"Leo, kamu belum menjawab pertanyaanku?" ucap Asti.Leo melebarkan mata ke arah samping untuk melihat Alana yang saat ini duduk di sampingnya. Sedangkan Asti dan damaian, mereka duduk sejajar di hadapan Leo dan Alana.Dia tersenyum tipis saat tatapannya terbalas oleh Alana, meski dengan aura kesal dan tajam. Leo tahu keponakannya itu terlihat tidak suka, hanya saja dia tidak tahu alasan pasti Alana menunjukkan wajah jeleknya."Leo?" Asti kembali mendesak.Lirikan wanita itu tertuju pada Alana dengan senyum tipis dan makna mendalam. Selanjutnya mengarahkan pada Leo. Saat melihat Leo, senyumnya mengembang lebih lebar, lebih terlihat manis dan senang. Bahkan binar matanya tampak bercahaya tidak seperti saat melihat Alana.Alana mendengus berat sembari menggerakkan tubuh, mengubah posisi duduk. Tadi wajahnya terlihat kesal dan marah, tapi kali ini Alana menunjukkan wajah dengan senyum mencibir. Lirikannya pun tidak kalah bengis dan jutek dari Asti saat melihat wanita itu."Memangnya, apa
"Alana!"Alana memperlambat langkahnya sebelum akhirnya berhenti dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Wajah yang tadi murung dan sedih seketika dibawa tersenyum."Om Damian?" sapanya dengan senyum palsu.Damian menghela napas lega ketika melihat wajah Alana tersenyum. Akhirnya dia menemukan Alana."Bukankah katamu ada kuliah?" Demian mencoba menguji kejujuran Alana."Oh, itu. Aku tiba-tiba malas kuliah hari ini," jawab Alana sedikit gugup. Matanya juga menghindari Damian.Demian tersenyum penuh makna memahami apa yang dirasakan Alana yang terlihat dari raut wajahnya."Mau minum sedikit?" tanyanya menawarkan minum.Alana terdiam menilik pertanyaan Damian. Pria di hadapannya itu jelas tahu dan paham bagaimana Leo. Om kesayangannya itu jelas tidak akan pernah mengijinkan dia minum, meski hanya sedikit. Apalagi sampai mabuk."Jangan khawatir! Aku akan jaga rahasia. Lagi pula kita hanya minum sedikit," ucap Damian saat melihat keraguan Alana.Sekali lagi Alana masih belum sepenuhny
“Alana,” lirih Leo tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya.Semakin ingin dia menyadarkan diri dan menolak godaan Alana, semakin gelora dalam dirinya bergejolak karena semakin dia menahan tangan Alana, semakin gadis itu menyerang.“Om Leo, kamu itu milikku.” Kata ini yang selalu terdengar dari racau bibir merah mudah Alana.Cup!Deg!Jantung Leo seperti mendapat kejutan hebat sehingga berpacu dengan sangat hebat setelah merasakan kejutan kuat saat bibir Alana menempel dan memberi kecupan lembut pada bibirnya. Dia pikir yang dilakukan Alana cukup menempel dan menyapu saja, ternyata dugaannya salah. Alana semakin memperdalam ciuamannya.“Emmm.” Alana sempat melengkuh saat ada sela antara bibir mereka saat keduanya saling mengais oksigen.Sungguh! Ini adalah ujian besar bagi Leo. Ini adalah ciuman pertamanya, jelas rasanya bergejolak. Di sisi lain ingin menolak karena status om dan keponakan. Namun, di sisi lain dan ini adalah sisi terkuat yang dirasakannya, dia menginginkan sentuhan
"Alana, kamu tau apa yang kamu katakan ini?" tanya Leo setelah memutar tubuh saling berhadapan dengan Alana.Tangan Alana telah lepas dari tubuh Leo. Kini gadis itu berdiri dengan beku, dengan wajah menunduk karena malu. Dia tidak bisa mengontrol kecemburuannya. Padahal dia tidak yakin, apakah Leo marah padanya karena kata-kata ini atau tidak. Dia hanya ingin mengungkapkan ketidakrelaannya melihat Leo dekat dengan Asti."Maafkan aku, tapi aku tidak suka wanita itu," ucap Alana dengan suara sedikit tertahan karena lehernya menekuk.Leo tersenyum tipis. Perlahan mengulurkan tangan menyentuh dagu Alana dan membawa wajah itu terangkat untuk melihatnya."Kenapa aku tidak boleh dekat dengannya? Beri aku alasan!" tanyanya dengan suara lembut setelah Alana membalas pandangnya.Alana gugup. Dia juga terlihat ragu mengatakan yang sebenarnya kalau dia cemburu. Apalagi harus mengakui perasaannya terhadap Leo."Alana?" Leo kembali mendesak."Aku hanya tidak suka melihat wanita itu," jawab Alana am
"Alana, aku pikir kamu tidak akan berani datang," ucap seseorang menghampiri Alana dengan wajah mencibir."Apa aku punya alasan untuk tidak datang?" tanya Alana.Alana menanggapi dengan senyum dan tentunya bukan senyum ramah atau manis, melainkan senyum kecut dengan seringai remeh. Bahkan wajah cantiknya membuang ke samping. Dia enggan meladeni orang di hadapannya itu.Gadis di hadapannya pun tertawa. Dia menertawakan sikap percaya diri Alana."Alana, kamu tau ini acara apa? Ini acara pemilihan king and queen. Mereka yang datang, semua membawa pasangan. Lha, kamu?" Gadis itu mengedarkan mata mencari pasangan Alana. "Kamu hanya datang seorang diri?" sambungnya. Kembali tertawa."Ha ... ha ... ha ...." Alana menirukan tawa gadis itu dengan wajah mencibir. "Tertawa saja sepuasnya, Rey, selagi kamu masih bisa tertawa!" Alana kesal. Hanya saja dia tidak ingin terlibat pertengkaran dengan Reyna, sahabat Eris. Dibenci dan dihina oleh mereka setelah dicampakkan Barca, itu sudah biasa. Alana
"Om Leo kepo," bisik Alana sangat lirih tepat pada telinga Leo. Alana tersenyum geli melihat Leo memberinya tatapan protes. Dia pun merangkul lengan Leo dan membawanya berjalan mendekati tempat di mana Barca dan Eris juga teman-temannya berada.Meski Leo telah mencium aroma-aroma sandiwara dan balas dendam Alana, tapi kakinya tetap mengikuti ke mana arah perginya Alana tanpa melakukan protes.Benar dugaan Leo, Alana membawanya berhenti berdekatan dengan mereka. Meski tetap bersikap mesra dan romantis padanya, tapi sering kali mata Alana melihat Barca dan Eris. Sesungguhnya Leo merasa tidak nyaman, hanya saja dia tidak bisa menolak ajakan Alana. Dia sudah berjanji akan membantunya."Bear, coba ini!"Alana mememinta Leo memakan puding susu dari suapannya. Lagi-lagi mata Alana mengarah pada Barca. "Kamu juga makan!" Leo pun memberi suapan Alana setelah mencicipi puding itu. Dia melakukan hal yang sama, hanya saja matanya fokus pada Alana dengan tatapan teduh dan penuh kasih sayang. Ba
"Alana, kamu datang sendiri?" Kalila segera menyambut kedatangan Alana dan langsung mengedarkan mata seperti sedang mencari seseorang.Alana heran dan bingung melihat sikap Kalila yang tidak biasa. Dia pun secara tidak sadar ikut mengedarkan mata seperti yang Kalila lakukan."Kalila, apa yang kamu cari?" tanyanya setelah tidak menemukan apa-apa.Kalila menegakkan tubuh menatap Alana. Sorot matanya memberi sedikit rasa kecewa."Kalila, ada apa?" Alana semakin bingung."Kamu datang sendiri?" tanya Kalila lagi."Ya," jawab Alana masih tidak mengerti."Tidak diantar pacarmu yang tampan itu?""Apa kau juga sama dengan mereka? Menyukai kekasihku?" Alana menatap lekat Kalila dengan tatapan mengintimidasi."Ngacau! Kamu pikir aku pagar makan tanaman?" Kalila memukul lengan Alana. "Meski aku bukan teman yang baik, tapi aku tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik temanku," sambung Kalila tidak terima dituduh memiliki perasaan suka pada Leo, sama dengan yang lain.Rasanya seper
"Om Leo," panggil Alana setelah memberi tatapan lekat pada Leo."Mmm." Leo pun membalas tatapan Alana. "Katakan! Ada apa?" Alana kembali tampak ragu."Alana?" Leo meletakkan sendok dan garpu di atas piring, menyatukan tangan di bawah dagu dan menunggu Alana mengutarakan alasan yang membuatnya melamun."Om, kalau ada orang yang ingin mengambil milik kita, apakah aku harus diam saja?" tanya Alana ragu.Leo bergeming. Meski terdiam, dia memikirkan pertanyaan Alana. Tidak mungkin keponakannya itu bertanya tanpa ada alasan yang mendasar, terlebih sampai membuatnya melamun."Apa ada yang ingin merebut milikmu?" "Tidak, tidak. Tidak ada." Cepat-cepat Alana menjawab dan meluruskan. Dia tidak mau Leo khawatir."Lalu?" "Emm ... begini-" Alana bingung bagaimana cara mengutarakan dan menjelaskan pada Leo, sedangkan milik yang dimaksud adalah Leo sendiri. Tidak mungkin mengatakan terus terang bila Eris ingin merebut darinya. Rasanya ini sangat konyol dan mungkin saja setelah mendengar penjela