"Lalita hamil Kania, dia tidak bisa mencium bau parfum." Jawaban Arga membuat wanita itu terdiam, belum hamil saja sangat sulit menaklukkan Arga dan kini wanita itu telah hamil pasti akan semakin sulit. "Apa? Lalita hamil?" Tatapannya berubah sendu, terlihat jalan kekalahan sudah di depan mata. "Iya Kania." Wanita itu memaksakan senyuman, dia menepuk bahu Arga sembari berucap, "Selamat Arga." Dia pamit untuk kembali karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah pengumuman itu mencuat, banyak klien maupun tamu datang tanpa menggunakan parfum karena apabila mereka kedapatan memakai parfum maka Winata Group akan menolak kedatangan mereka. Suatu ketika Rangga dan Gilang datang untuk membahas melonjaknya permintaan pasar akan properti mereka. Ketika hendak masuk, mereka dihadang oleh satpam, Rangga dan Gilang yang saat itu memakai parfum terpaksa melepas pakaian mereka dan masuk hanya menggunakan kaos pres bodi yang ada di mobil. "Winata Group ada-ada saja.
Meski emosi tapi jawaban kesal Arga justru membuat para ibu-ibu tertawa, mereka sangat gemas sekali dengan Arga."Masnya bisa ngelawak juga." cicit mereka.Bahkan dari mereka ada yang mengelus perutnya yang membesar sambil menatap Arga. "Semoga anakku seperti mas ganteng ini." Pria itu benar-benar muak dengan sikap ibu-ibu ingin sekali memerintahkan anak buahnya untuk memberi pelajaran kepada ras terkuat di muka bumi itu.Usai mendapatkan rujaknya, Arga buru-buru memberikan uangnya, dia tidak memperdulikan berapa harganya yang penting dia bisa segera pergi dari tempat itu."Lain kali jangan beli rujak disini," wajah pria itu masih kesal."Kenapa Mas?" tanya Lalita"Apa kamu tidak melihat suami kamu digoda ibu-ibu aneh itu!" Arga semakin menunjukkan rasa kesalnya.Sementara Arga kesal dengan perlakuan ibu-ibu tadi, Lalita malah terlihat menahan tawa. Dia jadi menyesal kenapa tadi tidak ikut membeli rujak.Memang masih belum ada yang mampu melawan ras terkuat di muka bumi sekalipun dia
Keinginan tak lazim Lalita membuat Arga kesal tapi pria itu sebisa mungkin menahan amarahnya.Malam itu Lalita berbaring di tempat tidur, sedangkan Arga sibuk dengan laptop miliknya."Mas kamu ngapain saja sih!" Lalita yang merasa diabaikan nampak marah."Kerjaan tadi belum selesai Sayang," sahut Arga tanpa menatap Lalita.Lelah menunggu akhirnya Lalita memutuskan tidur terlebih dahulu.Tengah malam Arga baru menyelesaikan pekerjaannya, dia juga yang sudah lelah segera menyusul sang sang istri yang sudah terlelap.Melihat wajah Lalita seperti ini membuat pria itu menarik kedua ujung bibirnya, dan dia berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi perubahan sikap sang istri. Pagi buta suara Lalita muntah terdengar menggema, Arga segera bangun ketika mendengarnya. "Sayang." Dia berjalan cepat menuju kamar mandi.Ketika dia masuk, sudah terlihat Lalita terduduk lemas di lantai. Melihat sang istri Arga segera menggendongnya lalu membawa tubuh lemas Lalita ke tempat tidur. Arga segera mengam
"Tidak mungkin Mas!" Kembali Lalita mengarahkan pandangannya ke komputer. Sementara Arga hanya bisa menggelengkan kepala merasa heran dengan Sang istri yang mau menang sendiri. 'Dasar' batin pria itu. Mendekati jam makan siang, Arga meminta Lalita berhenti bekerja, dia menyiapkan makanan sang istri di meja, dia begitu khawatir karena daritadi Lalita belum makan. "Berhenti dulu Sayang, makan dulu." Dia membuka bekal makanan yang tadi dibawa khusus untuk sang istri. "Nanti saja Mas, alang tanggung sebentar lagi selesai," sahut Lalita. "Makan dulu sesuap Sayang daritadi kan belum makan, kasian anak kita di dalam." Arga kembali membujuk. Lalita meminta Arga untuk tidak memaksanya, "Tolong Mas." Alhasil Pria itu mengangguk kemudian dia kembali ke meja kerjanya. Walaupun ucapan dan sikap Lalita membuat kesal tapi Arga tetap tidak tega sama istrinya. Sambil bekerja dia terus memperhatikan sang istri. Arga nampak khawatir karena Lalita nyaris tidak istirahat sama sekali. W
Tak banyak yang bisa Arga lakukan selain memantau keadaan istrinya dari kursi kebesarannya.Semua nampak baik-baik saja hingga Lalita tiba-tiba berdiri."Mas perut aku kenapa sakit ya." Wanita itu mengadukan kesakitan yang dia rasakan kepada sang suami.Apa yang Arga khawatirkan kini menjadi nyata, istrinya merasakan sakit karena kerja tanpa istirahat dan tanpa makan.Tak ingin terjadi sesuatu dia segera bangkit dan berjalan menghampiri Lalita."Istirahatlah sayang, kamu terlalu lelah apalagi kamu belum makan," ujar pria itu lalu membantu istrinya berjalan ke sofa.Lalita mengangguk, dia juga nampak khawatir dengan keadaannya takut apabila janin di dalam kandungannya kenapa-napa.Arga kembali ke meja sang istri untuk mengambil makanannya tak hanya itu dia juga meminta OB untuk membelikan Lalita makanan ini dan itu."Makan." Arga berujar lantang, sambil mendekatkan makanan di bibir Lalita.Anggukan tak kentara Lalita tunjukkan setelahnya dia membuka mulut menerima suapan dari sang suam
Cup Kedua bibir Kania dan Damar bertemu, Ingin sekali marah namun entah mengapa tubuhnya mematung seolah memberi ijin pada asisten Arga itu untuk melakukan hal lebih. Kania meremas ujung roknya, rasa panas Damar seolah berpindah kepadanya. Pautan bibir itu akhirnya terurai dan dengan terus mendesah kepanasan pria itu berjalan menuju sebuah ruangan yang kemungkinan besar adalah kamarnya. Sementara Damar berusaha mengobati rasa panasnya, Kania justru masih mematung merasakan nikmat bekas bibir pria itu. Meski Kania pernah bersekolah diluar negeri namun dia tetap berkiblat kepada budaya timur yang tidak membiarkan pria menyentuhnya apalagi menciumnya, dan untuk kasusnya kini bisa dibilang Damar adalah orang permata yang mengambil ciumannya. Tangan Kania tergerak menyentuh bibirnya yang sudah tidak perawan lagi, alih-alih marah Kania justru tersenyum. "Apa aku sudah gila?" gumamnya yang heran mendapati dirinya yang tidak marah sama sekali. Kania duduk di sofa ruang tamu, pikiranny
Usai mendapatkan ijin dari pemilik pohon mangga, Arga meminta Damar untuk segera memanjat namun ekspresi enggan asistennya tunjukkan. "Saya tidak pernah memanjat pohon Pak." Namun sayangnya Arga tidak mau tahu, dia tetap memaksa Damar untuk memanjatnya bahkan kalimat ancaman dia ucapkan. "Cepat panjat Damar atau kamu aku pecat!" Pria berkacamata itu melongo, bagaimana bisa Arga berlaku seperti ini padanya. "Tapi Pak..." Damar mencoba membantah namun segera Arga menatapnya tajam. "Jangan tapi tapi cepat naiklah!" Dengan melemas Pria itu berusaha memanjat pohon, dan setelah beberapa kali jatuh akhirnya dia sampai juga di dahan yang cukup besar."Kenapa tidak anda saja yang memanjat kan yang mengidam istri anda Pak!" gerutu Damar dari atas pohon."Mau ditaruh dimana harga diriku sebagai CEO apabila aku memanjat pohon mangga malam-malam." Dari bawah Arga mengungkap alasannya.Sebenarnya tak hanya menyelematkan harga dirinya namun lebih ke tidak bisa karena memang Arga tidak pernah mem
Sore itu sepulang dari kantor, Lalita mengajak Arga untuk membeli makanan. Kali ini dia meminta makanan khas daerah Madura yaitu sate ayam."Mas kita beli sate ya." Kata Lalita tersenyum menatap sang suami. "Siap Sayang." Arga tersenyum mendengar permintaan Lalita sore ini.Menurutnya keinginan istrinya saat ini begitu mudah dipenuhi tidak seperti sebelumnya yang dia harus berjuang dulu untuk memenuhinya.Di sebuah restoran, Arga memarkirkan mobilnya namun Lalita enggan turun karena dia ingin makan sate Madura yang dijual abang-abang di pinggir jalan."Sayang kenapa kamu suka sekali makanan yang dijual di pinggir jalan, kamu tahu kan jika makanan itu tidak sehat?" Raut wajah Arga berubah kesal."Mas dari kecil aku selalu makan makanan seperti itu dan kamu lihat kan aku sehat wal Afiat sampai sekarang." Lalita juga berekspresi kesal bahkan sejurus kemudian air matanya siap jatuh.Melihat hal itu, tak ada yang bisa Arga lakukan selain mengangguk, meminta maaf dan menuruti kemauan Lalit