Meskipun istrinya sudah dikerok tapi Arga tetap menghubungi dokter pribadinya karena dia tidak percaya sama sekali dengan metode penyembuhan dengan sistem kerokan."Mas kan aku sudah sembuh kenapa panggil Dokter?" Wanita itu protes setelah dokter memasuki kamar."Untuk memastikan saja Sayang," sahut Arga.Wanita itu menghela nafas, kemudian dia mengukuti instruksi sang Dokter untuk berbaring. Usia memeriksa Lalita, Dokter itu nampak tersenyum sama halnya seperti Kakek tadi."Istri saya sakit apa Dok?" tanya Arga yang sudah tidak sabar mengetahui hasil pemeriksaan."Istri anda tidak sakit Pak Arga." Sambil menatap Arga.Mendengar kalimat sang Dokter Lalita pun menyebik, "Tuh kan aku tuh nggak sakit Mas." Meskipun hasil pemeriksaan menunjukkan Lalita tidak sakit, tapi.... Arga masih bingung dengan gejala mual-mual yang Lalita alami."Kalau tidak sakit kenapa istri saya mual-mual Dok?" Dokter yang sudah paruh baya itu kembali tersenyum, "Saya belum bisa memastikan iya apa tidaknya Pak
Kebahagian benar-benar dirasakan pria itu, dia pulang dengan wajah yang berseri, kakek yang menduga apabila cucu menantunya hamil sengaja menunggu mereka di teras rumah, beliau juga tidak sabar mendengar berita baik dari Arga. Mobil Arga sudah terlihat, kakek segera bangkit untuk menyambut cucu-cucunya. Dengan senyam yang mengembang Arga berjalan menuju tempat Kakek. "Kakek akhirnya Arga akan menjadi ayah." Pria yang selalu dingin itu menitikkan air mata bahagianya memeluk sang Kakek. "Kakek turut senang Arga." Sambil membalas pelukan sang cucu. Melihat Lalita pria tua itu merangkul sekalian wanita yang akan memberinya cicit itu. "Terima kasih Lalita." Di dalam kamar mereka kini, Arga yang takut apabila Lalita kelelahan meminta sang istri agar terus berbaring di tempat tidur. "Mas aku tidak sakit kenapa kamu memperlakukan aku seperti orang sakit!" Lalita yang kesal mulai protes. "Aku tidak mau ambil resiko Sayang, bila ada apa-apa dengan anak kita bagaimana." Arga t
"Lalita hamil Kania, dia tidak bisa mencium bau parfum." Jawaban Arga membuat wanita itu terdiam, belum hamil saja sangat sulit menaklukkan Arga dan kini wanita itu telah hamil pasti akan semakin sulit. "Apa? Lalita hamil?" Tatapannya berubah sendu, terlihat jalan kekalahan sudah di depan mata. "Iya Kania." Wanita itu memaksakan senyuman, dia menepuk bahu Arga sembari berucap, "Selamat Arga." Dia pamit untuk kembali karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah pengumuman itu mencuat, banyak klien maupun tamu datang tanpa menggunakan parfum karena apabila mereka kedapatan memakai parfum maka Winata Group akan menolak kedatangan mereka. Suatu ketika Rangga dan Gilang datang untuk membahas melonjaknya permintaan pasar akan properti mereka. Ketika hendak masuk, mereka dihadang oleh satpam, Rangga dan Gilang yang saat itu memakai parfum terpaksa melepas pakaian mereka dan masuk hanya menggunakan kaos pres bodi yang ada di mobil. "Winata Group ada-ada saja.
Meski emosi tapi jawaban kesal Arga justru membuat para ibu-ibu tertawa, mereka sangat gemas sekali dengan Arga."Masnya bisa ngelawak juga." cicit mereka.Bahkan dari mereka ada yang mengelus perutnya yang membesar sambil menatap Arga. "Semoga anakku seperti mas ganteng ini." Pria itu benar-benar muak dengan sikap ibu-ibu ingin sekali memerintahkan anak buahnya untuk memberi pelajaran kepada ras terkuat di muka bumi itu.Usai mendapatkan rujaknya, Arga buru-buru memberikan uangnya, dia tidak memperdulikan berapa harganya yang penting dia bisa segera pergi dari tempat itu."Lain kali jangan beli rujak disini," wajah pria itu masih kesal."Kenapa Mas?" tanya Lalita"Apa kamu tidak melihat suami kamu digoda ibu-ibu aneh itu!" Arga semakin menunjukkan rasa kesalnya.Sementara Arga kesal dengan perlakuan ibu-ibu tadi, Lalita malah terlihat menahan tawa. Dia jadi menyesal kenapa tadi tidak ikut membeli rujak.Memang masih belum ada yang mampu melawan ras terkuat di muka bumi sekalipun dia
Keinginan tak lazim Lalita membuat Arga kesal tapi pria itu sebisa mungkin menahan amarahnya.Malam itu Lalita berbaring di tempat tidur, sedangkan Arga sibuk dengan laptop miliknya."Mas kamu ngapain saja sih!" Lalita yang merasa diabaikan nampak marah."Kerjaan tadi belum selesai Sayang," sahut Arga tanpa menatap Lalita.Lelah menunggu akhirnya Lalita memutuskan tidur terlebih dahulu.Tengah malam Arga baru menyelesaikan pekerjaannya, dia juga yang sudah lelah segera menyusul sang sang istri yang sudah terlelap.Melihat wajah Lalita seperti ini membuat pria itu menarik kedua ujung bibirnya, dan dia berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi perubahan sikap sang istri. Pagi buta suara Lalita muntah terdengar menggema, Arga segera bangun ketika mendengarnya. "Sayang." Dia berjalan cepat menuju kamar mandi.Ketika dia masuk, sudah terlihat Lalita terduduk lemas di lantai. Melihat sang istri Arga segera menggendongnya lalu membawa tubuh lemas Lalita ke tempat tidur. Arga segera mengam
"Tidak mungkin Mas!" Kembali Lalita mengarahkan pandangannya ke komputer. Sementara Arga hanya bisa menggelengkan kepala merasa heran dengan Sang istri yang mau menang sendiri. 'Dasar' batin pria itu. Mendekati jam makan siang, Arga meminta Lalita berhenti bekerja, dia menyiapkan makanan sang istri di meja, dia begitu khawatir karena daritadi Lalita belum makan. "Berhenti dulu Sayang, makan dulu." Dia membuka bekal makanan yang tadi dibawa khusus untuk sang istri. "Nanti saja Mas, alang tanggung sebentar lagi selesai," sahut Lalita. "Makan dulu sesuap Sayang daritadi kan belum makan, kasian anak kita di dalam." Arga kembali membujuk. Lalita meminta Arga untuk tidak memaksanya, "Tolong Mas." Alhasil Pria itu mengangguk kemudian dia kembali ke meja kerjanya. Walaupun ucapan dan sikap Lalita membuat kesal tapi Arga tetap tidak tega sama istrinya. Sambil bekerja dia terus memperhatikan sang istri. Arga nampak khawatir karena Lalita nyaris tidak istirahat sama sekali. W
Tak banyak yang bisa Arga lakukan selain memantau keadaan istrinya dari kursi kebesarannya.Semua nampak baik-baik saja hingga Lalita tiba-tiba berdiri."Mas perut aku kenapa sakit ya." Wanita itu mengadukan kesakitan yang dia rasakan kepada sang suami.Apa yang Arga khawatirkan kini menjadi nyata, istrinya merasakan sakit karena kerja tanpa istirahat dan tanpa makan.Tak ingin terjadi sesuatu dia segera bangkit dan berjalan menghampiri Lalita."Istirahatlah sayang, kamu terlalu lelah apalagi kamu belum makan," ujar pria itu lalu membantu istrinya berjalan ke sofa.Lalita mengangguk, dia juga nampak khawatir dengan keadaannya takut apabila janin di dalam kandungannya kenapa-napa.Arga kembali ke meja sang istri untuk mengambil makanannya tak hanya itu dia juga meminta OB untuk membelikan Lalita makanan ini dan itu."Makan." Arga berujar lantang, sambil mendekatkan makanan di bibir Lalita.Anggukan tak kentara Lalita tunjukkan setelahnya dia membuka mulut menerima suapan dari sang suam
Cup Kedua bibir Kania dan Damar bertemu, Ingin sekali marah namun entah mengapa tubuhnya mematung seolah memberi ijin pada asisten Arga itu untuk melakukan hal lebih. Kania meremas ujung roknya, rasa panas Damar seolah berpindah kepadanya. Pautan bibir itu akhirnya terurai dan dengan terus mendesah kepanasan pria itu berjalan menuju sebuah ruangan yang kemungkinan besar adalah kamarnya. Sementara Damar berusaha mengobati rasa panasnya, Kania justru masih mematung merasakan nikmat bekas bibir pria itu. Meski Kania pernah bersekolah diluar negeri namun dia tetap berkiblat kepada budaya timur yang tidak membiarkan pria menyentuhnya apalagi menciumnya, dan untuk kasusnya kini bisa dibilang Damar adalah orang permata yang mengambil ciumannya. Tangan Kania tergerak menyentuh bibirnya yang sudah tidak perawan lagi, alih-alih marah Kania justru tersenyum. "Apa aku sudah gila?" gumamnya yang heran mendapati dirinya yang tidak marah sama sekali. Kania duduk di sofa ruang tamu, pikiranny
Buru-buru Amira melepaskan diri, dia segera menunduk, "Maafkan saya Pak." "Tidak apa-apa." Sahut Rangga. Amira segera pamit pergi sementara Rangga terus menatap punggung wanita itu. "Apa dia yang kupaksa malam itu?" Tak ingin terus memikirkan Amira, Rangga kembali ke ruangannya.Di atas mejanya sudah banyak berkas yang menumpuk, padahal ketika dia pergi tadi mejanya sudah kosong. "Apa lagi ini." Gumamnya yang merasa malas mengerjakan berkas-berkas tersebut. Tak selang lama, Gilang datang melapor. Dia menunjukkan salah satu desain yang perusahaan perlukan. "Bagus sekali siapa yang mendesain?" tanya Rangga sambil menelisik desain yang diberikan oleh Gilang. "Amira salah satu pegawai magang." Jawab Gilang. Rangga mengerutkan alisnya, "Apa dia yang tadi menghadap?" Kini tatapannya beralih ke Gilang. Asisten itu mengangguk, dia kembali menunjukkan desain Amira yang lain. CEO tampan nan hangat itu mengukir senyuman, "Dia lagi." Sungguh Rangga tak menyangka, jika seorang
Rangga dillanda kebingungan hingga dia menemukan sebuah catatan kecil yang terjatuh di lantai. Senyum pria itu merekah, "Ternyata." kini dia tahu siapa wanita yang telah dia paksa untuk melayani hasrat biologisnya semalam. Amira Ningrum, seorang gadis muda yang kini magang di kantor Rangga, semalam dia berada di club karena diminta menghadiri pesta teman sekelasnya dulu. Alhasil dia yang ingin pulang terlebih dahulu malah nyasar.. Namun siapa sangka, gadis polos itu justru berakhir di tempat tidur bersama CEOnya sendiri. Semalaman Amira memikirkan hal tragis yang terjadi padanya namun dia juga tidak berani berkomentar atau menceritakan nasib tragisnya kepada sang teman. "Aku perhatikan dari semalam kamu terlihat sedih, ada apa?" tanya Vina yang merupakan teman seperjuangannya. "Apa terjadi sesuatu ketika di club semalam?" Kembali Vina melanjutkan ucapannya. "Tidak apa-apa Vina, aku hanya teringat akan almarhum adik," sahut Amira berbohong. Tak ingin membuat Vina terus bertanya
Pikiran Arga sangat liar sehingga dia mengajak sang istri bercinta diluar ruangan, Lalita yang awalnya menolak kini justru merasa senang. Sungguh ide suaminya kini sangat brilian, bercinta di bawah sinar rembulan yang diiringi suara ombak benar-benar pengalaman bercinta yang amazing. "Ini akan menjadi kenangan yang sangat indah" Arga nampak ngos-ngosan setelah mendapatkan pelepasannya. "Iya Mas ternyata seru ya." Ujar Lalita. Sementara Arga dan Lalita menikmati malam panas mereka diluar ruangan, Rangga duduk sendiri di teras villanya yang mengadap kelaut. Dia meminta Gilang untuk membawakan sebotol minuman beralkohol, dia ingin menikmati malam di pulau dewata sembari menghangatkan tubuh. "Anda yakin ingin minum pak?" Gilang nampak mengerutkan alisnya. "Sedikit minum aku rasa tidak apa-apa, malam sangat dingin." Sahut Rangga sambil tersenyum. Tiba-tiba ingin minum bukan tanpa alasan, pria itu sangat stres dengan perasaannya. Awalnya dia dang Gilang nampak baik-saja
Hari yang ditentukan untuk pergi berlibur telah tiba, Satu jet pribadi khusus untuk CEO dan asistennya satu lagi pesawat pribadi untuk para petinggi kantor. "Mari kita berangkat." Gilang terlihat sangat senang. Dia melangkahkan kaki terlebih dahulu menaiki tangga jet tersebut. Para CEO yang biasanya berpakaian formal kini menjelma pria casual dengan tampilan santainya. Sungguh pemandangan yang sangat meremajakan mata. "Astaga Mas Rangga ganteng banget." Mata Lalita terus menatap Rangga yang berpakaian kasual ala-ala anak muda. Mendengar puja-puji yang keluar dari mulut istrinya tentu membuat Arga cemburu. "Kamu pikir dia saja yang ganteng!" Ujarnya kesal. "Iya lah Mas.... " Tanpa sadar Lalita berkata demikian, namun beberapa detik kemudian wanita itu menutup mulutnya. Dia terkekeh menatap Arga. "Maksud aku setelah kamu Mas." Rangga tersenyum senang, meski tidak bisa memiliki Lalita paling tidak wanita itu ngefans pada dirinya. "Pindah ke pesawat satunya Rangga." Tak senang A
Pria itu segera bangkit, dia mencoba membangunkan Kania tapi agaknya wanita itu tidak mau membuka matanya. Segera Damar menggendong tubuh Kania untuk dibawa ke rumah sakit. "Sayang kamu kenapa!" Damar terlihat begitu panik. Memiliki skil mengemudi yang cukup baik membuat dia dengan cepat tiba di rumah sakit. Segera Damar memanggil suster, dan setelah dilakukan pemeriksaan Dokter mengatakan jika Kania kekurangan nutrisi. "Bagaimana bisa dia kekurangan nutrisi?" Damar begitu syok. "Apa istri anda diet?" tanya Sang dokter. "Sepertinya tidak." Jawab Damar ragu-ragu. Tapi jika diingat lagi, beberapa hari ini dia tidak melihat istrinya makan berbeda dengan sebelumnya. Mengingat hal yang memicu pingsan adalah kekurangan nutrisi Dokter segera mengalihkan pemeriksaan Kania ke dokter kandungan, bagaimanapun juga kondisi calon bayi di dalam harus diperiksa. Ketika dokter melakukan USG, kerutan-kerutan terlihat di dahinya, pemeriksaan awalnya menunjukan satu janin saja tapi mengapa tiba
Seiring berjalannya kehidupan Arga dan Lalita normal kembali, siang itu Lalita datang ke kantor untuk mengantar makan siang suaminya. "Mas." Lalita berjalan menuju meja kerja sang suami. Sementara Arga yang sangat fokus dengan pekerjaannya tidak menyadari kedatangan sang istri. Dia mengira suara langkah kaki yang mendekat adalah langkah sekertarisnya Mawar. Tanpa meliaht dia mengusir sekertarisnya itu yang sebenarnya adalah sang istri. "Letakkan berkasnya lalu pergilah!" Ujar Arga. Lalita hanya tersenyum melihat sang suami. "Aku baru datang tapi kamu sudah menyuruh pergi saja Mas." Sahut Lalita. Sangat mengenal suara itu dengan jelas, Arga pun mengalihkan pandangannya. Dia terkejut jika yang berada di hadapannya adalah sang istri. "Sayang." Dia pun menjeda pekerjaannya. Senyumam manis Arga tunjukkan. "Aku ngantar makan siang tapi malah diusir." Goda Lalita sambil tertawa. "Maaf Sayang, aku kira sekretaris aku." Arga menjelaskan. CEO itu mengajak Lalita dudu
Lalita terus larut dalam kesedihan, membuat Arga tak tahu lagi harus bagaimana. Dia sudah membujuk Lalita tapi istrinya terus saja bilang dia harus mengerti. "Terserah kamu lah Sayang." Pagi itu Arga pergi ke kantor dengan marah. Dia sudah tidak bisa mentolerir sikap Lalita lagi, bukan tidak boleh bersedih tapi suami juga ada batasannya. Kekecewaan serta kekesalannya kepada sang istri Arga alihkan ke pekerjaan sehingga pria itu perlahan gila kerja kembali. Pagi buta dia berangkat larut baru pulang, tak terasa sudah sebulan dia seperti itu. Malam itu, Arcello demam tinggi. Baby Sitter sangat panik dan bingung. "Bagaimana ini." Seraut wajah bingung terlihat. Dengan langkah cepat dia memberanikan diri mengetuk pintu kamar majikannya. Tak berselang lama, Lalita keluar. "Maaf Bu, Tuan Arcello demam." Lalita sangat panik lalu dia berlari ke kamar sang anak. Segera wanita itu membawa Arcello ke rumah sakit, seusai diperiksa Dokter meminta Arcello agar di rawat mengingat bayi setahu
Pria itu terus menatap istri sahabatnya, meski dokter bilang keadaan Lalita baik-baik saja dia tetap saja khawatir bahkan jika Lalita tak kunjung siuman maka dia akan meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Tak selang lama Lalita siuman, dia menangis lagi mencari ibunya. "Lalita! terimalah kenyataan jika ibu sudah tiada! kamu pastinya paham jika kita tidak boleh meratapi!" Selama kenal dengan Lalita, inilah kali pertama Rangga membentaknya. "Sabar lah, relakan kepergian ibu." Ujar pria itu kemudian. Wanita itu mengangguk, dan untuk kesekian kalinya Rangga membawa wanita rapuh itu ke dalam pelukannya. "Ada aku Lalita, ada suami kamu, biarkan ibu pulang dengan tenang." Rangga semakin mengerutkan pelukannya. Lalita yang terbawa suasana juga memeluk Rangga dengan erat, dia kini bak seorang adik yang tengah memeluk kakaknya. Sementara itu disisi lain, Arga barus selesai rapat. Dia yang lupa tidak membawa ponsel tentu tidak bisa dihubungi. Kedua netra
"Ibu kenapa meminta maaf." Lalita menggenggam tangan ibundanya. Wanita paruh baya itu tersenyum sambil memercing kesakitan. Melihat keadaan wanita tak berdaya itu, Rangga segera memanggil Dokter. Dia tentu tidak ingin terjadi apa-apa dengan ibunda Lalita. Tak berselang lama, dokter datang. Mereka segera diminta untuk memeriksa ibunda Lalita kembali. Dokter menunduk, Rangga yang tau ekspresi ini mengajak sang dokter bicara diluar. "Apa yang terjadi dengan pasien Dok?" Pria hangat itu bertanya dengan tatapan tajam. Ekspresi ketakutan tersirat di wajah sang dokter sehingga membuat Dokter penyakit dalam itu hanya diam. "Apa yang terjadi?" Suara Rangga mencuat. Segera Dokter menatap orang yang paling berkuasa di rumah sakit itu, "Dari hasil tes pencitraan rontgen, sel berbahaya sudah menyebar ke seluruh tubuh pasien itulah yang menyebabkan kami bingung harus bagaimana Pak Rangga." Ujar dokter. "Kenapa sebagai dokter kamu bingung! cepat bertindak!" Rangga yang tidak ingi