“Ra…”Yura sontak mengerjap begitu mendengar namanya dipanggil oleh ibunya. Perempuan itu lantas menoleh. “Iya, Ma?”“Anak Mama minta nikahnya dipercepat tapi kok cemberut gitu, sih? Lagi mikirin apa, Sayang?” tanya Wulan saat itu.Yura lantas menggeleng. “Nggak ada, Ma.”Wulan yang tadinya sibuk merapikan dapur, lantas melangkah menghampiri Yura yang sejak tadi diam-diam diperhatikan olehnya. Perempuan paruh baya itu lantas menarik kursi tepat di samping Yura, menatap lekat ke arah putrinya.“Kamu itu nggak pintar bohong, Sayang. Cerita sama Mama dong, Ra. Nggak lagi ada masalah sama Abang, kan?”Yura menggeleng sekali lagi. “Nggak, Ma.”“Seminggu lagi kalian bakalan menikah. Jangan aneh-aneh dong, Ra.”“Siapa juga yang aneh-aneh,” sungut Yura dengan wajahnya yang ditekuk. “Tapi, Ma…”“Hm?”“Dulu waktu Mama mau nikah sama Papa, galau nggak jelas kayak aku gini, nggak?”“Galau nggak jelas gimana maksud kamu, Ra?”Yura menghela napas. “Kayak ngerasa… benar nggak ya, ini pilihan yang te
“Ma…”Maura yang sejak tadi memperhatikan bagaimana Disha dan tim yang lainnya membantu merias wajah Yura lantas mengulas senyuman. Perempuan paruh baya itu lantas melangkah menghampiri calon menantunya.“Cantik kan, calon menantunya Mama?” ujar Disha saat melihat penampilan Yura lewat pantulan kaca.Maura tersenyum. “Cantik banget.”Maura lantas mengusap pundak Yura dengan lembut, tatapan keduanya bertemu selama beberapa saat. “Sha, kamu sama teman-teman yang lainnya belum sempat makan siang kan tadi? Sana makan dulu, biar Yura sama Mama di sini.”“Ah, iya, Ma, hampir lupa. Ya udah, aku sama yang lainnya makan sebentar ya, Ma.”“Iya, buffet lunch-nya ada di sebelah kok. Jadi kalian nggak perlu jauh-jauh ke bawah buat menikmati makan siang.”“Oke, Ma.”Sepeninggal Disha dan teman-teman yang lainnya, Maura kembali menoleh ke arah Yura yang kini tengah duduk di kursi rias.Dengan balutan kebaya berwarna putih gading. Wajahnya yang dipoles dengan apik, serta siger yang menghiasi kepalan
“Buru-buru amat lo, Kris. Udah nggak tahan, ya?”Krisna tergelak begitu mendengar celetukan Bayusuta dan teman-teman yang lainnya.Perhelatan acara baru saja selesai, namun masih ada beberapa teman-teman Krisna yang sengaja ingin menghabiskan malam di sana.“Lo enjoy ya, B. Pokoknya pesan apapun yang kalian mau. Kasihan Yura udah pegal katanya.”“Pegal apa pegal?” goda Arjuna dengan cepat.“Lo kayak nggak tau modus sesama buaya aja sih, J,” cibir Mahesa saat itu.“Gue kan belum nikah, Sa. Lo dulu sama Sasi begini juga, ya?” tembak Arjuna dengan cepat.“Gini nih, efek cowok brengsek yang duluin gue! Padahal kemarin gue udah senang, gue duluan yang bakalan kawin, eh di Anjing malah duluin!” sembur Bayusuta kesal. “Ya, lo lelet sih, B.” Krisna terkekeh. “Enjoy ya, Guys!”Setelah berpamitan dengan teman-temannya, Krisna lantas mengayunkan langkahnya menghampiri Yura yang sejak tadi sudah menunggunya.“Sayang… udah?”“Udah, Bang.”“Ya udah, yuk, kita balik ke kamar.”Krisna lantas menggan
KRISNA sempat mematung di tempatnya saat Yura menjadi yang pertama menciumnya. Aroma mint yang berpadu dengan lemon seketika membuai indera penciuman Krisna.Refleks pria itu menangkup wajah Yura dengan satu tangannya. Sementara tangan lainnya melingkar ke belakang pinggang istrinya. Ciuman yang semula lembut kini berubah menjadi terburu-buru. Pun begitu dengan Yura yang langsung melingkarkan kedua tangannya ke belakang leher Krisna, balas memagutnya.Krisna semakin mempercepat gerakan bibirnya saat suara lenguhan Yura terdengar. Bersamaan dengan gerakan gelisah kaki perempuan itu yang kini masih berada di pangkuannya.Jantung Yura semakin berdebar kencang, terlebih saat satu tangan Krisna yang semula ada di wajah Yura, kini bergerak turun. Menangkup dada istrinya yang kini terlapisi lingerie dengan bulu-bulu halus yang menghalanginya. Sesekali Krisna meremasnya dan baru tersadar jika perempuan itu tidak mengenakan bra.“You don't wear a bra.”Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataa
YURA menggeliat di atas tempat tidurnya saat samar-samar cahaya matahari menyelinap masuk lewat jendela balkon kamarnya. Perempuan itu lantas menundukkan wajahnya, tangan kokoh Krisna masih melingkar di perutnya.Yura mengerjapkan perlahan, lalu mengubah posisinya menjadi menghadap Krisna yang kini tengah terlelap pulas di sampingnya. Seulas senyum terbit di wajah perempuan itu.Samar sekali ingatannya akan kejadian semalam kembali berputar di kepalanya. Bagaimana desahan mereka yang saling bersahut-sahutan terdengar memenuhi ruangan. Entah berapa kali dia mencapai klimaks, dan bagaimana suaminya membenamkan dirinya berkali-kali. Segalanya terekam jelas di kepalanya.Yura lantas mencium bibir Krisna dengan singkat, sebelum memutuskan turun dari tempat tidurnya dan bergegas membersihkan diri.“Sayang, mau ke mana?” gumam Krisna sudah lebih dulu mencegah kepergian Yura.“Abang, aku mau mandi.” Yura menoleh, masih dalam keadaannya yang masih polos, perempuan itu mengulas senyum.“Jam ber
“Gue nggak tahu kalau lo bisa secepat itu akrab sama bini gue.”Krisna lantas melingkarkan tangannya di pinggang Yura dengan posesif, menatap datar ke arah Kano yang tampak tenang sambil menyesap kopinya.“Bang, apaan, sih?”“Akrab? Perasaan lo kali, Kris. Gue cuma… nyapa bini lo doang, kok.” Kano tersenyum. “Come on, lo nggak mungkin posesif juga sama saudara sendiri, kan?”Krisna menghela napas. Alih-alih membalas perkataan Kano, Krisna lantas menggandeng tangan Yura agar menjauh dari pria itu.“Bang, apaan sih?” Yura yang bisa melihat sikap posesifnya Krisna, lantas menghentikan langkahnya dan menoleh. “Abang cemburu sama Kano? Astaga, Bang. Dia sepupunya Abang, Abang nggak lupa soal ini, kan?”“Sepupu tiri lebih tepatnya. Abang nggak suka kamu dekat-dekat sama dia.”“Siapa yang dekat sama dia, sih? Nggak usah berpikiran macam-macam deh, Bang. Kita baru menikah sehari, Abang nggak mungkin ngajak debat hanya perkara nggak penting, kan?”“Gimana Abang nggak khawatir kamu dekat-dekat
“Sayang, yang berat-berat nggak usah diangkat. Nanti biar Abang aja, okay?”“Iya, Bang. Ini nggak berat, kok.” Yura kembali tertoleh ke arah lemari pakaian Krisna. “Kalau kita pindah ke rumah, terus apartemen ini mau dijual atau gimana, Bang?”Krisna tampak berpikir sejenak. “Sebenarnya sayang kalau mau dijual, Ra. Apartemen ini jadi saksi hidup Abang waktu berjuang jadi pilot awal-awal dulu.”“Ya kalau gitu nggak usah dijual, Bang. Biar bagaimanapun tempat ini pasti menyimpan kenangan tersendiri buat Abang, kan?”Krisna mengangguk. Membenarkan hal itu. Namun tidak hanya itu saja, tapi kenangannya bersama Awan juga ada di sini. Krisna tidak ingin kembali mengingatnya karena dia sadar jika masa depannya kini sudah ada Yura dan dia tidak ingin melukai hati istrinya.“Bang, ini apa?”Lamunan Krisna tiba-tiba terbuyar, pria itu mengerjap lalu menoleh ke arah Yura yang tampak sibuk membereskan barang-barangnya.“Apa, sih?”Lalu langkah Krisna terpaku saat pandangannya tertuju pada Yura yan
“Good morning, Sayang. Baunya enak banget, sih? Istrinya Abang masak apa, sih?”Yura yang tengah sibuk di dapur lantas menoleh dan mendapati Krisna baru saja kembali dari jogging pagi. Pria itu lantas mencium pipi Yura dengan cepat, lalu melangkah menuju lemari pendingin untuk mengambil minuman dingin di sana.“ABANG!” Yura bersungut-sungut. “Abang keringetan gitu, mandi dulu, gih.”“Kenapa? Nggak mau dicium sama suami yang keringetan, ya?”“Nggak gitu! Tapi kan—”“Apa?” Krisna dengan cepat menarik tangan Yura agar menjauh dari kompor—yang untungnya kompor itu sudah dimatikan, lalu mengurung tubuh perempuan itu dengan kedua tangannya.“Coba buktiin kalau sayang sama Abang. Cium dulu, coba?” Krisna menelengkan wajahnya, jari telunjuknya menyentuh pipinya yang masih basah karena keringat. “Buktiin dong, kalau kamu—”Namun belum Krisna melanjutkan ucapannya, perempuan dia sudah lebih dulu menangkup wajah suaminya yang basah karena keringat, lalu mulai mendekatkan wajahnya. Tapi secepat i