"Alana, aku pikir kamu tidak akan berani datang," ucap seseorang menghampiri Alana dengan wajah mencibir."Apa aku punya alasan untuk tidak datang?" tanya Alana.Alana menanggapi dengan senyum dan tentunya bukan senyum ramah atau manis, melainkan senyum kecut dengan seringai remeh. Bahkan wajah cantiknya membuang ke samping. Dia enggan meladeni orang di hadapannya itu.Gadis di hadapannya pun tertawa. Dia menertawakan sikap percaya diri Alana."Alana, kamu tau ini acara apa? Ini acara pemilihan king and queen. Mereka yang datang, semua membawa pasangan. Lha, kamu?" Gadis itu mengedarkan mata mencari pasangan Alana. "Kamu hanya datang seorang diri?" sambungnya. Kembali tertawa."Ha ... ha ... ha ...." Alana menirukan tawa gadis itu dengan wajah mencibir. "Tertawa saja sepuasnya, Rey, selagi kamu masih bisa tertawa!" Alana kesal. Hanya saja dia tidak ingin terlibat pertengkaran dengan Reyna, sahabat Eris. Dibenci dan dihina oleh mereka setelah dicampakkan Barca, itu sudah biasa. Alana
"Om Leo kepo," bisik Alana sangat lirih tepat pada telinga Leo. Alana tersenyum geli melihat Leo memberinya tatapan protes. Dia pun merangkul lengan Leo dan membawanya berjalan mendekati tempat di mana Barca dan Eris juga teman-temannya berada.Meski Leo telah mencium aroma-aroma sandiwara dan balas dendam Alana, tapi kakinya tetap mengikuti ke mana arah perginya Alana tanpa melakukan protes.Benar dugaan Leo, Alana membawanya berhenti berdekatan dengan mereka. Meski tetap bersikap mesra dan romantis padanya, tapi sering kali mata Alana melihat Barca dan Eris. Sesungguhnya Leo merasa tidak nyaman, hanya saja dia tidak bisa menolak ajakan Alana. Dia sudah berjanji akan membantunya."Bear, coba ini!"Alana mememinta Leo memakan puding susu dari suapannya. Lagi-lagi mata Alana mengarah pada Barca. "Kamu juga makan!" Leo pun memberi suapan Alana setelah mencicipi puding itu. Dia melakukan hal yang sama, hanya saja matanya fokus pada Alana dengan tatapan teduh dan penuh kasih sayang. Ba
"Alana, kamu datang sendiri?" Kalila segera menyambut kedatangan Alana dan langsung mengedarkan mata seperti sedang mencari seseorang.Alana heran dan bingung melihat sikap Kalila yang tidak biasa. Dia pun secara tidak sadar ikut mengedarkan mata seperti yang Kalila lakukan."Kalila, apa yang kamu cari?" tanyanya setelah tidak menemukan apa-apa.Kalila menegakkan tubuh menatap Alana. Sorot matanya memberi sedikit rasa kecewa."Kalila, ada apa?" Alana semakin bingung."Kamu datang sendiri?" tanya Kalila lagi."Ya," jawab Alana masih tidak mengerti."Tidak diantar pacarmu yang tampan itu?""Apa kau juga sama dengan mereka? Menyukai kekasihku?" Alana menatap lekat Kalila dengan tatapan mengintimidasi."Ngacau! Kamu pikir aku pagar makan tanaman?" Kalila memukul lengan Alana. "Meski aku bukan teman yang baik, tapi aku tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik temanku," sambung Kalila tidak terima dituduh memiliki perasaan suka pada Leo, sama dengan yang lain.Rasanya seper
"Om Leo," panggil Alana setelah memberi tatapan lekat pada Leo."Mmm." Leo pun membalas tatapan Alana. "Katakan! Ada apa?" Alana kembali tampak ragu."Alana?" Leo meletakkan sendok dan garpu di atas piring, menyatukan tangan di bawah dagu dan menunggu Alana mengutarakan alasan yang membuatnya melamun."Om, kalau ada orang yang ingin mengambil milik kita, apakah aku harus diam saja?" tanya Alana ragu.Leo bergeming. Meski terdiam, dia memikirkan pertanyaan Alana. Tidak mungkin keponakannya itu bertanya tanpa ada alasan yang mendasar, terlebih sampai membuatnya melamun."Apa ada yang ingin merebut milikmu?" "Tidak, tidak. Tidak ada." Cepat-cepat Alana menjawab dan meluruskan. Dia tidak mau Leo khawatir."Lalu?" "Emm ... begini-" Alana bingung bagaimana cara mengutarakan dan menjelaskan pada Leo, sedangkan milik yang dimaksud adalah Leo sendiri. Tidak mungkin mengatakan terus terang bila Eris ingin merebut darinya. Rasanya ini sangat konyol dan mungkin saja setelah mendengar penjela
"Alana!"Leo mengetuk serta memanggil Alana. Keponakannya itu mengunci pintu kamar karena marah padanya."Alana, buka pintunya!" teriaknya lagi.Namun, percuma. Panggilan dan ketukan yang dilakukan tidak mendapat jawaban, tapi malah terdengar isak tangis."Alana, maafkan aku. Aku-""Pergi, Om! Aku mau tidur," teriak Alana dari dalam kamar. Suaranya terdengar sedikit serak bercampur tangis."Alana, buka pintunya!" Leo kembali mengetuk.Hingga beberapa saat Leo tidak beranjak dari depan pintu kamar Alana. Dia masih menunggu hingga Alana mau membuka pintu. Ada rasa sesal, ada rasa bersalah. Namun, ada juga perasaan kacau yang tidak bisa dipungkiri. Dia tidak ingin menyakiti Alana, tapi secara tidak sengaja dan tidak langsung Alana telah terluka oleh sikap hati-hati dan keraguannya."Alana, buka pintunya, Sayang. Maafkan aku," ucap Leo frustasi karena tangis Alana masih terdengar.Alana sendiri merasa kacau. Dia juga tidak tau kenapa harus marah dan menangis hanya karena Leo menolak menem
"Apa sudah merasa lega?" Alana mengangguk. Dia memang merasa lega sekarang setelah mengungkap semua perasaannya."Kamu siap mendengar apa pun yang akan aku katakan?" "Aku siap, Om," jawab Alana.Meski ragu dan takut Leo menolak cintanya, bahkan menganggap perasaannya hanyalah rasa yang sesaat saja, tapi dia telah siap. Alana memejamkan mata, menarik napas panjang dan menahannya sesaat, lalu membuka mata seraya menghembuskan panjang udara yang sempat dijebak dalam paru-parunya."Katakan, Om! Aku siap," ucapnya menguatkan hati.Leo tersenyum melihat wajah serius Alana. Dia tau, keponakannya itu hanya menunjukkan wajah tegar dan kuat saja. Namun sebenarnya, di dalam hati ada kerapuhan dan ketakutan yang tergambar jelas pada sorot mata. Meski bias, Leo dapat merasakan.Leo kembali mendekap wajah Alana. Memberinya tatapan lembut dan teduh. Leo juga memberikan kecupan hangat pada pucuk kepala Alana, lalu mengusapnya seperti biasa."Aku tau, keponakanku in
"Asti, ada apa?" "Tuan, apakah Anda tidak ke kantor pagi ini?" Leo mengarahkan pandang pada Alana yang masih malas beranjak dari pelukannya. Bahkan saat mendengar nama Asti dari bibir Leo, wajah yang tadinya ceria, kini ternoda oleh guratan rasa cemburu.Leo tersenyum melihat wajah cemburu Alana. Sebagai pengobat, dia pun mendaratkan satu kecupan kilat pada bibir Alana sehingga peri kecilnya itu tersipu."Apa ada agenda penting hari ini?" Kembali Leo fokus pada Asti yang menghubunginya via phone."Jam sembilan pagi ini, ada pertemuan dengan bagian pemasaran. Jam satu siang ada rapat dengan bagian keuangan," jawab Asti membacakan agenda harian Leo.Leo mengarahkan ekor mata ke arah petunjuk waktu yang tergantung pada dinding di kamar Alana, lalu kembali melihat Alana. Gadisnya itu, meski terdiam, tapi dia menguping pembicaraan mereka."Tiga puluh menit aku sampai. Siapkan semua dokumen yang berkaitan dengan bagian pemasaran!""Baik, Tuan.""Satu
"Om Leo yakin mau ninggalin aku sendirian?"Wajah Alana cemberut mendengar Leo akan pergi ke luar kota dalam beberapa hari karena urusan perkerjaan. "Hanya beberapa hari saja, tidak sampai satu minggu," ucap Leo sembari membereskan pakaian yang akan dibawanya.Leo memilih pakaian dari dalam lemari, lalu memasukkan ke dalam koper, sedangkan Alana duduk bersila di atas ranjang sembari memperhatikan kesibukan Leo mengemasi pakaian. Matanya ikut bergerak seiring arah gerakan Leo. Di saat Leo berdiri di depan lemari, saat itu mata Alana membuka sedikit lebar. Saat Leo berdiri di dekatnya sembari masukkan pakaian di dalam koper, mata Alana otomatis lebih menyipit."Om Leo tidak takut kangen aku?" Alana semakin memberikan wajah cemberut.Leo menghentikan kesibukannya, memberi tatapan lekat pada Alana. Keponakannya itu sedang merajuk dengan wajah cemberut, tapi tubuhnya bergerak maju mundur dengan kedua tangan memengang ujung jari-jari kaki. Leo menghela napas panjang, lalu menghembuskan ka
"Sudah, Bear. Aku kenyang," ucap Alana.Alana menolak suapan Leo dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Dia juga menoleh sedikit ke samping menghindari sendok yang disodorkan Leo padanya."Satu kali lagi, Sayang. Kamu sudah mengeluarkan banyak tenaga saat melahirkan. Sekarang, kamu harus mengganti tenagamu dengan makan yang banyak," ucap Leo."Bear, sampai siang ini saja kamu sudah memintaku makan banyak makanan. Kalau tidak salah ingat, kamu sudah memberi aku makan tiga kali, dua kali makanan ringan, dua kali jus buah. Perutku rasanya seperti mau pecah karena kekenyangan," ucap Alana melakukan protes atas tindakan Leo yang terus membujukkan untuk makan.Leo tertawa mendengar keluhan dari Alana. Dia berpikir bahwa karena istrinya telah melalui perjuangan yang melelahkan untuk melahirkan putra mereka, maka dia harus memberikan makanan bergizi yang cukup agar istrinya bisa pulih dengan cepat. Namun, ternyata usahanya tersebut menimbulkan protes dari Alana. "Baiklah. Kali ini aku t
"Dokter, bagaimana?" Leo tidak sabar menunggu penjelasan hasil pemeriksaan kehamilan istrinya."Usia kehamilan istri Anda sudah cukup bulan, Tuan. Tinggal menunggu waktu lahir saja," jelas dokter.Dokter itu mengarahkan pandang pada Alana dengan senyum ramahnya."Nyonya, kelahiran seperti apa yang Anda inginkan?""Dokter, aku tidak ingin istriku kesakitan saat melahirkan. Bisakah kami ajukan untuk melakukan operasi saja?" ucap Leo cepat sebelum Alana memberi jawaban."Bear!" Alana memberi wajah protes."Sayang." Leo meraih tangan Alana dan mengenggamnya lembut. "Aku tidak mau melihatmu kesakitan."Wajah Leo tampak sedih membayangkan istrinya kesakitan saat melahirkan. Makanya, dia ingin kelahiran anak mereka melalui operasi caesar saja dengan tehnologi terbaru agar istrinya tidak merasakan sakit. Namun, niat baik Leo melindungi istrinya dari rasa sakit mendapat penolakan tegas dari Alana."Aku tidak mau, Bear. Aku mau melahirkan secara normal saja," u
“Damian, ada apa?” tanya Leo dengan wajah penasaran sembari berjalan meninggalkan Alana dengan langkah hati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. “Apa Marco sudah memberitahumu?” tanya Damian di ujung sana, di balik teleponnya. Suaranya terdengar tidak biasa seperti ada sesuatu yang terjadi.“Apa?” tanya Leo semakin penasaran.“Siang tadi, Arga berusaha memberontak dengan melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan. Saat mereka mengejar dan mencarinya, mungkin juga karena panik, pria itu tidak melihat jalanan. Dia juga tidak melihat ada truk yang melintas saat menyeberang jalan,” cerita Damian.Damian menceritakan tentang kecelakaan yang dialami oleh Arga saat pria itu melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan mereka. Karena ceroboh dan mungkin juga panik karena takut penjaga mengejarnya, Arga tidak memperhatikan ada truk yang melintas dengan kecepatan tinggi saat dia menyeberang jalan, sehingga tubuhnya tertabrak dan terpental hingga beberapa meter.“Mereka baru
“Sayang, kamu cantik sekali menggenakan pakaian ini,” puji Leo sembari mengelus perut buncit Alana."Bear, kamu mengejutkan aku?" Alana kaget, tiba-tiba Leo memeluknya dari belakang.Sore ini Alana mengenakan pakaian daster tidak berlengan, sehingga perutnya yang besar terlihat. Bahan yang lembut dan jatuh membuat perut Alana yang membesar terlihat menonjol dan lebih seksi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang memang indah semakin membuat Leo tidak mau melepaskan pelukannya."Kenapa berdiri di sini sendirian?" lirih Leo."Pemandangannya bagus, Bear. Lihat itu!" Alana menunjuk langit sore, di mana matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau. Bias sinar yang mulai redup menghias langit sore tampak semburat merah keemasan memberi warna indah yang membuat mata sejuk dan hati teduh."Indah banget langitnya!" decak kagum Alana.Leo tersenyum. Peluknya semakin erat. Meski perut Alana sudah membesar, tetapi tidak menjadi penghalang untuk tetap memeluknya. Sebaliknya, perut besar Ala
"Nyonya, teh Anda."Dona mendekati Alana yang sedang duduk santai di bangku taman yang berada di dekat kolam renang belakang rumah. Kemudian, memberikan secangkir teh yang masih hangat pada Alana dengan penuh kebaikan hati."Terima kasih."Alana pun merasa sangat berterima kasih dan mengucapkan kata-kata itu dengan senyum yang manis, lalu menyeruput teh hangat sembari menunggu Dona duduk di depannya.Suasana taman sore ini terasa semakin nyaman dan tenang dengan hadirnya secangkir teh hangat tersebut."Mulai hari ini, jangan panggil aku nyonya lagi! Aku bukan nyonyamu," kata Alana sembari meletakkan cangkir di atas meja.Dona tercengang kaget."Kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?" Dona merasa perlu tau alasan Alana. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Hubungan mereka beberapa hari ini juga baik-baik saja, tetapi tiba-tiba Alana mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal ini membuatnya bingung dan bertanya-tanya.Melalui ekspresi kagetnya saja, seharusnya Alana sudah mengerti
“Bear,sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Alana bingung.Leo menoleh, lalu memberi senyum manisnya.“Bukankah kita sudah membicarakannya, Sayang? Aku akan membawamu ke tempat yang tenang dan sejuk. Kita akan ke luar kota,” jawab Leo mengingatkan Alana tentang apa yang sudah pernah mereka bicarakan.“Tapi, kenapa pakaian yang kamu bawa sangat banyak?” Alana melempar pandangnya ke arah tumpukan pakaian dalam koper yang belum tertutup.Leo pun melirik ke arah yang dikatakan istrinya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum.“Karena kita akan melakukan liburan dalam waktu yang lumayan cukup lama,” jawab Leo.Dia sibuk mengemas beberapa pakaian mereka dan memasukkan ke dalam koper. Ada dua koper di sana, salah satunya sudah terisi penuh dengan pakaian Leo sendiri. saat ini suami Alana itu sedang menegmas pakai Alana. Tadinya, Alana ingin membantu, tetapi Leo melarangnya dan memintanya duduk saja di tempat tidur.Setelah merasa cukup dan selesai, Leo bangkit dari tempatnya, lalu mendekati A
"Dokter, bagaimana?""Nyonya, apakah Anda merasa baik-baik saja?" tanya dokter pada Alana. Leo tampak sangat cemas menatap wajah dokter yang memeriksa kondisi kandungan istrinya. Apalagi saat dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan mengarahkan pandang pada Alana dengan sorot mata yang tidak baik-baik saja. Refleks dia pun ikut mengarahkan pandangnya pada Alana, lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya."Dokter?" Setelah Leo menyapa dokter, dokter tersebut menghela napas panjang dengan suara yang terdengar berat saat memandang Leo. Reaksi ini membuat Leo merasa semakin cemas dan khawatir akan kondisi istrinya. Meskipun tidak diketahui secara pasti apa yang dipikirkan oleh dokter, namun dari reaksinya itu dapat diartikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya khawatir tentang kesehatan Alana dan bayi dalam kandungannya. Hal ini tentunya menambah kekhawatiran bagi Leo dan membuatnya merasa semakin tidak tenang."Dalam kondisi kehamilan yang masih muda, seharusnya istri
"Leo-""Sstt!" Leo segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir ketika Damian datang dan berjalan ke arahnya sembari berbicara. Karena hal ini, Damian pun menghentikan ucapannya dan memperlambat serta memperhalus langkahnya. Sembari mendekat, matanya tertarik memperhatikan wanita yang tertidur di sofa dengan kepala di atas pangkuan Leo."Apa istrimu sakit?" tanyanya dengan suara lirih setelah duduk di depan Leo. Matanya masih memperhatikan wajah lelap Alana yang menurutnya sedikit pucat dan tampak sedikit lelah."Tidak, tapi dia tidak baik-baik saja," jawab Leo juga mengarahkan pandangnya pada wajah Alana.Damian menoleh dan memiringkan kepalanya sedikit, sedangkan matanya menyipit ketika mendengar perkataan Leo. Ia kemudian bertanya, "Ada apa?"Melihat ekspresi Damian yang penasaran, akhirnya Leo menceritakan tentang masalah yang dialami Alana. Dia bercerita tentang mimpi buruk yang membuat Alana ketakutan dan sulit tidur hingga pagi hari. Karena itu, Leo memutuskan untuk tidak
"Jangan bunuh anakku! Aku mohon," mohon Alana dalam rintih kesakitan dan tangis.Tenaganya telah habis dan suara tangisnya hampir tak terdengar lagi. Arga telah melakukan hal yang membuat dunianya runtuh dan tak berarti lagi. Meskipun ia memberontak dan menjerit, tak seorang pun yang bisa menolongnya. Hidupnya telah hancur dan kini ia berada pada titik terdalam kesedihan yang tak terbayangkan. Semua harapan dan impian yang pernah dimilikinya kini sirna, meninggalkan dirinya dalam kehancuran yang sangat menyakitkan. Alana kembali berteriak histeris sembari memberontak menggunakan sisa tenaganya. Meski merasa tidak lagi memiliki harapan karena Arga terus menghujam tubuhnya dengan maksud untuk membunuh bayi dalam perutnya, Alana, dia berharap masih memiliki harapan untuk menyelamatkan anaknya."Berhentilah melawan, Alana! Tidak ada yang bisa menyelamatkan anakmu," ujar Arga dengan bengisnya."Dasar bajingan! Aku bersumpah akan membunuhmu, Arga!" sumpah Alana.Plak!Arga kembali melayang