"Siapa yang berbohong kakek memang tidak enak badan." Meski sudah ketangkap basah tapi Arga masih saja mangkir. Lalita hanya bisa menghela nafas, dia maklum karena memang begitulah suaminya. Karena tak ingin mengganggu waktu istirahat sang Kakek, Lalita pamit kembali ke kamarnya. Tau istrinya berjalan keluar, Arga pun segera menyusul meninggalkan kakek yang heran akan sikap cucu serta cucu menantunya. "Sayang tunggu." Langkah lebarnya membuat Arga dengan cepat bisa menyusul sang istri. Lalita tetap berjalan tanpa menggubris Arga yang kini berada di sampingnya. "Kamu kenapa sih!" Pria itu mulai protes dengan sikap tak peduli Lalita. "Aku lelah Mas," jawab Lalita pelan. Lelah fisik, lelah hati serta lelah pikiran benar-benar membuat Lalita malas berbicara. Setelah di kamar, Lalita merebahkan dirinya di tempat tidur, dia ingin mengistirahatkan sejenak pikirannya. Sementara itu, Arga yang masih kesal mencoba meluapkan amarahnya kepada sang istri. "Lain kali jangan keluar sa
Lirikan Arga menjadi tatapan yang sangat tajam, dapat dilihat apabila dia begitu kesal mendengar kalimat permohonan ijin istrinya. "Apa maksudmu kesana dengan Rangga! kamu pikir aku apa!" Lalita meringis, dia sudah menduga respon Arga akan seperti ini apabila dia menyebut nama Rangga. "Lalu aku kesana sama siapa Mas? sedangkan kamu suamiku malah pergi dengan wanita lain." Kalimat sindiran sengaja Lalita ucapkan, dia berharap suaminya berubah pikiran jika tidak maka dia akan kalah taruhan dengan Kania. "Kesana bersamaku!" Dua kalimat dari Arga membuat Lalita tersenyum senang, akhirnya dia lah pemenang taruhannya. Senang karena menang taruhan wanita itu mencium pipi suaminya dan dengah hati berbunga dia kembali ke meja kerjanya. Melihat sikap istrinya, CEO itu juga tersenyum. Setelah ciuman itu mereka berdua memutuskan untuk baikan dan saling meminta maaf.Jam pulang telah tiba, Arga dan Lalita yang ingin mempersiapkan malam ini pulang terlebih dahulu, sedangkan Kania yang
Arga segera menarik tangan Lalita, sedangkan Rangga yang terjungkal segera bangun. "Arga jangan menyakitinya." Meski dirinya sendiri kesakitan namun Rangga tetap mengkhawatirkan Lalita. Bukannya mendengar ucapan Rangga, Arga malah berujar pedas dengan mengatai Rangga. "Diam lah Pengkhianat!" Mendengar itu semua Lalita menjadi kesal, dengan keras dia melepaskan diri dari tangan Arga. "Cukup Mas, cukup! Pak Rangga tidak seperti yang kamu pikirkan!" Dia berujar dengan lantang membela Rangga. Kalimat pembelaan dari Lalita membuat emosi Arga merangkak. Tangan pria itu mengepal, rahangnya juga mengeras. "Kamu membelanya!" Sambil menunjuk Rangga. Sesaat kemudian dia tertawa sinis, "Owh, aku tahu sekarang, kalian memang ada hubungan di belakang aku." Tak terima dituduh demikian, Rangga menyangkal keras, "Kami tidak ada hubungan apa-apa, kamu salah sangka Arga!" "Mana ada maling yang mau ngaku!" Arga yang sudah terbakar emosi tidak bisa lagi berpikir jernih. Kini tatapan pr
Keesokan harinya Arga langsung pergi ke kantor tanpa sarapan, dia yang masih memendam amarah enggan untuk makan apapun pagi itu.Sesampainya di kantor, Damar datang menghadap melaporkan Lalita yang ijin tidak masuk hari ini."Beraninya ijin tidak masuk, dia pikir perusahaan milik siapa!" Dengan ekspresi marah, dia menatap sang asisten. Mendengar ucapan CEO-nya pria berkacamata itu menyahut dalam hati, "Milik suaminya." Sementara Arga marah di kantor, Lalita di rumah ibunya sibuk di taman kecil di belakang rumah. Dia berusaha menyingkirkan pikirannya tentang Arga."Kamu tidak bekerja?" Tanya sang ibunda yang berjalan mendekat ke arah Lalita. Wanita itu tersenyum, dia meletakkan gunting besar yang dia pegang untuk menggunting dahan dan daun. "Lalita sudah ijin Ibu.,""Bagaimana dengan Arga?" Kembali sang ibu mengajukan pertanyaan.Lalita menghela nafas, dia masih menyimpan kekesalan terhadap suaminya. "Lalita masih kesal dengan Mas Arga ibu, dia juga tidak datang untuk menjemput Lal
Kalimat Lalita membuat pria itu terdiam, dia mulai dapat menilai sikapnya. Kata maaf kembali terucap, bahkan janji dia ucapkan untuk meyakinkan sang istri. "Aku tidak butuh janji Mas, aku butuh bukti." Lalita melepaskan pelukan Arga dia tetap memilih keluar dan meninggalkan suaminya yang masih mematung di dalam mobil. Tak jauh dari parkiran, Kania berdiri menatap mobil Arga. Awalnya dia ingin pergi tapi setelah tau Lalita keluar dan menjauh dari mobil sahabatnya dia memutuskan berbalik. Kania berjalan mendekat, mengetuk kaca mobil.Sesaat kemudian, Arga keluar. "Kamu baik-baik saja Arga?" tanya Kania."Iya, ayo kembali ke kantor." Pria memilih tidak melanjutkan makannya.Tak ada yang bisa Kania lakukan selain menurut apa yang Arga perintahkan.Sepanjang jalan, Arga hanya diam berbeda sekali dengan saat mereka berangkat tadi. "Arga kamu baik-baik saja?" Dia menjatuhkan tangan di pundak Arga. "Iya baik," sahut Arga tanpa melepaskan pandangannya. Kania tersenyum, dia paham pasti
"Kamu mau apa Mas?" Gestur waspada telah Lalita siapkan, dia cukup tau apa yang akan suaminya lakukan dengan tatapan licik seperti ini.Meskipun sang istri sudah memasang kewaspadaan namun Arga cukup cerdik membaca situasi sehingga dia bisa mencuri momen saat Lalita lengah.Alhasil tubuh istrinya terkunci dengan tubuhnya yang kekar."Mas jangan macam-macam," ujar wanitanya dengan kesal. "Aku nggak macam-macam hanya satu macam saja." Wajah liciknya semakin terlihat jelas.Tapi.... kekhawatirannya sirna setelah tangan Arga mengelus wajahnya dengan lembut.Arga berharap Lalita mempercayainya lagi karena saat ini dia benar-benar ingin memperbaiki semua.Arga membawa Lalita dalam pelukannya, dan di dalam pelukan suaminya dia merasa aneh. Tiba-tiba rasa mual datang menyerang, hingga tangannya mendorong tubuh Arga dengan kuat. "Mas aku mual." sambil menutup mulutnya.Mengetahui istrinya yang tiba-tiba mual, Arga jadi panik. "Kamu sakit sayang?" Nada khawatir terdengar jelas dari mulut pria
Lalita kembali muntah, tubuhnya benar-benar lemas namun rasa mual terus memaksa dirinya mengeluarkan isi yang ada di dalam perut. "Kamu kenapa sih Sayang?" Pria itu semakin khawatir. "Bau kamu Mas," Lalita meminta Arga untuk sedikit menjauh darinya.Masih dalam kebingungan, Arga mencium bau tubuhnya sendiri tapi bau tubuhnya wangi lantas kenapa Lalita memintanya menjauh?"Sayang aku rasa tidak ada yang salah dengan bau badanku? lagipula aku sudah mandi" Arga membujuk Lalita agar dia bisa mendekat.Namun baru berjalan satu langkah Lalita sudah mencegahnya. "Justru bau wangi itu Mas yang membuat aku mual." Kembali Arga dirundung kebingungan, dia masih tidak paham dengan apa yang terjadi dengan Lalita, bagaimana bisa bau wangi membuat mual? "Aneh sekali," gumamnya pelan.Dirasa mualnya sudah reda, Lalita meminta Arga keluar karena dia juga ingin keluar.Kini Lalita duduk di atas tempat tidur, sementara Arga duduk di sofa. "Sayang kapan aku boleh mendekat?" Dia begitu ingin berada disa
Meskipun istrinya sudah dikerok tapi Arga tetap menghubungi dokter pribadinya karena dia tidak percaya sama sekali dengan metode penyembuhan dengan sistem kerokan."Mas kan aku sudah sembuh kenapa panggil Dokter?" Wanita itu protes setelah dokter memasuki kamar."Untuk memastikan saja Sayang," sahut Arga.Wanita itu menghela nafas, kemudian dia mengukuti instruksi sang Dokter untuk berbaring. Usia memeriksa Lalita, Dokter itu nampak tersenyum sama halnya seperti Kakek tadi."Istri saya sakit apa Dok?" tanya Arga yang sudah tidak sabar mengetahui hasil pemeriksaan."Istri anda tidak sakit Pak Arga." Sambil menatap Arga.Mendengar kalimat sang Dokter Lalita pun menyebik, "Tuh kan aku tuh nggak sakit Mas." Meskipun hasil pemeriksaan menunjukkan Lalita tidak sakit, tapi.... Arga masih bingung dengan gejala mual-mual yang Lalita alami."Kalau tidak sakit kenapa istri saya mual-mual Dok?" Dokter yang sudah paruh baya itu kembali tersenyum, "Saya belum bisa memastikan iya apa tidaknya Pak