, "Ssttt... Jangan bersedih, nanti si baby ikutan sedih, Hmm..?"Agatha dan Edelmiro yang belum tahu kalau Bella saat ini sedang hamil, sontak terkejut."Baby?" seru Agatha dan Edelmiro bersamaan.Austin tertawa kecil melihat reaksi kedua orang tuanya."Benar Mam, Dad... Saat ini usia kandungan Bella sudah jalan empat minggu!" Austin menjelaskan dengan ekspresi yang begitu bahagia, sedangkan Bella meremas erat genggaman tangan Austin.Dia takut, kalau Agatha dan Edelmiro berpikiran aneh tentang dia."Be—benarkah??” seru Agatha senang. Dan duduk di tepi ranjang meraih tubuh Bella dengan lem
Setelah melewati beberapa jam perjalanan di atas pesawat. Steve akhirnya tiba juga di Kanada untuk menemui Gerald.Dengan menggunakan taksi bandara, dirinya bergegas menuju Hotel."Ah, pantas saja setiap aku dan Austin ke Kanada selalu ada mobil yang datang menjemput kami. Aku pikir itu adalah fasilitas airport! Ternyata itu semua adalah anak buah Austin!"gumam Steve memijit keningnya.Hanya dalam hitungan satu bulan, kehidupannya yang nyaris sempurna berubah drastis.Dimana setiap dia pergi dalam melakukan perjalanan dinas selalu mendapatkan pelayanan prioritas, kini dia harus mengurus segalanya sendiri.Dan, ternyata semua privilege yang dia dapatkan itu, karena ada Austin yang turut serta di sampingnya."Shit!" maki Steve."Ya Tuan?" sahut driver yang membawa kendaraan terkejut mendengar umpatan dari pelanggannya."Ah... Sorry, aku hanya memikirkan sesuatu." jawab Steve. Tidak menyangka umpatannya akan terdengar.Steve memutuskan mengambil ponselnya untuk menghubungi Gerald.Tuutt.