"Tidak mungkin Mas!" Kembali Lalita mengarahkan pandangannya ke komputer. Sementara Arga hanya bisa menggelengkan kepala merasa heran dengan Sang istri yang mau menang sendiri. 'Dasar' batin pria itu. Mendekati jam makan siang, Arga meminta Lalita berhenti bekerja, dia menyiapkan makanan sang istri di meja, dia begitu khawatir karena daritadi Lalita belum makan. "Berhenti dulu Sayang, makan dulu." Dia membuka bekal makanan yang tadi dibawa khusus untuk sang istri. "Nanti saja Mas, alang tanggung sebentar lagi selesai," sahut Lalita. "Makan dulu sesuap Sayang daritadi kan belum makan, kasian anak kita di dalam." Arga kembali membujuk. Lalita meminta Arga untuk tidak memaksanya, "Tolong Mas." Alhasil Pria itu mengangguk kemudian dia kembali ke meja kerjanya. Walaupun ucapan dan sikap Lalita membuat kesal tapi Arga tetap tidak tega sama istrinya. Sambil bekerja dia terus memperhatikan sang istri. Arga nampak khawatir karena Lalita nyaris tidak istirahat sama sekali. W
Tak banyak yang bisa Arga lakukan selain memantau keadaan istrinya dari kursi kebesarannya.Semua nampak baik-baik saja hingga Lalita tiba-tiba berdiri."Mas perut aku kenapa sakit ya." Wanita itu mengadukan kesakitan yang dia rasakan kepada sang suami.Apa yang Arga khawatirkan kini menjadi nyata, istrinya merasakan sakit karena kerja tanpa istirahat dan tanpa makan.Tak ingin terjadi sesuatu dia segera bangkit dan berjalan menghampiri Lalita."Istirahatlah sayang, kamu terlalu lelah apalagi kamu belum makan," ujar pria itu lalu membantu istrinya berjalan ke sofa.Lalita mengangguk, dia juga nampak khawatir dengan keadaannya takut apabila janin di dalam kandungannya kenapa-napa.Arga kembali ke meja sang istri untuk mengambil makanannya tak hanya itu dia juga meminta OB untuk membelikan Lalita makanan ini dan itu."Makan." Arga berujar lantang, sambil mendekatkan makanan di bibir Lalita.Anggukan tak kentara Lalita tunjukkan setelahnya dia membuka mulut menerima suapan dari sang suam
Cup Kedua bibir Kania dan Damar bertemu, Ingin sekali marah namun entah mengapa tubuhnya mematung seolah memberi ijin pada asisten Arga itu untuk melakukan hal lebih. Kania meremas ujung roknya, rasa panas Damar seolah berpindah kepadanya. Pautan bibir itu akhirnya terurai dan dengan terus mendesah kepanasan pria itu berjalan menuju sebuah ruangan yang kemungkinan besar adalah kamarnya. Sementara Damar berusaha mengobati rasa panasnya, Kania justru masih mematung merasakan nikmat bekas bibir pria itu. Meski Kania pernah bersekolah diluar negeri namun dia tetap berkiblat kepada budaya timur yang tidak membiarkan pria menyentuhnya apalagi menciumnya, dan untuk kasusnya kini bisa dibilang Damar adalah orang permata yang mengambil ciumannya. Tangan Kania tergerak menyentuh bibirnya yang sudah tidak perawan lagi, alih-alih marah Kania justru tersenyum. "Apa aku sudah gila?" gumamnya yang heran mendapati dirinya yang tidak marah sama sekali. Kania duduk di sofa ruang tamu, pikiranny
Usai mendapatkan ijin dari pemilik pohon mangga, Arga meminta Damar untuk segera memanjat namun ekspresi enggan asistennya tunjukkan. "Saya tidak pernah memanjat pohon Pak." Namun sayangnya Arga tidak mau tahu, dia tetap memaksa Damar untuk memanjatnya bahkan kalimat ancaman dia ucapkan. "Cepat panjat Damar atau kamu aku pecat!" Pria berkacamata itu melongo, bagaimana bisa Arga berlaku seperti ini padanya. "Tapi Pak..." Damar mencoba membantah namun segera Arga menatapnya tajam. "Jangan tapi tapi cepat naiklah!" Dengan melemas Pria itu berusaha memanjat pohon, dan setelah beberapa kali jatuh akhirnya dia sampai juga di dahan yang cukup besar."Kenapa tidak anda saja yang memanjat kan yang mengidam istri anda Pak!" gerutu Damar dari atas pohon."Mau ditaruh dimana harga diriku sebagai CEO apabila aku memanjat pohon mangga malam-malam." Dari bawah Arga mengungkap alasannya.Sebenarnya tak hanya menyelematkan harga dirinya namun lebih ke tidak bisa karena memang Arga tidak pernah mem
Sore itu sepulang dari kantor, Lalita mengajak Arga untuk membeli makanan. Kali ini dia meminta makanan khas daerah Madura yaitu sate ayam."Mas kita beli sate ya." Kata Lalita tersenyum menatap sang suami. "Siap Sayang." Arga tersenyum mendengar permintaan Lalita sore ini.Menurutnya keinginan istrinya saat ini begitu mudah dipenuhi tidak seperti sebelumnya yang dia harus berjuang dulu untuk memenuhinya.Di sebuah restoran, Arga memarkirkan mobilnya namun Lalita enggan turun karena dia ingin makan sate Madura yang dijual abang-abang di pinggir jalan."Sayang kenapa kamu suka sekali makanan yang dijual di pinggir jalan, kamu tahu kan jika makanan itu tidak sehat?" Raut wajah Arga berubah kesal."Mas dari kecil aku selalu makan makanan seperti itu dan kamu lihat kan aku sehat wal Afiat sampai sekarang." Lalita juga berekspresi kesal bahkan sejurus kemudian air matanya siap jatuh.Melihat hal itu, tak ada yang bisa Arga lakukan selain mengangguk, meminta maaf dan menuruti kemauan Lalit
Lalita menggeleng, tentu dia tidak ingin bercerai dari sang suami.Namun karena sudah terlanjur kecewa, Pria tua itu justru membalikan badan dan berjalan menjauh. Mengetahui hal itu Arga berteriak."Kakek!!"Tapi, Kakek tidak mau mendengar. Pria tua dengan pundak yang terlihat merunduk karena kecewa itu berlalu seolah tuli, memasuki kamarnya.Raut sedih mendominasi Lalita dan Arga, hilang sudah emosi yang sedari tadi menggebu, tinggallah rasa sesal diantara keduanya. "Bagaimana ini." Arga terlihat putus asa, mengecewakan sang kakek adalah satu-satunya hal yang tidak ingin dia lakukan namun kini karena menuruti emosi dia malah membuka sendiri hal yang seharusnya disimpan rapat-rapat."Kita pikir lagi Mas." Lalita juga sangat sedih, tentu dia sangat takut dengan apa yang terjadi, selama menjadi cucu menantu di rumah Arga, sekalipun dia tidak pernah melihat kakek sekecewa ini.Di dalam kamar mereka berdua bicara akan langkah selanjutnya, mereka harus bisa meyakinkan sang kakek apabila
Asisten itu segera menurunkan bajunya, dia juga buru-buru memakai jas yang dilepas sebelumnya. "Pak.... " Dengan raut wajah malu dia menunduk. Sementara Damar menunduk malu Kania justru mendongakkan kepala, dia mendekat dan memarahi sahabatnya itu. "Ini semua karena kamu Arga, istri siapa yang ngidam siapa pula yang harus berkorban!" makinya. Kalimat Kania jelas mengundang rasa heran pria itu, "Apa maksud kamu Kania?" Sejurus kemudian dia bertanya. Tangan Kania menunjuk leher Damar yang masih memerah karena gigitan semut malam itu. "Kenapa memangnya?" Seolah tak berdosa, Arga mengabaikan apa yang asistennya alami. Tatapan Kania melesat tajam, wanita itu nampak kesal dengan sahabatnya yang tidak memiliki rasa kemanusiaan itu. "Sekali lagi kamu seenaknya memerintah Damar, lihatlah apa yang aku lakukan." Usai berujar demikian, Kania keluar dari ruangan Damar. Dan kini tinggalah Arga dan Damar yang masih membisu menatap kepergian manager itu. "Bisa kamu jelaskan, kenap
Kania tersenyum, ternyata seorang yang terlihat sangat serius bisa bercanda juga. "Apaan sih." Tangan Kania tergerak meninju pelan lengan Damar. Mendengar suara canda tawa di belakang membuat Arga dan Lalita menoleh, Lalita nampak mengerutkan alisnya sedangkan Arga tak peduli dengan apa yang Damar dan Kania lakukan. Di ruangan mereka kini, klien ternyata sudah menunggu mereka. Langsung saja Damar memulai pembahasan, selepas itu meeting diambil alih oleh sekretaris dan manager. Meeting berjalan dengan lancar, semua karena kepintaran para wanita hebat yang dimiliki Winata Group. 'Lalita dan Kania.' Satu jebolan S2 luar negeri satu lulusan terbaik kampus terkenal. Rencananya Arga ingin merayakan keberhasilan meeting mereka dengan makan malam di sebuah restoran mewah. Karena dia menyukai steak akhirnya pilihannya jatuh ke salah satu restoran daging premium yang merupakan milik seorang salah satu yutuber terkenal di tanah air. "Kalian bisa memesan daging jenis apapun." Ujar Arga. K