Rasa kesal Arga terus bergejolak tatkala teringat akan tatapan Rangga yang begitu hangat terhadap Lalita."Ah, sial!" Pria itu membanting berkasnya.Melihat perilaku sang suami, Lalita pun bangkit lalu berjalan ke meja sang suami."Kenapa sih Mas?" Wanita itu berdiri di samping Arga."Aku masih kesal sama Rangga." Ucapnya ketus.Lalita menghela nafas dalam-dalam, hanya sebuah tatapan sangat dipermasalahkan lantas bagaimana sikapnya dengan Kania?"Kenapa sih Mas kamu jadikan masalah. Toh kami juga tidak ada hubungan apa-apa." Mendengar kalimat itu mata tajam Arga segera melesat, "Jelas jadi masalah, Rangga menyukai kamu Sayang!" Emosi pria itu merangkak naik.Lalita tersenyum, "Nggak enak kan Mas rasanya." Sambil menatap Arga dengan nanar.Raut wajah kesal tiba-tiba berubah menjadi raut wajah bingung, bahkan alisnya mengkerut. "Apa maksud kamu?!""Ya begitu yang aku rasakan ketika Kania dekat sama kamu." "Tapi kan aku dan Kania hanya berteman Sayang jelas berbeda apabila dibanding ka
Keduanya sama-sama berpikir sekarang, Lalita mulai ragu dengan perasaan Arga terhadapnya. Entah ini hanya sekedar rasa cemburu atau memang Arga tidak mencintainya. Ramai dengan pikirannya tak terasa dia menggeleng.Hal ini membuat Rangga menoleh. "Kamu kenapa?" Pertanyaan terlontar. Lalita kembali menggeleng sambil menatap Rangga. Tak ingin Lalita bersedih, Rangga membawa istri sahabatnya ke sebuah danau. Danau itu adalah danau buatan yang ada di dalam komplek perumahan elite miliknya. "Di kota yang sangat ramai seperti ini, saya tak menyangka ada danau indah nan asri begini Pak." Wanita itu tak percaya dengan apa yang dia lihat. Rangga tersenyum kemudian dia mengajak Lalita untuk turun. "Tunggu Pak," Dia berteriak sambil berusaha melepas safety belt. "Ada apa?" Tanya Rangga yang menutup kembali pintu mobilnya. "Sulit sekali dilepas Pak," sahut Lalita. Pria itu mendekatkan tubuhnya, berusaha membantu Lalita yang dalam kesusahan. Jarak keduanya begitu dekat, hingga Lalita
"Siapa yang berbohong kakek memang tidak enak badan." Meski sudah ketangkap basah tapi Arga masih saja mangkir. Lalita hanya bisa menghela nafas, dia maklum karena memang begitulah suaminya. Karena tak ingin mengganggu waktu istirahat sang Kakek, Lalita pamit kembali ke kamarnya. Tau istrinya berjalan keluar, Arga pun segera menyusul meninggalkan kakek yang heran akan sikap cucu serta cucu menantunya. "Sayang tunggu." Langkah lebarnya membuat Arga dengan cepat bisa menyusul sang istri. Lalita tetap berjalan tanpa menggubris Arga yang kini berada di sampingnya. "Kamu kenapa sih!" Pria itu mulai protes dengan sikap tak peduli Lalita. "Aku lelah Mas," jawab Lalita pelan. Lelah fisik, lelah hati serta lelah pikiran benar-benar membuat Lalita malas berbicara. Setelah di kamar, Lalita merebahkan dirinya di tempat tidur, dia ingin mengistirahatkan sejenak pikirannya. Sementara itu, Arga yang masih kesal mencoba meluapkan amarahnya kepada sang istri. "Lain kali jangan keluar sa
Lirikan Arga menjadi tatapan yang sangat tajam, dapat dilihat apabila dia begitu kesal mendengar kalimat permohonan ijin istrinya. "Apa maksudmu kesana dengan Rangga! kamu pikir aku apa!" Lalita meringis, dia sudah menduga respon Arga akan seperti ini apabila dia menyebut nama Rangga. "Lalu aku kesana sama siapa Mas? sedangkan kamu suamiku malah pergi dengan wanita lain." Kalimat sindiran sengaja Lalita ucapkan, dia berharap suaminya berubah pikiran jika tidak maka dia akan kalah taruhan dengan Kania. "Kesana bersamaku!" Dua kalimat dari Arga membuat Lalita tersenyum senang, akhirnya dia lah pemenang taruhannya. Senang karena menang taruhan wanita itu mencium pipi suaminya dan dengah hati berbunga dia kembali ke meja kerjanya. Melihat sikap istrinya, CEO itu juga tersenyum. Setelah ciuman itu mereka berdua memutuskan untuk baikan dan saling meminta maaf.Jam pulang telah tiba, Arga dan Lalita yang ingin mempersiapkan malam ini pulang terlebih dahulu, sedangkan Kania yang
Arga segera menarik tangan Lalita, sedangkan Rangga yang terjungkal segera bangun. "Arga jangan menyakitinya." Meski dirinya sendiri kesakitan namun Rangga tetap mengkhawatirkan Lalita. Bukannya mendengar ucapan Rangga, Arga malah berujar pedas dengan mengatai Rangga. "Diam lah Pengkhianat!" Mendengar itu semua Lalita menjadi kesal, dengan keras dia melepaskan diri dari tangan Arga. "Cukup Mas, cukup! Pak Rangga tidak seperti yang kamu pikirkan!" Dia berujar dengan lantang membela Rangga. Kalimat pembelaan dari Lalita membuat emosi Arga merangkak. Tangan pria itu mengepal, rahangnya juga mengeras. "Kamu membelanya!" Sambil menunjuk Rangga. Sesaat kemudian dia tertawa sinis, "Owh, aku tahu sekarang, kalian memang ada hubungan di belakang aku." Tak terima dituduh demikian, Rangga menyangkal keras, "Kami tidak ada hubungan apa-apa, kamu salah sangka Arga!" "Mana ada maling yang mau ngaku!" Arga yang sudah terbakar emosi tidak bisa lagi berpikir jernih. Kini tatapan pr
Keesokan harinya Arga langsung pergi ke kantor tanpa sarapan, dia yang masih memendam amarah enggan untuk makan apapun pagi itu.Sesampainya di kantor, Damar datang menghadap melaporkan Lalita yang ijin tidak masuk hari ini."Beraninya ijin tidak masuk, dia pikir perusahaan milik siapa!" Dengan ekspresi marah, dia menatap sang asisten. Mendengar ucapan CEO-nya pria berkacamata itu menyahut dalam hati, "Milik suaminya." Sementara Arga marah di kantor, Lalita di rumah ibunya sibuk di taman kecil di belakang rumah. Dia berusaha menyingkirkan pikirannya tentang Arga."Kamu tidak bekerja?" Tanya sang ibunda yang berjalan mendekat ke arah Lalita. Wanita itu tersenyum, dia meletakkan gunting besar yang dia pegang untuk menggunting dahan dan daun. "Lalita sudah ijin Ibu.,""Bagaimana dengan Arga?" Kembali sang ibu mengajukan pertanyaan.Lalita menghela nafas, dia masih menyimpan kekesalan terhadap suaminya. "Lalita masih kesal dengan Mas Arga ibu, dia juga tidak datang untuk menjemput Lal
Kalimat Lalita membuat pria itu terdiam, dia mulai dapat menilai sikapnya. Kata maaf kembali terucap, bahkan janji dia ucapkan untuk meyakinkan sang istri. "Aku tidak butuh janji Mas, aku butuh bukti." Lalita melepaskan pelukan Arga dia tetap memilih keluar dan meninggalkan suaminya yang masih mematung di dalam mobil. Tak jauh dari parkiran, Kania berdiri menatap mobil Arga. Awalnya dia ingin pergi tapi setelah tau Lalita keluar dan menjauh dari mobil sahabatnya dia memutuskan berbalik. Kania berjalan mendekat, mengetuk kaca mobil.Sesaat kemudian, Arga keluar. "Kamu baik-baik saja Arga?" tanya Kania."Iya, ayo kembali ke kantor." Pria memilih tidak melanjutkan makannya.Tak ada yang bisa Kania lakukan selain menurut apa yang Arga perintahkan.Sepanjang jalan, Arga hanya diam berbeda sekali dengan saat mereka berangkat tadi. "Arga kamu baik-baik saja?" Dia menjatuhkan tangan di pundak Arga. "Iya baik," sahut Arga tanpa melepaskan pandangannya. Kania tersenyum, dia paham pasti
"Kamu mau apa Mas?" Gestur waspada telah Lalita siapkan, dia cukup tau apa yang akan suaminya lakukan dengan tatapan licik seperti ini.Meskipun sang istri sudah memasang kewaspadaan namun Arga cukup cerdik membaca situasi sehingga dia bisa mencuri momen saat Lalita lengah.Alhasil tubuh istrinya terkunci dengan tubuhnya yang kekar."Mas jangan macam-macam," ujar wanitanya dengan kesal. "Aku nggak macam-macam hanya satu macam saja." Wajah liciknya semakin terlihat jelas.Tapi.... kekhawatirannya sirna setelah tangan Arga mengelus wajahnya dengan lembut.Arga berharap Lalita mempercayainya lagi karena saat ini dia benar-benar ingin memperbaiki semua.Arga membawa Lalita dalam pelukannya, dan di dalam pelukan suaminya dia merasa aneh. Tiba-tiba rasa mual datang menyerang, hingga tangannya mendorong tubuh Arga dengan kuat. "Mas aku mual." sambil menutup mulutnya.Mengetahui istrinya yang tiba-tiba mual, Arga jadi panik. "Kamu sakit sayang?" Nada khawatir terdengar jelas dari mulut pria
Siang itu Lalita keluar kamar untuk bersantai sejenak di taman, kepura-puraannya cukup melelahkan serta membosankan sehingga siang itu dia ingin bersantai sejenak. Baru saja dia memetik bunga mawar, terlihat Lili berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin wanita jahat ini lakukan." Gumam Lalita. Raut wajahnya seketika berubah, tapi buru-buru Lalita mengubahnya kembali ke settingan senang. "Eh Lili," Dengan tersenyum dia menyapa Lili. "Hai Lalita." Balas Lili. "Kamu tampak bugar sekali." Lili berbasa-basi dengan berucap demikian. Lalita menatap Lili, 'Jelas bugar, baru saja disiram.' Batinnya yang masih menunjukkan sederet gigi putihnya. Lili turut memetik bunga mawar, dia ingin meniru apa yang Lalita lakukan. Saat bersamaan, Lalita menerima panggilan telpon dari Arga. Pria itu meminta Lalita untuk memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Damar dan Kania. "Astaga Mas, bisa-bisanya aku lupa kalau mereka akan menikah." Wanita itu baru ingat. "Nanti aku pikirkan hadiahnya
Di dalam kamarnya Lili menangis, setelah kelelahan harus jalan dari depan Kompleks ke rumah, kini Arga kembali mempermainkannya dengan drama kopi. "Apa kurangnya aku Arga! Kenapa kamu tidak menghargai apa yang telah aku lakukan untukmu!" Wanita itu berteriak sambil membuang bantalnya.Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan tapi ambisinya lah yang salah. Hanya demi hasrat terlarang, dia tega mencelakai sepupunya. Seandainya Lili sadar akan keadaannya serta tahu diri jika dia hanya menumpang mungkin mereka bisa berteman baik dan menjadi keluarga yang baik pula. Keesokan harinya wanita itu terlihat tak bersemangat, selain kurang tidur Lili juga kelelahan sehingga membuat tubuhnya lemah Ketika Lili keluar kamar dia sudah melihat Arga duduk di sofa sambil meminum kopi. Dia mengira itu adalah kopi buatannya semalam tapi yang tanpa Lili tahu kopi itu baru saja dibuat oleh Lalita. "Pagi Arga," sapa Lili dengan senyum mengembangnya."Kemarin aku masuk kamar, niatku menunggumu di
Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t
Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli
Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,
Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon
Wajah memberengut Kania perlahan memudar bahkan kini senyuman tersungging di bibirnya, "Benarkah Mas?" Dia bertanya sambil menatap Damar.Pria itu mengangguk dengan tersenyum pula dia lega karena calon istrinya sudah tidak cemberut lagi iya. "Iya Sayang." Tangan Damar mengelus pucuk kepala kania.Wanita itu pun memeluk calon suaminya sembari berkata. "Maafkan aku Mas yang telah salah paham.""Iya Sayang tidak apa-apa." kemudian dia mengeratkan pelukan mereka."Lain kali tanya dulu jangan langsung mengambil keputusan sendiri seperti ini." Ujar Damar kemudian."Iya Mas Maafkan Aku." Kata Maaf kembali terucap.Hari ini Damar mendapatkan bonus dari Arga, bonus yang cukup besar sehingga bisa memberikan kalung Kania.Rencananya dia akan membeli kalung itu ketika mereka menikah nanti Namun karena ada masalah seperti ini akhirnya Damar pun memutuskan untuk membeli kalung itu hari ini.Di sisi lain Lalita dan Lili telah mengobrol bersama di ruang keluarga. Lili terus menatap Lalita yang asik m
Di ruangan CEO Damar turut menyambut kedatangan Bu Indah. Dia dan Arga sama sekali tidak menyangka kalau Bu Indah datang sendiri untuk berterima kasih bahkan dengan penuh terima kasih memakai kalung pemberiannya kemarin."Saya sangat berterima kasih Pak Arga atas hadiah yang sangat mewah ini." CEO wanita itu bergantian menatap Arga dan juga Damar secara bergantian."Jangan sungkan Bu Indah Itu hadiah yang tidak seberapa." Sahut Arga.Keduanya mengobrol dan saling berterima kasih sambil membahas planning kerjasama mereka kedepannya.Tak terasa waktu cepat berlalu sudah waktunya bagi Bu Indah untuk pamit.Selepas kepergian wanita nomor satu itu Damar juga pamit kembali ke ruangannya.Ketika jam makan siang datang Damar datang ke ruangan calon istrinya, pria itu ingin mengajak Kani untuk makan siang. "Ajak saja wanita kamu jangan mengajakku!" Kania merespon ajakan Damar dengan ketus. Kerutan-kerutan di dahi Damar mulai terlihat. Ada apa? dia merasa heran dengan ucapan sang wanita yang a
Sepanjang hari Kania gusar karena Damar tak kunjung memberikan hadiah kalungnya. Apalagi ketika jam makan siang Damar justru keluar sendiri tanpa mengajaknya. Kania yang tidak bisa menahan rasa hatinya pergi menemui sang atasan untuk bertanya langsung urusan Damar keluar kantor. "Arga, apa Damar ada meeting dengan klien?" Segera Kania mengeluarkan pertanyaan saat dia memasuki ruangan CEO. Arga yang masih sibuk menatap Kania sesaat lalu dia menggeleng. "Tidak ada meeting?" Sekali lagi Kania memastikan. "Tidak Kania, jika kamu ingin tahu dimana dia sekarang kenapa tidak menelponnya saja!" Merasa terganggu akan pertanyaan Kania, Arga pun sedikit kesal. Wanita itu mengangguk, kemudian dia pamit kembali ke ruang kerjanya. "Apa aku telpon saja ya." Sepanjang lorong menuju ruangannya Kania bergumam. Dia masih ragu antara menelpon Damar atau tidak. Hingga akhirnya Kania memencet kontak Damar. Panggilan tersambung tapi calon suaminya tak kunjung menerima panggilannya. "Dima