Kalimat Lalita membuat pria itu terdiam, dia mulai dapat menilai sikapnya. Kata maaf kembali terucap, bahkan janji dia ucapkan untuk meyakinkan sang istri. "Aku tidak butuh janji Mas, aku butuh bukti." Lalita melepaskan pelukan Arga dia tetap memilih keluar dan meninggalkan suaminya yang masih mematung di dalam mobil. Tak jauh dari parkiran, Kania berdiri menatap mobil Arga. Awalnya dia ingin pergi tapi setelah tau Lalita keluar dan menjauh dari mobil sahabatnya dia memutuskan berbalik. Kania berjalan mendekat, mengetuk kaca mobil.Sesaat kemudian, Arga keluar. "Kamu baik-baik saja Arga?" tanya Kania."Iya, ayo kembali ke kantor." Pria memilih tidak melanjutkan makannya.Tak ada yang bisa Kania lakukan selain menurut apa yang Arga perintahkan.Sepanjang jalan, Arga hanya diam berbeda sekali dengan saat mereka berangkat tadi. "Arga kamu baik-baik saja?" Dia menjatuhkan tangan di pundak Arga. "Iya baik," sahut Arga tanpa melepaskan pandangannya. Kania tersenyum, dia paham pasti
"Kamu mau apa Mas?" Gestur waspada telah Lalita siapkan, dia cukup tau apa yang akan suaminya lakukan dengan tatapan licik seperti ini.Meskipun sang istri sudah memasang kewaspadaan namun Arga cukup cerdik membaca situasi sehingga dia bisa mencuri momen saat Lalita lengah.Alhasil tubuh istrinya terkunci dengan tubuhnya yang kekar."Mas jangan macam-macam," ujar wanitanya dengan kesal. "Aku nggak macam-macam hanya satu macam saja." Wajah liciknya semakin terlihat jelas.Tapi.... kekhawatirannya sirna setelah tangan Arga mengelus wajahnya dengan lembut.Arga berharap Lalita mempercayainya lagi karena saat ini dia benar-benar ingin memperbaiki semua.Arga membawa Lalita dalam pelukannya, dan di dalam pelukan suaminya dia merasa aneh. Tiba-tiba rasa mual datang menyerang, hingga tangannya mendorong tubuh Arga dengan kuat. "Mas aku mual." sambil menutup mulutnya.Mengetahui istrinya yang tiba-tiba mual, Arga jadi panik. "Kamu sakit sayang?" Nada khawatir terdengar jelas dari mulut pria
Lalita kembali muntah, tubuhnya benar-benar lemas namun rasa mual terus memaksa dirinya mengeluarkan isi yang ada di dalam perut. "Kamu kenapa sih Sayang?" Pria itu semakin khawatir. "Bau kamu Mas," Lalita meminta Arga untuk sedikit menjauh darinya.Masih dalam kebingungan, Arga mencium bau tubuhnya sendiri tapi bau tubuhnya wangi lantas kenapa Lalita memintanya menjauh?"Sayang aku rasa tidak ada yang salah dengan bau badanku? lagipula aku sudah mandi" Arga membujuk Lalita agar dia bisa mendekat.Namun baru berjalan satu langkah Lalita sudah mencegahnya. "Justru bau wangi itu Mas yang membuat aku mual." Kembali Arga dirundung kebingungan, dia masih tidak paham dengan apa yang terjadi dengan Lalita, bagaimana bisa bau wangi membuat mual? "Aneh sekali," gumamnya pelan.Dirasa mualnya sudah reda, Lalita meminta Arga keluar karena dia juga ingin keluar.Kini Lalita duduk di atas tempat tidur, sementara Arga duduk di sofa. "Sayang kapan aku boleh mendekat?" Dia begitu ingin berada disa
Meskipun istrinya sudah dikerok tapi Arga tetap menghubungi dokter pribadinya karena dia tidak percaya sama sekali dengan metode penyembuhan dengan sistem kerokan."Mas kan aku sudah sembuh kenapa panggil Dokter?" Wanita itu protes setelah dokter memasuki kamar."Untuk memastikan saja Sayang," sahut Arga.Wanita itu menghela nafas, kemudian dia mengukuti instruksi sang Dokter untuk berbaring. Usia memeriksa Lalita, Dokter itu nampak tersenyum sama halnya seperti Kakek tadi."Istri saya sakit apa Dok?" tanya Arga yang sudah tidak sabar mengetahui hasil pemeriksaan."Istri anda tidak sakit Pak Arga." Sambil menatap Arga.Mendengar kalimat sang Dokter Lalita pun menyebik, "Tuh kan aku tuh nggak sakit Mas." Meskipun hasil pemeriksaan menunjukkan Lalita tidak sakit, tapi.... Arga masih bingung dengan gejala mual-mual yang Lalita alami."Kalau tidak sakit kenapa istri saya mual-mual Dok?" Dokter yang sudah paruh baya itu kembali tersenyum, "Saya belum bisa memastikan iya apa tidaknya Pak
Kebahagian benar-benar dirasakan pria itu, dia pulang dengan wajah yang berseri, kakek yang menduga apabila cucu menantunya hamil sengaja menunggu mereka di teras rumah, beliau juga tidak sabar mendengar berita baik dari Arga. Mobil Arga sudah terlihat, kakek segera bangkit untuk menyambut cucu-cucunya. Dengan senyam yang mengembang Arga berjalan menuju tempat Kakek. "Kakek akhirnya Arga akan menjadi ayah." Pria yang selalu dingin itu menitikkan air mata bahagianya memeluk sang Kakek. "Kakek turut senang Arga." Sambil membalas pelukan sang cucu. Melihat Lalita pria tua itu merangkul sekalian wanita yang akan memberinya cicit itu. "Terima kasih Lalita." Di dalam kamar mereka kini, Arga yang takut apabila Lalita kelelahan meminta sang istri agar terus berbaring di tempat tidur. "Mas aku tidak sakit kenapa kamu memperlakukan aku seperti orang sakit!" Lalita yang kesal mulai protes. "Aku tidak mau ambil resiko Sayang, bila ada apa-apa dengan anak kita bagaimana." Arga t
"Lalita hamil Kania, dia tidak bisa mencium bau parfum." Jawaban Arga membuat wanita itu terdiam, belum hamil saja sangat sulit menaklukkan Arga dan kini wanita itu telah hamil pasti akan semakin sulit. "Apa? Lalita hamil?" Tatapannya berubah sendu, terlihat jalan kekalahan sudah di depan mata. "Iya Kania." Wanita itu memaksakan senyuman, dia menepuk bahu Arga sembari berucap, "Selamat Arga." Dia pamit untuk kembali karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah pengumuman itu mencuat, banyak klien maupun tamu datang tanpa menggunakan parfum karena apabila mereka kedapatan memakai parfum maka Winata Group akan menolak kedatangan mereka. Suatu ketika Rangga dan Gilang datang untuk membahas melonjaknya permintaan pasar akan properti mereka. Ketika hendak masuk, mereka dihadang oleh satpam, Rangga dan Gilang yang saat itu memakai parfum terpaksa melepas pakaian mereka dan masuk hanya menggunakan kaos pres bodi yang ada di mobil. "Winata Group ada-ada saja.
Meski emosi tapi jawaban kesal Arga justru membuat para ibu-ibu tertawa, mereka sangat gemas sekali dengan Arga."Masnya bisa ngelawak juga." cicit mereka.Bahkan dari mereka ada yang mengelus perutnya yang membesar sambil menatap Arga. "Semoga anakku seperti mas ganteng ini." Pria itu benar-benar muak dengan sikap ibu-ibu ingin sekali memerintahkan anak buahnya untuk memberi pelajaran kepada ras terkuat di muka bumi itu.Usai mendapatkan rujaknya, Arga buru-buru memberikan uangnya, dia tidak memperdulikan berapa harganya yang penting dia bisa segera pergi dari tempat itu."Lain kali jangan beli rujak disini," wajah pria itu masih kesal."Kenapa Mas?" tanya Lalita"Apa kamu tidak melihat suami kamu digoda ibu-ibu aneh itu!" Arga semakin menunjukkan rasa kesalnya.Sementara Arga kesal dengan perlakuan ibu-ibu tadi, Lalita malah terlihat menahan tawa. Dia jadi menyesal kenapa tadi tidak ikut membeli rujak.Memang masih belum ada yang mampu melawan ras terkuat di muka bumi sekalipun dia
Keinginan tak lazim Lalita membuat Arga kesal tapi pria itu sebisa mungkin menahan amarahnya.Malam itu Lalita berbaring di tempat tidur, sedangkan Arga sibuk dengan laptop miliknya."Mas kamu ngapain saja sih!" Lalita yang merasa diabaikan nampak marah."Kerjaan tadi belum selesai Sayang," sahut Arga tanpa menatap Lalita.Lelah menunggu akhirnya Lalita memutuskan tidur terlebih dahulu.Tengah malam Arga baru menyelesaikan pekerjaannya, dia juga yang sudah lelah segera menyusul sang sang istri yang sudah terlelap.Melihat wajah Lalita seperti ini membuat pria itu menarik kedua ujung bibirnya, dan dia berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi perubahan sikap sang istri. Pagi buta suara Lalita muntah terdengar menggema, Arga segera bangun ketika mendengarnya. "Sayang." Dia berjalan cepat menuju kamar mandi.Ketika dia masuk, sudah terlihat Lalita terduduk lemas di lantai. Melihat sang istri Arga segera menggendongnya lalu membawa tubuh lemas Lalita ke tempat tidur. Arga segera mengam
Siang itu Lalita keluar kamar untuk bersantai sejenak di taman, kepura-puraannya cukup melelahkan serta membosankan sehingga siang itu dia ingin bersantai sejenak. Baru saja dia memetik bunga mawar, terlihat Lili berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin wanita jahat ini lakukan." Gumam Lalita. Raut wajahnya seketika berubah, tapi buru-buru Lalita mengubahnya kembali ke settingan senang. "Eh Lili," Dengan tersenyum dia menyapa Lili. "Hai Lalita." Balas Lili. "Kamu tampak bugar sekali." Lili berbasa-basi dengan berucap demikian. Lalita menatap Lili, 'Jelas bugar, baru saja disiram.' Batinnya yang masih menunjukkan sederet gigi putihnya. Lili turut memetik bunga mawar, dia ingin meniru apa yang Lalita lakukan. Saat bersamaan, Lalita menerima panggilan telpon dari Arga. Pria itu meminta Lalita untuk memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Damar dan Kania. "Astaga Mas, bisa-bisanya aku lupa kalau mereka akan menikah." Wanita itu baru ingat. "Nanti aku pikirkan hadiahnya
Di dalam kamarnya Lili menangis, setelah kelelahan harus jalan dari depan Kompleks ke rumah, kini Arga kembali mempermainkannya dengan drama kopi. "Apa kurangnya aku Arga! Kenapa kamu tidak menghargai apa yang telah aku lakukan untukmu!" Wanita itu berteriak sambil membuang bantalnya.Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan tapi ambisinya lah yang salah. Hanya demi hasrat terlarang, dia tega mencelakai sepupunya. Seandainya Lili sadar akan keadaannya serta tahu diri jika dia hanya menumpang mungkin mereka bisa berteman baik dan menjadi keluarga yang baik pula. Keesokan harinya wanita itu terlihat tak bersemangat, selain kurang tidur Lili juga kelelahan sehingga membuat tubuhnya lemah Ketika Lili keluar kamar dia sudah melihat Arga duduk di sofa sambil meminum kopi. Dia mengira itu adalah kopi buatannya semalam tapi yang tanpa Lili tahu kopi itu baru saja dibuat oleh Lalita. "Pagi Arga," sapa Lili dengan senyum mengembangnya."Kemarin aku masuk kamar, niatku menunggumu di
Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t
Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli
Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,
Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon
Wajah memberengut Kania perlahan memudar bahkan kini senyuman tersungging di bibirnya, "Benarkah Mas?" Dia bertanya sambil menatap Damar.Pria itu mengangguk dengan tersenyum pula dia lega karena calon istrinya sudah tidak cemberut lagi iya. "Iya Sayang." Tangan Damar mengelus pucuk kepala kania.Wanita itu pun memeluk calon suaminya sembari berkata. "Maafkan aku Mas yang telah salah paham.""Iya Sayang tidak apa-apa." kemudian dia mengeratkan pelukan mereka."Lain kali tanya dulu jangan langsung mengambil keputusan sendiri seperti ini." Ujar Damar kemudian."Iya Mas Maafkan Aku." Kata Maaf kembali terucap.Hari ini Damar mendapatkan bonus dari Arga, bonus yang cukup besar sehingga bisa memberikan kalung Kania.Rencananya dia akan membeli kalung itu ketika mereka menikah nanti Namun karena ada masalah seperti ini akhirnya Damar pun memutuskan untuk membeli kalung itu hari ini.Di sisi lain Lalita dan Lili telah mengobrol bersama di ruang keluarga. Lili terus menatap Lalita yang asik m
Di ruangan CEO Damar turut menyambut kedatangan Bu Indah. Dia dan Arga sama sekali tidak menyangka kalau Bu Indah datang sendiri untuk berterima kasih bahkan dengan penuh terima kasih memakai kalung pemberiannya kemarin."Saya sangat berterima kasih Pak Arga atas hadiah yang sangat mewah ini." CEO wanita itu bergantian menatap Arga dan juga Damar secara bergantian."Jangan sungkan Bu Indah Itu hadiah yang tidak seberapa." Sahut Arga.Keduanya mengobrol dan saling berterima kasih sambil membahas planning kerjasama mereka kedepannya.Tak terasa waktu cepat berlalu sudah waktunya bagi Bu Indah untuk pamit.Selepas kepergian wanita nomor satu itu Damar juga pamit kembali ke ruangannya.Ketika jam makan siang datang Damar datang ke ruangan calon istrinya, pria itu ingin mengajak Kani untuk makan siang. "Ajak saja wanita kamu jangan mengajakku!" Kania merespon ajakan Damar dengan ketus. Kerutan-kerutan di dahi Damar mulai terlihat. Ada apa? dia merasa heran dengan ucapan sang wanita yang a
Sepanjang hari Kania gusar karena Damar tak kunjung memberikan hadiah kalungnya. Apalagi ketika jam makan siang Damar justru keluar sendiri tanpa mengajaknya. Kania yang tidak bisa menahan rasa hatinya pergi menemui sang atasan untuk bertanya langsung urusan Damar keluar kantor. "Arga, apa Damar ada meeting dengan klien?" Segera Kania mengeluarkan pertanyaan saat dia memasuki ruangan CEO. Arga yang masih sibuk menatap Kania sesaat lalu dia menggeleng. "Tidak ada meeting?" Sekali lagi Kania memastikan. "Tidak Kania, jika kamu ingin tahu dimana dia sekarang kenapa tidak menelponnya saja!" Merasa terganggu akan pertanyaan Kania, Arga pun sedikit kesal. Wanita itu mengangguk, kemudian dia pamit kembali ke ruang kerjanya. "Apa aku telpon saja ya." Sepanjang lorong menuju ruangannya Kania bergumam. Dia masih ragu antara menelpon Damar atau tidak. Hingga akhirnya Kania memencet kontak Damar. Panggilan tersambung tapi calon suaminya tak kunjung menerima panggilannya. "Dima