Share

7. Kamar mandi

Author: Daisy
last update Last Updated: 2023-09-03 20:57:56

Sinar matahari menerobos masuk celah jendela kaca yang terbuka. Pantulan cahaya hangat itu perlahan membuka mata lelaki yang semula masih menutup mata rapat-rapat.

Suara gorden yang terbuka tidak sedikit pun membuat lelaki bernama Gama itu terbangun, begitu pula dengan suara langkah kaki yang berirama senada seperti sebuah ketukan heels yang anggun.

"Apa kamu tidak akan bangun?"

Bukan sinar matahari, bukan suara gorden, tidak pula dengan suara ketukan langkah kaki, namun sentuhan lembut pada pipi membuat Gama terbangun seketika. Mata yang masih tampak berat mencoba menelaah sosok yang tengah duduk di tepi ranjang tepat di depannya.

"Mona." Gama berucap seraya membenarkan posisinya hingga duduk dengan tegak.

"Bagaimana keadaanmu? Aku menunggu kemarin. Ibumu bilang kamu akan datang, ternyata tidak."

"Aku minta maaf, aku masih sedikit lelah. Jadi, aku memutuskan untuk beristirahat lebih lama."

"Aku tahu itu. Aku senang kamu kembali, Gam," ucapnya seraya mengusap punggung tangan Gama.

Gama hanya tersenyum menatap Mona dengan perasaan tak karuan. Mona, sosok perempuan berwajah cantik dan sensual itu masih tidak bisa menarik perhatian Gama kembali, setelah hubungan keduanya berakhir di masa kuliah karena jarak, Gama tidak bisa menumbuhkan rasanya lagi meski jari manisnya sudah melingkar cincin pertunangan.

Gama mengusap wajah di mana sentuhan Mona terlepas begitu saja, lelaki itu beranjak dari atas kasur empuk yang megah berniat untuk membersihkan diri. Sikap dinginnya pada Mona dapat dirasakan oleh siapa pun, termasuk mona sendiri.

"Aku mencemaskanmu, Gam. Aku tidak bisa tidur dengan tenang saat tahu kamu tidak pulang berhari-hari. Aku pikir kamu menghindariku untuk tidak segera menikah, ternyata aku salah, kamu pergi karena terjadi sesuatu yang buruk, sekali lagi maafkan aku atas prasangka ini," tutur Mona tiba-tiba menghentikan langkah Gama dengan cepat.

Lelaki yang bertelanjang dada itu tersenyum, lalu berbalik tanpa memudarkan senyuman tipisnya. "Tidak perlu meminta maaf, kamu benar tentang semuanya."

"Ma-maksudmu?"

"Aku memang benar-benar kecelakaan, tapi aku juga benar-benar menghindari pernikahan ini. Pernikahan kita yang aku rasa belum siap untuk aku lakukan. "

Jawaban Gama membuat Mona mematung terkejut, meski tahu bahwa Gama belum menerimanya kembali, tetapi mendengarnya secepat itu adalah kejutan bagi Mona.

Bibir seksi Mona melengkung dengan paksa hingga melukis sebuah senyuman getir. "Belum siap? Apa yang belum siap? Kita sudah memiliki segalanya, usia, materi, planning, pengenalan keluarga, kita juga sudah sangat saling mengenal satu sama lain selama bertahun-tahun, Gam. Apa yang membuatmu ragu?"

"Rasa!" Jawaban singkat itu membungkam semua pertanyaan yang Mona tujukan, "Aku tidak mencintaimu, Mona."

"Belum, Gama, belum. Kita belum mencobanya lagi."

"Kamu sudah mencobanya, tapi aku tidak, bukan belum, tapi tidak ingin mencobanya lagi."

"Gama ..."

"Aku harus mandi. Lain kali jangan masuk ke dalam kamarku seenaknya," ucap Gama seraya memasuki kamar mandi.

Tidak ada lagi percakapan antara keduanya. Mona menghela napas panjang sebelum akhirnya meninggalkan kamar dalam keadaan tersenyum girang. Perempuan cantik itu tampaknya tidak ingin siapa pun tahu bagaimana hubungannya bersama Gama. Ia terus menahan diri hanya untuk mencoba menemukan Gama yang dulu sangat mencintainya.

.

.

Waktu terus bergulir, langit yang sudah menampakan warna jingga membuat Anna sibuk merapikan halaman rumah untuk segera beristirahat.

Langkah perempuan muda itu tidak selincah biasanya, ia bisa merasakan pandangan yang semakin tak karuan. Anna yang mendengar suara panggilan dari sang ibu dari dalam rumah sesegera mungkin untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Ibu sudah selesai, sekarang bersihkan dirimu, lalu kita makan dan beristirahat." Permintaan Lusi hanya mendapat anggukan kepala.

Lebih dari hitungan menit, satu jam sudah Anna berada di dalam kamar mandi. Tidak ada kecurigaan, Lusi sibuk menyiapkan makanan sederhana seperti biasanya. Sembari menanti putrinya, ia juga berlanjut membersihkan tempat tidur dan dapur sisa-sisa dari aktivitasnya memasak.

TOK! TOK TOK!

Ketukan pintu malam itu cukup membuat Lusi terkejut luar biasa, bukan tanpa alasan, namun itu pertama kalinya ada seseorang yang bertamu malam hari.

Suara ketukan itu kian bertambah ketika Lusi tidak menjawab dengan kalimat apa pun. Perempuan paruh baya itu bersiap dengan sebuah kayu sekedar untuk berjaga-jaga.

"Siapa?" tanya Lusi meski dalam pikirannya hanya ada satu nama, yakni Luis, "Siapa?" tanyanya untuk kedua kali.

"Aku."

Jawaban singkat itu seketika membuat Lusi terkejut dan segera mengintip lebih dekat dari celah kecil dinding kayu rumahnya. Matanya membulat saat mengetahui bahwa sosok Gama ada di depan rumahnya.

Lusi segera membuka pintu dengan gegabah, pertemuannya kedua itu menciptakan senyum bahagia satu sama lain.

Satu cangkir teh hangat sudah tersaji di atas meja makan. Gama tersenyum, bukan karena segelas teh, namun karena meja dan keberadaannya yang sudah kembali duduk di kursi kayu tersebut.

"Ibu senang tuan Gama dalam keadaan baik-baik saja. Ibu juga sudah meyakinkan pada Anna bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk pada tuan."

Ucapan terakhir Lusi cukup menimbulkan rasa penasaran bagi Gama. "Apa putrimu mengira aku lelaki payah yang akan kalah darinya dalam bertahan hidup di desa terpencil ini?" celetuk Gama dengan nada menggoda yang diiringi sedikit tawa.

"Anna memang begitu, dia terlalu perasa."

Gama mengangguk-anggukan kepalanya seraya melirik ke setiap sudut rumah. "Di mana dia?" tanyanya saat menyadari bahwa sosok yang sedang menjadi topik pembicaraan itu tak kunjung menampakan batang hidungnya.

"Dia ... Oh iya, Anna sedang mandi, tapi ini sudah sangat lama, biar aku periksa dulu."

Lusi mencoba memberi tahu putrinya, sementara Gama duduk di tempat sembari menikmati teh hangat yang sangat cocok dengan suasana desa tersebut. Dingin dan sunyi.

"Ann? Anna? Apa kamu dengar ibu? Ann?"

Suara panik Lusi yang tiba-tiba terdengar membuat Gama bergegas menghampiri. Lelaki itu melihat Lusi sibuk mengetuk pintu tertutup di depannya.

"Ada apa, Bu?"

"Sudah lebih dari dua jam Anna di dalam, di kamarnya tidak ada, aku rasa terjadi sesuatu padanya di dalam."

Gama mencoba mengambil alih, ia mengetuk pintu seraya terus memanggil nama yang sama. Air masih terdengar mengalir, Gama sangat yakin bahwa terjadi sesuatu pada Anna.

"Boleh aku mendobrak pintunya?"

Lusi mengangguk mengizinkan, saat itu pula Gama mengambil posisi dan mendobrak pintu sekerasnya hingga terbuka dalam sekali dorongan. Tidak melenceng, baik Lusi mau pun Gama terkejut melihat Anna tergelatak dengan handuk yang hampir terlepas masih membungkus sebagian tubuhnya.

Gama dengan sigap membopong perempuan yang tak sadarkan diri itu ke dalam kamar dan menutupinya dengan selimut karena bisa merasakan seberapa dingin tubuh Anna.

"Ann ... Anna."

Lusi mencoba mengusap wajah putrinya dengan rasa cemas luar biasa. Tidak lupa mencoba memberikan sesendok teh hangat berharap kedua mata anak semata wayangnya tersebut terbuka dan sadar.

"Apa dia sakit?" tanya Gama.

"Tidak."

"Boleh aku memeriksanya sebentar?"

Lusi menoleh, lalu beranjak tanpa mengatakan apa pun. Gama yang merasa mendapat izin pun duduk di tepi ranjang. Tangan lelaki itu mulai menyentuh tangan Anna, berlanjut kening dan berakhir di wajah. Gama menyadari sesuatu yang mengganjal setelah melihat luka di sudut bibir Anna.

"Kenapa mulutnya terluka? Apa dia terjatuh?"

"Itu ... itu karena terpukul."

Jawaban Lusi seolah tepat dengan apa yang telah Gama pikirkan sebelumnya. Wajah lelaki itu tampak sedikit bersemraut merah menahan amarah.

"Luis? Luis yang memukulnya?" tanya Gama.

Related chapters

  • Harta, Tahta, My Anna   8. Ikutlah denganku

    Anna membuka matanya secara perlahan ketika mendengar suara air yang sedang diaduk dalam gelas. Tatapan Anna tertuju langsung pada sosok lelaki yang tengah duduk di samping ranjangnya, perlahan ia terkejut ketika menyadari bahwa lelaki itu adalah Gama. "Tuan Gama?" "Sudah bangun? Lama sekali tidurnya.""Tu-tuan ada di sini? Di rumahku?" "Iya, ini rumahmu, aku tidak akan mengaku."Seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sendiri, Anna melirik setiap sudut ruangan, lalu menatap Gama lekat-lekat.PLAK!"Shit! Apa kamu gila? Kenapa tiba-tiba menamparku, hah?" sentak Gama ketika pipinya secara tidak terduga mendapat tamparan keras dari Anna. Anna yang terkejut menutup mulutnya dan segera mengusap pipi Gama seraya meminta maaf. "Maaf, aku pikir aku hanya berhalusinasi. Sekali lagi maaf."Gama dengan cepat menepis sentuhan Anna di wajahnya, lelaki itu masih menunjukan gelagat tak suka. "Sudah jelas aku ada di depan mata, halusinasi apanya?""Maaf.""Minumlah!" titah Gama seraya me

    Last Updated : 2023-09-04
  • Harta, Tahta, My Anna   9. Jangan, Luis!

    Anna menggenggam kuat tangan sang ibu di hadapan Gama yang baru saja menjelaskan keinginannya untuk membawa mereka keluar dari desa tersebut. Tidak main-main dan tidak hanya sebatas kata, Gama bahkan sudah menyiapkan semuanya untuk menjamin tidak ada penahanan apa pun dari orang yang merasa memiliki hak atas utang piutang keluarga Lusi. "Apa tidak akan ada masalah berkepanjangan dan tidak memberatkan tuan juga?" Gama menaruh sebuah kartu berwarna hitam di atas meja. "Permasalahan kalian tentang uang, 'kan? Aku bisa melunasi semuanya. Kalian tenang saja."Lusi melirik Anna, lalu menatap Gama lekat-lekat. "Nominalnya tidak sedikit, itu pasti akan memberatkan tuan. Aku rasa tidak perlu, Tuan.""Aku bisa menangani semuanya.""Apa alasan tuan sampai sebaik ini pada kami?" Pertanyaan Lusi membuat Gama dengan spontan menatap Anna yang tampak masih ragu-ragu dan cemas. Lelaki itu pun tersenyum sembari beralih menatap Lusi. "Anggap saja ini tanda terima kasihku. Aku tahu kalian membantu dan

    Last Updated : 2023-09-04
  • Harta, Tahta, My Anna   10. Calon suami

    BRUAKK!Pintu terbuka di mana Gama tanpa basa-basi menarik tubuh Luis yang masih berbaring di atas tubuh Anna. Tidak terhitung seberapa banyak pukulan yang di daratkan oleh Gama pada Luis saat Lusi membantu Anna keluar dari dalam kamar. "Benar-benar lelaki tidak tahu malu. Beraninya melecehkan perempuan di depan ibunya sendiri. Apa pikiranmu tidak disisakan untuk menyimpan akal sehat?" hardik Gama seraya terus menghajar Luis. Meski bobot tubuhnya tidak sebanding dengan Gama, Luis tampaknya tidak ingin kalah. Ia berbalik menyerang Gama setelah berhasil mendorongnya. "Kamu yang tidak tahu malu, jika sosok tidak tahu malu sepertimu tidak datang, hubungan kami tetap seperti biasa. Tapi, apa? Kamu akan membawa calon istriku ke kotamu dengan seenaknya."Gama menyunggingkan sudut bibirnya, lalu menahan pukulan di udara saat melihat bagaimana Luis sudah setengah tak berdaya. "Aku tahu apa yang ada dalam otak lelaki sepertimu. Jadi, jangan merasa paling tersakiti. Cobalah yang lihat yang leb

    Last Updated : 2023-09-04
  • Harta, Tahta, My Anna   11. Tidak ada izin

    "Selamat pagi," sapa Gama pagi-pagi buta seraya membuka pintu kamar Anna. Perempuan yang masih terlelap itu tidak tergubris. Gama merasa tidak terganggu, ia berjalan mendekati sofa yang terletak di sisi lain kamar untuk meletakan sebuah bag besar, sebelum akhirnya beralih mendekati tepi ranjang. Gama berlanjut melirik gorden yang terbuka, tidak hanya itu, ia juga mendapati jendela dengan kondisi yang sama. "Bangun!" ucap Gama berbisik tepat di depan telinga Anna hingga sang empu terkejut dan bangkit. Sikap spontanitas itu membuat Anna yang berniat duduk sontak mencium Gama secara tidak sengaja.Keduanya mematung bersamaan dalam posisi masing-masing. Anna menutup mulutnya dengan sebelah tangan, perasaannya berubah takut setelah melihat ekspresi Gama yang hanya diam tak berkutik. "Maaf, Tuan, aku tidak sengaja. Kenapa tuan ada di situ?" ucap Anna dengan nada gugup yang jelas terdengar. Wajah memerah itu pun tidak bisa disembunyikan. Alih-alih menjawab permintaan maaf Anna, Gama jus

    Last Updated : 2023-09-05
  • Harta, Tahta, My Anna   12. Untuk apa bertunangan?

    Sudah hampir setengah hari, Anna masih duduk di ruang tengah sembari menatap beberapa makanan ringan yang tersedia di atas meja. Setelah keinginannya ditolak mentah-mentah oleh Gama, Anna hanya bisa duduk-duduk santai tanpa melakukan kegiatan apa pun. Hal itu jelas cukup menjengkelkan untuk Anna yang terbiasa memiliki aktivitas di kediaman sebelumnya. Namun, Anna berada di titik rasa bosan. Ia akhirnya keluar dari rumah sekedar untuk menikmati lingkungan sekitar. Cukup sepi, namun ada beberapa bangunan yang sama megahnya. Anna mendapati bahwa tidak ada banyak orang yang beraktivitas seperti pada umumnya. Cukup jauh Anna berjalan-jalan santai menjelang sore. Perempuan itu pun berhenti di sebuah kursi kayu yang berada di sisi danau indah yang lebih tampak seperti sebuah taman. "Aku tidak akan pulang! Aku akan pulang saat aku ingin pulang!" Anna terdiam mendengar pembicaraan seseorang yang baru saja duduk di sampingnya. Lirikan Anna membuatnya tahu bahwa lelaki berseragam sekolah itu

    Last Updated : 2023-09-05
  • Harta, Tahta, My Anna   13. Anak pintar!

    Gama melempar tas kerjanya ke atas sofa yang terletak di dalam kamar, sementara itu tubuhnya dibiarkan merebah pada kasur empuk berwarna putih. Tidak hanya lelah perkara pekrjaan, asmaranya dengan Mona, Gama juga masih memikirkan terkait kecelakaannya. Ia merasa tidak memahami semua yang terjadi. TOK! TOK! "Gam, boleh ibu masuk?" Mendengar suara sahutan Dira dari luar pintu kamarnya, Gama sontak menoleh dan menjawab, "Boleh. Masuklah." Sosok perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dengan pakaian elegan itu sudah duduk di tepi ranjang. Jemari tangannya mengusap lembut pucuk kepala sang putra. "Ada apa? Ibu baru saja tahu kalau kamu dan Mona bertengkar sampai melepas cincin. Kalian sudah dewasa, kenapa masih saja kekanak-kanakan.""Ibu tahu apa yang lebih kekanak-kanakan dari sikapku? Ya, itu perjodohan konyol ini. Aku sudah dewasa, aku bisa menemukan cintaku sendiri.""Hidup jaman sekarang tidak bisa sekedar cinta, Gam, tapi juga finansial ke depannya. Perusahaan kita sudah

    Last Updated : 2023-09-05
  • Harta, Tahta, My Anna   14. Patah Hati?

    Gama membaringkan tubuhnya di atas kasur. Setelah perbincangannya dan Mona sedikit memanas, ia memilih untuk mengunjungi rumah pribadi di mana sudah ada banyak perubahan di dalamnya semenjak keberadaan Lusi dan Anna. Gama merasakan ada sedikit kehangatan dari suara air mengalir, mesin cuci menyala, AC yang mendadak menjadi sebuah kehangatan dan aroma makanan setiap kali kakinya berada di dapur. TOK! TOK!Suara ketukan pintu membuat lamunan Gama tersentak, ia lantas beranjak menghampiri sumber suara. "Ada apa, Bu?" tanyanya pada Lusi yang sudah berada di depan pintu. "Tuan mungkin belum makan. Semua makanan sudah siap di bawah." "Iya, Bu, nanti saja." Gama menimpal sekenanya, lalu berniat menutup pintu kembali, tetapi hanya dalam hitungan detik tubuhnya berbalik, "Bu!" Lusi yang merasa terpanggil seketika menoleh. "Ada apa, Tuan?""Ke mana Anna? Aku tidak melihatnya dari tadi. Suaranya saja tidak terdengar." Lusi tampak sedikit terkejut dan terdiam beberapa detik. "Euh, Anna ....

    Last Updated : 2023-09-07
  • Harta, Tahta, My Anna   15. Rambut Basah

    Dua pasang kaki tengah asyik berlari kecil di trotoar jalan yang dipenuhi dedaunan. Anna kembali bertemu Alex untuk kesekian kalinya. Baik Anna mau pun Alex tampak senang dan nyaman satu sama lain, usia yang hanya terpaut satu tahun membuat keduanya bersikap layaknya teman yang sudah saling mengenal lebih dari hitungan hari.Cukup lama berlari bersama, langkah lincah Alex tiba-tiba dibuat berhenti saat Anna berhenti bergerak. Lelaki berseragam itu menoleh tanpa melepas genggaman tangannya pada Anna. "Ada apa, Ann? Kenapa berhenti?" "Ini gerbang perumahan ini, 'kan? Aku pikir aku keluar terlalu jauh dari rumah, Al."Alex yang semula begitu erat menarik tangan Anna perlahan meregangkannya perlahan. "Di luar sama saja, Ann.""Kita tidak akan pulang malam?"Alex terkekeh sembari menggelengkan kepala. "Tidak akan, aku janji." Alex kembali meraih pergelangan tangan Anna, "tenang, Ann, kamu denganku. Aku akan tidak akan membawamu terlalu jauh." Anna pun tersenyum, lalu kembali membiarkan A

    Last Updated : 2023-09-09

Latest chapter

  • Harta, Tahta, My Anna   35. Pilihan hati

    Seperti hari sebelumnya, Gama kembali bekerja ditemani Anna yang masih perlu mempelajari banyak hal tentang dunia perusahaan. Kehadiran Anna di perusahaan itu tampaknya memberi dampak baik bagi Gama, khususnya suasana hati yang juga turut dirasakan oleh para karyawan-karyawannya.Sikap dingin Gama jauh lebih memudar setiap kali sosok Anna ikut serta di sesi rumitnya pekerjaan kantor. Bahkan Gama terlihat tidak sungkan memamerkan kemesraannya pada Anna. Dia tidak peduli meski Anna menunjukkan gelagat tak nyaman setiap lelaki itu mencoba mengikis jarak."Pakaikan!" pinta Gama membuat Anna mengerutkan dahi keheranan.Bukan tanpa alasan, Anna merasa heran karena dasi berwarna hitam itu semula sudah terpakai rapi di dada kekasihnya. "Aku? Pakaikan dasi? Aku tidak bisa. Aku tidak pernah memakaikan itu.""Ya, sudah belajar sekarang."Melihat situasi lift yang kosong, Anna diam sejenak, lalu menoleh kembali pada lelaki di sampingnya. "Nanti saja kalau sudah di ruanganmu," ucapnya."Memangnya

  • Harta, Tahta, My Anna   34. Hilang kendali 21+

    "Terima kasih untuk hari ini, Ann. Maaf harus menceritakan hal kurang menyenangkan. Semoga itu tidak merubah pertemanan kita. Aku tidak terlihat berlebihan sebagai seorang lelaki, 'kan?" ucap Alex dengan sedikit nada menggoda. Anna tampak tersenyum lebar. Telapak tangannya mendarat di bahu lelaki di depannya dengan cukup keras. "Tidak sama sekali. Lagi pula itu tidak berlebihan menurutku. Aku justru senang kamu mempercayaiku untuk mendengarkan semuanya, walau pun aku tidak pandai memberi saran. Tapi, setidaknya aku senang sudah dipercaya." "Apa kalau begitu artinya aku harus terus sedih agar kamu senang mendengar ceritaku?" Pukulan Anna kian lebih keras untuk kedua kalinya. Kali ini dengan tatapan tajam setelah mendengar penuturan Alex terhadap ucapannya. "Bicara apa kamu ini. Jangan, jangan terlalu larut. Aku ada kapan pun kamu inginkan. Telingaku memiliki kapasitas luas untuk cerita-ceritamu." "Bisa saja. Belajar dari mana perempuan kecil sepertimu bisa berkata begitu, hah?" "K

  • Harta, Tahta, My Anna    33. Boleh memelukmu?

    Pagi menjelang, bukan sinar matahari yang membangunkan Anna dari tidur, tetapi suara pintu tertutup dan aroma bunga yang baru saja menyeruak ke setiap sudut kamarnya. Anna mulai bangkit dan kedua matanya langsung tertuju pada segunduk besar bunga mawar putih yang berada di atas meja. Pemandangan indah itu berhasil menciptakan senyum manis di wajah cantik Anna yang beberapa saat lalu sempat dilanda kesedihan. 'Menikahlah denganku, Anna.' Senyuman Anna kian mengembang setelah membaca isi pesan singkat yang terselip di antara bunga berwarna putih tersebut. Anna duduk cukup lama seraya menatap objek yang sama. Namun, pikirannya masih saja bergelut pada permasalahan sebelumnya. Ia sadar bahwa ibu dari Gama tidak menyetujuinya. Namun, ia sadar bahwa dirinya mencintai Gama seperti Gama memperlakukannya dengan sangat tulus. Tatapan fokus Anna pada bunga mulai teralihkan oleh sebuket bunga yang tiba-tiba mendarat di roof top kamarnya setelah terbentur jendela cukup keras. "Alex," seru An

  • Harta, Tahta, My Anna   32. Lupakan pernikahan!

    "Maaf semua tidak sesuai janjiku, Ann." Setelah sekian lama perjalanan tidak terdengar suara, Gama akhirnya memecah keheningan karena tidak tahan melihat kekasihnya diam seribu bahasa. Ada banyak hal yang mengusik ketenangan Anna setelah pertemuan dengan dua perempuan yang ia pikir akan memahami posisinya. "Ann?" sebut Gama lebih keras hingga Anna berhasil menoleh dan menunjukan ekspresi bingung. Gama yang paham pun ikut tersenyum tipis. "Maaf semua tidak sesuai perkataanku. Aku tidak menyangka jika ibu dan Mona bisa merendahkanmu sampai seperti itu."Anna mengangguk dengan senyum getir. "Tidak apa-apa. Itu memang fakta. Mana bisa aku marah.""Ann, kamu tidak begitu.""Benar kata ibu. Aku tahu sekarang kenapa ibu tidak setuju dengan hubungan kita.""Ann, aku mohon jangan bilang begitu. Keputusanku tidak akan berubah.""Tuan, kita jangan bicarakan ini. Aku ingin istirahat, rasanya sangat lelah," timpal Anna berusaha mengalihkan.Gama tidak lagi kukuh saat Anna berusaha menghindari se

  • Harta, Tahta, My Anna   31. Ibu?

    Hari yang telah ditunggu oleh Anna dan Gama akhirnya datang. Anna tampak cantik dengan dress yang telah dipilihkan langsung oleh Gama. Dress berwarna sage itu berhasil membuat warna kulit Anna kian cerah dan lebih terkesan ceria. Tidak terhitung seberapa rasa senang yang tengah menyelimuti Gama dan Anna, rasa cemas jauh lebih besar bagi Anna. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan itu dari kekasihnya yang sudah memperhatikan sikap gugupnya. "Segugup itu, Ann?" tanya Gama tiba-tiba. Anna mengangguk cepat. "Iya. Bagaimana jika aku bersikap buruk di depan keluarga tuan?" "Ann, di rumah hanya ada ibuku. Jadi, kamu tidak perlu segugup itu. Semua akan baik-baik saja." "Begitu, ya?" "Tapi, rencananya hari ini aku akan bicara juga dengan Mona. Ya ... sekaligus memperkenalkanmu padanya. Tidak apa-apa, 'kan?" lanjut Gama memberi tahu niatnya pada Anna. Anna kembali mengangguk-anggukan kepalanya. Ia hanya mengiyakan apa yang Gama rencanakan. Sepenuhnya Anna percaya pada Gama, meski kecemas

  • Harta, Tahta, My Anna   30. Menikahi Anna?

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Gama tidak berhenti tersenyum bahagia. Terlihat jelas bahwa lelaki itu sangat senang dengan niat yang akan dilakukan pada Anna. Ia sudah siap membawa Anna ke hadapan sang ibu untuk meminta doa restu, meski kemungkinan sangat sedikit karena hubungannya dengan Mona. Tapi, Gama sudah merencanakan tahap lain agar pernikahan itu terjadi. Di tengah rasa bahagia yang menguasai. Gama dibuat heran oleh Anna yang sibuk mengotak-atik kain di lehernya. Perempuan berbalut dress biru itu tampak risih dan sibuk sendiri. "Ada apa, Ann? Apa lehermu gatal?" Tanpa menjawab pertanyaan Gama dengan ucapan, Anna menatap tajam, lalu membuka kain yang menunjukan sebuah bekas kemerahan akibat ulah dari Gama. Gama sontak tertawa melihat raut kesal Anna terhadapnya, belum lagi tanda merah kecil yang membuat Anna menyatakan perasaan terhadapnya. "Kenapa tertawa? Apanya yang lucu. Bagaimana jika ibuku lihat? Habis aku dimarahi," dengus Anna. "Coba pakai alas bedak. Itu past

  • Harta, Tahta, My Anna   29. Menikahlah denganku!

    Suasana ruangan pagi itu terasa sedikit menegang. Kemewahan ruang makan menjadi tidak ada artinya bagi Mona yang masih mencoba membeberkan semua kabar tentang hubungan Gama dan Anna di hadapan Dena. "Siapa yang memberimu kabar kalau Gama pergi ke luar untuk pekerjaan membawa perempuan bernama Anna itu?" Mona dengan cepat menaruh beberapa lembar foto di mana menunjukan kebersamaan dua sejoli di dalam sebuah minimarket, dalam mobil dan di halaman rumah milik Gama. Dena menelaah satu demi satu foto tanpa memberi ekspresi apa pun. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi pada anaknya yang lagi lagi sulit dikendalikan. "Mereka tinggal satu atap, Bu. Apa ibu tidak tahu?" Mona menambahkan kabar yang tidak kalah mengejutkannya. "Satu atap? Maksudnya ini menjadi alasan Gama tidak pernah pulang ke rumah ini? Dia sudah hidup dengan perempuan yang usianya jauh lebih muda?""Iya, Bu.""Apa anak itu seorang pekerja dunia malam? Kenapa Gama bisa tertarik dengan seseorang yang tidak jelas bibit bobo

  • Harta, Tahta, My Anna   28. Ann, boleh?

    Selama Gama melakukan meeting, Anna hanya duduk di salah satu kursi yang tersedia untuk menunggu Gama membutuhkan bantuannya. Saat itu, Anna mulai melihat sisi lain lagi dari seorang Gama. Tidak salah jika Gama dikenal bos yang tegas dan cukup digemari. Anna yang tidak begitu paham dunia barunya itu pun dibuat kagum. Cara Gama menjelaskan proyek dan planningnya terhadap client sangat menarik dan tidak membosankan, namun sangat mudah dipahami. Cukup lama membahas untuk program kerja sama, Gama akhirnya menutup pertemuan saat melihat kekasihnya duduk dalam keadaan tertidur. "Saya rasa semua sudah cukup jelas. Kesepakatan kita sudah ada dalam kertas kerja sama. Sisanya, kita hanya tinggal survei langsung ke lapangan. Bagaimana?" tutur Gama mendapat anggukan setuju dari beberapa orang client. Uluran tangannya pun disambut hangat. "Terima kasih Pak Gama. Asisten saya akan segera mengubungi asisten ...." Lelaki paruh baya yang menjadi client Gama menggantung kalimatnya saat menyadari ba

  • Harta, Tahta, My Anna   27. Luar Kota dengan kekasih

    Hari pertama bekerja cukup berkesan bagi Anna. Ia diajak berkeliling oleh Gama, ia juga diberikan penjelasan tentang hal-hal yang perlu ia kerjakan. Ternyata, Anna hanya diperlukan saat Gama memerintah. Namun, ia juga diberikan pelajaran bagaimana mengerjakan urusan sederhana di perusahaan tersebut. Menghabiskan banyak waktu di kantor, Gama dalam perjalanan pulang bersama Anna menuju ke kediaman yang sama. Rasa lelah Anna setelah banyak berinteraksi dengan orang lain membuat perempuan itu tidur lelap dalam mobil. Gama hanya tersenyum, bahkan lelaki itu dengan sigap membopong tubuh kekasihnya menuju kamar untuk langsung beristirahat. Di dampingi Lusi, Gama membuka sepatu dan menyelimuti sebagian tubuh Anna. "Aku ke kamar dulu, Bu. Anna mungkin sedikit kelelahan hari pertama bekerja. Biarkan saja dia istirahat dulu." "Iya, Tuan," timpal Lusi seraya tersenyum hangat menatap kepergian tuan rumah itu dari hadapannya. Setelah memastikan Gama benar-benar telah turun dan ke kamarnya, Lusi

DMCA.com Protection Status