Permainan lidah Austin di dalam liang kenikmatan Bella semakin liar dengan posisi seperti ini.Austin memasukkan jari telunjuknya di dalam inti tubuh Bella."Ah! Uhm!" erangan Bella setiap Austin mengeluar masukkan jarinya dengan cepat dan kasar. Dimana lidah terus bermain di klitorisnya."Oh my Austin… ah!" lenguhan Bella semakin tidak dapat dia kontrol.Tepat di saat bersamaan.CeklekKriettSuara pintu terdengar dan derap langkah.Austin dengan cepat membawa tubuh Bella untuk menunduk mengikuti dirinya.Untung saja, posisi mereka terhalang oleh rak besi tanaman.Bella berlutut, membelakangi Austin. Dengan perasaan berdebar takut ketahuan."Siapa yang datang...?" pikir Austin.Dengan sedikit keberanian. Austin melihat sedikit dari celah."Shit! Untuk apa dia masuk ke sini !!" maki Austin, melihat Nick yang masih menoleh kiri kanan."Hmm… dimana aku menjatuhkan pulpen ku...?" gumam Nick, sambil mencari-cari sesuatu di lantai.GlekAustin sungguh tidak dapat lagi menahan gairah yang s
Deru nafas mereka masih saling berhembus setelah mendapatkan puncak kenikmatan bersama.Bella yang masih menyandarkan kepalanya di dada Austin. Dan Austin masih memeluk punggung Bella.Keduanya hanya diam menikmati sensasi luar biasa yang mereka lewati bersama.Austin merogoh saputangan di kantong celananya, "Biar aku bersihkan untukmu." ucapnya setelah bisa kembali mengendalikan dirinya."Eh?" kaget Bella ketika tangan Austin sudah mengusap cairan yang ada di sekitar paha dan diantara pahanya."Te-terima kasih." gugup Bella, sungguh malu dengan situasi saat ini.Austin tersenyum melihat wajah merona Bella. Dirinya menunduk mengambilkan segitiga pink milik Bella yang tergelatak di lantai.Diangkatnya ke hadapan Bella, "Apa mau sekalian aku pakaikan untukmu ?" godanya."No!" seru Bella yang langsung merampas segitiganya itu dari tangan Austin."Menggemaskan." gumam Austin menatap Bella, dan Bella hanya membuang wajahnya. Kemudian memakai dalamannya."Ayo," ajak Austin setelah memakai j
Breaking News..."Saat ini wilayah sekitar XXX masih tidak kondusif, untuk semua warga di harap lebih berhati-hati..."Steve melihat ke arah jam di ponselnya."Bella, pulang telat hari ini." gumamnya. Melihat waktu sudah di angka 00.35 dini hari."Hmm... Giselle, dia tak mungkin menceritakan yang terjadi di hotel ke Bella, ‘kan?" monolognya mengingat kejadian nya bersama Giselle.Ting tongBunyi suara Bell pintu membuyarkan lamunan Steve."Bella...?" gumamnya, kemudian bangkit membuka pintu rumah.Ceklek"Bella?!" seru Steve melihat istrinya yang saat ini sedang dipapah oleh Giselle."Giselle, apa yang terjadi? Kenapa Bella mabuk seperti ini?!" cerca Steve."Hai Steve, lama tidak bertemu." sapa Giselle."Ohh hai Giselle, Iya."balas Steve sedikit kikuk melihat Giselle."Bella, hanya ingin ngobrol dan minum wine bersamaku." jawab Giselle seadanya."Oh ok!""Kalau begitu, aku balik ya, Bella sudah sangat mabuk." ujar Giselle."Ok !""Sayang... Bolehkan Giselle menginap di rumah kita mala
Malam sudah sangat larut, Steve memapah tubuh Bella masuk ke kamarnya.Sedangkan Giselle masuk ke kamar tamu untuk berganti pakaian."Huft... Kau benar-benar sangat mabuk!" gumam Steve memberikan selimut tebal ke Bella.Giselle yang baru saja keluar dari kamar, dapat melihat Steve menyelimuti tubuh Bella. Karena pintu kamar yang belum tertutup."Steve... Walaupun kami sudah menghabiskan satu malam bersama, dia tetaplah suami sahabatku." gumamnya.Giselle mendekat, "Apa Bella sudah tertidur?? Padahal dia mengajakku untuk mengobrol! Huftt!" keluh Giselle di depan pintu."Iya, dia lebih mabuk dari pada biasanya." jawab Steve tanpa menoleh ke Giselle."Hmm…." gumam Giselle."Kalau begitu, aku tidak ada pilihan lain selain mengobrol denganmu." sambung Giselle."Ya?" balas Steve dan menoleh ke Giselle.GlekGiselle berdiri dengan bersandar di sisi pintu. Hanya menggunakan kaos putih tipis ketat yang tidak dapat menutup tubuhnya. Kedua bongkahannya yang ranum dapat terlihat dan tercetak jela
Bella yang terbangun karena rasa dahaganya, mendengar suara yang menarik perhatiannya."Hmm..."gumam Bella mengerjapkan matanya.Dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka, Bella samar-samar melihat Steve.Bella mencoba melangkahkan kakinya."Steve ?!" gumam Bella pelan, dan kembali terbaring karena sakit kepalanya. Rasa mabuknya terlalu kuat. Membuat dirinya tidak dapat melangkahkan kakinya."Giselle! Uh!" seru Steve mengeluarkan lava panasnya tepat di wajah Giselle. Tepat pada saat dirinya mencabut kejantanannya dari inti tubuh Giselle."Sorry Giselle, aku tidak dapat menahannya." sesal Steve, karena sebelum masuk ke dalam mulut Giselle, Steve sudah menyemprotkan lavanya ke wajah Giselle.Giselle tersenyum, dirinya maju dan memegang milik Steve dengan wajah penuh cairan putih. Di lumat dan di jilatinya batang kejantanan Steve tanpa rasa jijik sedikit pun."Damn!" gumam Steve melihat Giselle melumat miliknya. Giselle terlihat begitu seksi.Giselle menengadah kepalanya dan melihat Ste
"Tuan Austin! Ah!" rintihan Joy yang berada di bawah kungkungan Austin.Dengan posisi membelakangi, Austin terus mendesak keras miliknya, sedangkan Joy merapatkan kakinya lurus."Argh!" teriak Joy penuh nikmat mendapatkan gigitan di punggungnya."Kau suka?" bisik Austin yang terus memacu dirinya."Suka Tuan, more please!" balas Joy meremas sprei putih khas kamar hotel.Austin kembali memberikan gigitan kecil di punggung Joy hingga memberikan bekas.Erangan dan desahan Joy memenuhi ruangan."Tuan, nanti Pak Steve mencariku, kita sudah terlalu lama di hotel." sela Joy melihat jam di kamar hotel."Tenang saja, kita masih memiliki banyak waktu!" ujar Austin. Mengangkat pinggul Joy lebih ke atas dan kembali menghujam inti tubuh Joy dengan keras.Desakan demi desakan membuat Joy kembali terbang ke awan."Tuan, kau bisa menumpahkannya di dalam, ini hari amanku." suara Joy terbata-bata atas nikmat hakiki yang dia rasakan saat ini.Austin mempercepat pacuannya, Austin mengerang saat mencabut m
Bella menggigit kukunya karena gugup memikirkan masalah ini. Namun, reaksi tubuhnya pun berusaha dia tahan ketika melihat Austin. Dan menghilangkan rasa di sekujur tubuhnya atas sentuhan Austin.Seruan tiba-tiba Austin yang memanggil dirinya, membuyarkan lamunannya."Jika kau mengabulkan permintaanku, aku akan menyelesaikan masalah ini untukmu!" ujar Austin tepat berada di depan Bella. Menatap lekat di netra hitamnya."A-apa?!" balas Bella.Austin hanya tersenyum. Dan kembali mengambil tempat di sisi Bella tanpa jarak."Apa yang dia lakukan!" batin Bella."A-apa kau yakin bisa menyelesaikan masalah ini?" tanya Bella memastikan."Tentu saja aku bisa menyelesaikannya." jawab Austin santai dan sangat tenang."Benarkah?? Benarkah kau bisa melakukannya?" ulang Bella merasakan secercah harapan."Tidak!" seringai Austin.Bella sontak menoleh melihat ke arah Austin dengan tatapan khawatir."Tidak, sebelum aku mendapatkan yang aku mau. Aku akan memberitahumu cara mengatasi masalah ini." lanjutn
Bella yang berada di bawah kungkungan tubuh Austin, tidak dapat bergerak ketika Austin melumat bibirnya.Tangan Austin menyibak rok Bella dan memasukkan tangannya di antara kedua paha Bella.SretttAustin menarik dalaman segitiga tipis berwarna putih milik Bella."Tunggu Austin! Aku tidak pernah setuju untuk melakukan ini!" teriak Bella menahan tangan Austin sebelum meloloskan dalamannya sepenuhnya.Austin yang sudah di kabut gairah, mengulas senyuman. "Sudah aku katakan untuk melakukannya dengan mulutmu. Tapi, karena kau sendiri yang tidak bisa melakukannya hingga akhir dengan mulutmu."Dengan menyentuh asset berharga Bella yang sudah basah, "Bukankah aku harus menggunakan yang di sini." Lanjutnya."Oh my!" Bella berusaha menahan setruman yang dia rasakan ketika Austin mengusap miliknya."What the! Kau sudah sangat basah, Bel!" seringai Austin yang mulai memainkan jari tengahnya di antara gundukan daging itu.Bella meremas ujung roknya, menahan desiran aliran darah yang kuat di tubuh